Beberapa saat sebelum menuju ke paviliun kosong. Wu Shi yang sengaja mengambil jalan utama bukan dengan maksud apa-apa, sempat tertahan di Perguruan Bela diri Menara karena suatu hal. Tap, tap! Langkahnya menggema di lantai dasar, berdebu dan kotor. Tiada seorang pun di tempat ini, setidaknya Wu Shi sadar akan hal tersebut. Meskipun begitu ia merasa situasinya aneh. "Benarkah para murid terluka karena ditanamkan inti teknik terlarang? Kejam sekali pria itu," gerutu Wu Shi seraya mengepalkan tangan. Awalnya Wu Shi tidak berniat mengulur waktu seperti ini sebab ia tidak memiliki waktu lebih. Prioritasnya adalah melawan pengkhianat yang sebenarnya, bahkan Wu Shi harus mengabaikan kedua orang tuanya yang entah berada di mana saat ini. Mengingat waktu berjalan cukup cepat, Wu Shi tidak ingin melakukan kesalahan sedikit pun. Tetapi, dirinya tidak bisa mengabaikan orang sakit yang sedang berjuang untuk hidup sedikit lebih lama."Yang benar saja ..."Di lantai dua dari bawah, terhitung
Keberadaan Wang Ji dan beberapa murid lainnya yang sedang bersama, mengaku bahwa mereka sudah kehilangan sesuatu yang berharga dalam diri mereka. Titik meridian yang begitu penting dilatih sebagai pembentukan seni bela diri dihancurkan oleh salah satu anggota Tulang Naga. Wang Ji dan lainnya, bukan enggan pergi dari paviliun ini melainkan takut karena tahu mereka sedang diawasi. Namun menurut Wu Shi, keberadaan Wang Ji di sini justru sebagai penghambat. Entah apa yang direncanakan pria bertopeng sampai harus membuat Wang Ji berharap pada Wu Shi."Kumohon, tolong! Jangan tinggalkan kami!"Ada banyak sekali bercak darah yang juga adalah milik mereka sendiri di pakaiannya. Meski terluka mereka lebih jelas terlihat ketakutan."Sudah jelas ini perangkap. Dia berniat membuatku tertahan," gumam Wu Shi berdecak kesal.Lantas bergegas pergi menuju ke puncak, tempat di mana kultus putih berada. Meski memakan waktu cukup lama ia berhasil sampai ke sana tanpa halangan. Setelah melangkah masuk da
Langkah kaki yang tegap terdengar tegas dan berwibawa, begitu mendengar suara langkah kaki dalam suatu ruangan kosong di perguruan bertingkat, Shi Zhuang ialah seorang pendekar satu tingkat di bawah tingkat menara merasakan keberadaan mendiang pemimpin kultus besar Wen Hu Jie. Tetapi setelah memasuki ruangan tersebut, ia hanya mendapati seorang pendekar yang tidak terlihat memegang senjata apa namun bercadar dan mengenakan tudung kain tuk menutupi kepalanya. Shi Zhuang berteriak tanya tentang siapa dirinya, dan sesaat begitu ia mendekat perlahan tubuhnya terasa berat.Tak tahu apa yang terjadi, sesaat sebelum kehilangan kesadaran di tempat, Shi Zhuang menyadari siapa sosok tersebut. "Ah!" Kedua matanya kembali terbuka, Shi Zhuang berteriak kaget lantaran tak mendapati satu pun luka di tubuhnya. "Aku masih hidup. Itu artinya dia benar-benar bukan pelakunya 'kan? Lagi pula untuk apa keturunan tak langsung membunuh Ayahnya sendiri," tukas Shi Zhuang perlahan bangkit. Tak satu pun jug
Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit
Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba
Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas
Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta
Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak