"Tuan Allen, ohh syukurlah. Aku sudah menduga bahwa anda akan menerima kedatanganku." Ujar Monica mengayunkan langkahnya kearah sofa.
Wanita itu berjalan berlenggak lenggok dengan penuh percaya diri. Langkahnya dibuat se-sensualitas mungkin. Berharap Allen Anthonio akan tergoda dan membawanya keranjangnya saat itu juga. Monica tidak akan peduli apapun lagi, persetan dengan kariernya yang hancur saat dia telah berada dalam perlindungan Allen, maka Monica fikir dia tidak perlu lagi bekerja keras membanting tulang untuk memenuhi gaya hidupnya. Lihat saja betapa besar dan mewahnya mansion milik pria itu. 'Aku tak pernah menduga kalau pria ini sekaya itu. Andai aku tahu bahwa kekayaannya memang berlimpah, dari dulu aku melemparkan diri padanya.' gumam Monica dalam hati. Wanita itu terus saja tersenyum, kemudian menghempaskan tubuhnya disofa besar nan megah milik Allen Anthonio.Monica menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, meski kamar yang ditunjukkan Allen bisa dibilang kecil. Namun ada ranjang empuk didalamnya juga kamar mandi sendiri. Monica yakin bahwa itu adalah kamar pelayan. Wanita itu tersenyum sendiri, membayangkan sekaya ala pria itu. Kalau kamar pelayannya saja sebesar ini. Banyak sekali rencana yang telah bercokol dalam otaknya. Rencana manis untuk mendapatkan Allen. Monica fikir dia akan mudah menyingkirkan Sofia, dan menjadi satu-satunya ratu di istana tuan Allen Anthonio. ~~~~ Pagi harinya, James berlari menuju mansion. Meski jarak pafilium bisa dibilang dekat, namun pria itu benar-benar berlari. Raut wajahnya sulit di artikan, bahkan dia melewati begitu saja Lucy yang berdiri di dekat pintu belakang. James melangkah mondar-mandir di depan kamar tuannya, ragu-ragu hendak mengetuk pintu kamar itu. Khawatir kala
Setelah huru-hara panjang yang disebabkan oleh Monica dan mampu di atasi oleh James hanya dalam hitungan jam. Semua orang di mansion sempat ketakutan. Namun dengan cepat situasi menjadi kondusif. Sofia sendiri tidak mengetahui banyak hal yang terjadi hari ini, mereka semua kompak menyembunyikannya dari Sofia dan El, namun pria kecil itu terlanjur kesal pada daddy-nya. Sepanjang hari itu El bahkan enggan keluar dari kamar Sofia, enggan bertemu dengan Allen Pria kecil itu benar-benar sedang marah pada daddy-nya. ~~~~ Malam harinya, Sofia kembali berdiri didepan jendela besar dalam kamarnya. Menatap hamparan lampu-lampu yang menerangi perkebunan anggur. Sofia melamun, mengilas semua kenangan yang telah terjadi padanya. Untuk datang kesini kembali, Sofia harus mengorbankan banyak hal. Membuat wanita itu bertanya-tanya dalam hati, bahwasanya benarkah ini yang hatinya in
"Good morning my son." Sapa Allen memamerkan senyum manisnya pada El. Pria itu berbaring miring di belakang Sofia, kepalanya diangkat dengan menopangnya dengan siku. Allen sengaja bangun lebih dulu dan menyapa El. "Mommy--" El merengek pada Sofia, wanita itu masih memejamkan matanya. Mendengar Allen menyapa El membuat Sofia urung membuka matanya. Ingin membiarkan kedua pria dengan wajah yang hampir sama itu saling berinteraksi dan memahami satu sama lain. "Mommy-- bangun. Ada tuan Daddy diranjang kita." Rengek El semakin keras sembari mengguncang tubuh Sofia. "Hei, jangan bangunkan mommy mu. Dia masih tidur. Ayo sini sama Daddy. Kamu mau apa hemm--?" Allen bangkit dan berjalan ke arah sisi El, pria itu kembali menjatuhkan tubuhnya keranjang persis disamping El, membuat pria kecil itu kini berada ditengah. "Mau apa tuan Daddy disini? Jangan ganggu mommy." Ujar El ke
"Daddy dari mana saja? Katanya mau mengajari ku berenang?" Rajuk El kesal pada daddy-nya. Mereka bertemu dirumah. El dan Lucy pulang lebih dulu, karena Allen dan Sofia lupa waktu karena bercinta dalam kolam. "Maaf yah my son. Daddy janji besok akan mendatangkan guru renang paling hebat untukmu." "Benarkah?" Tanya El berbinar. Kedua pria itu kini sedang duduk di pinggir kolam ikan, Allen sedang memberi makan ikan-ikannya. Sedangkan El yang juga sama menyukainya pada ikan-ikan itu ikut bergabung. Pemandangan yang begitu manis, siapapun yang melihatnya akan berfikir mereka adalah ayah dan anak yang begitu kompak. "Iya, kalau kamu mau, aku juga bisa menyuruh Mario mengajarimu beladiri. Atau kamu mau belajar menembak dari sekarang, minta Dante mengajarimu. Mereka semua anak buah Daddy yang paling hebat." Cerocos pria itu bersemangat. Sedangkan El yang mendengarkannya sama bersemangatnya.
"Allen, i--ini. Bagaimana bisa?" Tanya Sofia tergagap. Bola mata cokelatnya berkaca-kaca. Tangan wanita itu bergetar saat menyentuh surat kepemilikan bangunan yang disodorkan Allen padanya. Wanita itu membuka map dan membacanya. Disana sudah tertera namanya, serta alamat yang ada didalam sana cocok dengan alamat rumah dan toko orang tuanya. "Ini kenyataan kan?" Ujar Sofia lirih. Kini air mata sudah jatuh dipipi mulusnya. "Tentu saja, anggap saja ini adalah hadiah pernikahan dariku. Tapi Sofia, aku masih membiarkan mereka tinggal disana, aku tidak akan melakukan apapun tanpa persetujuanmu." Ujar Allen lembut. "Iya, terima kasih banyak Allen, aku tidak tahu harus bilang apa. Rumah itu adalah peninggalan orang tuaku, begitupun dengan toko itu. Disana banyak sekali kenangan tentang mereka." Ujar Sofia tersedu. Allen meraih pundak Sofia, menarik wanita itu masuk kedalam pelukannya. Su
James melirik meja dimana Sofia dan Smith juga El duduk. Tampaknya disana tak ada keceriaan layaknya seseorang yang bertemu dengan teman lamanya. Wajah Sofia tampak tegang, begitu pun dengan pria yang ada dihadapannya. Punggungnya menegak seolah yang mereka bahas adalah sesuatu yang sangat penting. "Hubungan mereka begitu rumit." Gumam James menggelengkan kepalanya pelan. "A--apa tuan?" Tanya Lucy memastikan. James membawa pandangannya menatap wanita dihadapannya. Wajah cantik namun sederhana Lucy mampu membuat James jatuh cinta berkali-kali walau telah berusaha dia melupakannya. "Mereka--, begitu rumit. Antara Sofia dan pria itu juga tuan Allen. Semuanya sangat rumit." Ujar james. "Ohhh--, iya. Andai saja nona tidak bertemu dengan tuan Allen kembali, aku yakin mereka pasti akan menikah dan hidup bahagia. Lihatlah kebahagiaan nona Sofia d
James melangkah mondar-mandir, sudah dua puluh empat jam sejak pria itu meminta pihak imigrasi melakukan deportasi pada Smith, namun belum juga direspon. Pria itu memijat kepalanya, kemarin melakukan kesalahan karena menyembunyikan pertemuan Sofia dengan pria yang terus saja dicemburui tuannya. Dan hari ini dia bahkan gagal melakukan perintah tuan Allen, James sudah dapat memikirkan entah disebelah kiri atau kanan makam kedua orang tuanya dia akan berbaring. James terus saja mengutak Atik laptopnya. Kesabarannya hampir habis. Pria yang selalu tenang itu kehilangan ketenangannya. Matanya berbinar cerah, saat sebuah surel masuk ke email-nya. Dengan cepat James memeriksanya. Hanya selang beberapa detik, wajah pria itu semakin menegang. "Jadi-- Smith menggunakan alasan kunjungan berobat untuk datang ke Italia. Bagaimana bisa? Pasti ada seorang yang berkecimpung didunia medis yang membantunya." James menggugam lirih. Ini menjadi sangat sulit, terpaksa James kembali memeriksa
Disudut kota Verona, Allen Anthonio berdiri dengan angkuh. Memandangi dekorasi gedung yang telah dihias indah dengan dekorasi pernikahan. Pria itu menatap puas pada keindahan dekorasi yang dipilihnya. Semuanya didominasi warna putih, tadinya pria itu ingin semuanya berwarna hitam. Namun kalau difikir apa bedanya dengan suasana berkabung. Allen kemudian membalikkan badannya,. meninggalkan gedung pernikahan itu. Kembali pulang kemansion dan bertemu wanita yang dicintainya beserta putranya yang tampan. Allen mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, pria itu begitu suka melakukan manuver di aspal mulus saat kendaraan sedang sepi. Baginya segala sesuatu yang memicu adrenalin adalah sesuatu yang membuatnya merasa hidup.
"istri anda--" "Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti.
Mario bergegas mengangkat Sofia, mimik wajah pria itu panik tidak terkira. Sedangkan bodyguard bernama Max dengan cepat meringkus Alea yang masih berdiri dengan wajah melongo tak percaya. Tatapan wanita itu membelalak ngeri, melihat darah yang merembes dari sela paha Sofia. Alea sadar bahwa nasibnya kini telah ditentukan oleh Allen Anthonio. Mario berlari diikuti oleh Lucy yang menggendong El. Sedangkan Max kini telah menyeret Alea keluar dari pusat perbelanjaan. Semua orang yang menyaksikan mereka menjadi heboh. Namun tak ada yang menyangka bahwa wanita itu adalah istri pria paling kejam di kota mereka. Mario membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga dia bahkan lupa bahwa ada El dan Lucy bersamanya. Lucy menopang kepala sang nona dan El disisi lainnya. "Lucy-- ini sakit sekali." Rintih Sofia lemah. Wajah wanita itu pucat pasi.
James mengetuk pintu ragu-ragu. Tadinya dia ingin menemui Allen lebih awal, namun melihat istri tuannya masuk dan tak kunjung keluar membuat James mengurungkan niatnya. Pria itu hanya bisa terus memantau dari jauh kapan kiranya Sofia keluar. Nyatanya, sejam telah berlalu namun tak ada tanda-tanda wanita itu meninggalkan ruangan suaminya. Sebagai pria yang telah merasakan indahnya pernikahan, tentu saja James mengerti apa yang terjadi didalam sana.James mengetuk pintu ruang kerja Allen. James berdiri didepan pintu, menunggu Allen membuka pintu, biasanya dia akan langsung masuk setelah mengetuk pintu, namun setelah dia melihat istri Tuannya masuk kesana. Itu artinya tempat itu telah menjadi ranah pribadi sekarang. Klekkk... "Masuk!" James mengangguk, mengikuti langkah pria itu, tampilannya tetap rapi seperti sedia kala. membuat James mengeryitkan keningnya bingung. '
Allen melepaskan pelukannya pada Sofia, pria itu menggulingkan tubuhnya hingga jatuh terlentang. Ditatapnya langit-langit kamar, seolah dia sedang merangkai kalimat diatas sana. Hening, tak ada satupun yang bersuara. Hanya helaian nafas keduanya yang bersahut-sahutan berat. Sofia memilih tidak peduli, wanita itu berusaha memejamkan matanya. Hingga dengkuran halus khas wanita hamil mulai terdengar dari bibirnya. Allen menoleh, menatap intens punggung sang istri. Punggung yang begitu dia sukai untuk bersandar dan memeluk Sofia dari belakang. Mendengar sang istri telah jatuh tertidur, pria itu kembali keluar dari kamar. Melangkah turun kelantai bawah dan berjalan ke arah taman belakang. Taman yang sama dimana dia mengacaukan ciuman pertama James dan lucy malam itu. Allen duduk dibangku taman, pria itu menghisap dalam cerutunya. Menguarkan asapnya bersama dengan kegelisahan yang ditanggungnya. Anda
Kediaman tuan Darren ~~~ Nyonya Rara memijat kepalanya yang terasa seperti ingin pecah, berita pernikahan Sofia membuat keluarga itu pusing tujuh keliling. Tuan Darren tak menyangka bahwa tuan Allen Anthonio pada akhirnya akan menikahi Sofia, keponakan perempuannya yang selama ini dia siksa. Ada rasa takut dan was-was yang kini menyelimuti hati pria tua serakah itu. Bagaimana tidak, dia menyerahkan surat-surat berharga kepemilikan properti miliknya pada Allen Anthonio. Dia fikir saat itu pria itu akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi nyonya. Dia telah menawarkan Alea pada Allen Anthonio, dan sepertinya saat itu pria itu setuju-setuju saja. Lima tahun berlalu tanpa pernah pihak Allen Anthonio menemuinya. Dia fikir dia telah lolos begitu saja. Namun pernikahan Sofia dan Allen Anthonio sepertinya akan menjadi awal kehancuran mereka. "Daddy, bagaimana ini
"pasti sekarang James sedang melakukan malam pertama dengan Lucy." Gumam Allen menerawang. Pria itu duduk menyandar disamping Sofia. "Kenapa memikirkan rumah tangga orang lain?" Jawab Sofia kesal. "Tidak apa-apa, hanya iri saja. Sayang, kapan kita bisa melakukannya?" Rengek Allen seperti anak kecil. "Dokter bilang belum bisa kan?" "Iya," wajah pria itu tertekuk kesal, sudah beberapa malam dia menahan diri tidak menyentuh Sofia. Rasanya kepalanya sudah sangat sakit sekarang. "Besok kita kerumah sakit untuk periksa yah sayang." Ujar Sofia tenang. "Periksa? Wahhh itu ide yang sangat bagus. Aku tak sabar ingin melihat wajah anakku" jawab Allen begitu semangat. "Mana bisa? Belum kelihatan." Sergah Sofia makin kesal. Allen menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa sedih sekaligus menyesal. Lihatlah karena dirinya melewatkan momen ketika El masih didalam k
Lucy dan James akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri. Pria kaku itu tak menyangka, bahwa dia akhirnya menikah dengan wanita yang dinantinya selama lima tahun. Setelah pesta pernikahan, Lucy dan James kembali ke hotel yang telah dipersiapkan untuk menginap. Hotel yang sama yang dipilih Allen dan Sofia setelah mereka menikah. Keduanya tampak begitu canggung, belum pernah berinteraksi sedekat ini selain malam dimana Pria itu mencuri ciuman pertama Lucy ditaman. "Emhh-- James, bisa tolong bantu menarik resleting gaunku?" Lucy bertanya ragu-ragu. "Iya, berbalik biar aku membukanya." Pria itu berjalan kearah sang istri, berdiri dibelakangnya. James menarik resleting gaun pengantin Lucy, tangan pria itu bergetar. Tubuhnya terasa begitu panas dingin menatap punggung mulus istri yang baru saja di nikahinya. Tak jauh berb
"iya Smith, aku sedang hamil." Jawab. Sofia lirih. Wanita itu tersenyum sendu menatap Smith. Pria baik yang Sofia anggap malaikat. Sofia bukan tak tahu tentang perasaan pria itu meski kata-kata cinta tak pernah terucap dari bibirnya. Hanya saja, sejak awal Sofia memang sudah memberi jarak. Padahal, Sofia tanpa Smith tidak akan menjadi seperti sekarang. Allen memperhatikan raut kecewa pria yang duduk dihadapannya. Entah mengapa ada rasa iba yang menyusup kedalam hati pria itu. Namun dengan cepat pria itu menepisnya. Baginya siapapun yang ingin memiliki wanitanya adalah lawan yang berani mati. Lama, Smith maupun Sofia dan Allen terdiam. Hanya celoteh El yang sesekali terdengar. Ketiganya larut dalam fikiran masing-masing.
Selesai makan, Allen dan Sofia duduk di ruang keluarga. Wanita itu dilarang kemanapun oleh Allen, membuat Sofia semakin menahan kekesalannya pada sang suami. Allen terus saja ingin menempel pada Sofia, begitu pun dengan El. Sayangnya Sofia sangat tak suka dekat-dekat dengan Allen. Wanita itu akan langsung mual dan kesal saat Allen duduk disampingnya. Mau tak mau pria itu duduk dengan jarak dua kursi dari sang istri. "Nona--" Lucy berdiri dihadapan Sofia, membuat wanita itu mendongak. "Lucy--, ada apa? Ayo duduk!" "Tidak perlu nona." Ujar Lucy segan. Sofia mengulurkan tangannya, menarik Lucy duduk disampingnya. "Ada apa?" "Ak--aku ingin mengatakan sesuatu," "Sesuatu apa?" Tanya Sofia penasaran.