Kediaman Aroma Wisteria, seperti pagi-pagi sebelumnya, diselimuti keheningan yang nyaris mistis. Cahaya lembut matahari menerobos melalui celah-celah dedaunan wisteria, menciptakan bayangan abstrak di atas jalan setapak batu. Semua murid bergerak tanpa suara, seperti kabut yang melayang. Langkah-langkah mereka terukur, sopan santun mereka terjaga, menciptakan suasana yang hampir menyerupai harmoni.
Hanya sebuah rutinitas membosankan yang terbungkus dalam keheningan. Setidaknya, itu yang dirasakan oleh Jian Huànyǐng. Setelah rutinitas yang hampir sama setiap pagi, di mana Jian Lei dan Jian Xia berusaha membangunkannya tepat jam lima pagi, hanya untuk menemukan adiknya masih tenggelam dalam tidur yang dalam. Bukan hanya gagal terbangun tepat waktu, tetapi Jian Huànyǐng bahkan berhasil membuat mereka semua hampir terlambat mengikuti acara pertama di Aula Harmoni."Huànyǐng! Kalau kau tidak bisa bangun pagi, lebih baik kau tidak tidur sama sekali selama tinggal di siniPintu aula tiba-tiba terbuka. Seorang murid sekte Musik Abadi berusaha mencegah beberapa orang yang mencoba menerobos masuk. Para murid terbelalak menatap ke arah orang-orang yang mengganggu suasana kelas yang tenang.Hanfu putih dan jubah biru langit cerah dengan bordiran benang emas bermotif naga membuat semua murid menahan napas. Naga emas adalah lambang dari Klan Jing, yang merupakan klan penguasa Kekaisaran Bìxiāo. Kehadiran mereka di Aula Harmoni sekte Musik Abadi jelas bukan kunjungan biasa, mengingat mereka tidak pernah menghadiri festival dari klan berlambang kupu-kupu biru itu selama beberapa dekade."Sungguh suatu kehormatan Anda berkenan mengunjungi Kediaman Aroma Wisteria, Pangeran Jing Jūnlán!" Sebuah suara lembut nan merdu menyejukkan hati menenangkan suasana aula yang terganggu oleh kedatangan para tamu tak diundang itu.Jing Jūnlán, pemimpin rombongan Klan Jing, menoleh ke arah sumber suara. Para murid di aula pun ikut memalingkan pandanga
Mo Chen menggerakkan tangannya perlahan, setiap gerakan seakan mengalir penuh perhitungan. Tatapannya semakin tajam dan dingin, seiring dengan perubahan yang terlihat jelas di bola matanya. Pendar keemasan muncul, perlahan memancar dari mata hitam pekat yang sebelumnya seperti kolam giok yang sunyi.Setelah beberapa saat yang tegang, dia menjentikkan jarinya dengan sangat pelan. Seketika, jeritan ketakutan menggema di seluruh aula, menembus ketenangan yang sempat tercipta. Para prajurit kekaisaran Bìxiāo, murid-murid Sekte Pemecah Langit dan lainnya yang memegang pedang, segera melemparkan senjata mereka yang seketika berubah menjadi ular yang menjalar liar.Bahkan Jian Lei, yang biasanya pemberani, melemparkan pedangnya. Satu-satunya yang tetap tenang adalah Jian Huànyǐng, yang memegang pedangnya dengan penuh keyakinan, karena pedangnya tak terpengaruh ilusi yang diciptakan oleh Mo Chen."Cukup!" Hé Yùn Dàshī berseru dengan suara tegas. Suasana yang semul
Suasana di Kediaman Aroma Wisteria selalu sejuk meskipun di siang yang terik. Angin lembut berhembus membawa aroma bunga wisteria yang memenuhi udara, menambah ketenangan yang terasa seperti pelukan alam. Jian Huànyǐng dan kedua kakaknya duduk bersantai di salah satu sudut taman yang rindang setelah pelajaran mereka selesai. Di sekitar mereka, dedaunan hijau yang mengalir indah, sementara bunga-bunga wisteria yang menggantung di atas menggambarkan keselarasan yang sempurna.Tiba-tiba, sebuah suara memecah keheningan, memanggil nama kakak-beradik itu. "Jian Si Gōngzǐ! Jian Wu Gōngzǐ!" Seru seorang pemuda yang berlari sambil melambaikan tangan, mendekati mereka dengan langkah cepat.Pemuda tampan dengan senyum ceria menghiasi wajahnya, mengenakan hanfu putih yang terbuat dari kain lembut dengan pola yin-yang transparan, mencerminkan kemewahan yang tak terbantahkan. Keanggunan pakaiannya menandakan bahwa dia berasal dari klan yang cukup terpandang dan kaya raya.
Yue Tiānyin menatap keceriaan Jian Huànyǐng dari kejauhan. Tawa renyah pemuda itu terdengar bak lonceng takdir yang terikat di pinggangnya. Merdu dan menggoda. Membuatnya sejenak terbuai dalam lamunan."Tiānyin, kau ingin bergabung bersama mereka?" Suara yang sangat dikenalnya itu membuyarkan kesunyian, memaksanya mengalihkan perhatiannya sejenak.Di sampingnya, Héxié Zhìzūn, sang kakak, berdiri bersama ketiga tuan muda lainnya. Mereka menatapnya dengan senyum tipis yang penuh makna. Yue Tiānyin tidak langsung menyahut. Ia hanya membungkukkan tubuh dengan sopan, memberikan penghormatan pada mereka berempat.Jian Wei mengangguk dengan tenang, matanya menatap Tiānyin dengan seksama. Sementara Mo Chen, dengan senyum tipis di bibirnya, hanya memperhatikannya dalam diam. Hanya Ling Zhi dari klan Ling, yang memperhatikan arah yang sama pada sesuatu yang sedari tadi menarik perhatian Yue Tiānyin."Yue Èr Gōngzǐ, mungkin mereka bertiga akan sedikit merepo
Jian Huànyǐng tertegun menatap punggung Yue Tiānyin yang semakin menjauh. Langkahnya begitu tenang meski memunculkan rasa hampa di dada Jian Huànyǐng. Disentuhnya dahinya dengan ujung jarinya. Menyapu bekas sentuhan jari lentik nan kokoh salah satu Dewa Musik Lanyin itu. Sentuhannya masih terasa, meskipun ia tidak bisa lagi merasakan kehadiran Tiānyin."Eh!" Jian Huànyǐng berseru dengan kesal. Menyadari bahwa Yue Tiānyin kembali meninggalkannya tanpa memberikan kesempatan untuk berbicara.Tersentak oleh perasaan diabaikan, dia langsung berlari menyusul. Langkah kakinya yang panjang berusaha menyamai langkah cepat pemuda yang tidak pernah menoleh ke belakang lagi itu."Yue Tiānyin!" Panggilnya, dengan semangat yang masih membara.Namun, Tiānyin tetap tidak menoleh. Merasa semakin kesal karena terus diabaikan, Jian Huànyǐng kembali memanggil, "Yue Èr Gōngzǐ!" Suaranya kali ini lebih tinggi, nyaris melengk
"Jian Wu Gōngzǐ! Tiānyin!" Teriakan panik menggema di halaman Kediaman Aroma Wisteria.Héxié Zhìzūn berlari menghampiri mereka berdua. Napasnya memburu saat menyadari situasi genting di depan matanya. Namun, sebelum ia sempat bertindak, Yue Tiānyin telah terlebih dulu menghunus Xīn, pedangnya yang berkilau seperti cahaya rembulan dan menghunjamkannya ke anak tangga batu. Dalam satu gerakan cepat, ia mencengkeram gagang pedang itu, menahan berat tubuhnya sendiri sekaligus tubuh pemuda yang ada dalam pelukannya, Jian Huànyǐng.Héxié Zhìzūn menghela napas lega, tetapi ketenangan itu hanya berlangsung sekejap. Teriakannya tadi telah menarik perhatian banyak orang. Para murid Sekte Musik Abadi serta murid-murid tamu berhamburan ke tempat kejadian. Tatapan mereka dipenuhi keterkejutan dan keheranan. Di antara mereka, dua sosok melangkah lebih cepat daripada yang lain, Jian Lei dan Jian Xia, kedua kakak Huànyǐng.Jian Lei nyaris menjatuhkan rahangnya. Pemandangan
"Dà Jiě!" Huànyǐng berseru dan berlari kecil dan langsung menghambur ke dalam pelukan Jian Xia.Aroma lembut bunga melati yang selalu melekat pada kakak perempuannya membuatnya merasa nyaman. Sementara itu, Tiānyin hanya membungkukkan tubuh dengan anggun ke arah Jian Xia, Héxié Zhìzūn, dan Jian Lei. Sikapnya tetap dingin dan berjarak seperti biasa."Dà Jiě, dia meremas bokongku lagi," keluh Huànyǐng dengan suara lirih. Wajahnya memerah, entah karena kesal atau malu. Tangannya menggenggam erat lengan Jian Xia, mencari perlindungan.Jian Xia hanya tersenyum tipis. Tangannya yang ramping dan lembut terangkat, membelai rambut hitam sang adik dengan penuh kasih sayang, mencoba menenangkan emosinya.Héxié Zhìzūn melirik Tiānyin sekilas, sebelum kembali menatap kakak beradik Jian. Ia menghela napas ringan dan tersenyum tipis. "Jian Wu Gōngzǐ, maafkan Tiānyin. Aku rasa dia tidak sengaja," ucapnya dengan nada te
"Ehm... Ehm...!" Jian Huànyǐng menarik-narik lengan Jian Lei seraya menunjuk ke mulutnya yang tertutup rapat. Jian Lei dan Jian Xia saling berpandangan, kebingungan melihat tingkah adik mereka yang tampak frustrasi."Jian Wu Gōngzǐ, itu mantra bisu dari klan kami." Héxié Zhìzūn menjelaskan dengan suara pelan, senyum tipis terlukis di ujung bibirnya.Ia melirik sang adik, Yue Tiānyin, yang masih berdiri tak bergerak di sampingnya. Ekspresi pemuda itu tetap datar, seolah kejadian ini tidak ada hubungannya dengan dirinya. Héxié Zhìzūn hendak berbicara lagi, tetapi sesuatu menghentikannya dan mengalihkan perhatiannya."He Yun Dàshī!" Para murid serempak memberi penghormatan pada seseorang yang baru saja tiba.Mereka segera menyingkir untuk memberi jalan kepada Ketua Sekte Musik Abadi yang melangkah masuk dengan tenang, ditemani beberapa murid senior lainnya. Pria paruh baya itu berjalan anggun, menyibak ker
"Yuè Èr Gōngzǐ," bisik Jian Wei, suaranya tenggelam dalam gemuruh angin lembah, saat denting guqin yang melengking jernih semakin memenuhi pendengaran.Di tengah kabut, seorang pemuda berjubah putih, Yuè Tiānyin, melayang anggun di udara. Sinar matahari yang terang memantul pada guqin-nya, membuatnya berkilauan indah. Dengan gerakan halus, jemari Tiānyin menari di atas senar guqin, mengendalikan alunan melodi yang memancar dari alat musik itu. Setiap denting senar memancarkan aura magis, seakan mantra yang menyegel roh-roh liar yang mengamuk tak terkendali. "Chénxī!" seru Huànyǐng, matanya yang ungu berbinar-binar penuh kekaguman. "Lihatlah, Huànyǐng Xiōng! Yuè Èr Gōngzǐ memang tampan dan berbakat! Tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya!"Líng Qingyu, yang entah sejak kapan telah berada di sisi Huànyǐng, mengangguk setuju dengan tatapan kagum yang tak disembunyikan. Mereka berdua terpaku menatap Tiānyin yang dengan khidmat memainkan guqin-nya. Seme
Dentingan lonceng menggema samar di telinga Jian Wei. Suara itu bergema di antara riuh rendah pekikan panik, gemuruh langkah kaki, dan desir angin yang membawa hawa asing. Ia menajamkan pendengarannya, memastikan sumber suara tersebut. "Da Gē! Lihat itu!" Tiba-tiba Jian Xuě berseru, mengalihkan perhatiannya. Jian Wei sontak mengangkat kepala. Langit yang tadinya terbuka kini dipenuhi pusaran energi berbentuk lingkaran. Partikel bercahaya keperakan berputar di udara, memancarkan kilauan ganjil. "Sial!" Jian Wei menggeram, kedua tangannya mengepal erat. Matanya berkilat, menatap adik-adiknya dan anggota sekte lainnya. "A Xuě, lindungi Huànyǐng! Jangan biarkan dia terpengaruh oleh roh-roh di sekitarnya!" "Baik, Da Gē!" Jian Xuě tak ragu sedikit pun. Ia segera berdiri di depan Huànyǐng dengan Xuě terhunus, siap menghadapi apa pun yang datang. "Lei, siapkan Líng Qì Wǎng! Jian Xia, terus pantau situa
"Target utama kita adalah roh yang sudah kita kunci tadi. Setelah itu kita bisa berburu roh lain di zona yang sudah terbuka," jelas Jian Wei sembari melompat ke depan gua yang tersembunyi di celah tebing es yang menjulang tinggi. Sinar matahari siang memantul di permukaan es, menciptakan kilauan tajam seperti pecahan kaca."A Xue, ayo kita gunakan Xiáng Líng Zhèn untuk menangkap Xuě Láng Wang!" serunya pada Jian Xuě."Baik, Da Gē!" Jian Xuě menyusul, melompat ringan ke depan gua."Gunakan energi es, kau bisa menggabungkannya dengan energi es milik Huànyǐng," saran Jian Wei.Jian Xuě mengangguk mantap, lalu mulai menggambar pola formasi lingkaran dengan elemen energi es di udara. Garis-garis bersinar biru keperakan muncul di udara, membentuk corak rumit yang berpendar lembut. Begitu formasi selesai, ia menyegelnya dan mengarahkannya ke dalam gua. Dari dalam terdengar geraman marah, berat dan bergema, mengguncang lapisan es di sekitar mereka.
Jian Wei memimpin mereka mendekati lokasi jejak roh terdekat. Langkah-langkah mereka nyaris tak bersuara, seolah menyatu dengan hembusan angin dingin yang menyelusup di antara celah-celah tebing. Beberapa roh dikenal sangat peka terhadap suara, bahkan sekadar desir angin pun bisa membangkitkan kewaspadaan mereka."A Xue, gunakan Bīng Suǒ Shù untuk memperlambat pergerakannya," bisiknya lirih. "Jejak energinya akan lebih lama bertahan dan memudahkan kita melacaknya."Jian Xuě tanpa ragu menghunus pedangnya, Bīng Xīn Shèng Jiàn, pedang suci hati es yang berkilauan di bawah cahaya samar. Dengan satu gerakan ringan, udara di sekitar mereka mendadak terasa jauh lebih dingin. Teknik Bīng Suǒ Shù pun dilepaskan, menciptakan embusan es yang membekukan area sekitar tanpa menimbulkan suara."Dia masih berada di dalam gua sempit itu," ucap Jian Xuě pelan.Jian Wei mengangguk. "Baiklah! Kita harus segera menguncinya!" ujarnya, tetap dalam bisikan. Ia menoleh k
Tiān Bīng Yá, Tebing Langit EsTebing Langit Es adalah salah satu lokasi paling ekstrem di Shén Wù Gǔ. Kabut putih pekat menyelimuti tempat ini, bercampur dengan serpihan es kecil yang melayang di udara, menciptakan suasana dingin dan penuh misteri. Angin berembus kencang, membawa butiran salju yang berputar-putar sebelum akhirnya jatuh membentuk lapisan putih tebal di sepanjang permukaan tebing.Di tengah pemandangan yang memukau sekaligus mematikan ini, Huànyǐng dan saudara-saudaranya berdiri dalam balutan mantel tebal, berusaha menahan hawa menusuk yang merasuk hingga ke tulang."Wow! Dingin sekali!" Seruan itu terdengar dari beberapa orang yang segera mengerahkan energi spiritual mereka untuk menstabilkan suhu tubuh. Namun, meski telah mengenakan pakaian hangat dan melindungi diri dengan energi, hawa dingin di Tebing Langit Es tetap menggigit.Huànyǐng menengadah, menatap tebing-tebing yang menjulang tinggi di hadapannya. Permukaannya yang ter
Di panggung kehormatan yang menjulang di atas arena perburuan, angin berembus lembut, membawa aroma teh dan arak yang disajikan dalam poci giok. Cahaya matahari yang menyaring dari sela-sela tirai sutra tipis menerangi wajah para tamu kehormatan—para ketua sekte, pemimpin klan, tetua berpengaruh, serta pejabat kekaisaran. Dan tentu saja, di pusat segala perhatian, duduk dengan tenang Kaisar Jìng Yǔhàn, mengenakan jubah kebesaran berwarna hitam keemasan yang memancarkan wibawa.Sementara para peserta perburuan bergegas ke zona pelacakan, para tamu berbincang dengan santai, sesekali menyesap teh atau arak hangat dari cawan mereka."Yīnlǜ Shengzhe, sudah lama dirimu tidak menghadiri Perburuan Roh. Apakah ada sesuatu yang membuatmu tertarik kali ini?" tanya seorang ketua klan dengan nada penuh rasa ingin tahu.Pria yang dipanggil Yīnlǜ Shengzhe itu hanya tersenyum tipis. Garis ketampanannya jelas menurun pada kedua putranya, tetapi ekspresi tenangnya membuatny
Perburuan Roh Musim Gugur dimulai. Seperti tradisi setiap tahunnya, ada tiga babak yang harus dilalui para peserta sebelum meraih kemenangan dan hadiah istimewa yang selalu dinantikan."Pelacakan, pertempuran strategi, dan penangkapan akhir adalah tiga babak dalam Perburuan Roh. Kita harus melewati babak pelacakan terlebih dahulu sebelum bisa menghadapi tantangan berikutnya," jelas Jian Xue kepada adik-adiknya.Mereka tengah menunggu Jian Wei yang pergi mengambil undian untuk menentukan zona awal perburuan. Penentuan ini bertujuan memisahkan sekte-sekte besar di tahap awal agar pertarungan lebih seimbang. Dengan begitu, sekte kecil memiliki kesempatan untuk bersinar, sementara ketegangan antar sekte besar tetap terjaga hingga pertemuan di babak selanjutnya.Jian Xia, yang sejak tadi terlihat cemas, akhirnya bersuara. "Èr Gē, apakah kau sudah mempelajari zona perburuan kali ini?"Jian Xue menoleh dan mengangkat bahu dengan ekspresi sedikit meringis
“Jian Gūniang!”Seruan menggema dari tribun penonton saat Jian Xia melintasi panggung kehormatan. Pemuda dan gadis-gadis bersorak memanggil namanya, melemparkan bunga dan hadiah ke udara. Namun, Jian Xia hanya membalas dengan senyum tipis nyaris tak terlihat, seolah kegaduhan itu tak benar-benar menyentuhnya.“Kya! Tiānyù Jiànzhàn! Tampan sekali!” Seruan lain terdengar. Kali ini dari sekumpulan gadis yang mencuri pandang penuh kagum ke arah pria berjubah hitam dan ungu yang duduk tenang, matanya tak bergeming dari jalan di depannya."Jian Èr Gōngzǐ juga tampan!""Eh, itu Jian Si dan Jian Wu Gōngzǐ, bukan?"Teriakan dari tribun semakin riuh.“Tampan seperti kakak mereka!”“Jian Wu Gōngzǐ imut dan menggemaskan!”Kalimat terakhir itu nyaris membuat Jian Xue dan Jian Lei jatuh dari kuda mereka. Mereka saling bertukar pandang sebelum terkikik geli. Imut dan menggemaskan? Itu tentu mengacu pada Huànyǐng, adik mereka y
Shén Wù Gǔ adalah perpaduan luar biasa antara kabut mistis yang melayang di udara, hijaunya pepohonan yang menjulang tinggi, serta sungai berkilauan yang berkelok-kelok di antara tebing-tebing batu. Setiap zona perburuan di dalamnya memiliki keunikan tersendiri. Mulai dari lembah berkabut yang penuh rahasia, hutan lebat yang dipenuhi makhluk spiritual, hingga air terjun gemuruh yang menyembunyikan tantangan tak terduga. Tempat ini bukan sekadar indah, melainkan sarat dengan aura magis dan bahaya tersembunyi.Itulah kesan pertama yang tertangkap saat para peserta Perburuan Roh menyaksikan Shén Wù Gǔ yang terbentang luas di hadapan mereka."Indahnya! Sungguh sesuai dengan julukannya, Lembah Kabut Dewa!" seruan-seruan kagum terdengar bersahut-sahutan di antara para kultivator muda.Bahkan Huànyǐng dan saudara-saudaranya pun tak bisa mengalihkan pandangan. Langit biru membentang luas, menaungi lautan kabut yang berputar perlahan seakan memiliki nyawa. Pucuk-pu