Allen menyibukkan diri dengan memeriksa laporan tentang perusahaan Royal Europa Company yang telah diambil alihnya dari tangan sang kakek Alfonso Anthonio, sambil sesekali melirik jam pada dinding. Allen harap malam segera merayap turun. Pria itu tampak sangat sibuk, memelotototi berkas-berkas dihadapannya. Dia masih dilanda kebingungan kiranya siapa yang akan dimintanya mengelola perusahaan itu sementara waktu, sampai dia bisa menyelesaikan semua urusannya dikota Verona dan pindah ke Milan. Allen masih memiliki misi balas dendam, pada seseorang yang telah membunuh kedua orang tuanya. Ingin mengutus James, namun sampai detik ini pria itu masih sangat membutuhkan james untuk mendampinginya mengatur jalannya bisnis Allen. Pria itu mengimpor baja mentah untuk digunakan membuat modifikasi mobil mewah anti peluru yang dijual secara ilegal dan tersembunyi untuk konglomerat tanpa harus menunggu waktu yang lama dan persyaratan yang sulit. Berbeda saat membeli secara legal, para konglom
Allen dan Sofia melangkah turun dari mobil sport mewah milik Allen, wanita itu berjalan perlahan berusaha mengingat-ingat letak makam orang tuanya. Sudah cukup lama Sofia tak datang kemari, pekerjaannya yang sibuk membuatnya tak punya banyak waktu luang. Sofia akhirnya menemukan sepasang makam, diatasnya tertera nama Gussel Fernando dan Anna Stevy Laura. Sofia berjongkok disamping makam itu diikuti oleh Allen. "Ini makam orang tuamu?" Tanya Allen penasaran. Sofia menganggukkan kepalanya. "Tunggu, nama ayahmu Gussel?" Tanya Allen kembali. Sekali lagi Sofia menganggukkan kepalanya. 'Gussel? Namanya seperti tak asing. Tapi dimana aku pernah mendengarnya yah?' Tanya Allen dalam hati. Allen termangu, berusaha mengingat tentang nama Gussel, namun ingatannya seolah tak dapat bekerja. Sofia menaburkan bunga-bunga aneka warna yang mereka beli ditoko bunga tak jauh dari makam. Netra coklatnya berkaca-kaca, membuat dada Allen serasa diremas sebuah tangan tak kasat mata. 'k
"Dari mana saja baru pulang?" Suara marah menggema diseluruh sudut ruang tamu rumah keluarga Darren pagi itu. Pasalnya, pria paruh baya itu baru pulang ketika matahari sudah meninggi, tuan Darren menghabiskan waktunya bersama Claudya semalam berbekal uang satu juta dollar. "Ehh-- sayang. Kamu ada disini. Aku fikir kamu masih tidur seperti biasanya." Ujar tuan Darren salah tingkah. "Tidak usah membalikkan pertanyaan. Dari mana kamu semalam tidak pulang?" Tanya nyonya Rara marah. "Jangan marah dulu sayang, semalam aku lembur mengurus toko minuman, aku sedang berusaha memperbaiki kualitasnya dan menemukan resep baru. "Hahh-- tidak perlu berbohong. Kau dari mana? Atau jangan-jangan kau menginap dengan perempuan j*lang dihotel?" Cecar nyonya Rara membabi-buta. "Tidak... Aku tidak seperti itu. Buktinya aku membawa uang untukmu." Panik tuan Darren. "Cihhh, mana buktinya?" Pria paruh baya itu kemudian menarik tas tangan yang selalu dibawanya kemana-mana, mengeluarkan gepokan
"aku dimana?" perlahan mata Sofia mengerjap, pupilnya membesar menatap sekelilingnya. "Nona, anda sudah sadar? Kita sedang di klinik. Tadi anda pingsan, aku dan Galle membawa anda kemari." "Nona, tunggu disini sebentar aku panggilkan dokter. Apakah aku harus menelpon tuan Allen?" Tanya Lucy ragu. "Tidak usah. Dia bilang hari ini sedang sangat sibuk. Aku baik-baik saja, jangan panik begitu." Ujar Sofia menenangkan Lucy. "Baiklah, nona. Saya panggil dokter dulu." Lucy melangkah meninggalkan Sofia, sedangkan Galle yang mengawal mereka izin ke toilet sebentar. Sofia memejamkan matanya mencoba menghilangkan pening dikepalanya. Tadi dia begitu syok hingga jatuh pingsan setelah pria asing itu mencium paksa bibirnya, namun suara wanita yang tak asing menarik paksa kesadarannya. "Wahh, setelah dibuang tuan Allen Anthonio kelihatannya kamu banyak fikiran hingga jatuh sakit yah Sofia?" "Alea? Ka--kamu kenapa bisa ada disini?" Tanya Sofia terkejut, wanita itu langsung membuka matan
Allen memarkirkan mobilnya sembarangan di halaman mansionnya pria itu kemudian melangkah tergesa-gesa memasuki mansion mencari keberadaan Sophia. Allen melangkah memasuki dapur namun tak ditemukannya Sofia di sana. Pria itu kemudian kembali melangkah menaiki lantai dua di mana kamar Sofia berada Krieetttt... Allen mendorong pintu kamar Sofia dengan paksa menimbulkan suara gesekan yang keras membuat Sofia terkejut, pasalnya wanita itu masih saja asyik melamun di tepi ranjang "Allen, Kamu sudah pulang?" tanya Sofia menatap pada pria bermata biru itu. "Iya aku sudah pulang, kenapa kamu terkejut? ujar Allen dingin. "Yah aku cukup terkejut tidak biasanya kamu pulang lebih cepat. Ada apa? apa terjadi sesuatu?" tanya Sofia bingung. "Ya telah terjadi sesuatu yang membuatku amat sangat marah sekarang, hingga rasanya aku ingin mencekik seseorang hingga mati." "Apa maksudmu Allen?" Allen berdecih sinis memandang tajam pada Sofia. "Berhenti memanggil namaku perempuan jalang, pa
Setelah menyelesaikan urusannya dibank. Yang mana, Sofia dengan cerdasnya memindahkan seluruh isi akun bank dari Allen ke rekening pribadi miliknya. Sofia sempat tertegun, mengetahui betapa banyaknya uang yang berikan pria tanpa hati nurani itu padanya. Seratus juta dollar. Rasanya cukup untuk Sofia memulai hidup baru dan bisnis baru. Namun wanita itu tak ingin melakukannya dikota ini. Terlalu menyakitkan terus berada disini. Sofia menarik kopernya, melangkah menaiki lift. Wanita itu ingin bertemu seseorang sebelum meninggalkan tempat ini. Sofia tiba di unit apartemen milik pria bernama Lucky. Yah, lucky Roland pria yang menawan hatinya sejak kecil. Lama Sofia menekan bell dan menanti pintu terbuka hingga akhirnya pria itu muncul dihadapannya. "So--sofia?" "Hay, Lucky. Apa aku mengganggu waktu mu?" Tanya Sofia menatap berbinar sahabat kecilnya itu. Lucky yang hanya mengenakan handuk jadi salah tingkah. Pria itu tak mempersilahkan Sofia masuk. Mereka hanya berdiri dide
"Sial... sial... Sialan kamu Sofia. Dasar jalang murahan. Entah sudah berapa ratus kali Allen meneriakkan sumpah serapahnya pada Sofia. Nyatanya tak mampu mengikis rasa Cinta yang telah dibalut dendam dan kemarahan dalam hati Allen. Pria itu rasanya sedang jatuh kedalam jurang terdalam dan tergelap dalam hidupnya. Wanita yang telah dimintanya untuk tinggal dan menjadi rumah untuk pulang nyatanya mengkhianati. Allen tak lagi bisa berfikir jernih. Rasanya hatinya langsung membeku lebih keras dari sebelumnya. Allen kehilangan kewarasannya, pria itu semakin memandang wanita hina. Kalau orang lain akan introspeksi diri saat pasangannya mendua. Allen berbeda, pria itu semakin gila. Semakin menjadi-jadi. Allen bahkan semakin menghabiskan waktunya diruang tembak, dan latihan. Malamnya pria itu akan berada di klub malam bercumbu dengan para wanita hingga pagi. ~~~~~~~~ "James, Carikan wanita panggilan cantik dan masih perawan untukku!" Perintah pria itu, saat berada diambang bat
Allen melangkah diikuti oleh James masuk kedalam klub malam miliknya. Pria itu memutuskan menemui sang kakek Alfonso. "Tuan yakin akan menemui tuan Alfonso?" Tanya James penasaran. "Yahh, aku akan menemuinya. Bukankah tidak sopan mengabaikan orang tua?" Jawab Allen datar. 'woww dia habis makan apa? Dia bilang tidak sopan mengabaikan orang tua. Selama ini dari mana saja? Baru sadar setelah dikhianati. Mengapa tidak dari dulu saja bertemu dan dikhianati Sofia. Aku tidak harus terus menerus merasa tak enak saat tuan Alfonso ingin menemuinya sebelum ini.' gumam James dalam hati. "James." "Ya tuan?" "Berhenti mengumpat ku dalam hati. Atau aku akan mencabut lidahmu itu." "Hahhh? Anda tahu darimana kalau saya mengumpat anda dalam hati tuan, ehh--- tidak. Maksud saya__" "Sudahlah, raut wajah mu menjelaskan semuanya. Diam dan jangan berisik!" "Maaf tuan." Jawab James menahan senyumnya. Allen merapikan jas nya, diluar terdengar suara ketukan pintu. James dengan cepat melang
"istri anda--" "Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti.
Mario bergegas mengangkat Sofia, mimik wajah pria itu panik tidak terkira. Sedangkan bodyguard bernama Max dengan cepat meringkus Alea yang masih berdiri dengan wajah melongo tak percaya. Tatapan wanita itu membelalak ngeri, melihat darah yang merembes dari sela paha Sofia. Alea sadar bahwa nasibnya kini telah ditentukan oleh Allen Anthonio. Mario berlari diikuti oleh Lucy yang menggendong El. Sedangkan Max kini telah menyeret Alea keluar dari pusat perbelanjaan. Semua orang yang menyaksikan mereka menjadi heboh. Namun tak ada yang menyangka bahwa wanita itu adalah istri pria paling kejam di kota mereka. Mario membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga dia bahkan lupa bahwa ada El dan Lucy bersamanya. Lucy menopang kepala sang nona dan El disisi lainnya. "Lucy-- ini sakit sekali." Rintih Sofia lemah. Wajah wanita itu pucat pasi.
James mengetuk pintu ragu-ragu. Tadinya dia ingin menemui Allen lebih awal, namun melihat istri tuannya masuk dan tak kunjung keluar membuat James mengurungkan niatnya. Pria itu hanya bisa terus memantau dari jauh kapan kiranya Sofia keluar. Nyatanya, sejam telah berlalu namun tak ada tanda-tanda wanita itu meninggalkan ruangan suaminya. Sebagai pria yang telah merasakan indahnya pernikahan, tentu saja James mengerti apa yang terjadi didalam sana.James mengetuk pintu ruang kerja Allen. James berdiri didepan pintu, menunggu Allen membuka pintu, biasanya dia akan langsung masuk setelah mengetuk pintu, namun setelah dia melihat istri Tuannya masuk kesana. Itu artinya tempat itu telah menjadi ranah pribadi sekarang. Klekkk... "Masuk!" James mengangguk, mengikuti langkah pria itu, tampilannya tetap rapi seperti sedia kala. membuat James mengeryitkan keningnya bingung. '
Allen melepaskan pelukannya pada Sofia, pria itu menggulingkan tubuhnya hingga jatuh terlentang. Ditatapnya langit-langit kamar, seolah dia sedang merangkai kalimat diatas sana. Hening, tak ada satupun yang bersuara. Hanya helaian nafas keduanya yang bersahut-sahutan berat. Sofia memilih tidak peduli, wanita itu berusaha memejamkan matanya. Hingga dengkuran halus khas wanita hamil mulai terdengar dari bibirnya. Allen menoleh, menatap intens punggung sang istri. Punggung yang begitu dia sukai untuk bersandar dan memeluk Sofia dari belakang. Mendengar sang istri telah jatuh tertidur, pria itu kembali keluar dari kamar. Melangkah turun kelantai bawah dan berjalan ke arah taman belakang. Taman yang sama dimana dia mengacaukan ciuman pertama James dan lucy malam itu. Allen duduk dibangku taman, pria itu menghisap dalam cerutunya. Menguarkan asapnya bersama dengan kegelisahan yang ditanggungnya. Anda
Kediaman tuan Darren ~~~ Nyonya Rara memijat kepalanya yang terasa seperti ingin pecah, berita pernikahan Sofia membuat keluarga itu pusing tujuh keliling. Tuan Darren tak menyangka bahwa tuan Allen Anthonio pada akhirnya akan menikahi Sofia, keponakan perempuannya yang selama ini dia siksa. Ada rasa takut dan was-was yang kini menyelimuti hati pria tua serakah itu. Bagaimana tidak, dia menyerahkan surat-surat berharga kepemilikan properti miliknya pada Allen Anthonio. Dia fikir saat itu pria itu akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi nyonya. Dia telah menawarkan Alea pada Allen Anthonio, dan sepertinya saat itu pria itu setuju-setuju saja. Lima tahun berlalu tanpa pernah pihak Allen Anthonio menemuinya. Dia fikir dia telah lolos begitu saja. Namun pernikahan Sofia dan Allen Anthonio sepertinya akan menjadi awal kehancuran mereka. "Daddy, bagaimana ini
"pasti sekarang James sedang melakukan malam pertama dengan Lucy." Gumam Allen menerawang. Pria itu duduk menyandar disamping Sofia. "Kenapa memikirkan rumah tangga orang lain?" Jawab Sofia kesal. "Tidak apa-apa, hanya iri saja. Sayang, kapan kita bisa melakukannya?" Rengek Allen seperti anak kecil. "Dokter bilang belum bisa kan?" "Iya," wajah pria itu tertekuk kesal, sudah beberapa malam dia menahan diri tidak menyentuh Sofia. Rasanya kepalanya sudah sangat sakit sekarang. "Besok kita kerumah sakit untuk periksa yah sayang." Ujar Sofia tenang. "Periksa? Wahhh itu ide yang sangat bagus. Aku tak sabar ingin melihat wajah anakku" jawab Allen begitu semangat. "Mana bisa? Belum kelihatan." Sergah Sofia makin kesal. Allen menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa sedih sekaligus menyesal. Lihatlah karena dirinya melewatkan momen ketika El masih didalam k
Lucy dan James akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri. Pria kaku itu tak menyangka, bahwa dia akhirnya menikah dengan wanita yang dinantinya selama lima tahun. Setelah pesta pernikahan, Lucy dan James kembali ke hotel yang telah dipersiapkan untuk menginap. Hotel yang sama yang dipilih Allen dan Sofia setelah mereka menikah. Keduanya tampak begitu canggung, belum pernah berinteraksi sedekat ini selain malam dimana Pria itu mencuri ciuman pertama Lucy ditaman. "Emhh-- James, bisa tolong bantu menarik resleting gaunku?" Lucy bertanya ragu-ragu. "Iya, berbalik biar aku membukanya." Pria itu berjalan kearah sang istri, berdiri dibelakangnya. James menarik resleting gaun pengantin Lucy, tangan pria itu bergetar. Tubuhnya terasa begitu panas dingin menatap punggung mulus istri yang baru saja di nikahinya. Tak jauh berb
"iya Smith, aku sedang hamil." Jawab. Sofia lirih. Wanita itu tersenyum sendu menatap Smith. Pria baik yang Sofia anggap malaikat. Sofia bukan tak tahu tentang perasaan pria itu meski kata-kata cinta tak pernah terucap dari bibirnya. Hanya saja, sejak awal Sofia memang sudah memberi jarak. Padahal, Sofia tanpa Smith tidak akan menjadi seperti sekarang. Allen memperhatikan raut kecewa pria yang duduk dihadapannya. Entah mengapa ada rasa iba yang menyusup kedalam hati pria itu. Namun dengan cepat pria itu menepisnya. Baginya siapapun yang ingin memiliki wanitanya adalah lawan yang berani mati. Lama, Smith maupun Sofia dan Allen terdiam. Hanya celoteh El yang sesekali terdengar. Ketiganya larut dalam fikiran masing-masing.
Selesai makan, Allen dan Sofia duduk di ruang keluarga. Wanita itu dilarang kemanapun oleh Allen, membuat Sofia semakin menahan kekesalannya pada sang suami. Allen terus saja ingin menempel pada Sofia, begitu pun dengan El. Sayangnya Sofia sangat tak suka dekat-dekat dengan Allen. Wanita itu akan langsung mual dan kesal saat Allen duduk disampingnya. Mau tak mau pria itu duduk dengan jarak dua kursi dari sang istri. "Nona--" Lucy berdiri dihadapan Sofia, membuat wanita itu mendongak. "Lucy--, ada apa? Ayo duduk!" "Tidak perlu nona." Ujar Lucy segan. Sofia mengulurkan tangannya, menarik Lucy duduk disampingnya. "Ada apa?" "Ak--aku ingin mengatakan sesuatu," "Sesuatu apa?" Tanya Sofia penasaran.