Yue Hòu Jūn melangkah mendekati sosok berjubah putih yang berdiri tegak di teras penginapan. Sosok itu tengah menatap bulan purnama yang memancarkan sinar lembut. Membentuk bayangan yang menari-nari di sekitar mereka, seolah menunggu momen tertentu untuk menyapa.
“Dàoyì Zhenjun,” panggil Hòu Jūn dengan suara lembut, penuh rasa hormat yang mendalam. Seolah-olah setiap kata keluar dari hatinya yang terdalam.Pria berjubah putih itu menoleh perlahan. Mata birunya yang tenang bak permukaan samudera yang membeku, menatapnya. Yue Tiānyin, yang dikenal sebagai Dàoyì Zhenjun, selalu tampak seperti sosok yang tidak pernah dipengaruhi oleh dunia sekitar. Dalam setiap situasi, ketenangannya adalah pelindung yang tak dapat ditembus oleh apapun.“Ini tentang roh itu,” ujar Hòu Jūn dengan hati-hati. Suaranya seakan terhambat oleh pikirannya sendiri. Ia menata setiap kata dengan seksama, berusaha mengungkapkan apa yang telah mereka alami sejak tiba di Kota Shanyue.<Orang-orang itu berhasil menerobos masuk ke halaman utama yang dikelilingi oleh pohon plum tua. Pemilik penginapan, yang sejak tadi berdiri cemas di sudut, kini tak dapat lagi menyembunyikan keterkejutannya. Wajahnya pucat pasi, matanya berkeliling gelisah seolah mencari jalan keluar."Paman, apa yang terjadi di sini?" Yue Hòu Jūn cepat-cepat mendekati pemilik penginapan yang tampak cemas."Yue Gōngzǐ... mereka ini keluarga Selir Ying. Mereka sedang mencari Murong Yi Gōngzǐ," sahut pemilik penginapan itu dengan suara gemetar. Berusaha menjaga ketenangannya meski ketakutan tampak jelas di matanya.Sebagai pemilik penginapan, tentu dia sudah mendengar tentang kericuhan yang terjadi di Festival Cahaya Roh kemarin malam. Namun, tak pernah disangkanya bahwa kerusuhan itu akan berimbas langsung padanya."Tuan-tuan, ada apa dengan Murong Yi Gōngzǐ?" Hòu Jūn akhirnya memutuskan untuk mendekati dan menghadapi kelompok orang yang tampaknya sudah kehilangan
"Dàoyì Zhenjun, maafkan kami jika telah mengganggu istirahat kalian!" Suara lembut tetapi tegas itu datang dari Ling Qingyu, yang tiba-tiba muncul di tengah rombongan yang baru saja datang. Ketua Sekte Roh Aliran Suci itu membungkukkan tubuh dengan hormat pada Yue Tiānyin, yang dibalas dengan sikap yang sama. "Kalian, segera tinggalkan tempat ini!" Ling Qingyu berkata tegas. Melirik sekilas kepada kerumunan yang masih berkumpul di halaman itu. "Biarkan aku yang menyelesaikan masalah ini dengan Dàoyì Zhenjun," lanjutnya, suaranya penuh kewibawaan. Mereka yang mendengarnya hanya bisa mengangguk, meskipun terdengar gumaman samar-samar. Tentunya, setelah Yue Tiānyin melepaskan mantra bisu begitu melihat kedatangan Ling Qingyu. Mereka tidak berani membantah. "Baik, Jìng Hún Shī!" Mereka menjawab patuh, tidak bisa berbuat lain. Tidak ada yang berani bersikap konyol dengan membantah ucapan Pemimpin Sekte Aliran Roh Suci yang juga merupakan penguasa dan pelindung Kota Linghun. Yue Tiān
Ling Qingyu menghela napas panjang, seolah menanggung beban yang tak terlihat. Matanya menatap tajam ke arah Yao Ming, sejenak memancarkan keraguan yang segera terkubur dalam tatapan tegas.Sebuah mantra mengalir dari bibirnya. Dengan gerakan halus, tetapi penuh kekuatan, dia melemparkan gelang manik-manik di lengannya ke arah Jian Huànyǐng. Pemuda itu, meski cekatan, tak sempat menghindar. Dalam sekejap tubuhnya terjerat oleh tali yang berkilau, memancarkan energi spiritual yang kokoh."Ling Qingyu!" tegur Yue Tiānyin, suaranya terdengar lebih dingin.Namun, tak ada langkah agresif darinya. Dia tetap diam, hanya memerhatikan Jian Huànyǐng yang bergulat dengan tali yang membelit tubuhnya. Usaha pemuda bertopeng jelek itu sia-sia. Gerakannya yang kikuk justru membuatnya terjatuh dengan keras. Saat tubuhnya menyentuh tanah, sebuah rantai putih melesat ke arahnya. Tanpa ampun, rantai itu menghantam punggung Jian Huànyǐng, membuatnya tersungkur berdebam ke tan
Arc 2. PUSARAN KENANGANTahun ke-8 Jing, Kekaisaran Bìxiāo, Dermaga Kota LanyinSerombongan anak muda berusia antara lima belas hingga delapan belas tahun melompat kegirangan dari perahu yang baru saja merapat ke dermaga. Tawa riang dan sorak gembira mengiringi langkah mereka, sementara beberapa di antaranya terhuyung, tampak mabuk akibat perjalanan panjang melintasi air yang bergelombang.Di antara hiruk-pikuk itu, suara riang Jian Huànyǐng terdengar paling lantang. Bahkan sebelum kakinya menjejak daratan. Dia melompat turun dari perahu dengan lincah, tanpa peduli tatapan heran dari beberapa orang yang terganggu oleh tingkahnya."Huànyǐng, ingat! Kau harus selalu menjaga sikap selama di sini!" Seorang gadis yang juga baru turun dari perahu, memperingatkan pemuda itu.Dia adalah Jian Xia, Nona Muda Pertama Jian dari Klan Jian Sekte Pemecah Langit. Dengan hanfu ungu muda yang melayang lembut di udara dan ikat pinggang ungu tua yang menjunt
Restoran Baili berdiri megah di tepi Sungai Ungu Gelap, sungai yang membelah Kota Lanyin sebelum berakhir di Danau Hitam. Airnya memantulkan warna ungu lembut, berasal dari kelopak-kelopak bunga wisteria yang terbawa arus dari Lembah Wisteria. Tempat ini terkenal tidak hanya karena keindahan pemandangannya, tetapi juga masakan yang lezat, menjadikannya tujuan utama para pelancong dan penduduk kota."Dà Jiě ke sini!" Jian Huànyǐng melambaikan tangan. Suaranya riang menembus hiruk-pikuk pengunjung. Ia telah duduk di meja dekat jendela besar yang terbuka, memperlihatkan pemandangan sungai yang mengalir tenang di bawah cahaya senja.Jian Xia tersenyum kecil, langkahnya ringan saat mendekati meja bersama Jian Lei dan rombongan. Aroma khas sungai bercampur wangi masakan yang menggoda mengisi udara, menciptakan suasana nyaman di dalam restoran.Seorang pelayan tua segera menyambut mereka dengan senyuman sopan. "Selamat datang, G
Jian Huànyǐng berdiri di atas atap. Matanya menyapu pemandangan luas Kota Lanyin yang tenggelam dalam keheningan malam. Udara dingin menyusup hingga ke tulang, membawa aroma samar bunga wisteria yang bermekaran di kejauhan. Namun, pikirannya tidak terfokus pada itu, melainkan pada suara seruling merdu yang terus mengalun. Memecah kesunyian malam seperti bisikan halus yang membawa kerinduan tak berwujud.Di bawah, kota yang biasanya riuh tampak seperti dunia yang berhenti bergerak. Lampu-lampu redup bersinar di antara jendela-jendela rumah, sedangkan jalanan tampak kosong, nyaris seperti lukisan yang terperangkap dalam waktu. Tapi di ujung pandangannya, di antara lembah yang diselimuti pepohonan wisteria berbunga lebat, terlihat air terjun yang memantulkan sinar rembulan. Kelap-kelip kunang-kunang menari di antara kelopak ungu, menambah keindahan yang hampir terasa magis.“Dari arah sana…” gumamnya perlahan. Suara seruling itu berasal dari dekat sungai yang mengalir
Cukup lama Jian Huànyǐng terpesona oleh alunan guqin yang merdu itu. Suaranya mengalir lembut, bagaikan sungai yang mengalun tenang di malam yang sunyi, diterangi oleh sinar bulan purnama yang memantulkan cahaya keperakan di permukaan air. Pemuda yang memetik senar guqin itu seperti seorang dewa musik, memainkan melodi surgawi yang seolah datang dari alam lain, mengisi ruang dengan keindahan yang tak terlukiskan."Dia Yue Èr Gōngzǐ, Yue Tianyin Gōngzǐ." Suara lembut Baili Yunhua terdengar hampir seperti bisikan angin. Lirih, hampir tak terdengar, tetapi cukup jelas bagi Jian Huànyǐng."Ah, jadi dia salah satu dari Dewa Musik Lanyin," gumam Jian Huànyǐng, paham akan siapa yang dimaksud. Pandangannya kembali tertuju pada sosok yang duduk di bebatuan di tengah sungai berwarna keunguan itu. Namun, kini dia melihat pemuda itu berhenti memetik guqinnya, seolah menyadari bahwa keheningan malam sudah cukup untuk menenangkan jiwa.
Sebuah gerbang sederhana berdiri anggun di bawah sinar mentari pagi. Terdiri dari dua pilar batu putih dengan ukiran wisteria ungu yang tampak hidup. Aroma manis bunga-bunga wisteria yang bergelayut di pohon-pohon tua memenuhi udara, menyambut para tamu yang baru tiba di kaki Lembah Wisteria. Di balik gerbang, anak tangga batu yang berliku naik perlahan dengan dipagari pohon-pohon wisteria. Bak sebuah lorong ungu yang indah menuju sebuah surga tersembunyi di lembah yang berada di ketinggian Kota Lanyin.Jian Xia memandang gerbang itu dengan takjub sebelum menoleh pada kakak tertuanya. “Dà Gē, kenapa kita harus singgah di Kediaman Aroma Wisteria?” tanyanya. Suaranya sedikit gemetar, kagum sekaligus penasaran pada pemandangan di sekitarnya.Jian Wei, kakak pertama mereka, tersenyum tipis. Matanya memandang barisan wisteria dengan tenang. “Selain karena jadwal kalian masuk ke Akademi Bìxiāo masih dua bulan lagi, ini kesempatan baik untuk mengh
"Chén Gēge! Apa kita hanya menunggu salah satu di antara mereka kalah?" tanya Lei, suaranya hampir tenggelam dalam deru angin dingin yang memeluk medan pertempuran.Di hadapan mereka, pertarungan antara Wù Yǒng Lóng, si naga kabut abadi, dan Hán Shuāng Jù Rén, Titan Es kolosal, berlangsung sengit. Setiap gerakan keduanya meninggalkan jejak kehancuran—kabut beracun yang menciptakan ilusi berbahaya, serta gelombang es yang seakan membekukan waktu. Beberapa kali mereka harus berpindah tempat, menghindari ancaman yang begitu dekat."Kau mau menunggu?" Mo Chén berbalik bertanya, dengan senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Tatapan jenakanya meluncur ke arah Lei, penuh keingintahuan."Tunggu saja sampai besok pagi!" jawab Jian Wei sambil memukul kepala Lei dengan gemas.Jian Xia tertawa melihat kejenakaan kakak dan adiknya. "Bisa-bisanya kalian bercanda di situasi seperti ini?" keluhnya. Namun, sorot matanya tetap hangat, penuh kasih sayang kepada ked
Angin dingin menderu lewat celah-celah tebing, membawa serta butiran salju yang berputar liar seperti pasir perak di tengah badai. Medan Perburuan Roh kembali diselimuti ketegangan. Mo Chén berdiri tegak di atas batu tinggi, jubah hitamnya berkibar tertiup angin tajam, sementara matanya yang tajam mengawasi perubahan cuaca yang tak lazim.Apa yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Suara pekikan yang memekakkan telinga terdengar dari kejauhan—sebuah raungan yang membelah langit kelabu."Aiyo! Wù Yǒng Lóng!" teriak para kultivator yang masih terjebak di jalur utama medan berburu. Kabut putih pekat mulai menyelimuti tanah, menyusup ke setiap celah batu dan ranting yang tertutup es.Tanpa menunda waktu, Mo Chén mengangkat tangannya dan melepaskan sinyal cahaya ke langit. Asap keperakan membentuk pusaran kecil sebelum pecah menjadi semburat cahaya yang terlihat dari segala penjuru. Itu adalah isyarat—bukan hanya kepada para pemimpin sekte dan klan untuk mulai men
Kabut turun begitu tebal hingga nyaris menutupi seluruh lembah Shén Wu Gu. Awan kelabu menggantung berat di langit, dan udara mendadak terasa jauh lebih dingin. Hembusan angin membawa aroma tajam tanah basah bercampur dengan hawa es yang menggigit tulang."Apa ini?" Jìng Zhenjun Wángyé bergumam pelan, suaranya nyaris terseret oleh desir angin. Ia memandang sekeliling dengan dahi berkerut, matanya menyapu pemandangan yang tertelan kabut.Di sisi lain, Mo Chén, Jian Wei, dan Líng Zhì berdiri kaku, memandangi kabut pekat yang kini mulai menipis, perlahan mengurai seperti tirai sutra yang ditarik angin. Udara berubah drastis—lebih dingin dari biasanya."Salju?" Líng Zhì menatap ke langit yang mulai dihiasi bintik-bintik putih. Butiran salju turun perlahan, mendarat di bahu dan rambutnya, seolah waktu sendiri melambat menyambut datangnya sesuatu."Sialan!" Jian Wei mengumpat, mendadak waspada. Ia langsung me
Roh-roh yang berada dalam zona penahanan kini benar-benar terperangkap. Mereka menggeliat gelisah, terbungkus pusaran energi yang membatasi gerak. Suasana mulai terkendali, meski udara masih berat oleh sisa kekacauan yang sebelumnya meledak liar. Suhu di sekitar merosot drastis, membuat napas para kultivator tampak seperti uap tipis di udara yang mengkristal."Biarkan klan dan sekte kecil menangani roh-roh itu," kata Líng Zhì dengan tenang, suaranya nyaris tenggelam dalam desir angin bersalju.Ia berdiri di sisi tebing es bersama Jian Wei dan Mo Chén, menatap ke bawah tanpa ekspresi. Kabut tebal yang menyelimuti lembah seakan menjadi tirai pembatas antara mereka dan dunia yang sedang berkecamuk.Mereka bertiga tampak seperti bayangan di atas sana—menyaksikan kekacauan yang baru saja reda, namun tak terlibat langsung. Sikap mereka tenang, bahkan nyaris santai. Sebuah pengingat bahwa bagi mereka, ini bukan soal menang atau kalah, tapi kes
Para penjaga Perburuan Roh yang berasal dari Klan Wu datang bersama para kultivator dari Klan Jìng dan Sekte Gerbang Sembilan Kuali."Bagaimana situasinya?" tanya pemimpin penjaga Perburuan Roh pada Jian Wei dan yang lainnya."Seperti yang kau lihat. Kacau!" sahut Jian Wei seraya menunjuk ke bawah dengan dagunya. Di bawah mereka, para kultivator dari berbagai sekte dan klan berusaha menangkap roh-roh yang terpanggil oleh teknik Wàn Líng Zhèn Míng."Tiānyù Jiànzhàn, apakah ada sesuatu yang bisa kita lakukan?" Kini Jìng Zhenjun Wángyé yang bertanya. Ia datang bersama Qing Yǔjiā dan Qing Héng Zhì. Wajahnya terlihat serius dan penuh tanda tanya.Jian Wei tidak segera menjawab pertanyaan itu. Ia justru menoleh menatap Mo Chén, yang berdiri sedikit lebih jauh. Pria berjubah hitam itu tampaknya tidak terlalu terpengaruh dengan situasi yang sedang berlangsung. Mo Chén masih tampak santai, meskipun keadaan sudah sangat genting. Dengan senyum leba
Di tengah kekacauan yang mengguncang Perburuan Roh, Jian Wei, Mo Chén, Héxié Zhìzūn, dan Ling Zhì berkumpul dalam keheningan yang tegang, merencanakan langkah selanjutnya. Angin kencang menyapu kabut tebal di Shen Wu Gu. Namun, tidak mengurangi hiruk-pikuk yang terjadi di medan tersebut. Suara gemerisik roh-roh yang mulai menguasai medan itu memecah kesunyian, menggema di setiap sudut.“Kita harus menghentikan kekacauan ini tanpa mengacaukan medan dan peraturan Perburuan Roh,” ucap Líng Zhì dengan nada serius. Wajahnya yang tenang tidak menggambarkan betapa dalamnya situasi yang tengah mereka hadapi.“Líng Ménzhǔ, ini cukup sulit,” sahut salah seorang dari klan kecil yang turut bersama mereka. Suaranya terdengar ragu, hampir seperti seorang anak yang berusaha memecahkan teka-teki rumit.“Memang benar, ini sulit!” sahut Mo Chén. Suara baritonnya yang dalam seolah berusaha memberi penekanan pada kata-katanya. Pria tampan berjubah hitam dan berambut putih itu
"Yuè Èr Gōngzǐ," bisik Jian Wei, suaranya tenggelam dalam gemuruh angin lembah, saat denting guqin yang melengking jernih semakin memenuhi pendengaran.Di tengah kabut, seorang pemuda berjubah putih, Yuè Tiānyin, melayang anggun di udara. Sinar matahari yang terang memantul pada guqin-nya, membuatnya berkilauan indah. Dengan gerakan halus, jemari Tiānyin menari di atas senar guqin, mengendalikan alunan melodi yang memancar dari alat musik itu. Setiap denting senar memancarkan aura magis, seakan mantra yang menyegel roh-roh liar yang mengamuk tak terkendali. "Chénxī!" seru Huànyǐng, matanya yang ungu berbinar-binar penuh kekaguman. "Lihatlah, Huànyǐng Xiōng! Yuè Èr Gōngzǐ memang tampan dan berbakat! Tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya!"Líng Qingyu, yang entah sejak kapan telah berada di sisi Huànyǐng, mengangguk setuju dengan tatapan kagum yang tak disembunyikan. Mereka berdua terpaku menatap Tiānyin yang dengan khidmat memainkan guqin-nya. Seme
Dentingan lonceng menggema samar di telinga Jian Wei. Suara itu bergema di antara riuh rendah pekikan panik, gemuruh langkah kaki, dan desir angin yang membawa hawa asing. Ia menajamkan pendengarannya, memastikan sumber suara tersebut. "Da Gē! Lihat itu!" Tiba-tiba Jian Xuě berseru, mengalihkan perhatiannya. Jian Wei sontak mengangkat kepala. Langit yang tadinya terbuka kini dipenuhi pusaran energi berbentuk lingkaran. Partikel bercahaya keperakan berputar di udara, memancarkan kilauan ganjil. "Sial!" Jian Wei menggeram, kedua tangannya mengepal erat. Matanya berkilat, menatap adik-adiknya dan anggota sekte lainnya. "A Xuě, lindungi Huànyǐng! Jangan biarkan dia terpengaruh oleh roh-roh di sekitarnya!" "Baik, Da Gē!" Jian Xuě tak ragu sedikit pun. Ia segera berdiri di depan Huànyǐng dengan Xuě terhunus, siap menghadapi apa pun yang datang. "Lei, siapkan Líng Qì Wǎng! Jian Xia, terus pantau situa
"Target utama kita adalah roh yang sudah kita kunci tadi. Setelah itu kita bisa berburu roh lain di zona yang sudah terbuka," jelas Jian Wei sembari melompat ke depan gua yang tersembunyi di celah tebing es yang menjulang tinggi. Sinar matahari siang memantul di permukaan es, menciptakan kilauan tajam seperti pecahan kaca."A Xue, ayo kita gunakan Xiáng Líng Zhèn untuk menangkap Xuě Láng Wang!" serunya pada Jian Xuě."Baik, Da Gē!" Jian Xuě menyusul, melompat ringan ke depan gua."Gunakan energi es, kau bisa menggabungkannya dengan energi es milik Huànyǐng," saran Jian Wei.Jian Xuě mengangguk mantap, lalu mulai menggambar pola formasi lingkaran dengan elemen energi es di udara. Garis-garis bersinar biru keperakan muncul di udara, membentuk corak rumit yang berpendar lembut. Begitu formasi selesai, ia menyegelnya dan mengarahkannya ke dalam gua. Dari dalam terdengar geraman marah, berat dan bergema, mengguncang lapisan es di sekitar mereka.