Disudut kota Verona, Allen Anthonio berdiri dengan angkuh. Memandangi dekorasi gedung yang telah dihias indah dengan dekorasi pernikahan. Pria itu menatap puas pada keindahan dekorasi yang dipilihnya. Semuanya didominasi warna putih, tadinya pria itu ingin semuanya berwarna hitam. Namun kalau difikir apa bedanya dengan suasana berkabung. Allen kemudian membalikkan badannya,. meninggalkan gedung pernikahan itu. Kembali pulang kemansion dan bertemu wanita yang dicintainya beserta putranya yang tampan. Allen mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, pria itu begitu suka melakukan manuver di aspal mulus saat kendaraan sedang sepi. Baginya segala sesuatu yang memicu adrenalin adalah sesuatu yang membuatnya merasa hidup.
Sofia menatap pantulan tubuhnya dicermin dengan balutan gaun pengantin berwarna putih dari salah satu desainer ternama Italia. Riasan sederhana yang menyatu dengan kecantikannya membuat siapa saja akan terpesona saat menatap wajah cantik wanita itu. Manik mata cokelatnya berkaca-kaca, tak menyangka hari ini telah tiba. Hari dimana dia akan menjadi istri seorang mafia kejam yang dahulu merenggut paksa kesuciannya setelah dilemparkan oleh keluarga pamannya. Sofia menghela nafas, memasang senyum manisnya, ini adalah hari pernikahannya, rasa nyeri seketika mencubit hatinya. Dia akan berjalan sendiri menuju altar. "Mommy--, mommy cantik sekali." Ujar El menatap mommy-nya dengan tatapan takjub. "Benarkah?" "Iya, mommy cantik sekali. Apa mommy bahagia?" Tanya El dengan manis. "Tentu sa
Allen menatap Sofia lembut, tatapan pria itu jelas sekali penuh cinta. Membuat Sofia berkali-kali tersipu malu. Allen membawa Sofia dari satu meja ke meja lainnya untuk berkenalan dengan para kolega bisnis pria itu dan beberapa petinggi polisi. Rencana baik Allen dan Sofia sudah sepakat untuk tidak melakukan resepsi mewah. "Haii tuan Allen, yah ampun. Anda akhirnya benar-benar menikah yah. Tak ku sangka. Hebat sekali, istri anda benar-benar sangat cantik." "Terima kasih tuan Garrel. Terima kasih telah hadir." Allen menyalami pria yang menyapanya. Pria itu adalah salah satu petinggi polisi yang merupakan teman dari kecil Allen. Pria itu juga yang banyak berjasa melindungi nama baik pria itu, juga bisnisnya tentunya. "Sama-sama tuan Allen." Keduanya larut dalam obrolan kecil, sedangkan Sofia yang tidak begitu paham hanya berdiri canggung melemparkan senyuman ma
James berdiri mematung, tak jauh dari panggung dimana tuannya berdiri bersama wanita yang dicintainya dan juga putranya dengan penuh kebahagiaan. Manik mata hitam kelam pria itu berkaca-kaca, tak pernah menyangka bahwa pada akhirnya pria Cassanova yang begitu doyan berpindah selangkangan satu ke selangkangan lainnya pada akhirnya menikah. James tentu saja begitu terharu, mereka berdua telah saling mendampingi sejak Allen memulai perjalannya sebagai mafia. Tepat saat usia pria itu enam belas tahun. James menghela nafasnya panjang. Harapan untuknya memiliki keluarga semakin terbuka lebar. Pasalnya tuannya telah menemukan tambatan hatinya. Pria tampan dengan perpaduan wajah asia eropa itu membawa pandangannya menatap pada seorang wanita cantik dan sederhana. Sama sepertinya, wanita itu saat ini sedang menatap pasangan Allen dan Sofia. Juga raut lega dan bahagia menyelimuti paras ind
Malam harinya, James telah duduk dikursi taman belakang. Pria itu memainkan ponselnya sekedar mengisi waktu. Jantungnya berdebar semaki tak karuan, berulang kali pria itu menghela nafasnya untuk menetralkan perasaannya. James, menggosokkan kedua tangannya, menciptakan sensasi hangat ditelapak tangannya yang kini sedingin salju. Dari jauh pria itu melihat siluet seorang wanita berjalan kearahnya. "Tuan, maaf saya terlambat." Ujar Lucy sembari mendudukkan bokongnya kekursi. "Tidak terlambat kok. Apa aku mengganggu waktu mu?" "Hahh? Tidak. Siapa bilang anda menganggu waktuku. Pekerjaan ku sudah selesai." "Lucy, maukah kamu berhenti bekerja?" "Berhenti bekerja? Tapi kenapa tuan?" Wajah Lucy mendadak tegang, raut kebingungan wanita itu membuat James menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Rupanya tadi dia salah bicara.
"sayang, ayo bangun!" Allen memeluk tubuh istrinya dari belakang. Hari ini El tampaknya tidak datang membangunkan mommy-nya. Pria kecil itu lebih sering bangun sendiri sekarang. "Sebentar lagi, kepalaku terasa sakit." Keluh Sofia lirih. "Kamu sakit?"Allen menjadi panik, pria itu dengan cepat menarik tubuh Sofia agar menghadap padanya. Allen menempelkan punggung tangannya pada dahi wanita itu. "Tidak panas? Sayang apa yang kamu rasakan?" "Entahlah, rasanya tenggorokan ku terasa pahit dan kepalaku pusing." Allen kemudian bangkit, pria itu masuk ke kamar mandi dan mengganti pakaiannya. Tak lama kemudian pria itu turun ke lantai bawah dan meminta pelayan membuatkan sang istri bubur dan teh chamomile. Dimeja makan tampak El duduk ditemani oleh Lucy. Rupanya putranya telah menanti kedatangan kedua orang
Allen menganga takjub, bola mata birunya berkaca-kaca, menatap dokter Donna dengan tatapan haru dan bahagia. "Anak dok? Sofia sedang hamil?" Dokter Donna mengangguk dengan senyum sama terharunya. "Allen, kini kamu punya seorang istri cantik dan seorang putra tampan, dan sebentar lagi akan menjadi dua. Aku yakin sekali ibu dan ayahmu pasti sedang sangat bahagia menyaksikan mu dialam sana." Gumam dokter Donna senduh. Allen menganggukkan kepalanya, terus saja tersenyum manis pada sang istri yang tampaknya sedang memandangnya dengan penuh tatapan permusuhan. "Terima kasih dokter Donna." "Sama-sama, ini resepnya. Minta James menebus nya di apotik. Aku tidak bawa obat karena tak tahu apa diagnosanya tadi." "Tidak masalah dok, terima kasih sudah mengunjungi saya. Anda baik sekali." Ujar Sofia memuji sang dokter. "Jangan sung
"duduk!" Perintah Allen pada James dan Lucy. Allen menghempaskan tubuhnya diatas kursi putar empuk. Menatap Lucy dan James yang kini duduk bersisian di hadapannya. Sedangkan kedua pasangan kekasih itu sama-sama menunduk menanti apa yang akan dikatakan oleh sang tuan. "Jadi-- kalian akan menikah?" Tanya Allen tanpa basa-basi. "Tu--tuan tau? Tau darimana?" Jawab James gugup. Sedangkan Lucy kini sudah meremas jari jemarinya yang mendingin. "Kamu terus saja meragukan kemampuanku." Ujar Allen menghela nafasnya dalam. "Maaf tuan," ujar James singkat. "Tidak usah meminta maaf, sudah sewajarnya. Hanya saja aku ingin memberi tahu kalian, bahwa saat ini Sofia sedang lemah. Jadi kalau kalian menikah beberapa hari lagi kamu harus rela kalau mommy-nya El tidak bisa hadir Lucy." Ujar Allen dengan nada suara ber
"istri anda--" "Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti.
Mario bergegas mengangkat Sofia, mimik wajah pria itu panik tidak terkira. Sedangkan bodyguard bernama Max dengan cepat meringkus Alea yang masih berdiri dengan wajah melongo tak percaya. Tatapan wanita itu membelalak ngeri, melihat darah yang merembes dari sela paha Sofia. Alea sadar bahwa nasibnya kini telah ditentukan oleh Allen Anthonio. Mario berlari diikuti oleh Lucy yang menggendong El. Sedangkan Max kini telah menyeret Alea keluar dari pusat perbelanjaan. Semua orang yang menyaksikan mereka menjadi heboh. Namun tak ada yang menyangka bahwa wanita itu adalah istri pria paling kejam di kota mereka. Mario membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga dia bahkan lupa bahwa ada El dan Lucy bersamanya. Lucy menopang kepala sang nona dan El disisi lainnya. "Lucy-- ini sakit sekali." Rintih Sofia lemah. Wajah wanita itu pucat pasi.
James mengetuk pintu ragu-ragu. Tadinya dia ingin menemui Allen lebih awal, namun melihat istri tuannya masuk dan tak kunjung keluar membuat James mengurungkan niatnya. Pria itu hanya bisa terus memantau dari jauh kapan kiranya Sofia keluar. Nyatanya, sejam telah berlalu namun tak ada tanda-tanda wanita itu meninggalkan ruangan suaminya. Sebagai pria yang telah merasakan indahnya pernikahan, tentu saja James mengerti apa yang terjadi didalam sana.James mengetuk pintu ruang kerja Allen. James berdiri didepan pintu, menunggu Allen membuka pintu, biasanya dia akan langsung masuk setelah mengetuk pintu, namun setelah dia melihat istri Tuannya masuk kesana. Itu artinya tempat itu telah menjadi ranah pribadi sekarang. Klekkk... "Masuk!" James mengangguk, mengikuti langkah pria itu, tampilannya tetap rapi seperti sedia kala. membuat James mengeryitkan keningnya bingung. '
Allen melepaskan pelukannya pada Sofia, pria itu menggulingkan tubuhnya hingga jatuh terlentang. Ditatapnya langit-langit kamar, seolah dia sedang merangkai kalimat diatas sana. Hening, tak ada satupun yang bersuara. Hanya helaian nafas keduanya yang bersahut-sahutan berat. Sofia memilih tidak peduli, wanita itu berusaha memejamkan matanya. Hingga dengkuran halus khas wanita hamil mulai terdengar dari bibirnya. Allen menoleh, menatap intens punggung sang istri. Punggung yang begitu dia sukai untuk bersandar dan memeluk Sofia dari belakang. Mendengar sang istri telah jatuh tertidur, pria itu kembali keluar dari kamar. Melangkah turun kelantai bawah dan berjalan ke arah taman belakang. Taman yang sama dimana dia mengacaukan ciuman pertama James dan lucy malam itu. Allen duduk dibangku taman, pria itu menghisap dalam cerutunya. Menguarkan asapnya bersama dengan kegelisahan yang ditanggungnya. Anda
Kediaman tuan Darren ~~~ Nyonya Rara memijat kepalanya yang terasa seperti ingin pecah, berita pernikahan Sofia membuat keluarga itu pusing tujuh keliling. Tuan Darren tak menyangka bahwa tuan Allen Anthonio pada akhirnya akan menikahi Sofia, keponakan perempuannya yang selama ini dia siksa. Ada rasa takut dan was-was yang kini menyelimuti hati pria tua serakah itu. Bagaimana tidak, dia menyerahkan surat-surat berharga kepemilikan properti miliknya pada Allen Anthonio. Dia fikir saat itu pria itu akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi nyonya. Dia telah menawarkan Alea pada Allen Anthonio, dan sepertinya saat itu pria itu setuju-setuju saja. Lima tahun berlalu tanpa pernah pihak Allen Anthonio menemuinya. Dia fikir dia telah lolos begitu saja. Namun pernikahan Sofia dan Allen Anthonio sepertinya akan menjadi awal kehancuran mereka. "Daddy, bagaimana ini
"pasti sekarang James sedang melakukan malam pertama dengan Lucy." Gumam Allen menerawang. Pria itu duduk menyandar disamping Sofia. "Kenapa memikirkan rumah tangga orang lain?" Jawab Sofia kesal. "Tidak apa-apa, hanya iri saja. Sayang, kapan kita bisa melakukannya?" Rengek Allen seperti anak kecil. "Dokter bilang belum bisa kan?" "Iya," wajah pria itu tertekuk kesal, sudah beberapa malam dia menahan diri tidak menyentuh Sofia. Rasanya kepalanya sudah sangat sakit sekarang. "Besok kita kerumah sakit untuk periksa yah sayang." Ujar Sofia tenang. "Periksa? Wahhh itu ide yang sangat bagus. Aku tak sabar ingin melihat wajah anakku" jawab Allen begitu semangat. "Mana bisa? Belum kelihatan." Sergah Sofia makin kesal. Allen menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa sedih sekaligus menyesal. Lihatlah karena dirinya melewatkan momen ketika El masih didalam k
Lucy dan James akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri. Pria kaku itu tak menyangka, bahwa dia akhirnya menikah dengan wanita yang dinantinya selama lima tahun. Setelah pesta pernikahan, Lucy dan James kembali ke hotel yang telah dipersiapkan untuk menginap. Hotel yang sama yang dipilih Allen dan Sofia setelah mereka menikah. Keduanya tampak begitu canggung, belum pernah berinteraksi sedekat ini selain malam dimana Pria itu mencuri ciuman pertama Lucy ditaman. "Emhh-- James, bisa tolong bantu menarik resleting gaunku?" Lucy bertanya ragu-ragu. "Iya, berbalik biar aku membukanya." Pria itu berjalan kearah sang istri, berdiri dibelakangnya. James menarik resleting gaun pengantin Lucy, tangan pria itu bergetar. Tubuhnya terasa begitu panas dingin menatap punggung mulus istri yang baru saja di nikahinya. Tak jauh berb
"iya Smith, aku sedang hamil." Jawab. Sofia lirih. Wanita itu tersenyum sendu menatap Smith. Pria baik yang Sofia anggap malaikat. Sofia bukan tak tahu tentang perasaan pria itu meski kata-kata cinta tak pernah terucap dari bibirnya. Hanya saja, sejak awal Sofia memang sudah memberi jarak. Padahal, Sofia tanpa Smith tidak akan menjadi seperti sekarang. Allen memperhatikan raut kecewa pria yang duduk dihadapannya. Entah mengapa ada rasa iba yang menyusup kedalam hati pria itu. Namun dengan cepat pria itu menepisnya. Baginya siapapun yang ingin memiliki wanitanya adalah lawan yang berani mati. Lama, Smith maupun Sofia dan Allen terdiam. Hanya celoteh El yang sesekali terdengar. Ketiganya larut dalam fikiran masing-masing.
Selesai makan, Allen dan Sofia duduk di ruang keluarga. Wanita itu dilarang kemanapun oleh Allen, membuat Sofia semakin menahan kekesalannya pada sang suami. Allen terus saja ingin menempel pada Sofia, begitu pun dengan El. Sayangnya Sofia sangat tak suka dekat-dekat dengan Allen. Wanita itu akan langsung mual dan kesal saat Allen duduk disampingnya. Mau tak mau pria itu duduk dengan jarak dua kursi dari sang istri. "Nona--" Lucy berdiri dihadapan Sofia, membuat wanita itu mendongak. "Lucy--, ada apa? Ayo duduk!" "Tidak perlu nona." Ujar Lucy segan. Sofia mengulurkan tangannya, menarik Lucy duduk disampingnya. "Ada apa?" "Ak--aku ingin mengatakan sesuatu," "Sesuatu apa?" Tanya Sofia penasaran.