BERSAMBUNG
Terdengar teriakan dahsyat dari mulut Pendekar Mabuk. Gedebuk….terdengar 3 benda terjatuh sangat keras.Pendekar Gledek, Pendeta Suli dan Ki Jarni terlempar dan jatuh hingga 10 meteran, dari mulut ketiganya keluar darah segar.Pendeta Suli dan Ki Jarni berkelonjotan dan tewas tak lama kemudian, Pendekar Gledek terlihat langsung duduk dengan tubuh sempoyongan dan dia bersemedi, tak peduli saat ini sedang di kelilingi ribuan pasukan Kerajaan Loksana.Jantungnya serasa mau pecah, pendekar tua ini sudah menderita luka dalam yang teramat parah.Hari ini Pendekar Gledek menderita kekalahan yang teramat telak, agaknya nyawanya pun tak bakalan lama.Berbarengan dengan Putri Kalia, Ki Balo dan Luna juga menewaskan lawan-lawannya. Si Banci, Sawon dan Bihi tamat riwayatnya menyusul Pendeta Suli dan Ki Jarni.Putri Kali langsung mendekati Pendekar Mabuk dan memegang tangan suaminya, sambil tak sadar lepaskan cadar di wajahnya, sehingga semua orang kaget dan kagum melihat wajah cantik si putri dari
Pelantikan Raja baru Kerajaan Loksana berlangsung sangat meriah, pesta rakyat di gelar di semua kadipaten yang jadi wilayah kerajaan Loksana.Pusatnya sudah pasti di kotaraja, kini Prabu Sana yang sudah sepuh dan sakit-sakitan di usia 77 tahunan, resmi meletakan jabatannya di gantikan Putra nya, Pangeran Hata yang sudah berusia 40 tahunan.Peralihan kekuasaan ini atas saran penasehat kerajaan, agar tak perlu menunggu sang raja mangkat. Dengan alasan sang mantan maharaja ini bisa jadi lambang pemersatu rakyat Kerajaan Loksana.Apalagi Pangeran Hata sudah dewasa dan terbukti sepak terjangnya tidak mengecewakan.Maharaja baru ini bersanding dengan permaisurinya yang cantik dan 5 selirnya yang juga cantik-cantik, serta anak-anaknya yang sebagian sudah remaja.Setelah Pangeran Hata resmi menjadi Maharaja Loksana, Pendekar Mabuk dan Putri Kalia bersama Trio Gook Hitam pun pamit.Tujuan mereka ke Kerajaan Hilir Sungai, perjalanan ini bukanlah waktu yang singkat. Hampir 3 bulan baru sampai den
Selain pemuda ini, mereka juga menemukan lagi mayat seorang wanita cantik yang juga berpakaian tak kalah mewahnya dan 3 laki-laki yang agaknya jadi pengawalnya tersebut, terlihat dari pakainnya.Dengan hati-hati, Si Muka Pucat dan si Codet di bantu si Juling lepas sepatu orang tadi dan mereka menemukan lipatan kertas kecil yang setelah di buka merupakan sebuah peta.Setelah menguburkan ke 5 nya, kini mereka duduk di depan kuburan baru ini. Pendekar Mabuk, Putri Kalia juga tiga Pendekar Pedang Bayangin kini tenggelam dalam pikiran masing-masing.Penasaran siapa sebenarnya ‘Pangeran dan Putri’ serta 3 pengawalnya ini dan siapa itu Kelompok Bingkarung Hitam.“Aku baru dengar ada kelompok ini?” kata Putri Kalia.Si Juling, Muka Pucat dan Codet pun mengangguk sama, sama sekali tak pernah dengar ada kelompok tersebut, apalagi kenal ke 5 orang yang baru mereka kuburkan.“Izin mahaguru, bolehkah aku baca peta itu?” kata si Codet.Pendekar Mabuk pun serahkan peta kecil tadi dan kini di hamparka
Sebagai pendekar sakti, Pendekar Mabuk dari kejauhan sudah melihat ke 15 orang yang semuanya naik kuda ini sedang menuju ke arah mereka.“Astaga mereka siapa?” tanya Putri Kalia langsung bersiap, tapi saat melihat wajah suaminya yang tenang-tenang saja, si cantik jelita ini lalu lega.“Saatnya Si Juling, Si Muka Pucat dan Si Codet buktikan kehebatan mereka. Agar julukan Trio Golok atau Pedang Bayangan tidak asal julukan saja!” kata Pendekar Mabuk kalem.Tanpa di minta pun ketiga orang ini sudah menghadang ke 15 orang ini dengan gagah berani.“Bunuh 3 anjing ini, lalu kita bunuh juga dua orang muda itu,” teriak seseorang yang agaknya jadi pemimpinnya.“Hei bangsat siapa kalian ini main bunuh saja” bentak si Juling dan srattt…dia sudah cabut goloknya yang bergagang hitam, diikuti si Muka Pucat dan si Codet.Namun teguran si Juling tak di hiraukan ke 15 orang ini, mereka seperti segerombolan anjing liar melihat mangsa lunak.Selama ini, ke 3 orang ini tak pernah berhenti berlatih, sehingg
“Bangkitlah Ki Sia, kenapa kalian malah bersujud?” kata Pendekar Mabuk keheranan sendiri.“Benarkah kami sedang berhadapan dengan Pangeran Boon Me dan ada ciri tanda lahir di bahu kiri?” tanya Ki Sia memberanikan diri.Pendekar Mabuk langsung terdiam, tapi perlahan dia membuka jubahnya dan memperlihatkan tanda lahir itu.Setelah itu dia kembali merapikan pakaiannya, Ki Sia langsung membenturkan dahinya ke pasir berkali-kali.“Akhirnya tugas berat dari Prabu Harman kami tuntaskan, yang mulia, Prabu Harman menugaskan kami agar mencari pangeran dan tanda lahir itulah cirinya, juga julukannya adalah Pendekar Mabuk. Yang Mulia adalah adik dari Prabu Harman dan ayah yang mulia berdua adalah Prabu Japra, maharaja Muara Sungai!” kata Ki Sia sambil terus bersimpuh. Pendekar Mabuk sampai tak bisa bicara apa-apa, Putri Kalia dan trio Golok Bayangan melongo.Sejak menemukan lima orang yang tewas dan di kuburkan, kembali pendekar ini bersama istri dan 3 muridnya alami hal-hal membingungkan.“Ki Si
Pendekar Mabuk kini duduk di sebuah batu bersama Putri Kalia, di bawahnya Trio Golok Bayangan dan Ki Sia Cs duduk takjim, seolah-olah mereka semua adalah ‘murid-murid’ Pendekar Mabuk.Padahal usianya baru 24 tahunan, sedangkan Ki Sia sudah berusia 35 tahunan dan anak buahnya beragam, sebagian berusia sama seperti Si Juling Cs.Tapi melihat kesaktian pemuda tampan ini, semuanya sudah takluk dan ada anak buah Ki Sia bilang, jangan-jangan Pendekar Mabuk ini turun lelembut (mahluk halus yang menjelma manusia).Si Juling yang dengar itu dengan berseloroh laangsung iyakan saja, hingga anak buah Ki Sia makin serem sendiri.“Jadi wilayah ini masih masuk wilayah Kerajaan Loksana?” tanya Pendekar Mabuk.“Sebenarnya ini wilayah perbatasan mahaguru, separu masuk wilayah Hilir Sungai, separunya masuk Kerajaan Loksana, tapi yang di arah barat sono, itu justru masuk kerajaan Muara Sungai!” kata Ki Sia, tirukan ucapan Trio Golok Bayangan yang sebut Pendekar Mabuk dengan sebutan Mahaguru.Di panggil Ma
Si Juling dan Si Muka Pucat di bantu Si Codet sibuk membantu agar perahu ini tidak terbalik, di sisi lain Pendekar Mabuk menjaga Putri Kalia yang lemas setelah muntah-muntah tadi.Pendekar Mabuk juga kerahkan kesaktiannya, dengan menjaga keseimbangan perahu ini agar tak terbalik.Inilah yang membuat tiga muridnya tenang, saat melihat Pendekar Mabuk kerahkan seluruh kesaktiannya, agar ombak besar ini tidak menggulung perahu mereka.Hampir 3 jam mereka berjibaku melawan keganasan alam ini, lalu perlahan-lahan cuaca kembali cerah dan ombak pun surut serta lautan mulai tenang lagi."Ahhh...akhirnya raja laut berhenti ngamuk," seru si Juling lega bukan main.Trio Golok Bayangan sampai rebahan saking lelahnya dan tak lama kemudian malah ketiduran, termasuk Putri Kalia yang tadi muntah-muntah terus.Hanya Pendekar Mabuk yang terlihat tetap fit, tapi dia pun buru-buru bersemedi untuk pulihkan tenaga dalamnya.Saat membuka matanya lagi, Pendekar Mabuk heran melihat Putri Kalia terlihat segar se
Di bantu si Muka Pucat dan si Codet, mereka bertiga langsung gali pasir ini dan terlihatlah 3 peti kayu besar segi empat di dalam pasir yang sudah di gali ini.Si Juling yang tak sabaran langsung buka gembok peti kayu ini, begitu terbuka… swinggg…meluncurlah anak panah keluar.Untung saja secepat kilat Pendekar Mabuk kirimkan pukulan cepat, sehingga anak panah kecil dan berbau amis, tanda beracun luput dan hanya selisih beberapa senti dari wajah si Juling.“Hati-hati jangan sembarangan membuka, siapa tahu ada jebakan lain,” tegur Pendekar Mabuk.Benar saja, begitu Pendekar Mabuk buka peti ke 2 dan ke 3, kembali anak panah meluncur deras, sampai trio Golok Bayangan pucat pasi melihatnya.Pendekar Mabuk dengan kecepatannya yang mengagumkan tentu mudah saja menghindar.Begitu selubung hitam di buka di dalam peti ini, makin julinglah mata mereka bertiga, isinya ternyata koin emas dan emas-emas lainnya.“Wuihhh…banyak sekali emas ini, bisa bangun istana sangat mewah kita,” kata Si Juling te
Pendekar Putul kini menyamar seperti kakek tua, dia sengaja ke sini dan berlakon bak tamu di padepokan pimpinan Ki Rawa ini.Santernya soal padepokan ular hitam yang makin menancapkan kukunya di dunia persilatan, membuat Pendekar Putul tergerak turun tangan, apalagi pemimpinnya Ki Rawa, yang ingin dia hadapi saat ini.Dia pun juga kenalkan diri sebagai si Kakek Pincang, saat di terima Jinari dan Jamari di gerbang padepokan ini.Pendekar Putul melihat kedua wanita binal ini yang jadi ketua penyambutan tamu sampai menatapnya lama, terutama kakinya yang hanya satu.“Kenapa…ada yang aneh? Kakiku begini karena pernah bentrok dengan musuh hebat,” sungut si Putul jengkel, karena pandang mata kedua wanita cabul ini seakan meremehkannya.“Hmm…ya sudah, silahkan masuk, karena kamu bukan tamu VIP, penginapan buat kamu adanya di bagian barat, di barak sono!” cetus Jinari cuek dan pastinya anggap Pendekar Putul ini tak seberapa kesaktiannya.Si Putul pun dengan terpincang-pincang menuju ke barak y
Padepokan Ular Hitam berubah total semenjak di ambil alih Ki Rawa bersama Pandekar Gledek dari tangan Ki Boka.Seluruh murid-murid Ki Boka di paksa jadi anak buah mereka dan kembali menyeleweng seperti saat jaman Ki Palung dan Ki Boka sebelum tobat setelah bertemu Prabu Japra, yang melawan mereka bunuh.Sehingga banyak yang tak suka dengan Ki Rawa, diam-diam memilih kabur dan meminta pertolongan dengan kaum pendekar golongan putih.Inilah yang membuat banyak golongan putih tewas atau terluka, setelah bentrok dengan kelompok Ular Hitam tersebut, yang semakin hari semakin kuat saja, sengan banyaknya kelompok golongan hitam bergabung.Permaisuri Aura sudah tahu soal ini, makanya dia mengutus Ki Roja atau Pendekar Budiman, untuk selidiki padepokan milik pamannya ini, sekaligus basmi kelompok Ki Rawa tersebut.Putri Seruni sebenarnya juga ingin ke sana untuk bikin perhitungan dengan Ki Rawa, tapi dia saat ini tengah hamil anak pertama, setelah hampir 13 tahun menikah dan baru kali ini meng
“Maafkan aku kakek Prabu Japra, kali ini cucumu yang pernah durhaka ini akan menjadi pendekar yang baik, tidak lagi jadi pendekar jahat!” tekad si Putul.Dan kini dia sudah menemukan sebuah desa, lalu beli pakaian yang bagus dan juga kuda, untuk lanjutkan perantauannya.Koin emas yang dulu dia bawa masih banyak dan untungnya tak tercecer saat dia terjungkal ke jurang dulu.Cuman dia tak lagi antusias mencari kedua orang tuanya. Dia malu pernah menyeleweng, apalagi ayahnya Prabu Harman seorang maharaja di Kerajaan Hilir Sungai.“Kasian ayahanda Prabu Harman, pasti sangat malu tak ketulungan, punya anak seperti aku, sudah cacat, menyeleweng pula, jatuh harga diri beliau!” gumam si Putul termangu d atas kudanya yang dia biarkan jalan sendiri.Uniknya, sampai kini si Putul belum tahu, kalau Putri Alona, ibu kandungnya, justru adik ayahnya sendiri. Si Putul juga tak ada niat lagi untuk cari ibu kandungnya, dia hanya ingin membawa hatinya, kemana saja.Sejak turun gunung, si Putul buktikan
Setelah Pangeran Akmal bercerita, giliran Pangeran Daha yang ceritakan pengalamannya yang di sempat di culik Dua Kembar Ruba Betina dan Pendekar Serigala, saat bermaksud selidiki Temanggun Dawuk, kepala kadipaten Barabong.Namun di tolong seseorang yang sangat misterius dan sampai kini Pangeran Daha tak tahu siapa penolongnya tersebut.Tentu saja Pangeran Daha tidak bercerita soal penyekapan 3 hari 3 malam, yang membuat dia jadi permainan kedua betina genit itu.Yang anehnya semenjak sembuh dari pengaruh racun mawar merah, kekuatannya diam-diam naik berlipat?“Aku tak melihat jelas wajahnya, hanya aku tahu penolongku itu berjubah hitam, dalamnya putih, wajahnya tak begitu jelas…oh yaa…sebentar, orang itu pakai tongkat!” kata Pangeran Daha, sambil ingat-ingat tubuh si penolongnya.Pangeran Daha juga bilang, tak tahu apakah pendekar usianya itu sudah tua ataukah seumuran dirinya. Tapi yang dia tahu, penolongnya bukan wanita, tapi sosok pria.Kakek Slenge’an, Putri Dao dan Pangeran Akmal
Dan sekali ini, si pemuda ini harus mengaku dalam hatinya bahwa lawannya sungguh sama sekali tidak boleh disamakan dengan lawan-lawannya yang pernah dia kalahkan.Ternyata si kakek ini memiliki ilmu pedang yang hebat, di samping tenaga dalamnya yang kuat, ditambah lagi sebatang pedang pusaka pendeknya yang sangat ampuh!“Kakek mundurlah, biar aku yang gantian hadapi dia!” tiba-tiba Putri Dao maju ke gelanggang pertarungan dan si kakek ini mundur, lalu berdiri di samping Pangeran Daha.Melihat gaya anggun dan kini saling berhadapan dari jarak 5 meteran, makin tak karuan rasa si pemuda ini.Mulailah Si Pemuda merasa ketar-ketir, melawan si kakek tadi saja dia sudah kelabakan, entah bagaimana pula dengan si gadis cantik yang agaknya galak ini, tapi sudah bikin hatinya jungkir-balik.Belum lagi pria yang tak kalah tampan dengannya, yang sejak tadi terlihat tenang-tenang saja, sama tak ada wajah khawatir dari raut mukanya.Bahkan Pangeran Daha seakan ingin lihat, apakah kepandaian keponakan
“Mereka akan merekrut sebanyak-banyaknya anggota, baik warga biasa, kaum pendekar golongan hitam ataupun putih, lalu akan mendirikan sebuah kerajaan baru, Kadipaten Barabong sudah berhasil mereka kuasai!” kata Putri Dao dengan bersemangat, bahkan tangan dan matanya seakan ikutan bicara.Sangat menarik dan makin cantik saja keponakannya ini saat bercerita, andai orang lain, pasti sejak tadi Pangeran Daha sudah jungkir balik jatuh cinta.Kecantikan Putri Dao, tentu saja mengalahkan kekasihnya, si Putri Nia.Kagetlah Pangeran Daha, ini bukan gerakan main-main, apalagi setahunya Pendekar Gledek sangat berpengalaman susun kekuatan, untuk kemudian lakukan makar.Walaupun selalu gagal, karena dihancurkan Prabu Japra dan Pangeran Boon Me, yang sukses dua kali gagalkan misi besar Pendekar Gledek.Sehingga sampai kini, Pendekar Gledek dendam tak kepalang dengan orang tua dan kakak dari Pangeran Daha ini.Tapi kalau terlambat di basmi, bisa jadi gerakan kelompok ini makin besar dan makin kuat ser
Sosok hitam yang mereka --Baung, Jinari dan Jamari, pikir hantu ini lalu mengusap wajahnya.Kemudian terlihatlah wajah yang sangat tampan, tapi berwajah murung, pakaian dalamnya putih, tapi di tutup jubahnya yang berwarna gelap.Lelaki tampan ini lalu masuk ke dalam kereta ini dan dengan cepat pondong tubuh Pangeran Daha yang setengah tertidur alias setengah pingsan ini.Gerakannya sangat cepat dan tak lebih dari 2 detik, tubuhnya yang kokoh dan menggunkan tongkat sudah lenyap dalam hutan lebat yang gelap ini.Saking hebatnya ilmu meringankan tubuhnya, kereta ini sama sekali tak bergerak, ini menandakan orang ini luar biasa ilmu silatnya.Pangeran Daha yang setengah sadar terbangun, dia merasa aneh, kenapa kini berada di sebuah gua, hari pun sudah beranjak pagi, tidak lagi malam dan berada di dalam kereta yang di bawa Dua Rubah Betina serta Pendekar Serigala.Tapi Pangeran ini tak pikirkan itu, dia cepat-cepat lakukan semedi dan kerahkan seluruh kesaktian tenaga dalamnya, untuk kembali
Kedua Kembar Rubah Betina yang bernama Jinari dan Jamari ini langsung kalang kabut berpakaian.Padahal mereka tengah enak-enaknya naik ‘kuda jantan’ ini, yang sengaja mereka recoki obat kuat, agar tetap perkasa, walaupun tenaga dalamnya tak berfungsi.“Sialan si Pendekar Serigala, orang lagi nanggung, eh main panggil saja,” gerutu Jinari, sambil bantu Pangeran Daha berpakaian lagi.Saking gemasnya, dia malah sempat-sempatnya memegang tongkat Pangeran Daha yang masih kokoh bak tongkat ulin.“Ihh padahal masih ngacengg say!” kata Jamarin terkekeh dan dengan gemas sempat melumat batang ini.Tapi panggilan orang yang mereka sebut Pendekar Serigala membuat keduanya dengan terpaksa papah Pangeran Daha keluar dari kuil tua ini.“Gila sekali kalian berdua, tahu kah kalian siapa dia ini hahhh? Dia ini Pangeran Daha, putra mahkota Kerajaan Muara Sungai. Kalau sampai lepas gara-gara ulah kalian, leher kalian berdua yang mulus itu bakalan misah dari tubuh kalian yang bakalan dilakukan guru kita,”
Bukannya melaporkan ke dalam, ke 5 orang ini serempak mengurung Pangeran Daha, bahkan tak lama datang lagi 10 orang, dengan golok terhunus.Sempat pangeran ini ingin berontak, namun dia pikir, lebih baik pura-pura menyerah untuk selidki apa yang sebenarnya terjadi.Pangeran Daha pun di bawa ke dalam bangunan ini dan kagetlah dia, setelah pedangnya di ambil, Pangeran Daha di masukan ke dalam sebuah kerangkeng hewan yang sangat kuat.Kerangkeng ini biasa di gunakan untuk menangkap hewan buas, seperti biruang juga harimau, bahkan gajah liar.“Hmm…makin aneh saja,” pikir Pangeran Daha, andai dia mau, tak sulit baginya jebol kerangkeng ini.Pangeran Daha di biarkan di sana sampai malam hari, tak pernah terlihat batang hidung Temanggung Dawuk.Namun tengah malam, Pangeran Daha kaget sekali saat mencium bau seperti bunga mawar, lalu dia pun tak sadarkan diri.Tak lama, tubuhnya yang sudah tak berdaya ini dikeluarkan dari karangkeng, dan di halaman rumah Temanggung Bawuk ini sudah menunggu seb