Kekesalan yang ada pada diri Tian Xu meluap-luap bagaikan air mendidih. Ia mencengkram leher yang kemudian beralih mencekik leher pria tersebut dengan berani. Padahal Tian Xu sudah jelas berada di sarang musuh. Banyak Pendekar di sana bahkan ia melawan pria bertopeng yang merupakan pimpinan kultus ini. Walau Tian Xu sendiri tidak pernah mengakui hal tersebut, namun kenyatannya pria ini kuat itu tidak terbantahkan."Bagaimana aku menjelaskannya ya? Kau sama sekali berbeda dengan Wen Hu Jie!" tutur Tian Xu menggertakkan gigi. Pria bertopeng lantas berdeham pendek. Tatapan dari balik lubang topeng itu sungguh mengintimidasi, setidaknya dapat dirasakan oleh si bandit bahwa pria ini tidak bisa dianggap remeh."Kau mengatakan itu seolah-olah kau juga ikut berkontribusi di sini.""Ya. Jelas saja! Meskipun aku hanya digunakan seperti senjata tapi beliau memperlakukan diriku tidak seperti itu.""Benarkah Wen Hu Jie melakukan itu?" tanya pria itu. "Tentu saja!" seru Tian Xu yang semakin kuat
Sebagai orang yang berkemampuan, tentunya ia akan berharap dirinya lebih berguna bagi banyak orang. Saat tahu gadis kecil itu sadar dirinya dapat melihat ramalan masa depan, ia sangat berbahagia dan bangga pada dirinya sendiri. Namun tanggapan orang lain ada yang positif dan juga negatif. Itu hal wajar dan kebanyakan orang-orang barat di sana mulai berpikir bahwa kemampuan gadis yang saat ini merupakan wanita peramal yang dibawa pria bertopeng itu merupakan kutukan atau sejenisnya."Dasar penyihir hitam!" seru mereka menghina si gadis kecil sembari melemparinya kerikil-kerikil yang tak terhitung jumlahnya."Sana pergi!" usir mereka, entah itu anak-anak, orang dewasa ataupun lansia. Baik kaya maupun miskin, semua orang di dekat tempat tinggalnya tak satupun berpihak pada dirinya. Rasa bangga terhadap diri sendiri pun lenyap karena mereka. Kemampuan dalam meramalkan masa depan memang sedikit aneh namun ini adalah suatu tak terhindarkan. Hingga suatu saat ia mulai mengutuk kemampuannya
Tian Xu sudah diawasi semenjak keluar dari kultus, dirinya berniat mengelabui orang-orang yang mengikutinya namun itu tidak berhasil sepenuhnya. Itulah mengapa Tian Xu cukup membuang banyak waktu sampai akhirnya ia kelelahan. Kedatangan Wu Shi kemari pun karena khawatir bila terjadi sesuatu hal buruk pada Tian Xu, dan hasilnya sesuai dugaan. Tian Xu ditemukan dalam kondisi lemas lantas ambruk di tempat setelah mengatakan beberapa patah kata."Ya, memang mustahil lari dari mata peramal itu. Tapi aku akui Tian Xu, kau sungguh hebat bisa bertahan sejauh ini." Wu Shi tidak merasakan kehadiran apa pun di sekitar, itu artinya penglihatan mereka terhadap Tian Xu sempat lolos. Entah ini kabar baik atau buruk baginya, namun yang pasti mereka tidak akan diam saja. "Tujuannya adalah aku. Sudah pasti dia ingin mengikuti Tian Xu sambil membawa tongkat untuk menyergapku," pikir Wu Shi. Ia kemudian duduk berjongkok di tempat sembari memperhatikan sekujur tubuh Tian Xu. Tidak ada luka secara fisi
Penjaga Jang bukan sembarang penjaga yang bisa diremehkan. Sekalinya menemukan target maka selamanya orang yang menjadi targetnya takkan pernah lolos. Kini Wu Shi telah menjadi targetnya sejak awal pertemuan, ini tidak disangka dan Wu Shi sendiri pun sangat kesulitan menangani hal tersebut. Itulah mengapa ia buru-buru menghindar sebelum Penjaga Jang benar-benar menemukannya. Di bawah perbukitan salju, tumpukan yang menggunung, di sanalah Penjaga Jang berdiri diam sembari memastikan keadaan sekitar."Aku dengan jelas merasakan keberadaannya di tempat ini. Apakah bandit itu sudah berjumpa dengan dia?" pikir Penjaga Jang dengan mengerutkan kening. Dinginnya cuaca tak membuat Penjaga Jang lengah, ketika mendengar suara langkah sekecil salju terjatuh, dalam sekejap ia menyergap orang yang datang dengan pedangnya. "A-ampun, Tuan Penjaga!" Seorang pendekar mengangkat tangan serta meminta ampun dengan suara bergetar dan terbata-bata. "Ternyata orang dari kultus." Sedikit kecewa, Penjaga J
Mengingat betapa kuatnya Penjaga Jang, ia berpikir tidak bisa mengabaikannya dan akan menjadi pengganggu suatu saat nanti. Ketika pikiran buruk terlintas, Wu Shi segera kembali ke tempat di mana keberadaannya disadari. Sampailah ia ke bukit bagian belakang dan bawah. Kepingan salju tak terhingga jatuh dan turun ke atas tubuh mereka. Dingin di antara salju serta tatapan tajam dari seorang penjaga membuat Wu Shi agaknya ragu membuat gerakan."Ke mana senjatamu?" tanya Penjaga Jang."Aku tidak memerlukannya.""Kau meremehkan diriku?""Tidak juga.""Lantas mengapa kau menanggalkan senjatamu?""Tidak perlu aku bicarakan padamu dengan kondisi saat ini juga bukan? Sudah aku bilang aku akan mengembalikan semuanya, ingatanmu!" ujar Wu Shi menelan ludah dan menatap serius.Sebelum Penjaga Jang menyerang, Wu Shi memilih untuk mengawalinya agar dapat mengendalikan alur pertarungan kelak. Dengan kedua telapak tangan yang terarah ke depan, energi dalam yang pekat menyeruak bak racun perangkap bagi
Beberapa saat sebelum menuju ke paviliun kosong. Wu Shi yang sengaja mengambil jalan utama bukan dengan maksud apa-apa, sempat tertahan di Perguruan Bela diri Menara karena suatu hal. Tap, tap! Langkahnya menggema di lantai dasar, berdebu dan kotor. Tiada seorang pun di tempat ini, setidaknya Wu Shi sadar akan hal tersebut. Meskipun begitu ia merasa situasinya aneh. "Benarkah para murid terluka karena ditanamkan inti teknik terlarang? Kejam sekali pria itu," gerutu Wu Shi seraya mengepalkan tangan. Awalnya Wu Shi tidak berniat mengulur waktu seperti ini sebab ia tidak memiliki waktu lebih. Prioritasnya adalah melawan pengkhianat yang sebenarnya, bahkan Wu Shi harus mengabaikan kedua orang tuanya yang entah berada di mana saat ini. Mengingat waktu berjalan cukup cepat, Wu Shi tidak ingin melakukan kesalahan sedikit pun. Tetapi, dirinya tidak bisa mengabaikan orang sakit yang sedang berjuang untuk hidup sedikit lebih lama."Yang benar saja ..."Di lantai dua dari bawah, terhitung
Keberadaan Wang Ji dan beberapa murid lainnya yang sedang bersama, mengaku bahwa mereka sudah kehilangan sesuatu yang berharga dalam diri mereka. Titik meridian yang begitu penting dilatih sebagai pembentukan seni bela diri dihancurkan oleh salah satu anggota Tulang Naga. Wang Ji dan lainnya, bukan enggan pergi dari paviliun ini melainkan takut karena tahu mereka sedang diawasi. Namun menurut Wu Shi, keberadaan Wang Ji di sini justru sebagai penghambat. Entah apa yang direncanakan pria bertopeng sampai harus membuat Wang Ji berharap pada Wu Shi."Kumohon, tolong! Jangan tinggalkan kami!"Ada banyak sekali bercak darah yang juga adalah milik mereka sendiri di pakaiannya. Meski terluka mereka lebih jelas terlihat ketakutan."Sudah jelas ini perangkap. Dia berniat membuatku tertahan," gumam Wu Shi berdecak kesal.Lantas bergegas pergi menuju ke puncak, tempat di mana kultus putih berada. Meski memakan waktu cukup lama ia berhasil sampai ke sana tanpa halangan. Setelah melangkah masuk da
Langkah kaki yang tegap terdengar tegas dan berwibawa, begitu mendengar suara langkah kaki dalam suatu ruangan kosong di perguruan bertingkat, Shi Zhuang ialah seorang pendekar satu tingkat di bawah tingkat menara merasakan keberadaan mendiang pemimpin kultus besar Wen Hu Jie. Tetapi setelah memasuki ruangan tersebut, ia hanya mendapati seorang pendekar yang tidak terlihat memegang senjata apa namun bercadar dan mengenakan tudung kain tuk menutupi kepalanya. Shi Zhuang berteriak tanya tentang siapa dirinya, dan sesaat begitu ia mendekat perlahan tubuhnya terasa berat.Tak tahu apa yang terjadi, sesaat sebelum kehilangan kesadaran di tempat, Shi Zhuang menyadari siapa sosok tersebut. "Ah!" Kedua matanya kembali terbuka, Shi Zhuang berteriak kaget lantaran tak mendapati satu pun luka di tubuhnya. "Aku masih hidup. Itu artinya dia benar-benar bukan pelakunya 'kan? Lagi pula untuk apa keturunan tak langsung membunuh Ayahnya sendiri," tukas Shi Zhuang perlahan bangkit. Tak satu pun jug
Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela
Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing
Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L
Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be
Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak
Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta
Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas
Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba
Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit