Sesosok lelaki dengan wajah tampan. Sinar bulan sempat menyoroti sosok itu dengan jelas. Karena penasaran, Hao Yun langsung bertanya. "Itu sia—" Namun kalimat tanyanya belum selesai diucapkan, sudah dibungkam langsung oleh Lin. "Jangan bersuara keras. Aku tidak mau berhubungan dengan mahluk gunung itu lagi. Jadi diam saja, dan secara perlahan kita keluar dari sini," ucap Lin. Niat ingin menghindari kontak dari kawan lama, justru ditemukan secepat kilat seolah pria itu memiliki banyak mata di pegunungan. Begitu sadar ada seseorang di dekatnya, ia langsung melemparkan sebilah pisau kecil tanpa ragu. "Waaaa!! Apa barusan?" Karena gelap tak dapat melihat, Hao Yun terkejut dan reflek berteriak."Cih, dasar pendekar tidak berguna," ucap Lin dengan nada ketus dan sinis. Ia mengerutkan kening dan menatap jengkel Hao Yun.Karenanya, keberadaan mereka langsung ketahuan dalam sekejap. Sosok pria yang disebut mahluk gunung, mantan ketua sekte, Yin Ao-Ran tidak ragu melayangkan banyak senjata
Hao Yun bersama Lin berada di wilayah pegunungan, tempat di mana mantan ketua sekte di sana adalah Yin Ao-Ran, lelaki itu dikenal pendiam dan berdarah dingin. Konyolnya Yin adalah seorang pelupa dan kerap kali lebih mengedepankan insting dan emosi daripada lainnya. Intinya berpikir pendek.Di sana Hao Yun dan Lin sempat dibuat kesulitan olehnya yang menyerang tapi pada akhirnya kesalahpahaman terselesaikan. Hanya saja Hao Yun sendiri kembali memulai pertengkaran di antaranya, sebab Yin tidak mengijinkannya pergi tuk menemui temannya. Alasan Yin tidak mengijinkannya adalah karena saat ini situasi sedang tidak menguntungkan dengan adanya banyak penduduk bergerombol di bawah sana. Sementara itu, Wu Shi bersama Xie berada di sebuah hutan bambu. Lapangan luas yang terkenal di distrik pusat, Hutan Bambu. Tidak hanya nama sebutannya saja, di sini juga merupakan hutan bambu yang sebenarnya. Sejauh mata memandang, Wu Shi hanya melihat betapa lebarnya tumbuhan bambu di sini. Sangat panjang d
Li Bai sadar setelah melihat pedang yang dibawa Wu Shi, inilah orang yang sedang dilindungi beliau, seolah pesan itu tersampaikan pada semua ketua sekte yang ada di distrik pusat. "Aku sudah melepaskan tali itu tapi dalam kondisimu saat ini, aku harap kau tidak bertindak macam-macam. Tetaplah di sini sampai semuanya mereda kembali," tutur Li Bai meminta. "Tunggu sebentar! Aku tidak bisa terus berdiam diri di sini!" teriak Wu Shi. "Dengan kondisimu, itu tidak mungkin. Kau baru beristirahat selama beberapa hari, itu tidak cukup," kata Li Bai sembari menyerahkan kembali pedangnya. "Maaf ya, aku salah mengira kau adalah pencuri atau sejenisnya. Dan aku baru sadar kalau kau ternyata adalah murid beliau," imbuh Li Bai. "Murid? Guruku ada banyak. Ah, bukan! Aku ingin pergi sekarang!" pekik Wu Shi, ia hampir saja ikut terbawa arus dengan topik lain, beruntung begitu ingat, ia pun segera mengungkitnya lagi. "Kau tidak boleh." Kalimat singkat berupa perintah dan penolakan, sesaat membuat
Apa yang dikhawatirkan oleh Wu Shi telah terjadi. Tepat sebelum kejadian, ia berulang kali memikirkannya bagaimana jika Tulang Naga mengetahui keberadaannya dan memutuskan untuk langsung menyerang? Harus banyak antisipasi yang banyak guna memikirkan kejadian yang tak terduga. Kemudian, inilah yang terjadi. Sekelompok Tulang Naga tanpa kepala (pemimpin) mendatangi kediaman Li Bai. Kesampingkan tentang bagaimana cara mereka mengetahui keberadaan Wu Shi, sementara beberapa anggota yang sudah berada di dalam telah menyerang para pengikut Li Bai. "Keluarkan aku!" teriak Wu Shi meminta pada lelaki bernama Li Bai. "Kenapa?" sahutnya dengan melirik tajam. "Kenapa katamu? Bukankah sudah jelas, percuma saja menyembunyikan aku di tempat seperti ini.""Itu namanya cari mati. Sudahlah, kau diam saja di sana sampai semuanya selesai. Terlebih lagi jika kau keluar maka itu artinya mereka yang menang," kata Li Bai. "Apa maksudmu?" tanya Wu Shi tidak mengerti."Tulang Naga pasti tidak hanya mengep
Di bawah rembulan malam yang terang, ratusan pendekar turun dan mengangkat senjata. Sabetan pedang yang secara beruntun, dan darah menyembur keluar lalu memgaliri setiap jalan. Bagaikan neraka, itulah perang. "Yang Mulia Kaisar Wang! Mohon ijin, saya masuk untuk memberi laporan!" seru salah satu bawahannya sembari memberi hormat. Kaisar Wang yang terlelap, kini kembali terbangun dengan perasaan tidak nyaman. Terlebih sejak pagi hari sudah banyak laporan disampaikan mengenai kedatangan Tulang Naga yang membuat kerusuhan di distrik pusat. Di istana Wulan yang sepi, sebelumnya beberapa prajurit penjaganya datang hanya untuk melaporkan hal yang sama secara bergantian. Tidak ada jawaban dari Kaisar Wang sendiri mengenai laporan tersebut. "Lagi, lagi dan lagi!" pekik sang Kaisar mengernyitkan dahi dengan kesal. Teringat dengan laporan sebelumnya.Ia duduk sembari menopang dagu. Raut wajahnya tidak berubah dalam sekejap, hanya saja ia sangat kesal karena kedamaian yang susah payah dicapa
Langit gelap tak memandu jalannya yang sempit, langkah kaki yang cepat namun terdapat sebuah keraguan dan ketakutan. Ekspresi serius diikuti kepalan tangan yang kuat. Baik Hao Yun maupun Wu Shi, kedua pendekar itu seakan terhubung dan mulai merasa bahwa mereka sama-sama sedang menghadapi hal berbahaya.Suasana riuh di sekitar, tanah yang kering terinjak, tekad kuat dengan rasa sakit yang setara. Kali ini mungkin pertarungannya akan mengorbankan sesuatu hal yang lain dari orang terdekat. Di dalam kabut beracun, sosok pria bertudung berjalan santai menuju Wu Shi yang terjatuh di tempat. Ia tidak diganggu oleh satu pun pendekar lantaran kabut beracun telah membuat banyak dari pendekar dalam sekte tumbang. Hanya beberapa orang yang mampu bertahan namun tidak dapat bangkit karena kelumpuhan. Sementara Wu Shi, ia meringis kesakitan sambil melindungi Xie dalam dekapannya. "Sudah cukup, Wu Shi. Aku tidak bisa kau lindungi begitu saja. Seharusnya aku lah yang melindungi," kata Xie. "Diamla
Pada umumnya, setiap orang akan menghindari kemungkinan hal terburuk yang akan mereka hadapi. Itu adalah hal wajar bagi setiap orang yang tidak mau terlibat sesuatu yang merepotkan. Namun ada beberapa dari mereka yang sengaja merepotkan diri demi sesuatu, namun ada pula yang tanpa sengaja jatuh tak berdaya dan terpuruk di setiap keadaan. Wu Shi, sebagai seorang pendekar yang kini hanya dapat mengenggam pedang dengan satu tangan, berdiri di bawah rembulan dengan bola mata memutih. Penglihatannya di malam itu sangat jelas, sesaat kata-kata indah terlintas dalam benaknya saat mendongakkan kepala.Tapi tidak lagi setelah beberapa saat kemudian, kakinya yang kuat menginjak tanah. Aura terpancar mengitari di sekitar, langit ataupun bulan seakan mendukungnya, ia menjadi pusat perhatian baik bagi rekan sendiri maupun musuhnya.Tetapi, kekagumam sesaat membuat mereka semua mati dalam sekejap. Hanya dalam waktu singkat, semua kepala para anggota Tulang Naga yang bertudung melayang dan menghias
Bencana Pemabuk terjadi hanya satu kali, namun dalam satu kali satu hari itu adalah momen terburuk dalam sepanjang sejarah. Dalam keadaan pikiran kosong, ia membantai hampir ratusan pendekar sekaligus penduduk. Nyawa melayang dengan sangat cepat di tangan Wu Shi seorang. Sosok pria yang merupakan mantan pendekar bahkan jauh lebih menakutkan dan kuat. Dirinya yang hanya mengenggam sebilah pedang, tak gentar maju ke depan hanya untuk menebas musuh-musuhnya yang seharusnya tak perlu ia hiraukan. Para pendekar tingkat menara saat itu datang sangat terlambat, termasuk Ayah Wu Shi sendiri. Kehancurannya sudah terjadi dan semu akan berakhir saat tubuhnya lelah dan terbangun dari tidur nyenyak. "Astaga, aku baru tahu ada orang seperti dia.""Jangan dipikirkan! Cepat habisi saja dia! Dia juga sangat berbahaya!" Beberapa pendekar yang sempat berkumpul itu, memutuskan untuk melawan Wu Shi di tengah-tengah bagian wilayah. Senyum lebar terpoles jelas di wajah Wu Shi, sesaat membuat mereka semu
Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela
Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing
Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L
Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be
Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak
Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta
Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas
Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba
Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit