Camille bangun kesiangan dengan kantung mata bergelantung tebal di bawah matanya.
“Hei, kamu tidak pergi bekerja hari ini?” tanya Solenne begitu melihat Camille keluar dari kamarnya menuju kamar mandi.“Bekerja, Bibi!” sahut Camille cepat lalu menutup pintu kamar mandi dan mandi dengan sangat cepat.“Apa yang kamu lakukan semalam, gadis kecil?” cetus Solenne sambil menyiapkan sarapan untuk putrinya tersebut.Camille tidak menjawab pertanyaan ibu angkatnya itu, sudah masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian dengan terburu-buru lalu segera keluar lagi, bersiap pergi bekerja.“Bibi …maaf, aku tidak sempat sarapan,”“Kalau begitu, kamu bisa membawanya! Kami semua sudah sarapan, Pamanmu dan Abraham sedang pergi terapi mandi air laut tadi,” sahut Solenne dengan telaten dan gesit memindahkan sandwich ke dalam tempat makanan dan memasukkannya ke dalam tas Camille.Mata Solenne terbelalak melihat dua gepok uang, pecahan seratus Euro ada di dalam tas putrinya tersebut yang dia sedang mengikat rambutnya di depan cermin.“Cammie …” panggil Solenne lirih.Tangan Solenne bergetar, lidahnya kelu melihat gepokan uang yang dia sangat tahu apa yang telah di lakukan oleh putrinya tersebut sehigga terlambat bangun dengan kantung mata menghitam tebal di wajahnya.“Sungguh, aku baik-baik aja! Aku tidak ingin merepotkan kalian tetapi vitamin Abram tidak boleh putus. Jangan kuatir, aku akan menjaga diriku baik-baik,” bisik Camille sambil memeluk tubuh Solenne dari belakang dan melabuhkan wajahnya menempel di pundak ibu angkatnya tersebut.“Kamu sudah berjanji, Gadis kecil …”“Ya! Karena itu, maafkan aku. Please …” potong Camille cepat membalikkan tubuh besar Solenne agar menghadapnya.Camille menatap lekat ke dalam netra kecoklatan Solenne, “Kamu tau, Bibi? Aku sangat mencintai kalian! Kalian adalah keluargaku dan aku akan melakukan apapun untuk kita tetap bersama dalam keadaan sehat. Jangan katakan pada Abram dan Paman, juga aku berikan ini untukmu. Tambahlah varian atau stok jualan kita juga toko kita saat ini sudah mulai ramai, bukalah lowongan untuk pekerja yang bisa bekerja berat untuk membantumu. Aku akan baik-baik saja, kamu hanya perlu mendoakanku, hem?”Solenne menelan salivanya sendiri, perlahan kepalanya mengangguk.“Kamu harus hati-hati, Gadisku! Sungguh, aku tidak ingin kamu melakukan ini …”Camille mengangguk, menggenggamkan satu gepok uang ke tangan Solenne, “Aku tau, tapi kita terpaksa dan tidak punya jalan lain. Atau kita jual saja berlian itu?”Solenne menggeleng cepat, “Tidak, kita tidak akan menjualnya! Itu adalah satu-satu harta identitasmu. Kita tidak akan menjualnya!” jawab Solenne cepat akan ide Camille.Beberapa tahun lalu, Dylan menemukan bayi terbungkus selimut tebal pada sebuah pelataran rumah di tengah salju lebat sedang turun. Setelah melihat sekelilingnya, Dylan tidak tidak melihat siapapun. Dylan segera mengambil dan mendekap bayi yang kedinginan tersebut ke pelukannya, bibirnya sudah hampir menghitam kedinginan. Sesampainya di rumah, Dylan menyerahkan sang bayi ke tangan istrinya dan mereka menemukan kalung berlian melingkari leher sang bayi dengan ukiran nama Camille. Sehingga merekapun memberikan nama Camille dengan panggilannya Cammie.Kini bayi yang ditemukan dan di curi Dylan tersebut sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik juga jenius, meskipun tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan di bangku sekolah formal.“Baiklah, kalau begitu, aku akan pergi bekerja sekarang,” tukas Camille sambil mendaratkan kecupan di pipi gemuk Solenne yang akhirnya hanya bisa tersenyum tidak berdaya meskipun dalam hatinya tidak henti-hentinya dia berdoa agar putri angkatnya tersebut selalu berada dalam keadaan baik.--“Hai!” sapa Pierre pada Camille saat melihat gadis cantik itu tiba di café.“Maaf aku terlambat,” ucap Camille sedikit menundukkan wajahnya lalu mengedarkan tatapannya ke sekeliling café yang sudah ada beberapa pelanggan sedang sarapan.Tangan Pierre memegangi ikatan rambut Camille lalu menyentuh lembut dagu gadis itu dan melihat penampilannya secara teliti.“Kamu sakit?” tanya Pierre menatap lekat ke dalam mata Camille.Camille menggeleng sambil tersenyum lirih, menepiskan tangan Pierre pada dagunya.“Aku kesulitan tidur semalam, menjelang pagi baru tertidur. Sepertinya karena pulang cepat kemarin, aku terlalu banyak waktu luang dan tubuhku menjadi santai sehingga sedikit manja sampai bergadang,” elak Camille yang terdengar sangat meyakinkan tetapi Pierre tersenyum dalam hatinya.“Kalau begitu, hari ini kamu boleh libur. Istirahatlah pulang, aku tidak akan memotong gajimu,” cetus Pierre sambil mengedipkan sebelah matanya pada Camille.Camille menatap mata Pierre yang juga mengunci tatapan padanya, beberapa kali kelopak mata Camille berkedip, kehilangan kata-kata untuk menjawab ucapan bosnya tersebut.“Dalam sebulan, setiap karyawan di berikan libur empat hari. Jadi hari ini kamu boleh libur untuk membayar hutang tidurmu. Jangan kuatir, aku tidak memecatmu, Cammie!” lanjut Pierre meyakinkan Camille.“Jika kamu keberatan orangtuamu akan bertanya-tanya, kamu bisa tidur istirahat di rumahku, beberapa blok di atas …”“Uhm, aku pulang aja. Terima kasih Bos!” jawab Camille cepat. Ditanggapi senyum lebar pada wajah Pierre.Camille ingat, dia harus pergi membeli vitamin untuk Abraham di klinik sesuai resep Dokter yang pernah merawat sahabatnya itu sebelumnya yang masih disimpannya.Pierre menoel puncak hidung Camille, mengangguk tersenyum lalu dia melepaskan apron yang melingkari pinggangnya dan merengkuh lengan Camille untuk dia ajak keluar menuju sepeda motornya.“Aku bisa pulang sendiri,” tolak Camille yang mengerti maksud Pierre ingin mengantarnya pulang.“Yakin? Atau kamu bisa mengendarai motor? Kamu bisa membawa motorku pulang ke rumahmu dan besok ingat untuk masuk bekerja,”Camille menggeleng, “Aku tidak bisa mengendarai motor!” sahutnya sambil tertawa kecil.“Bos?!” Donna datang mencari dan memanggil Pierre yang sedang bersama Camille.“Aku akan pulang. Terima kasih, Pierre!” bisik Camille yang di senyumin Pierre.Pierre masuk mengikuti Donna dan wajahnya seperti biasanya langsung berubah serius tanpa senyum seperti yang dia tunjukkan pada Camille. Sementara Camille, dia tidak langsung pulang tetapi mencari klinik untuk dia membeli vitamin. Sudah tiga klinik yang Camille datangi tetapi mereka tidak menjual vitamin seperti pada resep Dokter di tangan Camille.“Nona bisa pergi ke klinik Giovanna, di sana lebih besar dan ada Dokter juga yang berjaga. Mungkin bisa membantu Nona,” ucap petugas klinik kecil yang baru didatangi oleh Camille.Camille mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu segera pergi ke klinik Giovanna seperti yang tadi di tunjukkin oleh petugas klinik.Di café Lemoncello, Pierre menghubungi seseorang melalui sambungan ponselnya.“Bagaimana? Kamu sudah menemukannya?” tanya Pierre pada orang yang menerima telponnya.“Ya, dia pergi ke klinik Giovanna,” sahut suara pria yang menerima sambungan telpon Pierre.“Uhm, dapatkan info tentangnya ke Dokter atau siapapun yang melayaninya!” pinta Pierre tegas yang disanggupi oleh suara pria di sambungan telponnya.Camille sedang duduk di kursi tunggu setelah memberikan kertas resep di tangannya ke petugas bagian obat di klinik Giovanna, kemudian dia dipanggil petugas lain yang memintanya untuk segera masuk ke ruangan Dokter.Camille melangkah masuk ke dalam ruangan Dokter wanita yang tersenyum hangat menyambutnya. “Hallo …” sapa Camille sopan pada Dokter yang tersemat nama Elma pada dada jas Dokternya. Dokter Elma mengangguk pada Camille dan mempersilakan gadis muda di depannya untuk duduk. “Abraham?” “Itu nama saudaraku. Bagaimana, apakah saya bisa mendapatkan vitaminnya di klinik ini?” tanya Camille hati-hati dan berdoa di dalam hatinya, berharap mendapatkan vitamin untuk Abraham. Dokter Elma kembali mengangguk, “Bagaimana kondisinya? Jika memungkinkan, bawalah ke sini. Kebetulan saya juga bekerja pada yayasan kemanusiaan yang berfokus membantu penderita ODHA. Kalian bisa mendapatkan diskon harga untuk vitamin juga pengobatan khusus penderita ODHA,” ucap Dokter Elma sedikit meneliti keadaan Camille yang sederhana namun kecantikannya seperti mengingatkannya pada seorang sahabat lama. “Yang saya lihat, keadaannya baik-baik aja. Apakah siang ini Dokter masih berada di Klinik ini, saya bisa pulan
“Pergilah bersamanya, aku akan menutup toko kita dulu,” cetus Dylan pada Solenne sambil melirik Camille yang mengikuti pria tampan di depannya tanpa ragu. Ada berbagai macam pertanyaan dalam benak Dylan dan Solenne mengenai pria yang datang membantu Abraham tersebut tetapi mereka akan memendamnya dulu, sampai Camille bisa terbuka untuk bercerita pada mereka. Martin membukakan pintu kursi penumpang depan untuk Solenne duduk karena Camille dan Abraham duduk di kursi belakang. “Apakah kepalamu pusing?” Camille bertanya kuatir dan menyandarkan kepala Abraham pada bahunya. Martin sudah melajukan mobilnya menuju rumah sakit besar yang ada di Sorrento. “Aku sudah berjanji pada Dokter Elma di klinik Giovanna untuk membawa saudaraku ke sana,” ucap Camille saat melihat arah mobil Martin tidak menuju ke klinik Giovanna. “Aku bisa menghubunginya untuk datang ke rumah sakit.” sahut Martin yang langsung melakukan panggilan ke Dokter Elma melalui ponselnya untuk datang ke rumah sakit tanp
Martin keluar dari kamar mandi dengan rambut di kepalanya masih lembab dan tangan Camille memegang gulungan tisu yang dia bawa keluar dari ruangan menuju Solenne. Wajah Solenne terlihat sangat kuatir. Dia masih berjalan bolak-balik, entah jika kalau direntangkan dan diukur sudah berapa meter jalanan yang sudah dia tempuh saat bolak balik di lorong rumah sakit lantai VIP tersebut, menunggu Camille dan pria tampan yang membawa putrinya itu ke kamar mandi sebelumnya. Inginnya Solenne masuk mendobrak pintu kamar mandi tetapi itu akan menunjukkan dirinya adalah seorang Ibu yang bodoh untuk putrinya. Sehingga dia memutuskan menunggu dengan berjalan bolak-balik."Kalian baik-baik aja?" Solenne bertanya cemas melihat Camille terlebih dahulu lalu menatap ke arah pria di samping putrinya tersebut. "Uhm, kami baik-baik aja. Dia jatuh saat di kamar mandi dan dia memiliki alergi aneh sehingga aku perlu menyiram kepalanya dengan air kran," sahut Camille yang terdengar cukup meyakinkan. Camille ha
Sebelum tengah malam, Martin datang ke rumah sakit setelah sejak sore dia sibuk di perkebunan dan mengadakan rapat darurat dengan para leader para pekerjanya. Martin mendengarkan semua keluhan, saran serta pendapat para leadernya mengenai masalah yang terjadi pada panen lemon mereka.Martin memang seorang pemimpin yang sangat bijaksana dalam mengambil keputusan. Dia tidak ingin para pekerjanya bekerja lelah tanpa mendapatkan hak mereka, juga dia sangat loyal pada pelanggannya.Martin rela membeli buah lemon bagus sebagai ganti lemon pelanggan yang terlanjur membeli lemon gagal panen mereka. Hal tersebut membuat Martin mengalami kerugian tetapi dia adalah pria dewasa dengan pemikiran matang, berbisnis bukan hanya demi uang namun lebih kepada memberikan pelayanan terbaik. Tidak heran dengan pola pikir Martin tersebut, membuatnya menjadi pemilik perkebunan lemon yang sangat luas dan semakin meluas setiap tahunnya bukan hanya ada di Sorrento tetapi juga pada daerah lain di Italia. "Halo
Pierre segera meminta Luciano untuk membawa Carla yang terluka akibat jatuh dari tangga ke rumah sakit terdekat. "Kamu ga apa-apa?" Pierre menghampiri Camille yang wajahnya masih sedikit pucat saat melihat Carla terjatuh berguling di tangga batu. Jika Carla tidak menggantikan Camille membawa nampan berisi peralatan makanan kotor, mungkin dia lah yang akan terjatuh di sana. Atau seandainya Camille menuruni tangga terlebih dahulu, dia lah yang akan berguling-guling jatuh lebih dulu ke lantai bawah. "Uhm, aku ga papa!" sahut Camille tetapi suaranya sangat kecil seakan teredam dalam tenggorokannya yang masih merasa sedikit syok. Camille tidak mau menuduh Donna atau siapapun karena setelah Carla jatuh, Luciano berkata jika lantai tangga batunya basah juga licin. Camille lah yang bertugas membersihkan dan mengepel tangga batu pagi tadi dengan cairan yang biasa digunakan.Camille dan Martha serta tamu lain bisa naik ke lantai atas tanpa merasakan sesuatu pada tangganya, namun orang terakh
"Cammie," Luciano berdehem setelah memanggil Camille yang merapat duduk diboncengannya. "Ada apa?" sahut Camille dari atas bahu Luciano. "Pegangan erat, hehe ..."Spontan Camille memukul pundak pria muda yang sedang menggodanya tersebut. Namun dengan cepat tangan Luciano menarik kembali tangan Camille agar melilit pinggangnya. "Serius, ada yang ingin ku tanyakan padamu, boleh kita berhenti dulu sebentar di depan sana?" Tidak ada jawaban dari Camille, akhirnya Luciano berinisiatif pergi ke sebuah tebing tinggi, tempat banyak orang melihat pemandangan laut di malam hari dan terdapat beberapa kursi batu untuk tempat duduk bersantai."Kamu mau bertanya apa?" Camille menatap Luciano yang berjalan ke arahnya dari membeli dua botol kopi kemasan kaleng di salah satu penjual yang ada di dekat tebing tersebut.Luciano memberikan satu botol kopi dingin ke tangan Camille dan membuka botol miliknya untuk dia tenggak membasahi tenggorokannya. Lalu mendudukkan bokongnya di sebelah Camille duduk
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Luciano pada Camille melalui sambungan telpon radio di telinga Camille. "Deg-deg-an seperti olahraga bungee jumping!" sahut Camille berbisik yang dilirik Pierre dengan senyuman. "Aku akan mengajakmu bungee jumping nanti," cetus Pierre tertawa kecil di balik topeng masker transparan yang di pakainya. Brangkas besi berisi penuh dengan uang kertas pecahan 100 Euro, di depan Camille sudah terbuka oleh Luca dan Pierre, menggunakan alat khusus yang bisa membentuk lubang seukuran diameter 15cm."Ayuk pindahkan cepat, sisakan sedikit saja," ucap Pierre memberikan tas kantong kain berwarna hitam dari bahan sutra terbaik pada Camille. Dengan semangat Camille meraup memindahkan uang-uang kertas di brangkas masuk ke dalam tas kain di tangannya, sementara Pierre dan Luca melanjutkan membobol brangkas lainnya secara acak. Mereka berada di dalam gedung sebuah bank swasta milik seorang pengusaha kaya di Roma, David Carle. Bukan tanpa alasan Pierre memilih aset David
Camille membuka roti yang dia bawa pulang dari tadi dibelikan oleh Pierre di pinggir jalan. Gadis muda itu berusaha bernapas pelan, sambil tersenyum tipis, "Kami lembur tidak di cafe, Paman. Tetapi di gudangnya bos. Terletak sedikit ke atas dari cafe. Untuk hari ini aku bekerja masuk siang," ujar Camille tenang yang sulit dideteksi kebohongannya oleh Dylan. Dylan sama sekali tidak menyadari jika Camille banyak belajar darinya yang bisa bicara sangat tenang untuk menenangkan Solenne setelah pekerjaan mencurinya. Dan kini Camille lakukan pada Dylan, berhasil membuat Ayah angkatnya itu percaya padanya. "Serius! Besok aku akan mengajak Paman ke gudangnya bos kalau Paman tidak percaya padaku," tambah Camille sambil mengunyah roti sampai mulutnya penuh dan kakinya spontan naik satu bertumpu pada alas kursi. "Paman percaya. Ingat, jika ada pria yang menyakitimu atau memperlakukan tidak sopan, katakan pada Paman. Paman dan Bibi bisa menjagamu jika kamu tidak ingin menikah. Pierre dan Mart
Acara makan perayaan ulangtahun Richie berjalan hangat kekeluargaan. Meskipun Eve dan Jared belum sempat datang karena kesibukan pekerjaan, anak lelaki itu tetap terlihat ceria melakukan panggilan video di pelukan Pierre yang membingkainya penuh kasih. "Tidak apa-apa, Granty. Selesaikan pekerjaan Granty dulu, nanti segera datang kalau adik Richie lahir." "Tentu, Sayang. Granty pasti datang ke sana. Nanti hadiahnya Granty kirimkan, oke?" Eve menjawab dan menatap lembut cucu lelakinya yang terlihat semakin 'dewasa' karena sebentar lagi akan memiliki adik. "Terima kasih, Granty. I love you!" Jared yang datang ke ruangan Eve, turut memberikan kecupan jauh untuk Richie bersama Eve melambaikan tangan dan panggilan video dimatikan oleh Richie. "Apakah sekarang kamu sudah senang? Granty-mu tidak bisa datang karena sibuk. Tapi segera mereka akan ada di sini begitu pekerjaan bisa ditangani untuk di pantau secara online." Clea berjalan membawa dua gelas minuman di tangannya ke arah Richie d
Pierre sudah dalam perjalanan ke rumah pantai Barcelona ketika ponselnya di atas dasbor bergetar mendapat panggilan telpon yang tersambung ke earphone pada telinganya. "Paman ..." terdengar suara anak lelaki memanggil Pierre. "Paman sudah dalam perjalanan ke sini? Sudah di mobil?" Sudut bibir Pierre refleks merekahkan senyuman manis hingga matanya menyipit. "Ya. Paman sudah di dalam mobil, Tiga puluh menit lagi sampai di rumah. Richie ingin dibelikan sesuatu? Paman akan melewati tempat jajanan kue-kue lezat ..." "Tidak! Paman cepatlah mengemudikan mobilnya! Kata Mama, sebentar lagi akan ada badai salju." anak lelaki yang dipanggil Richie oleh Pierre segera menjawab tegas juga terdengar kuatir pada nada suaranya. "Baik. Paman matikan dulu telponnya, oke?" "Oke, Paman! I love you!" Pierre segera memutuskan sambungan telponnya dari panggilan atas nama Camille tersebut setelah balas mengucapkan 'I Love You' pada Richie. Pierre mengemudikan mobilnya semakin cepat dan hati-hati, karen
"Sebenarnya Daniel mengajakku kencan ..." Clea berkata jujur seraya mengunyah potongan daging di dalam mulutnya. Gerakan tangan Pierre yang hendak menyendok soup hangat untuk Clea, langsung terhenti sejenak. Mata Pierre mengunci pandangan pada Clea, "Daniel asistennya Martin?" tanyanya sembari mengerjapkan kelopak mata menyunggingkan senyuman tipis. Clea mengangguk, "Uhm." "Daniel pria baik. Sepertinya cocok denganmu. Ku dengar, dia juga yang sebelumnya membantumu melakukan tes DNA Camille di Roma, bukan?" Pierre menyerahkan mangkuk soup ke depan Clea yang langsung diraih wanita muda itu, menyeruputnya lahap sembari memberikan anggukan sebagai tanggapan pertanyaan Pierre. "Daniel juga yang mendampingimu ketika kamu memberikan misi perampokan pada kami ..." Clea tergelak cerah melihat sinar mata bahagia di mata Pierre yang sangat jelas terlihat jika pria itu menyetujui Daniel bersama Clea. Memang tak ada cinta sebagai pria dewasa dari Pierre untuk Clea. "Aku juga sudah berkata 'y
Pierre semakin sibuk dengan pekerjaannya yang kembali mengelola Lemoncello. Pria tampan itu juga melakukan koordinasi bisnis cafe dengan Dylan, Solenne dan Christopher di Barcelona. Sebelumnya, semua urusan pasokan bahan baku untuk cafe di Barcelona, Pierre yang melakukannya. "Hari ini akan ada pasokan bahan baku, sayuran serta buah dari Toko A, besok untuk ikan segar dari Mister XX serta daging segar dari peternakan ..." "Maaf, selalu merepotkanmu, Pierre. Nanti saya akan coba menangangi dan melakukan pemesanan langsung ke orang yang biasa datang ke cafe." Dylan menyela perkataan Pierre yang menghubunginya melalui sambungan telpon. "Tak apa-apa, Paman. Pekerjaanku masih bisa dihandel oleh Luciano ..." "Pierre ..." Dylan memanggil, mendesah pelan tidak melanjutkan perkataannya. Pierre tertawa kecil, "Baiklah. Nanti aku akan pinta semua pemasok menghubungi Paman. Bagaimana kesehatan Paman dan Bibi? Ku dengar Abraham kembali ke Barcelona?"Pierre akhirnya membicarakan topik lain den
"Cammie ...ini tidak benar!"Pierre berusaha mendorong tubuh wanita yang beberapa saat lalu ia rengkuh masuk ke dalam pelukan dan lumat bibirnya penuh hasrat gairah. Clea yang dikira Camille oleh Pierre, tidak melepaskan pria itu yang ia dorong jatuh terlentang ke atas sofa. Secara sadar, Clea mengais bibir Pierre, memberikan kecupan dan hisapan pada pria yang sedang dalam pengaruh alkohol tersebut. Tiga puluh menit lalu, Pierre akhirnya sampai di kediamannya, sama sekali tidak menyadari ada sebuah mobil yang terus mengikutinya dari belakang, memastikan pria itu selamat sampai di rumah. Setibanya di dalam rumah, Pierre mengeluarkan koleksi minuman kerasnya yang biasanya ia nikmati bersama Luca. Satu-satunya sahabatnya yang ia pikir playboy namun bernasib nahas seperti dirinya karena tidak menemukan wanita yang cocok untuk menjadi pasangan. Ternyata Luca mengencani Martha yang terlanjur merasa sakit hati pada Pierre, mengira pria itu mengkhianatinya dengan Donna. Clea terus memper
Setelah pergulatan panas di atas geladak, Martin membopong tubuh lemas Camille memasuki ruangan kamar mereka. "Istirahatlah, aku ambil makanan ke bawah." bisik Martin lembut seraya memberikan kecupan ke kening Camille yang mengangguk pelan. Camille langsung bergulung dalam selimut tipis, bibirnya tersenyum membayangkan betapa nikmatnya berada dalam pelukan panas Martin sewaktu mereka bergumul di geladak. Jantung dalam rongga dada Camille kembali berdebar-debar hanya membayangkan jika dirinya sudah kembali merindu ingin disesaki batang jantan suami tampannya. "Hei, tidak istirahat, kenapa senyum-senyum sendiri?"Martin telah meletakkan nampan berisi makanan malam mereka berdua ke atas meja, lalu menghampiri Camille yang sepertinya terkejut menyadari kedatangannya. "Sudah tidak perih?" Martin bertanya sambil duduk pada tepian ranjang, menjalarkan telapak tangannya mengusap permukaan kulit perut Camille dari balik selimut. Camille meraih tangan Martin yang membelai perutnya dan memb
Seminggu sudah berlalu,Dylan, Solenne dan Christopher kembali ke Barcelona menggunakan penerbangan pribadi bersama Clea yang masih ingin bersama kedua orangtua angkat barunya sekaligus membantu menjalankan bisnis cafe mereka. Keadaan Abraham semakin membaik. Gabriel membawanya ke Palermo dan Abraham akan berada dalam pengawasan langsung dokter terbaik dari keluarga Salvatore di kediamannya. "Tandatangani surat di atas meja dan segera angkat kaki dari kediamanku!" tegas Gabriel pada Lili yang terkejut melihat suaminya pulang ke Palermo membawa seorang anak lelaki remaja. "Gabriel ...aku minta maaf ..." Lili menjatuhkan tubuhnya berlutut di kaki Gabriel. Gabriel menarik mundur kakinya, "Kau tandatangani surat itu, maka kau mendapatkan uang pesangon dariku. Jika kau menolak menandatanganinya, bearti kau tak akan mendapatkan apa-apa dariku!" "Statusmu sudah bukan lagi istriku! Richard juga bukan darah dagingku dan aku tak memiliki kewajiban untuk terus memberikan nafkah pada putramu
Achilleo dan semua rekan bisnis Ralp Spencer telah meninggalkan kediaman Spencer. Tetapi itu sama sekali tidak mengurangi kemeriahan dan sahdunya acara pernikahan Camille dengan Martin. "Selamat, Camille dan Martin."Ralp yang pertama kali mengucapkan selamat pada Camille dan Martin begitu mereka dinyatakan sah sebagai pasangan suami istri oleh Pendeta. Luca dan Martha saling berpandangan melihat Ralp yang sepertinya telah menyadari kesalahannya. Tanpa Luca menyebutkan dua kali, jika Camille adalah 'adik perempuannya', Ralp sudah maju seperti seorang Ayah untuk mengucapkan selamat pada Camille. "Terima kasih, Paman ..." sahut Camille atas ucapan selamat dari Ralp. Ralp menepuk pelan punggung tangan Camille, "Luca menganggapmu adik perempuannya, jadi sungguh sangat tidak etis jika aku sebagai Papanya Luca menganggapmu tetap orang luar. Panggil aku, Papa, Camille. Karena kamu adalah putriku dan sekarang, sungguh aku sangat bahagia melihat anak-anakku menikah di sini."Dylan tersenyum
Camille ditarik oleh Martha, membawanya masuk ke lantai dua kediaman, setelah gadis muda itu menerima lamaran Martin di halaman. "Oh, kamu sangat cantik, Cammie!" puji Martha atas gaun yang baru dia bantu pakaikan ke tubuh Camille, mengganti gaun gadis muda tersebut sebelumnya. "Terima kasih, Martha. Tapi gaunmu lah yang indah. Kamu memang perancang busana berbakat!" Camille balas memuji dan meneliti gaun pengantin pada tubuhnya dengan tatapan berbinar kagum. Luciano dan Eve melakukan touch up untuk riasan Camille yang sebelumnya Luciano sudah mendandani gadis muda mereka tersebut sebelum datang ke kediaman Spencer. "Nyonya Eve, sepertinya aku sudah mendapatkan model untuk rancangan gaun-gaunku." Martha berkata melirik Eve yang tersenyum mengangguk samar. "Apakah kamu mau menjadi model, Cammie?" Luciano bertanya setelah ia memulas bibir Camille dengan lipstik berwarna pink muda. Tak ada yang menduga jika pria iseng, sering berperan menjadi sopir di kelompok Libra tersebut dalam