author-banner
Tias Yuliana
Tias Yuliana
Author

Novels by Tias Yuliana

Pendekar Dalam Selubung Mantra

Pendekar Dalam Selubung Mantra

Di akhir abad ke-18 ada seorang pemuda yang memiliki wajah androgini. Pemuda itu adalah seorang mantan gemblak (anak laki-laki yang dijadikan pemuas seksual seorang warok) di Ponorogo. Dia melarikan diri dari waroknya selama tujuh tahun dengan hidup berpindah-pindah. Akan tetapi trauma dan bayangan tentang sosok sang warok tidak juga memunah dari pikirannya. Pemuda itu merasa telah diselubungi sebuah mantra yang membuatnya selalu ingin kembali dan takhluk pada sang warok. Apa yang terjadi pada pemuda itu dan bagaimana perjuangannya untuk bisa lepas dari selubung mantra itu? Ikuti kisahnya di novel ini dan dapatkan versi cetaknya melalui penulis.
Read
Chapter: -43- End
Dada telanjang Endaru bersimbah darah Sastro. Hanya dengan memakai sarung batik dia melompati regol, mencuri salah satu kuda dari istal, dan memacunya kembali ke rumah pertanian Cornellis.Saat tiba di depan pagar sebuah peluru melesak menghentikan laju kudanya. Kuda itu meringkik ketakutan hingga membuatnya jatuh terpental ke tanah. “Rose, ini aku!” teriak Endaru ke arah lantai dua rumah itu sambil berusaha bangkit dari tanah.“Endaru?” Rose melempar senapannya ke tempat tidur dan segera berlari ke halaman, “Apa aku melukaimu?”Pemuda itu berjalan limbung menuju rumah. Rose menghambur ke arah Endaru tetapi pemuda itu menolaknya, “Tubuhku kotor!”Kilat dan guruh memecah langit pekat. Rose membeliak saat menyadari tubuh Endaru berlumuran darah. Perempuan itu menutup mulutnya dengan tangan yang gemetar.Pyaar! Suara petir menggelegar di udara yang dingin. Hujan deras berjatuhan dari langit meng
Last Updated: 2021-04-19
Chapter: -42-
Endaru meraba-raba dalam kegalapan. Dia melepas bebatan pada matanya yang sudah tak lagi mengeluarkan darah tetapi yang terjadi malah penglihatannya menjadi semakin buram.“Dasi? Di mana kau?” bisik Endaru putus asa.“Kau masih menginginkan gadis itu, Enes?” suara serak Sastro terdengar bagaikan gong yang dipukul.Dengan kepala yang masih berdenyut-denyut Endaru berusaha bangkit dan mencoba keluar dari bilik Sastro. Dia seperti terkurung di dalam ruangan yang sempit dan pengap. Endaru merasai gigilan di tubuhnya semakin dahsyat. Baru dia sadari bahwa pakaian tak lagi melekat di raganya.Dalam remang cahaya sintir yang kekuningan Endaru mulai bisa melihat Sastro tengah bersila di tengah ruangan hanya mengenakan kain jarik. Matanya terpejam dengan bibir yang terus merapal mantra.Endaru berusaha bangkit dari dipan dengan tubuh sempoyongan. Kepalanya berdentam-dentam dengan sensasi tusukan-tusukan yang menyakitkan pada mata. Sa
Last Updated: 2021-04-18
Chapter: -41-
Rombongan bupati tiba di Somoroto ketika bola api sudah tenggelam di langit barat. Di sana sudah ramai oleh para pendekar dan warok dari berbagai penjuru Panaragan. Semenjak Padepokan Wengker dikalahkan oleh padepokan milik Sastro para warok mulai berkiblat dan mempertimbangkan posisi Padepokan Bantarangin sebagai padepokan terkuat. Oleh karena itu sedapat mungkin mereka menjalin hubungan baik dengan Sastro untuk mencegah perselisihan sekaligus untuk memperoleh pos-pos jabatan penting di Panaragan.Upacara penentuan pimpinan Padepokan Bantarngin dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari padepokan lain. Upacara penyambutan begitu meriah dengan adanya hiburan reog itu sendiri, atraksi pencak silat, dan jamuan beraneka ragam makanan.Warok Sastro yang kini menjabat sebagai bupati datang dalam iring-iringan yang meriah menuju kediaman lamanya di Somoroto. Sastro dalam pakaian kebesaran seorang warok duduk di pendopo yang sudah dihias sedemikian rupa. Para warok lain yang turu
Last Updated: 2021-04-18
Chapter: -40-
“Tinggallah di sini bersamaku memimpin Padepokan Bantarangin dan satukan seluruh warok di bumi Panaragan ini di bawah kekuasaanku! Lima tahun aku bertarung dengan para warok lain untuk bisa menduduki takhta Bupati Panaragan. Jadi sudah sepatutnya jika aku menuntut pengakuan dari mereka, bukan?” Sastro menyulut kembali tembakau di dalam pipanya.Tanpa diduga Endaru bangkit dan berdiri tegak. Dengan perasaan berat dia mengucapan kalimat yang mungkin akan disesali seumur hidupnya, “Kau pikir aku akan menerima tawaranmu hanya karena menawan ibuku? Dia bahkan sudah memutuskan hubungan denganku!”Endaru mulai berjalan meninggalkan Sastro tetapi sekali lagi para opas itu menahan langkahnya. Salah satu dari mereka menunjukkan topeng bujang ganong yang semalam dikenakan Endaru saat menyelinap ke kediaman Sastro di Somoroto. “Anda tidak bisa pergi, Raden Mas. Anda harus ditahan sampai persidangan digelar karena kami menemukan bukti bahwa Anda terlib
Last Updated: 2021-04-18
Chapter: -39-
Endaru sudah menguak pintu selebar mungkin dengan senyum semringah saat Rose mencegahnya. Pemuda itu berharap Dasi berdiri di sana dengan kebaya dan sanggul gantung seperti dalam imajinya selama tujuh tahun terakhir. Akan tetapi, pemuda itu membeliak saat mendapati orang yang berbeda berdiri di balik pintu. Terdengar pekik tertahan dari Rose yang baru sampai di tengah-tengah anak tangga.“Berlutut!” teriak orang yang berdiri di depan pintu.“Polisi?” Endaru berbisik lemah dengan kedua lutut melemas.Tiga orang opas dalam seragam serba hitam mengadang Endaru dengan dua moncong senapan tertuju ke arahnya. Seorang opas lagi yang bersenjatakan tongkat memukul bahu Endaru agar segera berjongkok. Dengan cepat mereka membelenggu kedua tangan dan kaki pemuda itu menggunakan gelang besi yang terhubung dengan rantai.Rose menerjang dan memasang badan untuk mencegah ketiga opas itu membawa Endaru pergi. Sesaat setelah Endaru berlari ke lantai
Last Updated: 2021-04-18
Chapter: -38-
Dasi memutar ebor berisi pakaian basah ke depan untuk melindungi perut yang terbuka. “Kau bodoh karena kembali ke sini, Enes!”Endaru menerjang dasi dan merengkuhnya dalam dekapan. Ebor di tangan perempuan itu terlepas. Pakaian berhamburan ke tanah. Endaru mendekapnya lebih dalam seakan ingin menyatukan raga mereka dan melebur menjadi satu.Ragu-ragu tangan dasi terangkat dan dengan keras mendrorong Endaru hingga terlepas. Perempuan itu membungkuk berusaha memunguti pakaian yang terjatuh.Endaru tak menyerah. Dia tarik lengan Dasi dan kembali meraihnya dalam dekapan. Ingin dia ulangi kejadian tujuh tahun lalu—bibirnya melumat bibir Dasi yang merah tanpa gincu. Akan tetapi Endaru mundur dan melepas gadis itu. Mereka terengah dengan napas memburu—kecewa karena gelegak rindu yang urung tersalur.Dasi mendorong Endaru lebih kuat. Plak! Satu tamparan mendarat di pipi Endaru, “Kau tak suka pada perempuan
Last Updated: 2021-04-16
PEWARIS DALAM BAYANGAN

PEWARIS DALAM BAYANGAN

"Hidangan utama terasa lebih nikmat jika kau berhasil mengambilnya dari piring saji orang lain, ada kekhawatiran, ketakutan, sekaligus tantangan dalam upaya untuk memperolehnya. Namun, hasil yang kau dapatkan akan sebanding dengan itu semua!” Sepenggal kalimat dengan pengucapan yang khas dari bibir seorang perempuan itu menjadi satu-satunya petunjuk bagi Baviaan Marais untuk memburu para pelaku yang telah membuat hidupnya jungkir balik. Bangkit dari kondisi hampir mati, dia memilih menutup diri di sebuah mansion tua menyedihkan warisan dari sang kakek. Di dalam mansion bobrok itu dia melalui hari-hari yang panjang nan kelam untuk menyiapkan sebuah perburuan dan pembalasan dendam yang begitu mengerikan kepada para pelaku yang tergabung dalam sebuah sindikat penipuan pernikahan. Bagaimana semua ini akan berakhir? Kisah Baviaan Marais dapat kalian ikuti dalam novel SINDIKAT. Update setiap Rabu dan Sabtu
Read
Chapter: 22. Remember Me
“Siapa kau?” desis Baviaan sambil menguatkan todongan pistolnya ke arah kepala Kae yang duduk gemetar di sofa ruang tengah. Gadis muda itu membeliak ketakutan. Punggungnya tegak dan keringat dingin mulai membulir di keningnya. Dia berusaha mundur, tapi terhalang oleh sofa yang didudukinya. Embusan napas segar menguar dari samping kepala Kae. Bahunya dicengkeram lembut tapi mengancam oleh seseorang dari belakang. Gadis itu melirik sekilas siapa yang ada di belakangnya. Entah bagaimana Jun tiba-tiba berada di belakang sofa dan membungkuk hingga kepalanya berada di atas bahu Kae. Pria itu berbisik dengan penekanan suara yang menggoda. “Perhatikan pistol itu, Nona Muda. Pelurunya bisa menembus kepalamu dan memecahkan tengkorakmu. Tak!” Jun membentuk jempol dan telunjuk kanannya menyerupai pistol dan menekannya ke samping kepala Kae.
Last Updated: 2021-09-24
Chapter: 21. Masuk Perangkap
Jun yang tersungkur ke lantai sambil melindungai Kae melihat para penembaknya datang dari sebuah mobil van hitam yang berhenti di depan minimarket. Mereka membuka pintu belakang mobil. Dua orang yang wajahnya tertutup topeng hitam mulai menembaki ke arah minimarket. Jun sedikit mendongak. Dia melihat pintu belakang van itu berusaha ditutup. Dia membidikkan tembakan pada salah satu sosok bertopeng hitam di dalam van. Tembakan itu mengenai lengannya sebelum mobil pergi dengan kecepatan penuh. Kaerunisa, gadis yang mengenakan seragam karyawan Kafe Morbeus itu hanya meringkuk gemetar di lantai minimarket. Dia tutupkan kedua tangan ke telinga untuk menghalau kerasnya suara tembakan. Ben yang bersembunyi di dekat pintu toilet, berusaha mendekati gadis itu dan menariknya pergi dari sana. “Hei, lihat aku!” bentak Ben pada Kae yang masih memejamkan mata dengan tubuh gemetar hebat. Gadis itu membuka mata perlahan dan mulai menangis. “Kau ingat aku, kan?
Last Updated: 2021-09-22
Chapter: 20. Pemuda Berjaket Merah
Seorang pemuda berusia dua puluh tahunan muncul dari salah satu tangga belakang sebuah minimarket yang berdekatan dengan Kafe Morbeus. Pemuda berambut merah itu mengenakan jaket olahraga merah dengan aksen garis putih pada karet lengannya dan kaus oblong putih di dalam jaket. Tangan dengan jemari panjang dan lentiknya menarik tangan Kae yang menggenggam botol kaca tajam. Kae menoleh pada pemuda yang tak dikenalnya itu. Tinggi badan mereka hampir sama. Pemuda itu hanya beberapa senti lebih tinggi dari Kae. Dia merebut botol kaca dari tangan Kae dan berjalan cepat menghampiri si pria berewok yang menendangi seorang perempuan di tengah gang gelap. Prang! Pemuda itu memukulkan botol kaca ke tengkuk leher sang pria berewok hingga sedikit terhuyung. “Brengsek!” umpat si berewok yang berbadan tinggi besar. Matanya melotot dengan pembuluh darah merah. Dia usap tengkuk lehernya yang berdarah. Pemuda berjaket merah itu berusaha mengangkat tubuh si perempuan yan
Last Updated: 2021-09-18
Chapter: 19. Kafe Morbeus
Gadis itu meletakkan remote tv kembali ke tempatnya dan berujar lirih, “Siapa pun Anda, semoga Anda tenang dan bahagia di luar sana,” lalu, dia keluar dari apartemen tua milik Kunto itu. Di depan lift, dia melihat seorang pria duduk di kursi roda seorang diri. Tangan kiri pria itu menggapai-gapai tombol lift. Gadis itu sudah akan membantu, tapi pria berkacamata gelap itu sepertinya tak memerlukan bantuan. Dengan cekatan, dia meraba tombol dan menekan angka yang menuju lantai dasar. Gadis itu berdiri di sana. Dia melihat pria cacat itu memutar kursi roda dan berjalan mundur untuk memasuki lift saat pintu terbuka. “Kau tak akan masuk?” Suara pria itu Gadis itu gelagapan. “Ah, iya, maaf.” Mereka berada di dalam lift dengan sikap canggung. Gadis itu berdiri di samping kursi roda Baviaan sambil melirik ke arah pangkuan pria itu. “Apa Anda bermain biola?” Baviaan duduk tenang di kursi rodanya dengan wajah menatap lurus ke arah pintu lift yang bercer
Last Updated: 2021-09-16
Chapter: 18
Berita ledakan di sebuah pulau terpencil itu dengan segera menemukan muaranya. Setiap reporter dan wartawan berlomba-lomba mencari kebenaran akan kabar burung yang tiba-tiba berembus dari sebuah portal berita online yang belum diketahui kevalidan sumbernya. Portal berita itu dengan gamblang menyebutkan bahwa CEO perusahaan pupuk terbesar di negeri ini dikabarkan meninggal dalam peristiwa ledakan di sebuah pulau terpencil tadi malam. Jun tiba di kantornya menggunakan porsche kesayangan. Di lobi kantor sudah berkerumun para wartawan dan repoter yang ingin memastikan kabar tersebut. Sebelum turun dari mobil, Jun menyambar kacamata hitam dan memasang wajah paling sedih yang bisa dia lakukan. Cahaya blitz kamera berulang-ulang menerpa wajah dan tubuhnya dari berbagai arah. Bermoncong-moncong mikrofon disodorkan dan menghalangi pergerakannya. Sejumlah petugas keamanan perusahaan berusaha menghalau kerumunan wartawan itu, tapi mereka terus saja berteriak-teriak mel
Last Updated: 2021-07-11
Chapter: 17
Mereka bertiga terlantar di pelabuhan kota S. Kerlap-kerlip lampu dari perahu-perahu nelayan di kejauhan menambah muram suasana. Mereka bersembunyi tak jauh dari tempat bongkar muat kapal. Di sana, banyak kayu-kayu palet yang bisa mereka jadikan perlindungan. Baviaan duduk di kursi rodanya sambil merasakan kesiur angin laut yang semakin meremangkan kulit. Kunto terus saja mondar-mandir dan hampir setiap menit mendatangi Baviaan untuk menanyakan, “Apakah kau membutuhkan sesuatu? Apa kau baik-baik saja? Adakah yang terluka?” “Hei, Pak Tua! Tidakkah sikapmu itu terlalu berlebihan? Dia bukan bayi yang harus selalu kau khawatirkan!” pekik Ben yang tengah berbaring telentang di salah satu dek perahu nelayan yang tertambat. Kunto sudah akan melontarkan kemarahan tapi Baviaan memberikan tanda dengan satu lambaian tangan, “Cukup! Kinca benar, aku bukan bayi yang harus selalu kau khawatirkan, Paman.” Kunto menganga dan hampir menumpahkan air mata. “Astaga! Kau
Last Updated: 2021-07-08
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status