Share

-25-

Penulis: Tias Yuliana
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-16 19:57:53

Rosemeijer Vallois-Crussoe seorang perempuan Perancis yang diperistri oleh Barend Crussoe—pria Belanda—yang dikirim ke Hindia empat tahun lalu untuk penugasan pertamanya sebagai kontrolir di Bojonegoro. Perempuan berusia pertengahan dua puluhan itu kini menyandang status sebagai janda Crussoe. Dia duduk di kursi saksi dengan punggung sangat tegak karena korset yang menopangnya.

Rose menutupi bibir menggunakan setangan katun berwarna putih dengan sulaman nama suaminya di sana. Topi jala hitam yang menyembunyikan sebagain wajah berbintik-bintiknya terlihat terlalu menawan untuk sebuah pakaian berduka di dalam sebuah persidangan.

Endaru dengan sudut mata tajamnya dapat menangkap kepalsuan dari resam tubuh perempuan itu. Seulas senyum tipis terkembang di balik setangan yang menutupi bibir Rose. Dia segera mengalihkan pikiran dari bayangan bibir berpulas merah ceri milik janda Crussoe itu.

Semua orang menunggu kesaksian yang akan disampaikan oleh perempua

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -26-

    Sejak kembali dari lapangan untuk menonton pertunjukan reog siang itu dada Rose terus berdentam-dentam setiap kali mengingat wajah Endaru. Waktu yang berlalu semakin meneguhkan perasaannya. Senyum terus terkembang di bibir belah Rose yang semerah ceri. Kadang kala dia menyalahkan diri sendiri. Perempuan itu menjadi lebih sensitif saat bayangan senyum warok muda itu berganti dengan wajah dingin Crussoe—suami yang terpaksa dinikahinya.“Dit is verkeerd! Ik ben een respectabele vrouw. Ik moet geen aandacht schenken aan andere mannen dan aan mijn man.”[1]Seiring berakhirnya musim panen, lapangan kademangan juga kembali lengang. Setiap akhir pekan Rose berkuda dan memeriksa ke sana meski tahu hanya akan ada rerumputan dan ilalang yang mulai meninggi. Dia berharap melihat Endaru tetapi yang tersapu mata adalah sekawanan ternak yang tengah memamah biak.Suatu hari Rose tersesat hingga ke padang gelagah di perbatasan hutan ja

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -27-

    Dari lantai dua rumahnya, Rose memandang ke jalanan yang dikeraskan dengan gamping oleh para budak tawanan beberapa bulan silam. Dari arah barat terlihat rombongan Crussoe dan Demang Kusno berkuda dalam iring-iringan polisi berpakaian Jawa yang menyandang senapan di bahu. Di antara rombongan itu terlihat seorang pria dan dua wanita yang berjalan terseok-seok.Rose terus memperhatikan hingga mereka membelok ke halaman rumahnya yang dikepung tanaman jati. Dengan masih duduk di atas pelana kudanya, Crussoe menatap penuh minat pada keluarga yang baru saja mereka bawa sebagai budak tawanan.“Marjuki!” teriak Crussoe pada jongosnya.Pria bersarung dan bersurjan itu datang dengan menunduk-nunduk di hadapan kuda Crussoe dan berujar, “Sahaya, Tuan Besar.”“Bawa ketiga orang ini untuk tinggal di rumah belakang karena mulai sekarang mereka akan bekerja di sini. Pemuda itu yang akan membantumu melakukan pekerjaan di bengkel dan mengirim

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -28-

    “Mevrow, tidak ada keterangan apa pun yang Anda berikan tentang peristiwa kematian suami Anda!” hardik Residen sambil memeriksa buku catatannya.Rosemeijer kembali menyeka sudut-sudut matanya menggunakan setangan sambil mengangkat sedikit jala topi yang menutupi wajahnya. “Saya khawatir jika mengatakan kebenaran akan membuka aib rumah tangga saya sendiri,” jawab Rose terbata-bata.Endaru geli mendengar penuturan itu. Dia tahu Rose sedang berlagak sebaga istri yang baik dan terhormat di hadapan semua orang di persidangan itu.“Mevrow, katakan saja kalau suami Anda—Meneer Barend Crussoe—sering berbuat menyimpang dan melakukan pelecehan terhadap para budak pria di lingkungan perusahaannya!” teriak Suro dengan nada melecehkan dari samping Endaru.Residen kembali menenangkan para hadirin yang mulai bereaksi.“Mevrow, tolong segera memberikan keterangan dan jangan m

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -29-

    Semalaman penuh Endaru menulis dan menyalin catatan-catatan juga surat-surat berbahasa Belanda ke dalam Melayu dan Jawa. Tangannya menggenggam pena bulu dan bergerak-gerak dengan sangat luwes menulis kalimat demi kalimat. Rosemeijer terkejut dengan kecepatan pemuda itu dalam mempelajari hal-hal baru selama dua tahun tinggal di sana.“Aku yakin kau hanya berpura-pura tidak bisa membaca dan menulis terutama caramu berbicara dalam bahasa Belanda saat pertama datang ke sini—terdengar sangat sempurna.”Rose duduk di meja di samping Endaru yang tengah sibuk menulis. Perhatian pemuda itu sama sekali tidak teralihkan apa pun cara yang digunakan Rose untuk menggodanya selama dua tahun ini.“Dari mana kau belajar semua ini, Endaru?”Pemuda itu berhenti menulis. Matanya masih terpaku pada kertas-kertas surat yang baru separuh disalinnya.“Pengajaran kita berakhir setelah aku berhasil menerjemahkan catatan-catatan dan surat-

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -30-

    Endaru bangkit dari silanya. Dia menarik lengan Rosemeijer hingga terseret dari kursi. Ditatapnya mata biru perempuan itu sambil mendesis, “Kenapa kau membuat pernyataan palsu seperti itu, Rose?”“Endaru, lepaskan Mevrow Crussoe sekarang!” bentak Residen.Dua orang opas meringsek maju mencoba memisahkan Endaru dari janda Crussoe itu. Rose tersenyum puas karena berhasil mendapatkan kembali perhatian Endaru.“Tuan Residen, tidakkah Anda merasa ada yang janggal? Janda Crussoe ini mengatakan suaminya mati karena gorokan di leher oleh celurit Suro, bukankah gorokan itu tidak ada? Dia mati karena tikaman belati,” ucap Endaru berapi-api.Sang Residen sedang menimbang-nimbang keterangan yang diberikan oleh Endaru sambil memeriksa catatannya kembali. “Berikan kesaksianmu, biar kami yang memutuskan!” perintah Residen sambil kembali duduk bersandar di kursinya.“Tuan Crussoe memang sering bepergia

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -31-

    Dari pintu pondok yang terbuka, Suro juga melihat Rose muncul dengan gaun tidur penuh darah. Perempuan totok itu berteriak dan memerintahkan Suro untuk membereskan kekacauan di dalam kantornya.Endaru duduk termenung di amben di dalam pemondokan. Segala penghiburan dan pertanyaan—baik dari Sanikem maupun Rukmini—dia abaikan begitu saja.“Kita harus pergi dari sini, Bibi!” ujar pemuda itu.Suro datang kembali ke pemondokan dengan membawa sebilah celurit berlumuran darah. “Pria keparat itu sudah mati. Pergilah kau selamatkan dirimu, Endaru!”“Bagaimana dengan bibi dan Rukmini? Surat hutang itu?” Endaru kembali menggigil.“Kami bisa menjaga diri kami sendiri. Pergilah kau selamatkan dirimu dan sembuhkan lukamu!” Suro mendorong dada Endaru.“Aku membunuhnya, Paman! Biarkan aku di sini. Biarkan mereka menggantungku. Sebaiknya paman dan bibi yang harus pergi dari sini!” Endaru

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -32-

    Endaru didudukkan di sebuah ruangan kosong dengan bangku-bangku kayu panjang. Kedua tangan dan kakinya masih terikat belenggu dari besi. Dua orang opas mengawasi dan mengawalnya dari pintu.Pintu ruangan itu terbuka. Lamat-lamat Endaru bisa mendengar suara Rose yang berteriak-teriak lantang dalam bahasa Belanda entah pada siapa. “Endaru adalah budak tawananku yang masih harus menyelesaikan pekerjaannya. Kalian tak bisa mengirimnya kembali ke Ponorogo!”“Mevrow, dia harus kembali ke Ponorogo untuk menyelesaikan peradilannya di sana! Bagaimana pun dia terlibat dengan sesuatu yang rumit di sana,” balas seorang pria dalam bahasa Belanda formal.“Dia tidak bersalah, Tuan!” desak Rose kehilangan alasan.“Kami mendapat surat agar dia dikembalikan ke Ponorogo untuk menyelesaikan peradilan di wilayahnya. Seseorang akan menjemputnya. Anda tidak punya hak dan alasan untuk mempertahankannya di sisi Anda, Mevrow

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -33-

    Tubuh Endaru dan Gandari berguncang-guncang karena entakan kereta beroda empat yang membawa mereka menggilas bebatuan jalan. Mereka duduk saling berhadapan—lutut beradu dengan lutut—tetapi mulut tetap saling mengunci dan membisu.Perempuan itu menjelajahi paras Endaru yang sudah banyak berubah. Wajah bocah yang dulu dikenalnya, kini berwujud seorang pemuda berparas lembut dengan tulang pipi yang sedikit menonjol, rahang yang tegas, dan bibir tipis berwarna terang yang masih meninggalkan bekas senyuman meski dia tengah gelisah. Mata, Gandari terpaku pada bekas luka di bawah mata kanan putranya.Gandari berpaling mengubah pandangan ke luar kereta yang susul-menyusul adalah pepohonan dan semak belukar.“Emak benci menatap bekas luka di wajahku?”“Bekas luka itu mengingatkan pada kegagalanku sebagai seorang ibu. Aku benci pada diriku sendiri yang tak bisa berbuat apa pun saat kau menderita sendirian di luar sana,” ujarnya p

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16

Bab terbaru

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -43- End

    Dada telanjang Endaru bersimbah darah Sastro. Hanya dengan memakai sarung batik dia melompati regol, mencuri salah satu kuda dari istal, dan memacunya kembali ke rumah pertanian Cornellis.Saat tiba di depan pagar sebuah peluru melesak menghentikan laju kudanya. Kuda itu meringkik ketakutan hingga membuatnya jatuh terpental ke tanah. “Rose, ini aku!” teriak Endaru ke arah lantai dua rumah itu sambil berusaha bangkit dari tanah.“Endaru?” Rose melempar senapannya ke tempat tidur dan segera berlari ke halaman, “Apa aku melukaimu?”Pemuda itu berjalan limbung menuju rumah. Rose menghambur ke arah Endaru tetapi pemuda itu menolaknya, “Tubuhku kotor!”Kilat dan guruh memecah langit pekat. Rose membeliak saat menyadari tubuh Endaru berlumuran darah. Perempuan itu menutup mulutnya dengan tangan yang gemetar.Pyaar! Suara petir menggelegar di udara yang dingin. Hujan deras berjatuhan dari langit meng

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -42-

    Endaru meraba-raba dalam kegalapan. Dia melepas bebatan pada matanya yang sudah tak lagi mengeluarkan darah tetapi yang terjadi malah penglihatannya menjadi semakin buram.“Dasi? Di mana kau?” bisik Endaru putus asa.“Kau masih menginginkan gadis itu, Enes?” suara serak Sastro terdengar bagaikan gong yang dipukul.Dengan kepala yang masih berdenyut-denyut Endaru berusaha bangkit dan mencoba keluar dari bilik Sastro. Dia seperti terkurung di dalam ruangan yang sempit dan pengap. Endaru merasai gigilan di tubuhnya semakin dahsyat. Baru dia sadari bahwa pakaian tak lagi melekat di raganya.Dalam remang cahaya sintir yang kekuningan Endaru mulai bisa melihat Sastro tengah bersila di tengah ruangan hanya mengenakan kain jarik. Matanya terpejam dengan bibir yang terus merapal mantra.Endaru berusaha bangkit dari dipan dengan tubuh sempoyongan. Kepalanya berdentam-dentam dengan sensasi tusukan-tusukan yang menyakitkan pada mata. Sa

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -41-

    Rombongan bupati tiba di Somoroto ketika bola api sudah tenggelam di langit barat. Di sana sudah ramai oleh para pendekar dan warok dari berbagai penjuru Panaragan. Semenjak Padepokan Wengker dikalahkan oleh padepokan milik Sastro para warok mulai berkiblat dan mempertimbangkan posisi Padepokan Bantarangin sebagai padepokan terkuat. Oleh karena itu sedapat mungkin mereka menjalin hubungan baik dengan Sastro untuk mencegah perselisihan sekaligus untuk memperoleh pos-pos jabatan penting di Panaragan.Upacara penentuan pimpinan Padepokan Bantarngin dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari padepokan lain. Upacara penyambutan begitu meriah dengan adanya hiburan reog itu sendiri, atraksi pencak silat, dan jamuan beraneka ragam makanan.Warok Sastro yang kini menjabat sebagai bupati datang dalam iring-iringan yang meriah menuju kediaman lamanya di Somoroto. Sastro dalam pakaian kebesaran seorang warok duduk di pendopo yang sudah dihias sedemikian rupa. Para warok lain yang turu

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -40-

    “Tinggallah di sini bersamaku memimpin Padepokan Bantarangin dan satukan seluruh warok di bumi Panaragan ini di bawah kekuasaanku! Lima tahun aku bertarung dengan para warok lain untuk bisa menduduki takhta Bupati Panaragan. Jadi sudah sepatutnya jika aku menuntut pengakuan dari mereka, bukan?” Sastro menyulut kembali tembakau di dalam pipanya.Tanpa diduga Endaru bangkit dan berdiri tegak. Dengan perasaan berat dia mengucapan kalimat yang mungkin akan disesali seumur hidupnya, “Kau pikir aku akan menerima tawaranmu hanya karena menawan ibuku? Dia bahkan sudah memutuskan hubungan denganku!”Endaru mulai berjalan meninggalkan Sastro tetapi sekali lagi para opas itu menahan langkahnya. Salah satu dari mereka menunjukkan topeng bujang ganong yang semalam dikenakan Endaru saat menyelinap ke kediaman Sastro di Somoroto. “Anda tidak bisa pergi, Raden Mas. Anda harus ditahan sampai persidangan digelar karena kami menemukan bukti bahwa Anda terlib

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -39-

    Endaru sudah menguak pintu selebar mungkin dengan senyum semringah saat Rose mencegahnya. Pemuda itu berharap Dasi berdiri di sana dengan kebaya dan sanggul gantung seperti dalam imajinya selama tujuh tahun terakhir. Akan tetapi, pemuda itu membeliak saat mendapati orang yang berbeda berdiri di balik pintu. Terdengar pekik tertahan dari Rose yang baru sampai di tengah-tengah anak tangga.“Berlutut!” teriak orang yang berdiri di depan pintu.“Polisi?” Endaru berbisik lemah dengan kedua lutut melemas.Tiga orang opas dalam seragam serba hitam mengadang Endaru dengan dua moncong senapan tertuju ke arahnya. Seorang opas lagi yang bersenjatakan tongkat memukul bahu Endaru agar segera berjongkok. Dengan cepat mereka membelenggu kedua tangan dan kaki pemuda itu menggunakan gelang besi yang terhubung dengan rantai.Rose menerjang dan memasang badan untuk mencegah ketiga opas itu membawa Endaru pergi. Sesaat setelah Endaru berlari ke lantai

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -38-

    Dasi memutar ebor berisi pakaian basah ke depan untuk melindungi perut yang terbuka. “Kau bodoh karena kembali ke sini, Enes!”Endaru menerjang dasi dan merengkuhnya dalam dekapan. Ebor di tangan perempuan itu terlepas. Pakaian berhamburan ke tanah. Endaru mendekapnya lebih dalam seakan ingin menyatukan raga mereka dan melebur menjadi satu.Ragu-ragu tangan dasi terangkat dan dengan keras mendrorong Endaru hingga terlepas. Perempuan itu membungkuk berusaha memunguti pakaian yang terjatuh.Endaru tak menyerah. Dia tarik lengan Dasi dan kembali meraihnya dalam dekapan. Ingin dia ulangi kejadian tujuh tahun lalu—bibirnya melumat bibir Dasi yang merah tanpa gincu. Akan tetapi Endaru mundur dan melepas gadis itu. Mereka terengah dengan napas memburu—kecewa karena gelegak rindu yang urung tersalur.Dasi mendorong Endaru lebih kuat. Plak! Satu tamparan mendarat di pipi Endaru, “Kau tak suka pada perempuan

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -37-

    Seorang pria bersarung batik dan berbeskap putih duduk di sebuah kursi goyang sambil memangku seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang sedang terlelap. Kumis baplang putihnya berayun-ayun saat bibir melantunkan kidung pengantar tidur.Sret ... sret ... terdengar suara gesekan celana gombroh dari sosok bertopeng merah yang berjalan mendekat ke arah kursi goyang. Kidung terputus. Sembah terangkat dari sosok bertopeng itu, “Sudah saya selesaikan seperti perintah Ndoro!”“Dia menjadi serakah dengan mencoba merebut dan menyakiti apa yang menjadi kebangaannku. Orang seperti itu memang pantas untuk disingkirkan, bukan?” Kursi kembali berayun, “Aku dengar ada kegaduhan di sana. Apa mereka tahu kau pelakunya? Bukankah kubilang untuk melakukannya dengan tenang?”“Ampun, Ndoro ...,” suara di balik topeng itu bergetar dengan sepasang tangan terangkat memberi sembah sekali lagi, “Ada seseorang yang juga me

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -36-

    Gadis itu menghilang saat Endaru berhasil mencapai rumah dalem tempat tinggal para nyai. Sejenak dia ragu karena tak ingin bertemu dengan Nyai Larsih atau siapa pun yang mungkin masih mengenalinya. Dipanjatnya dinding pemisah antara dua gadok—sisi kanan menuju bilik Sastro dan sisi kiri menuju pemondokan Dasi. Endaru memutuskan untuk turun ke sisi kanan.“Dasi, tunggulah sebentar lagi!” gumamnya pada diri sendiri.Dia mencabut belati dari punggung dan mengendap-endap memasuki bilik Sastro. Rapalan mantra dan pemusatan pikiran penyerahan diri pada Sang Kuasa lamat-lamat dia lantunkan. Kilasan-kilasan bayangan masa lalu kembali berkelebat hingga dengan satu entakan keyakinan dia dorong pintu bilik Sastro.Bilik itu kosong.“Sial!”Suara tapak-tapak kaki terdengar bergema semakin mendekat. Bisikan dan tawa bocah-bocah laki-laki terdengar saling bersahutan.“Para gemblak,” Endaru menutup bilik d

  • Pendekar Dalam Selubung Mantra   -35-

    Ringkik kuda bersahutan dengan dekut para kuak. Halimun menggantung membatasi penglihatan. Cahaya sintir meliuk-liuk dengan sinar yang berpendar.Kraak ... suara pintu lumbung yang dikuak membuat para pengerat lari ketakutan. Aroma pengap dan masam menguar berhamburan dari bukaan pintu. Udara dingin puncak malam menggantikan lembap di dalam lumbung.Endaru membungkuk meraih bangku yang bergelimpang di lantai berdebu. Dia letakkan sintir di atas kursi dan berputar memandangi atap yang dihuni para pemintal. Jalinan sarang laba-laba yang menghitam menambah suram ruangan. Dia berjalan ke pusat gas dan memompanya hingga seluruh rumah kembali disinari cahaya.Bekas kediaman Cornellis kini menjadi rumah terkutuk yang ditakuti oleh warga. Tak ada yang berani menjamah bahkan sekadar lewat pun mereka enggan. Rumah pertanian itu kini dikepung gelagah, semak belukar, dan tumbuhan pancang. Sulur-sulur tanaman rambat menutupi hampir seluruh gerbangnya menyembunyikan

DMCA.com Protection Status