"Nggak majikan, nggak asisten rumah tangga, mereka sama aja. Masih pagi udah ganjen olahraga kayak nggak ada waktu lain," gerutu Miana melihat kegiatan olahraga Warsi di dalam kamar.
"Benar-benar sial nasibku. Pagiku harus diawali melihat kegiatan mereka yang tidak tahu malu. Mata suciku harus kotor dinodai oleh kegiatan dua pasang manusia yang tidak berguna itu!" decak Miana mengakhiri aksinya mengintip kegiatan Warsi.
"Karena aku nggak bisa ganggu Siska sama Mas Rendi, jadi aku bisa buat Warsi menerima pelampiasanku. Salah siapa, waktu itu dia berbohong sampai membela Siska. Jelas-jelas aku lihat sendiri kalau Siska sama Mas Geri lagi ena-ena. Sekarang, waktunya kamu balas dendam."
Miana menutup rapat pintu kamar Warsi. Selanjutnya, dia menggedor pintu itu dengan kuat sengaja untuk mengganggu kegiatan yang berada di dalam.
"Warsi! Warsi! Kamu masih tidur?! Warsi!" teriak Miana dengan keras sembari terus menggedor pintu kamar Warsi.
Terdengar suara Warsi menyahut dari dalam. Sementara suara dua orang yang saling bersahutan yang sebelumnya terdengar oleh Miana, saat ini suara itu sudah tidak ada lagi.
"Sebentar, Bu. Saya baru bangun tidur. Saya sedang bersiap," jawab Warsi dari dalam.
"Kamu berada di sini untuk bekerja, bukan seenaknya bangun siang begini. Kamu belum masak buat sarapan, Warsi!" Lagi, Miana berteriak sembari menggedor pintu lebih kuat dari sebelumnya.
Ternyata apa yang dilakukan oleh Miana berimbas pada pintu yang langsung terbuka lebar. Seketika itu juga terlihat dua orang yang bergumul di atas ranjang.
"Oh, ternyata ini yang kamu lakukan di rumah ini, hmm?" Mata Miana membola marah melihat kelakuan Warsi yang ternyata bertolak belakang dengan perkataannya sebelumnya.
"Bukannya masak untuk sarapan, kamu malah olahraga sama Supar!" bentak Miana masuk ke dalam dan melemparkan kain panjang agar dua orang itu menutupi tubuh polos mereka.
"Kamu berada di sini untuk bekerja, Warsi. Bukan numpang tinggal biar bisa bercint* dengan gratis begini."
"Saya ... saya sedang tidak enak badan, Bu," kelit Warsi mencoba mencari alasan, tetapi alasan itu sama sekali tidak masuk akal.
"Tadi kamu bilang kalau kamu baru bangun tidur dan sedang bersiap. Nyatanya, kamu malah melanjutkan kegiatan itu sama Supar tanpa peduli aku di luar yang terus berteriak. Beruntung pintu ini terbuka. Coba kalau tidak, mungkin kamu puaskan dulu permainan kalian baru kamu keluar masak tanpa mandi terlebih dulu."
Miana hanya menatap sekilas pada Warsi dan Supar yang terlihat biasa saja tanpa merasa bersalah sedikitpun. Mungkin mereka tidak menyesali perbuatan tadi meski sudah terpergok begini.
'Sepertinya Warsi bekerja di sini hanya untuk melayani Siska dan Mas Rendi. Sementara dia sama sekali tidak menganggapku sebagai Nyonya di rumahku sendiri. Kalau begitu, akan aku tunjukkan bagaimana kelembutan seorang Miana yang sebenarnya," batin Miana saat terlintas di pikirannya sebuah rencana.
"Kalian belum nikah, Warsi. Jangan sembarang buat mes*m di rumah ini. Kalau memang mau melakukannya tanpa hubungan yang sah, sebaiknya kalian berdua cari hotel di luar. Jangan kotori rumah ini dengan perilaku kalian," tegur Miana.
Kemudian, Miana mengambil lima lembar uang merah dan melemparkannya ke arah Wardi dan Supar. Merek berdua masih duduk di atas ranjang single bed dengan kain tipis menutupi sebagian tubuh mereka.
"Ambil uang itu dan gunakan untuk menyewa hotel murah. Kalau kalian tidak punya uang, kalian bisa minta padaku, tapi jangan lakukan lagi di rumah ini."
Setelahnya, Miana berbalik dan melanjutkan rencananya pergi ke kantor. Dia sudah tidak memiliki selera untuk sarapan nasi. Karena pagi ini Miana sudah disajikan dua menu sarapan yang lebih spesial dari biasanya.
***
Satu Minggu setelah pernikahan Miana lalui dengan hawa panas setiap harinya. Kalau tidak Siska yang terus berusaha menyalakan kompor padanya, ada saja ulah Warsi yang membuat Miana naik darah.
Namun, Miana tetap bersabar dan menguatkan diri kalau dia harus berada di rumah itu sampai bisa membersihkan namanya baiknya. Seperti malam ini saat waktu makan malam tiba. Baik Miana, Siska, dan Rendi, mereka berkumpul dalam satu tempat di meja makan. Hanya saja, ada yang janggal menurut Miana.
"Siska, kenapa kamu tidak makan daging, hmm? Biasanya kamu sangat suka rendang daging sapi." Rendi berkomentar saat melihat Siska hanya makan sedikit tidak seperti biasanya.
"Aku sedang tidak selera, Mas. Melihat semua menu makanan, rasanya aku tidak berminat," jawab Siska setelah menyelesaikan makannya.
"Beberapa hari terakhir kamu terus mual setiap pagi. Apa kamu masuk angin?" tanya Rendi kembali ketika pria itu teringat sesuatu yang menjadi kebiasaan Siska akhir-akhir ini hampir setiap pagi.
"Mas, wajar, dong kalau aku masuk angin dan kembung. Kamu selalu menyerangku setiap malam. Dan itu tidak kamu lakukan hanya dengan sekali tempur. Minimal dua kali baru kamu bisa melepaskan aku. Gimana aku nggak masuk angin, coba."
Siska memang menjawab pertanyaan Rendi, tetapi terdapat sindiran pedas yang berhasil menusuk langsung ke hati Miana. Dan Siska tahu kalau Miana terpengaruh dengan kata-katanya. Terlihat dari Miana yang memalingkan wajah saat pertempuran malam sedang dibahas.
"Apa perlu aku membuatmu lemas sampai tiga kali setiap malam?" Rendi yang tahu arah tujuan Siska, dia menanggapi dan ikut memanasi Miana.
"Mas, bagaimana kalau nanti aku sakit? Siapa yang akan menggantikan aku melayani kamu kalau ingin begadang?" rengek Siska dengan nada manja. Sesekali senyum tipis terbit ketika melihat wajah Miana yang semakin pucat.
"Aku akan mencarikan adik madu buatmu, gampang, kan?" Jawaban Rendi mendapatkan balasan pukulan dari Siska.
'Aku yang mengharapkan belaian darimu, Mas, tapi nyatanya tidak sedikitpun kamu menganggapku ada,' batin Miana tersayat mendengar kenyataan yang harus dia terima.
'Aku pikir kamu akan memberikan sedikit peluang untukku agar kita bisa memperbaiki semuanya. Setidaknya kamu minta maaf padaku dan kita memulai lagi dari awal. Nyatanya, kamu hanya mementingkan selangkangan daripada ketulusan yang aku miliki,' sesal Miana dalam hati mengubur habis harapan yang dimiliki.
Miana lebih memilih menghabiskan makanannya dengan cepat. Dia tidak tahan lagi melihat dua manusia di depan yang tidak tahu malu.
Walaupun Miana sudah membenci Rendi dan berencana balas dendam, tetapi rasa cinta itu masih ada. Dan tidak dipungkiri kalau harapan untuk memperbaiki pernikahan mereka tersimpan sedikit di sudut hatinya.
Belum sampai Miana selesai makan, Siska berlari ke dapur dan memuntahkan semua isi di dalam perutnya. Miana hanya mengerutkan keningnya melihat Rendi berlari untuk membantu Siska.
"Miana! Apa kamu buta, hah?! Tidak lihat Siska muntah-muntah begini? Bukannya bantu malah diam aja sambil terus makan!" Terdengar suara teriakan Rendi memenuhi dapur.
"Kamu bisa panggil Warsi, Mas. Kenapa harus teriak-teriak? Aku lagi makan." Miana menjawab setelah menghampiri Rendi dan Siska.
"Ada kamu disini sama aja kayak Warsi. Nunggu pembantu itu datang terlalu lama. Bisa-bisa Siska mati muntah-muntah," kelit Rendi sengaja mencari alasan untuk menyalahkan Miana.
"Tidak ada orang yang mati cuma karena muntah-muntah, Mas. Salah siapa tempur terus tiap malam. Jadi masuk angin, kan." Akhirnya Miana bisa membalikkan keadaan.
"Cerewet!"
"Kalau orang muntah pijitin lehernya, kasih air minum yang banyak biar gampang muntahnya," jelas Miana memberi nasihat. Dia mendekat sembari memberikan air minum, tetapi jawaban Rendi malah membuat Miana susah sendiri.
"Kamu bantu Siska. Aku jijik sama orang muntah. Bau banget!"
"Kamu ajak Siska ke kamar, aku telfon dokter."
Rendi pergi dari sana dan membiarkan Miana mengurus Siska yang terlihat sangat lemas.
"Aku bukan pembantumu, Siska, tapi aku masih memiliki rasa kemanusiaan. Makanya aku menolongmu," ujar Miana memapah Siska naik ke lantai dua.
"Aku tidak peduli apa katamu. Yang penting, cepat bawa aku ke kamar!" perintah Siska tanpa berterima kasih.
***
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Rendi khawatir melihat dokter yang sedang serius memeriksa Siska.
"Apa dia masuk angin karena terlalu sering olahraga malam, Dok?" sahut Miana sengaja ingin membuat malu Rendi dan Siska.
"Anda ini ada-ada saja," jawab dokter tersenyum simpul.
"Tapi dugaan anda benar. Yang dialami Bu Siska memang karena mereka terlalu rajin olahraga malam, tapi bukan masuk angin dan kembung. Melainkan, Bu Siska sedang mengandung. Ada janin yang tumbuh di rahimnya."
"Apa yang Anda katakan, Dokter? Siska hamil?" Miana bertanya untuk memastikan dia tidak salah mendengar. "Benar, Bu. Bu Siska sedang hamil. Menurut pemeriksaan sementara saya, usia kehamilannya sekitar dua belas minggu, tapi hal itu baru bisa kita pastikan setelah mengalami pemeriksaan di rumah sakit," terang dokter. Dokter baru selesai memeriksa Siska. Dokter paruh baya itu menghadap Rendi dengan senyuman lebar di wajahnya. "Selamat, Pak Rendi. Anda akan segera menjadi seorang ayah." Selesai memberikan ucapan selamat, dokter izin pamit setelah menyarankan Siska untuk memeriksakan kandungannya ke rumah sakit. "Mas, aku hamil," ucap Siska dengan wajah berseri bahagia. Deg! Kenyataan ini langsung menyayat hati Miana. Dia menatap Rendi dan Siska dengan tidak percaya. Untuk kembali menyakinkan dirinya sendiri, Miana menghadap Rendi meminta penjelasan. "Ada apa ini, Mas? Siska, dia hamil dan usia kandungannya sudah tiga bulan sementara kalian menikah baru satu minggu. Kamu tidak
"Kenapa aku harus menjaga omonganku? Apa wanita hamil di luar nikah dan bangga atas kehamilan bersama calon suami orang, apa wanita seperti itu harus aku bilang wanita suci?" tantang Miana tanpa rasa takut. Hatinya sudah terlanjur sakit. Tidak ada lagi cara lain untuk mengobati selain dari meluapkan semua isi hatinya dengan menentang mereka."Kamu keterlaluan, Miana!" geram Rendi kembali mengangkat tangannya, tetapi harus terhenti mendengar Miana berteriak."Apa, Mas?! Kamu mau menamparku lagi? Ini, Mas, tampar! Tampar aku, Mas!" seru Miana. Miana menatap tidak percaya kalau tamparan itu justru datang dari suaminya. "Kamu percaya pada fitnah dan memilih menjadi orang asing untukku sebelum kita genap 24 jam menikah." Miana mundur, dia mengusap air matanya dengan cepat. Namun, arus sungai dari pelupuk matanya tetap tidak bisa dihentikan."Sementara dari kehamilan Siska dengan pernikahan kalian yang baru satu minggu, fakta membongkar rahasia besar. Nyatanya kalian sudah sering berhubung
"Aku menyesal pernah mencintaimu, Mas. Aku menyesal masih memperjuangkan kamu yang akan menikah dengan Siska pagi itu." Miana menatap Siska dan Rendi bergantian. Tidak terlihat wajah penyesalan dari mereka berdua. Justru dalam pandangan Miana , Siska menahan senyumannya."Menyesallah, Miana. Semua itu tidak ada gunanya karena kita akan segera bercerai. Aku talak kamu, Miana," ucap Rendi disambut senyum bahagia dari Siska dan tetesan air mata dari Miana. "Aku berjanji akan membalas sakit hatiku!" janji Miana kemudian pergi dari sana. Dia sudah tidak tahan lagi berada diantara orang-orang munafik.***Pagi hari.Miana sedang duduk menghadap cermin menatap dirinya sendiri. Air mata yang keluar dihapus dengan cepat."Tidak, Mia, kamu tidak boleh menangis. Pria seperti itu tidak pantas menjadi suamimu," gumam Miana menasehati dirinya sendiri. "Aku harus mulai rencana pertama. Aku akan mencari dalang di balik pembuat video rekaman bercint* itu. Walaupun wajah perempuan di dalam video itu
"Sejak tadi aku terus mengikuti Siska dan Mas Geri. Aku tidak mau kehilangan jejak mereka berdua." Miana mencoba menyiram minyak agar amarah Rendi semakin membesar. 'Wajah Mas Rendi sudah terlihat sangat memerah menahan amarah. Sebentar lagi aku akan melihat pertunjukan yang menyenangkan. Oh, selamat bersenang-senang, Miana,' batin Miana senang. Rendi menatap Siska dan Geri. Benar saja, mereka sedang berada di kasir untuk membayar belanjaan. Tanpa menunggu lebih lama, Rendi berjalan mendekat diikuti Miana di belakangnya."Siska," panggil Rendi."Ngapain kamu di sini sama Mas Geri?" lanjut Rendi bertanya."Mas Rendi." Siska dan Geri menatap Rendi bersamaan."Rendi."Siska melihat Miana yang berada di belakang Rendi dan tengah tersenyum kepadanya. Dari sini Siska langsung mengerti kenapa Rendi bisa datang menemuinya. Namun, bukan kemarahan yang Siska tampilkan, tetapi senyuman tipis misterius kepada Miana. Setelah itu dilanjutkan dengan Siska yang berhambur ke pelukan Rendi sembari b
"A ... apa, Mas? Jangan main-main dengan kata-kata itu, Mas." Miana yang baru masuk rumah ternyata disambut dengan kata-kata menyakitkan itu. "Aku sedang tidak berminat main-main denganmu, Miana. Aku benar-benar mentalakmu," kata Rendi kembali mengulang kata-katanya."Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tega talak aku?" Miana menjatuhkan barang-barang yang ada di tangannya. Dia menangis tidak percaya dengan pendengarannya."Kamu salah karena kamu sudah berani memfitnah Sarah dan Mas Geri. Kamu berusaha mempengaruhiku, Miana. Jauh-jauh aku datang ke mall hanya untuk melihat kebohongan yang kamu ciptakan. Dan bodohnya aku percaya pada kata-katamu!" marah Rendi."Ibu, maafkan aku yang sudah jalan dengan Mas Geri, Bu. Aku sungguh tidak sengaja bertemu dengan kakak ipar di mall. Kalau Ibu tidak percaya, Ibu bisa menghubungi kak Tina untuk menanyakan kebenarannya. Mas Geri sudah meminta izin pada kak Tina, Bu." Siska masih terus menangis dipelukan Lastri sejak pertama kali kembali ke rumah."Ibu
"Jangan-jangan Siska melakukannya dengan Mas Geri." Miana menutup mulut terkejut dengan dugaannya sendiri."Ya, ampun berani kali mereka bercint* di rumah utama. Siska dan Mas Geri justru menggunakan kesempatan tinggal bersama ini untuk mempermudah mereka bermesraan kapanpun," gumam Miana. "Aku harus menggunakan kesempatan baik ini untuk membongkar kebusukan mereka. Baru semalam di rumah utama mereka sudah terlalu berani, bagaimana jika tinggal disini lebih lama lagi." Miana berniat pergi dari sana untuk membangunkan Tina dan Lastri.Akan tetapi, belum sampai Miana melangkah pergi, pintu tempatnya bersandar terbuka dan membuat dia ketahuan sedang mengintip kegiatan Siska dan Geri di dalam sana. Miana pun tak sengaja hampir terjatuh dan justru masuk satu langkah ke dalam.Saat Miana berada di dalam kamar, dia melihat keadaan Geri dan Siska sedang dalam posisi yang hot. Tentu saja keduanya tidak menggunakan sehelai kain di tubuhnya. Bukan hanya Miana, tapi Siska dan Geri juga terkejut
"Maksudmu, kamu masih ingin membuat dia terlihat tanpa pakaian, Mas?" Siska meminta penjelasan lebih dari bahasa ambigu Geri. "Kalau kamu setuju, tidak masalah, tapi kalau tidak kita bisa menggunakannya dengan cara yang lain." Geri menyeringai. Berbagai pikiran jahat terlintas terang di pikirannya.Sebelum mendengar Geri memberitahu hukuman yang akan diberikan kepada Miana, Siska menarik penyumpal mulut Siska. "Kenapa kamu buka, Siska? Dia bisa berteriak!" marah Geri dengan suara tertahan. "Aku ingin mendengar pembelaan darinya, Mas. Negosiasi apa yang dimiliki Miana untuk membebaskan dia dari hukuman kita," jawab Siska santai.'Aku bukan perempuan bodoh seperti Tina yang mudah percaya begitu saja pada omonganmu, Mas. Aku sudah menghabiskan banyak waktu bersamamu. Jadi, aku tahu benar pikiran busuk apa yang kamu miliki,' batin Siska meradang."Siska, lepaskan aku," pinta Miana."Aku berjanji tidak akan membocorkan pada siapapun mengenai perselingkuhanmu dengan Mas Geri. Aku tidak a
"Mas Geri keluar dari kamarku dengan wajah segar seperti habis mandi, apa dia dan Siska baru saja ...." Rendi terdiam sejenak mengartikan sesuatu yang terlintas di pikirannya."Mas Geri dan Siska memiliki hubungan, Mas. Kalau kamu tidak percaya padaku, aku tidak masalah karena bukan aku yang rugi, tapi ingat, Mas suatu saat Kebenaran akan terungkap dan berpihak padaku."Kata-kata Miana seketika melintas di pikiran Rendi. Bukan hanya nada bicaranya yang diucapkan dengan tegas, tetapi wajah Miana yang terlihat memerah seperti orang marah karena dia tidak mempercayainya."Sebaiknya aku datangi mereka. Lebih baik aku tanyakan langsung daripada aku menduga dan salah sasaran seperti sebelumnya," gumam Rendi Ke arah Geri sebelum kakak iparnya itu masuk ke kamarnya sendiri."Mas Geri," panggil Rendi dengan suara keras membuat langkah Geri terhenti."Rendi, kamu sudah pulang?" tanya Geri terkejut melihat kiri ada di depannya."Aku sudah pulang karena semuanya aku kerjakan lebih cepat," jawab R
"Siska, aku sudah membawa bantuan," kata Miana semakin panik ketika melihat wajah Siska bertambah pucat. "Siska," panggil Geri. Kemudian, pria itu terkejut melihat banyaknya darah yang tergenang. "Siska, kamu berdarah banyak sekali." Siska yang masih memegang perutnya terus merintih. "Sakit … perutku sakit sekali. Tolong aku," rintihnya. "Sayang, kita ke rumah sakit sekarang, ya. Kamu jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja." Geri segera menggendong Siska ala bridal style. Kemudian, segera menuju ke mobil diikuti Miana di belakangnya."Mia, bawa ponselmu dan hubungi yang lain. Katakan kita akan ke rumah sakit!" perintah Geri sembari sedikit berteriak.Miana segera berbalik badan dan mengambil ponselnya, lalu dia berlari menyusul Geri dan Siska ke mobil. Sesampainya di mobil, Miana segera masuk dan duduk di bangku penumpang."Tenang, ya, Sayang. Kita segera ke rumah sakit," kata Geri menenangkan ketika membaringkan Siska dengan kepala yang berada di pangkuan Miana.Namun, Geri b
"Siska, ada apa kemari?" tanya Miana dengan gugup melihat kedatangan Siska."Kamu mau mencari siapa dan untuk apa?" Siska masuk ke dalam mendekati Miana dan menatap curiga."Tidak, Siska. Aku hanya ingin mencari asisten baru untuk menggantikan Warsi," kelit Miana."Rasanya, aku tidak cocok dengan keberadaannya," tambahnya merasa hal itu termasuk alasan yang cukup tepat. "Kamu yakin?" Siska tidak percaya begitu saja.'Apa Siska tadi mendengarku? Lagi pula, ngapain dia datang ke kamarku? Tidak ketuk pintu lebih dulu lagi sebelum masuk,' kesal Miana dalam hati."Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa bertanya pada rumput yang bergoyang. Mereka pasti akan mendukungku," jawab Miana dengan santai. Sebisa mungkin dia tidak menunjukkan kegelisahannya."Baiklah kalau begitu," balas Siska mengangguk."Ada apa kamu ke sini, Siska? Rasanya tidak mungkin seorang Siska datang kemari kalau bukan karena sesuatu yang penting." Miana berjalan mendekati Siska dan duduk di atas kursi riasnya."Aku sedang s
"Tidak, Siska. Aku akan melakukan apapun yang kamu perintahkan, tapi tidak dengan bermalam bersama Mas Geri," tolak Miana kekeuh pada pendiriannya."Memangnya aku sedang meminta pendapatmu mau atau tidak?" Siska memicing menanggapi.Geri menyeringai menatap Miana yang mulai gelisah. Dia menjilat bibirnya sendiri tidak sabar melahap wanita di depannya."Mas, ayo kita ke bawah. Aku sudah lapar," rengek Siska manja."Ayo, Sayang. Kamu butuh asupan gizi lebih banyak. Kasihan kandunganmu kalau sampai terlambat sarapan," balas Geri, lalu mereka keluar dari sana meninggalkan Miana sendirian."Bagaimana ini, aku tidak mau berakhir dengan Mas Geri. Aku harus memberi penjelasan pada Siska agar dia membatalkan rencana gila mereka," gumam Miana mencoba untuk tawar menawar nanti, di waktu yang tepat. ***Sore hari."Siska, bisa bicara sebentar?" pinta Miana ketika Siska sedang duduk di taman belakang rumah."Ada apa?" jawab Siska santai sembari menyeruput teh miliknya."Jangan lakukan rencana gil
"Bagaimana, Mas? Jika tadi dildo itu yang memuaskan aku, bagaimana kalau sekarang kamu langsung yang melakukannya padaku?" tanya Siska mengalungkan kedua tangannya di leher Rendi."Bermain dengan benda mati di terasa nikmat, Mas kalah jauh dibandingkan denganmu yang melakukannya langsung," bisik Siska dengan sensu*l di telinga Rendi, selalu menjulurkan lidahnya menggoda sedikit cuping telinga pria itu.Rendi masih diam saja, tetapi pria itu tersenyum melihat Siska yang bersikap agresif kepadanya.Rendi menjatuhkan diri ke atas ranjang dan membiarkan Siska berada di atasnya. Dengan cara seperti ini tentu saja Siska tahu kalau Rendi sedang memancingnya untuk memulai permainan mereka terlebih dahulu. 'Sial! Ternyata Mas Rendi sangat ingin bermain denganku. Tidak ada cara lain, aku harus melayaninya. Walaupun milikku masih terasa, tapi harus aku tahan agar dia tidak curiga kalau sebelumnya aku sudah berkali-kali bersama dengan Mas Geri,' batin Siska akhirnya mulai menjelajahi suaminya."
"Cairan putih kental ini baunya sama dengan yang biasa aku keluarkan. Jika tidak, cairan seperti ini berasal dari milik Siska saat dia mencapai puncaknya," gumam Rendi saat menempelkan ujung jari telunjuknya ke cairan itu dan menciumnya untuk memastikan dia tidak salah mengenali sesuatu."Siska," geram Rendi. Pembuluh darah di lehernya berdenyut, tangannya mengepal erat, dan dia mengatupkan rahangnya. Kali ini Rendi benar-benar marah kepada Siska."Beraninya kamu berselingkuh dengan Mas Geri di belakangku. Kali ini aku tidak akan memaafkanmu." Pintu kamar mandi terbuka dan Siska keluar dengan handuk yang membalut tubuhnya. Jika biasanya Rendi akan bergair"h melihat Siska yang baru selesai mandi, maka berbeda dengan sekarang setelah terlintas di pikirannya kegiatan yang baru saja dilalui Siska bersama Geri."Mas, kamu sudah pulang?" tanya Siska terkejut melihat suaminya ada di sana."Kenapa? Kamu tidak suka aku pulang lebih cepat? Apa kamu lebih menyukai aku kurang terlambat agar kamu
"Mas Geri keluar dari kamarku dengan wajah segar seperti habis mandi, apa dia dan Siska baru saja ...." Rendi terdiam sejenak mengartikan sesuatu yang terlintas di pikirannya."Mas Geri dan Siska memiliki hubungan, Mas. Kalau kamu tidak percaya padaku, aku tidak masalah karena bukan aku yang rugi, tapi ingat, Mas suatu saat Kebenaran akan terungkap dan berpihak padaku."Kata-kata Miana seketika melintas di pikiran Rendi. Bukan hanya nada bicaranya yang diucapkan dengan tegas, tetapi wajah Miana yang terlihat memerah seperti orang marah karena dia tidak mempercayainya."Sebaiknya aku datangi mereka. Lebih baik aku tanyakan langsung daripada aku menduga dan salah sasaran seperti sebelumnya," gumam Rendi Ke arah Geri sebelum kakak iparnya itu masuk ke kamarnya sendiri."Mas Geri," panggil Rendi dengan suara keras membuat langkah Geri terhenti."Rendi, kamu sudah pulang?" tanya Geri terkejut melihat kiri ada di depannya."Aku sudah pulang karena semuanya aku kerjakan lebih cepat," jawab R
"Maksudmu, kamu masih ingin membuat dia terlihat tanpa pakaian, Mas?" Siska meminta penjelasan lebih dari bahasa ambigu Geri. "Kalau kamu setuju, tidak masalah, tapi kalau tidak kita bisa menggunakannya dengan cara yang lain." Geri menyeringai. Berbagai pikiran jahat terlintas terang di pikirannya.Sebelum mendengar Geri memberitahu hukuman yang akan diberikan kepada Miana, Siska menarik penyumpal mulut Siska. "Kenapa kamu buka, Siska? Dia bisa berteriak!" marah Geri dengan suara tertahan. "Aku ingin mendengar pembelaan darinya, Mas. Negosiasi apa yang dimiliki Miana untuk membebaskan dia dari hukuman kita," jawab Siska santai.'Aku bukan perempuan bodoh seperti Tina yang mudah percaya begitu saja pada omonganmu, Mas. Aku sudah menghabiskan banyak waktu bersamamu. Jadi, aku tahu benar pikiran busuk apa yang kamu miliki,' batin Siska meradang."Siska, lepaskan aku," pinta Miana."Aku berjanji tidak akan membocorkan pada siapapun mengenai perselingkuhanmu dengan Mas Geri. Aku tidak a
"Jangan-jangan Siska melakukannya dengan Mas Geri." Miana menutup mulut terkejut dengan dugaannya sendiri."Ya, ampun berani kali mereka bercint* di rumah utama. Siska dan Mas Geri justru menggunakan kesempatan tinggal bersama ini untuk mempermudah mereka bermesraan kapanpun," gumam Miana. "Aku harus menggunakan kesempatan baik ini untuk membongkar kebusukan mereka. Baru semalam di rumah utama mereka sudah terlalu berani, bagaimana jika tinggal disini lebih lama lagi." Miana berniat pergi dari sana untuk membangunkan Tina dan Lastri.Akan tetapi, belum sampai Miana melangkah pergi, pintu tempatnya bersandar terbuka dan membuat dia ketahuan sedang mengintip kegiatan Siska dan Geri di dalam sana. Miana pun tak sengaja hampir terjatuh dan justru masuk satu langkah ke dalam.Saat Miana berada di dalam kamar, dia melihat keadaan Geri dan Siska sedang dalam posisi yang hot. Tentu saja keduanya tidak menggunakan sehelai kain di tubuhnya. Bukan hanya Miana, tapi Siska dan Geri juga terkejut
"A ... apa, Mas? Jangan main-main dengan kata-kata itu, Mas." Miana yang baru masuk rumah ternyata disambut dengan kata-kata menyakitkan itu. "Aku sedang tidak berminat main-main denganmu, Miana. Aku benar-benar mentalakmu," kata Rendi kembali mengulang kata-katanya."Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tega talak aku?" Miana menjatuhkan barang-barang yang ada di tangannya. Dia menangis tidak percaya dengan pendengarannya."Kamu salah karena kamu sudah berani memfitnah Sarah dan Mas Geri. Kamu berusaha mempengaruhiku, Miana. Jauh-jauh aku datang ke mall hanya untuk melihat kebohongan yang kamu ciptakan. Dan bodohnya aku percaya pada kata-katamu!" marah Rendi."Ibu, maafkan aku yang sudah jalan dengan Mas Geri, Bu. Aku sungguh tidak sengaja bertemu dengan kakak ipar di mall. Kalau Ibu tidak percaya, Ibu bisa menghubungi kak Tina untuk menanyakan kebenarannya. Mas Geri sudah meminta izin pada kak Tina, Bu." Siska masih terus menangis dipelukan Lastri sejak pertama kali kembali ke rumah."Ibu