Home / Romansa / Penakluk Cinta Sang Dosen / Putri Tertua Keluarga Hadiprajitno

Share

Penakluk Cinta Sang Dosen
Penakluk Cinta Sang Dosen
Author: Nicholas J. Underwood

Putri Tertua Keluarga Hadiprajitno

last update Last Updated: 2022-10-13 09:26:08

Caca mematung di depan lemari pakaian. Bau sabun dari tubuhnya semerbak mengharumkan seluruh ruangan. Tangannya sibuk memilih dan memilah pakaian. Biasanya, dia akan langsung mengambil baju tanpa ada pertimbangan. 

Dia memutuskan untuk memakai baju hem biru langit dan rok panjang dengan warna senada. Dioleskannya bedak tipis di wajahnya dan seberkas rona merah lipstik di bibirnya. Olesan lipstik itu tidak terlalu tebal, sesuai dengan keinginannya.

Dimasukkannya koreksian manuskrip skripsi dan thesis mahasiswanya yang berserakan di meja ke dalam tas jinjingnya. Udara masuk ketika dia menarik nafas dalam-dalam. Paru-parunya mengembang menerima sensasi oksigen. Mulutnya menyunggingkan senyuman kepuasan memandangi tumpukan manuskrip-manuskrip tersebut. 

Sinar matahari yang lembut masuk ke dalam kamar Caca melalui jendela besar. Selasa pagi yang cerah dan indah selaras dengan suasana hati Caca. 

Jam dinding menunjukkan pukul lima lebih empat puluh lima ketika dirinya menutup pintu kamarnya. Kaki jenjang itu serasa mempunyai pikiran sendiri untuk melompat dari lantai dua ke lantai satu dimana dapur dan ruang makan berada menjadi satu. Tangannya melambai seiring langkah kaki menuruni tangga yang melengkung.

Dilihatnya sudah ada Papa dan Mama di meja makan. Dia mengambil duduk di samping Papa dan menghadap Mama. Tubuhnya tegap, punggungnya lurus. 

Caca merasakan atmosfer yang berat di meja makan itu. Papa sedang terdiam mengelus lembut punggung Mama. Mama sendiri, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. 

“Kenapa Ma? Mama sakit tah?” Caca mengambil gelas tehnya. Gelas teh yang hangat merambat menghangatkan tangannya yang dingin, sedingin pegunungan Malang pada musim hujan bulan Januari. 

Caca menyeruput teh hangat itu. Sensasi nikmat hangat mengalir di kerongkongannya. 

“Mamamu barusan telefon Adikmu.” bukan suara Mama yang lembut yang dia dengar tetapi suara Papa yang berat menggelegar memenuhi ruangan.

“Ada apa? Dia sakit?”

Papanya menggeleng lemah. 

Seketika, Caca tahu apa yang membuat Mama menekuk wajahnya. Tanpa Caca sadari postur duduknya kini agak membungkuk. Mulutnya perlahan-lahan mengatup. 

Tanpa berkata apa-apa lagi, Caca langsung mengambil piring sekaligus nasi. Bukan dia tidak mau bersuara ataupun mengemukakan pendapatnya, dia hanya menghindari bencana yang lebih besar. 

“Belum rejekinya Sayang.” tangan Papa memegang tangan Mama.

Pantatnya serasa panas dan tidak nyaman duduk di kursi tersebut. Kakinya, persis seperti tadi, mempunyai pikiran sendiri, meronta ingin melompat dan pergi dari meja makan itu sesegera mungkin. Dia menjejalkan sebanyak mungkin nasi ke dalam mulutnya. Caca harus segera pergi dari rumah sebelum bencana yang lebih besar datang. 

Namun, apa mau dikata. Bencana besar itu datang dengan cepat. 

“Apa kubilang dulu? Hari pernikahan mereka keliru. Weton-nya nggak cocok. Ada saja halangannya. Nah, kan? Halangannya ya susah dapat anak. Meskipun jodohnya cocok, tapi kalau harinya nggak cocok ya nggak bisa. Dulu aku sudah menghitung hari baiknya. Hari baiknya itu jatuh satu minggu setelah itu. Kamu masih mau ngeyel lagi?” kata Mbah sembari berjalan dari arah kamarnya. 

Caca memejamkan matanya. Mulutnya berhenti mengunyah, gigi gerahamnya bergeretak. Terakhir, dia mengumpat dalam hati. Caca juga tidak pernah tahu, bagaimana Mbah bisa dengar dan tahu apa yang dibicarakan di meja makan. Mbah selalu ikut menimbrung ketika ada masalah-masalah sensitif seperti ini.

“Tidak ada hubungannya Buk. Kalau belum dapat anak itu berarti belum rejekinya. Bisa jadi ini ujian buat mereka berdua. Semua hari itu baik apalagi hari jumat. Hitung-hitungan seperti itu tidak ada. Kenyataanya, ada ratusan juta orang yang menikah di luar negeri sana tanpa memakai hitung-hitungan yang Ibuk pakai dan hidupnya baik-baik saja. Jangan asal mencocokkan kejadian satu dan kejadian lain yang sama sekali tidak berhubungan. Itu mitos Buk. Tidak baik percaya mitos.” bantah Papa lembut.

“Kamu ini kalau dibilangin mesti ngeyel. Aku memberimu makan apa kok ya dulu? Masih ngeyel sama ibukmu sendiri nggak kayak adik-adikmu? Sudah jelas-jelas buktinya kok masih keras kepala. Mbah-Mbahnya dulu itu pinter, belum ada sekolah, belum ada apa-apa seperti jaman sekarang sudah tahu masa depan. Ada aturannya, kamu nggak bisa serampangan melanggarnya. Kamu lihat sendiri hasilnya?"

Mbah menarik kursi di samping Caca dan mendudukinya. Saat itu, Caca tahu, bencana sudah ada di depan matanya, atau untuk kali ini, ada di samping kanannya. 

Setelah duduk, Mbah meneruskan perkataanya, "Orang luar negeri hidup di sana jauh dari sini. Hukum yang berlaku di sana dan di sini berbeda. Kamu hidup di sini ya berarti kamu harus ikut hukum yang berlaku di sini. Nggak bisa orang hidup di tanah jawa kok mengabaikan hukum yang berlaku di tanah jawa.”

Papa diam mengerlingkan matanya.

Pandangan Mbah beralih ke Caca. Dengan wajah menghadap Caca, Mbah berkata, “Ini juga, hasil dari didikanmu. Anak perempuan disuruh sekolah tinggi-tinggi. Sekarang, mana ada lelaki mau mendekatinya. Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau nggak laku nikah?”

Tangan Caca jatuh ke meja seiring dengan bahunya yang turun. Punggungnya semakin melengkung tak lagi tegap. Wajah Caca jatuh menunduk. Dia menarik nafas dalam-dalam. 

“Mbah, aku bukannya tidak laku. Aku cari lelaki yang ada di atasku, lebih dari aku. Bukannya dulu Mbah yang mengajari aku seperti itu? Cari suami yang punya kedudukan, pendidikan, dan pangkatnya lebih tinggi atau kalau tidak minimal yang setara kedudukan dan derajatnya? Mbah sendiri yang berkata kalau kita mempunyai darah biru yang artinya adalah keturunan ningrat atau bangsawan, jadi tidak bisa sembarangan memilih jodoh.”

Lah, kamu sekolahnya terlalu tinggi. Lelaki mana yang mau sama perempuan yang berpendidikan tinggi? Lelaki minder duluan sebelum mendekati kamu. Mundur teratur. Nggak usah sekolah tinggi-tinggi. Perempuan itu kodratnya itu dapur, sumur, kasur.”

Mbah menarik nafasnya, “Dengerin Mbah sekarang, lelaki itu maunya selalu di atas. Mereka selalu ingin berkuasa. Lelaki akan lebih percaya diri jika pasangannya ada di bawahnya, baik dalam penghasilan, status sosial, dan pendidikan. Lelaki itu egonya besar. Mereka tidak pernah mau kalah dan ngalah. Wes to, kalaupun ada lelaki yang mau dengan perempuan yang derajat, penghasilan, dan pendidikannya lebih tinggi, rumah tangga mereka akan hancur.”

“Kalau aku tidak sekolah tinggi, maka aku akan mudah diperdaya lelaki. Aku mau mandiri, tidak bergantung dengan laki-laki.” bantah Caca.

Caca menelan makanannya dan meminum teh hangatnya. Namun, lidahnya kini tak merasakan kenikmatan seperti tadi. 

“Di luar sana Mbah, aku yakin, ada lelaki yang masih lajang, yang lebih tinggi derajatnya, dan mau sama aku.” Caca mulai merengut. Mungkin di luar, sinar matahari tadi juga sudah mulai tertutup awan. Punggung Caca tak lagi lurus, maka dia harus bersandar di kursi makan. Tangannya bersedekap di depan dadanya. Caca hanya berharap, dia langsung berangkat ke kampus saja tadi.

“Memangnya harus yang lebih tinggi ya Nduk? Memangnya kenapa dengan lelaki yang lebih rendah?” Mama menyela dengan suara lembutnya.

Brak… 

Caca terlonjak kaget, begitu juga dengan Papa dan Mama. Mbah memukul meja dan sudah berdiri berkacak pinggang. Wajah beliau merah padam memancarkan emosi. Mata beliau melotot pada Mama dan Papa bergantian. 

Related chapters

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Lelaki Idaman Caca

    Dengan Mbah merengut, “Kalian itu, Caca itu sudah benar cari yang lebih tinggi. Ini juga menyangkut nama baik keluarga juga. Ingat kalian ini masih keturunan darah biru.” Papa menghela nafas sebelum membantah, “Darah biru...” “Huss.” Telunjuk Mbah menunjuk hidung Papa. Caca bisa melihat Mbah melotot marah pada Papa. “Kamu diam saja, Hadi. Kamu tidak tahu apa-apa. Lagipula, apa kata orang kalau Caca, seorang pejabat kampus, sudah S3 lulusan luar negeri mendapat suami yang lebih rendah derajatnya, penghasilannya, dan pendidikannya?” Papa menghela nafas. Tanpa mempedulikan perkataan Mbah, Papa berkata pada Caca, “Nduk, kamu boleh menikah dengan siapa saja. Asalkan dia baik, ibadahnya bagus, bertanggung jawab. Selama kamu sayang sama dia, dia juga sayang sama kamu. Papa tidak pernah menuntut mantu Papa harus berpendidikan tinggi dan harus dari status sosial yang lebih tinggi ataupun penghasilannya lebih tinggi daripada kamu. Rezeki sudah diatur oleh Allah.” Caca menggelengkan kepalan

    Last Updated : 2022-10-13
  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Masa Lalu Caca

    Caca melemparkan tubuhnya ke kursi kerjanya, menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan memejamkan matanya. Dia meregangkan seluruh tubuhnya, sehingga tulang-tulang yang ada di punggungnya meregang, capek pun berkurang. Hari ini Caca memang mengajar dua kelas beruntun, tapi kali ini capeknya dua kali lipat. Selain itu otaknya juga masih melayang pada kejadian pagi tadi. Bencana yang datang di pagi hari. Tangannya memijat perlahan dahinya. Dia mulai mempertanyakan keyakinannya, apa benar laki-laki merasa minder dengannya? Apa benar bahwa tidak ada yang mendekatinya karena lelaki melihatnya terlalu tinggi hingga tak dapat diraih? Apa dirinya harus menurunkan kriteria agar bisa cepat menikah? "Tidak," kata Caca pada dirinya sendiri. Ketika pikiran Caca masih menerawang, ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan telepon masuk. Jasmine menghubunginya. “Halo, selamat siang dengan Ibu Kapolres disini.” jawab Caca. “Oh, ya Bu. Saya mau melaporkan ada tindak kejahatan kelaparan. Apa Ibu b

    Last Updated : 2022-10-13
  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Kelasnya Indra

    “Ya, tapi sekarang saatnya kamu maju, lupakan masa lalu itu. Tidak semua lelaki mau memperalat kamu dan mencari keuntungan darimu. Masalahnya, kamu tidak pernah memberi kesempatan lelaki untuk mendekatimu. Bagaimana kamu tahu mereka berniat jahat kepadamu? Lagipula mantan kamu itu mungkin sudah menikah dan bisa jadi dia bahagia dengan istri dia sekarang. Bisa saja dia saat ini sedang bermain-main dengan anaknya. Sedangkan kamu? Kamu masih saja bergelut dengan cerita dan sakit hati masa lalu. Dia tidak pantas mendapatkan itu Ca. Kalau ini ibarat perang, kamu adalah pihak yang kalah. Dia berhasil menguasaimu sampai lebih dari tujuh belas tahun. Ini buktinya. Kamu masih sakit hati dengan perbuatannya di masa lalu.” “Balik lagi ke teori tadi Mbak. Lelaki itu kodratnya menguasai. Kalau mereka mendapatkan pasangan yang gampang dibodohi maka mereka akan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Mereka akan selalu membodohi kita dan berbuat seenaknya sendiri. Sedangkan perempuan yang tidak m

    Last Updated : 2022-10-13
  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Program Pertukaran Doktor

    “Mohon maaf Bu Syasmala, Pak Warek tidak bisa ditemui hari ini. Beliau menemani Pak Rektor ke Surabaya bertemu Ibu Gubernur.” kata seseorang di seberang telepon. “Balik hari ini atau menginap Pak?” “InsyaAllah langsung pulang Bu.” “Berarti besok bisa langsung ditemui ya Pak?” “Mohon maaf Bu Syasmala, besok hari minggu. Pak Warek tidak ke kampus.” Caca terkekeh menertawakan kebodohannya. Bagaimana dia tidak sadar kalau hari ini adalah hari sabtu? “Mohon maaf juga Pak. Saya lupa kalau hari ini adalah hari sabtu. Maksud saya adalah, apakah senin Bapak ke kantor?” “Untuk saat ini Bu, hari Senin Bapak tidak ada jadwal kemana-mana. Kalau tidak ada rencana mendadak, hari senin Bapak bisa ditemui. Saya masukkan nama Ibu untuk jadwal Bapak Warek senin pagi. Saya hubungi Ibu untuk jamnya senin pagi.” “Terima kasih Pak.” “Iya Bu, sama-sama.” Caca menutup telefonnya. Kepalanya menggeleng-geleng tidak percaya karena seharusnya Pak Warek atau Wakil Rektor langsung menyetujui seperti tahun-

    Last Updated : 2022-10-13
  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Bimbingan Thesis Caca

    Dipenuhi rasa ingin tahu, Caca memberedel amplop itu. Matanya bergerak-gerak cepat. Sesaat kemudian, mulutnya menganga. Tangannya reflek menutup mulutnya yang menganga. Matanya melotot ke kertas itu lalu ke Jasmine bergantian. Caca melepaskan tangan yang menutupi mulutnya dan mulai tersenyum lebar. “Indra bimbinganku?” sorak Caca gembira. Jasmine mengangguk, “Cie… Yang dapat mahasiswa kesayangannya.” “Ya iya tah.” sambut Caca sombong. Jasmine tersenyum menang, menggoyang-goyangkan telunjuk kanannya. “Mbak, aku hanya kagum, tidak lebih. Aku sudah bilang kemarin. Dia mahasiswa paling pintar di kelas, seorang pemimpin.” Pipi Caca bersemu merah sebelum melanjutkan perkataannya, “Lagipula apa kata orang kalau aku pacaran sama brondong yang notabene itu mahasiswaku sendiri. Mbak pikir ini novel dimana guru atau dosen bisa dengan gampang menjalin hubungan dan menikah dengan muridnya. Di novel pun itu yang guru adalah seorang lelaki dan muridnya perempuan. Hidup tidak semulus roman-roman

    Last Updated : 2022-10-17
  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Bencana Bagi Caca

    Sabtu sore, jalanan Malang lebih padat daripada hari-hari biasa. Kota dingin itu menjadi tujuan wisata akhir minggu oleh orang-orang dari luar kota Malang. Caca sedang terjebak di lampu merah di daerah Dinoyo selama lebih dari satu setengah jam. Walau begitu, Caca tidak mengeluh. Sensasi kupu-kupu yang menggelitik perutnya terlalu menyenangkan. Kemacetan itu tidak berarti baginya. Caca menyadari bahwa dia telah jatuh cinta pada Indra. Perbincangannya dengan Jasmine tempo hari membuatnya sadar, hatinya sudah menjadi milik Indra. Untuk pertama kalinya dalam tujuh belas atau delapan belas tahun terakhir, Caca merasakan indahnya jatuh cinta. Caca tersenyum-senyum sendiri. Berkali-kali Caca menoleh pada cermin tengah mengaca, membenarkan rambutnya, melihat pipinya yang bersemu merah. Mobil-mobil yang ada di sekililingnya seolah-olah kumpulan binatang kesukaanya, panda. Caca tidak berada di tengah kemacetan, tapi berada di hamparan hutan belantara bambu yang sejuk. Warna jingga matahari me

    Last Updated : 2022-10-18
  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Caca Dijodohkan

    Tanpa berganti baju, Caca langsung telungkup di atas kasurnya. Dunianya seolah-olah berhenti berputar. Detik jam yang biasanya terdengar, sepertinya ikut-ikutan berhenti berdetak. Dadanya terasa sangat sesak. Hatinya terasa berlubang dan hancur. Tangan Caca menempel di dadanya. Caca berusaha meredakan rasa sakit, hancur, dan perih di dadanya dengan terus memegangi dadanya. Tak puas hanya dengan memegangi dadanya, Caca memukul-mukul kasurnya dengan keras. Caca mengerahkan seluruh kekuatannya untuk memukul. Setelah beberapa pukulan tak bersuara dan sama sekali tidak menimbulkan kerusakan di kasur, Caca kelelahan dan berhenti memukuli. Tangisan Caca meledak. Air mata menetes dengan deras. Hidungnya berair mengucur. Tubuhnya berguncang di atas kasurnya, bergerak naik turun tak berirama. Caca tidak dapat memutuskan mana yang lebih sakit. Pikirannya buntu tidak dapat memilih dan memilah mana yang lebih menyakitkan diantara dua fakta yang dia ketahui. Apakah Ratu yang dilamar Zul, yan

    Last Updated : 2022-10-23
  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Si Ksatria Berbaju Zirah yang Mengkilat

    Caca mematung di kursinya. Suara Papa menggelegar seperti petir menghantam tubuhnya. Dengan mulut menganga lebar, tangan Caca menunjuk ke dadanya. Caca melihat ke arah Mama. Mama tidak menunjukkan ekspresi apapun. Caca menoleh ke arah Mbah. Mbah mengangguk seolah menyetujui rencana Papa. Papa masih menatapnya dengan pandangan serius. Mulut Papa menganga seolah ingin berkata lebih lanjut ketika Mbah memotong Papa terlebih dahulu. “Ca, sebenarnya ini adalah ide Mbah. Mbah cuma mikirin kamu. Mbah sayang sama kamu. Di rumah ini hanya Mbah yang memikirkan kamu, yang peduli dengan kamu. Kamu ingat kemarin Mbah ke dokter Satrio?” Caca mengangguk enteng, tidak mengerti. “Dokter Satrio itu ternyata adalah cucu dari teman Nenek.” Caca semakin tidak paham dengan arah pembicaraan ini. “Terus?” sahut Caca tidak sabar. “Ya…” jawab Mama, “Kami mau mengenalkan kamu dengan dokter Satrio itu.” “Jadi aku mau dijodohkan dengan dokter Satrio itu?” Caca melotot tidak percaya. Mbah tersenyum mengan

    Last Updated : 2022-11-10

Latest chapter

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Penolakan Caca

    “Aku tidak mengerti, seharusnya Adik senang. Aku akan memperlakukan Adik dengan baik. Aku mau Adik di rumah tidak terbebani dengan pekerjaan dan stress karena pekerjaan di luar rumah. Aku ingin Adik fokus merawat dan mendidik anak-anak kita nantinya. Lagipula, seperti yang aku bilang tadi, seorang ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan penuh waktu. Seorang ibu adalah sebuah pekerjaan yang mulia.”Nada Satrio terdengar sangat tenang ketika itu.“Mas, perempuan tidak harus selalu ada di rumah. Perempuan bisa bekerja di luar. Budaya patriarki yang selama ini dianut harus dirubah. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan lelaki. Perempuan juga bisa melebihi lelaki dalam pencapaian-pencapaian apapun. Perempuan tidak bisa dipandang sebelah mata. Bukankah kemarin Mas juga sudah bilang bahwa pekerjaan rumah adalah tanggung jawab bersama? Kenapa sekarang Mas menyuruhku untuk berdiam di rumah dan juga mengurusi rumah?”Nada Caca ter

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Tuntutan Satrio Pada Caca

    Awal bulan Desember, kebahagiaan Caca terus menerus menyumber.Caca merasakan energi yang dahsyat setiap harinya. Caca merasakan semangat yang membakar dan membara di dalam tubuhnya. Semangat itu memberinya energi yang luar biasa. Bisa saja dengan energi dan adrenalin yang meluap-luap tersebut, Caca mampu mewujudkan perdamaian dunia sekaligus mengatasi kelaparan di negara dunia ketiga.Tiada hari tanpa senyuman tersungging di bibirnya. Semua yang Caca idamkan akan terwujud dalam waktu dekat. Caca akan menikah bulan depan, Ratu tidak jadi melangkahinya. Caca juga berhasil menjalankan program kerjanya di kampus dengan berhasil mewujudkan program pertukaran doktor ke Australian National University, yang juga akan terwujud bulan depan setelah pernikahannya. Semua sudah siap, tinggal berangkat.Kerja keras yang akan terbayar lunas.Caca juga sudah melupakan permasalahannya dengan Indra. Mau bagaimanapun juga, apa yang difitnahkan Indra kepadanya terbu

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Ada Yang Tidak Beres Dengan Satrio

    “Mbah, kok merokok disini? Nanti kalau aku bau rokok bagaimana?” protes Caca.Mbah tidak bergeming atas protes Caca. Bahkan, Mbah menghisap kuat-kuat rokok kreteknya dan mengeluarkan asapnya yang mengepul ke atas.Caca mengambil nafas panjang, “Mas Satrio tahu kalau Mbah masih merokok?”“Jangan bilang-bilang dokter Satrio kalau Mbah masih merokok. Dokter Satrio bisa-bisa marah nanti.” jawab Mbah bersungut-sungut.Sekarang justru Caca yang terdiam. Caca menatap Mbah menunggu jawaban atas pertanyaan yang dia ajukan. Mbah masih menghindari kontak mata dengan Caca.Setelah menghabiskan setengah dari rokoknya, Mbah berkata, “Nduk, yang membuat Mbah dan Papamu bertengkar saat itu ya soal Papamu yang tidak mau merestui kamu menikah kemarin.”Caca tahu betul Mbah berbohong. Maka Caca kembali bertanya, “Terus apa yang Mbah maksud dengan hanya Mbah dan Papa yang tahu soal itu? Yang aku tanyakan Mba

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Caca Lamaran

    Tak terasa hari ini adalah hari Caca lamaran. Dua bulan terakhir ini dia disibukkan dengan kegiatan kampus yang membombardirnya tanpa henti bagaikan serangan tantara Jerman ke Perancis pada perang dunia kedua. Kegiatan yang dilakukan cukup menyita waktu Caca. Mendapatkan empat belas sks mengajar di semester genap ini dan melakukan pengabdian masyarakat juga menjalankan tugas sebagai Kepala Biro Urusan Luar Negeri berhasil melupakan masalah yang dihadapinya baik di kampus.Maka Caca sekarang sedang duduk di depan cermin rias yang ada di kamar Papa dan Mama. Dipandangi wajahnya yang sudah didandani oleh seorang make-up artist pilihan Mama. Caca bisa melihat jelas wajahnya yang berseri-seri kemarahan, yang mana rona kemerahan itu diyakini dari kebahagiaan yang timbul dari dalam dirinya. Senyuman kecil juga selalu tersungging manis di bibir Caca. Tulang pipinya yang sedikit menyembul menjadi semakin jelas karena senyuman tersebut.Badannya juga terlihat sangat ril

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Mbah Ning Marah-Marah

    Sore itu, Caca pulang dengan hati yang masih mendongkol. Seperti ada batu besar yang teronggok malas ditaruh di dalam dadanya, membebani dan membuat efek mengganjal dan dongkol. Jam empat lewat tiga puluh, Caca sudah sampai di rumahnya. Mobilnya diparkir tepat di samping mobil Papa.Caca menemukan Mamanya sedang duduk di meja makan. Mamanya sedang khusyuk menghadapi setoples keripik singkong dan menatap layar ponselnya.“Papa sudah pulang tah Ma?” tanya Caca sambil mencium tangan kanan Mama.Mama mengangguk dan masih khusyuk dengan keripik dan ponselnya.“Terus dimana Papa?”Mamanya menelan keripik singkong terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Caca, “Itu ada di belakang, di gazebo sama Mbah.”Caca mengambil duduk di sebelah Mama. Dipeluknya Mama dengan erat dari samping. Kepala Caca menyandar di lengan kiri Mama yang ramping. Satu hal yang Caca tidak pernah mengerti adalah bagaimana Mamanya

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Caca Bukan Pembimbing Indra Lagi

    Penyesalan memang selalu datang di akhir. Semalam penuh Caca menyesali perbuatannya pada Indra. Perutnya terasa kaku dan keras. Dadanya sesak hingga berkali-kali Caca mengelus dadanya mencoba mengurangi sakitnya, tapi nihil hasil. Kepalanya sakit.Tak hanya itu, berkali-kali Caca mengusap air mata yang menetes, menghela nafas panjang. Caca sadar, dia telah melakukan kesalahan besar. Tidak seharusnya Caca melontarkan kata-kata kasar yang menyakiti Indra. Caca menyesal karena menuruti hawa nafsu dan menyerang Indra.Seharusnya, Caca pergi saja saat itu dan tidak melayani tantangan Indra. Akan lebih baik jika Caca pergi saja dan membiarkan Indra. Seharusnya cinta Caca pada Indra berhasil meredam emosinya.Niat awal Caca pagi itu adalah mengirim pesan pada Indra sebagai dosen pembimbingnya. Caca mau melanggar idealismenya selama ini yang tidak mau mencampurkan masalah pribadi dan masalah professional. Tapi dipikirnya, kali ini, masalah ini membutuhkan perlakuan khus

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Sakit Hati Tiada Terperi

    Caca tersentak karena kaget. Sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Caca bahwa Indra akan berani mendekatinya dan mengatakan hal yang begitu menyakiti hatinya.Bahkan karena terlalu kagetnya, Caca hanya sanggup melihat Indra. Caca menangkap rona kesedihan di wajah Indra namun siratan kesedihan di mata Indra.Kata-kata yang dilontarkan Indra terlalu sakit untuk didengar oleh Caca. Karena terlalu sakitnya, mulut Caca menganga dan lidahnya terasa kelu tidak sanggup berkata apapun.Untuk beberapa saat Caca hanya memandangi Indra, begitu pula sebaliknya. Dalam beberapa saat itu pula, Caca tidak bisa berpikir, apa yang harus dia lakukan.Pikiran Caca kembali bekerja normal. Saat itu pula, hatinya terbelah menjadi dua. Sebelah hatinya memintanya untuk segera pergi dari sisi Indra. Sakit hatinya tak terperi. Caca hanya ingin lari dari sana dan tidak mau melihat tampang Indra lagi.Tetapi, di sisi lain hatinya, Caca tidak terima dengan perlakuan tersebut

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Pesta Ulang Tahun Rumah Sakit

    Mata Indra melotot pada Izzy.“Kamu bicara apa tadi?” tanya Indra tidak percaya atas apa yang masuk ke dalam telinganya. Matanya melotot pada Izzy.“Itu Bu Syasmala ‘kan?” tanya Indra menegaskan. Nada suaranya tidak sengaja meninggi.Indra melihat wajah Izzy yang tampak lugu dan kaget di saat yang bersamaan. Tatapan mata Indra yang tajam hanya bisa membuat Izzy membeku di tempatnya. Indra menyadari hal itu. Maka, dengan nada yang lebih rendah, meskipun dengan tatapan yang tajam, Indra bertanya sekali lagi, “Calon suaminya Bu Syasmala?”Izzy mengangguk, “Iya Mas. Itu tadi lo yang berjalan di depannya Bu Syasmala, lelaki yang memakai jas hitam tanpa dasi.”Izzy berusaha memanjang-manjangkan lehernya mencoba mencari seseorang di barisan depan. Memang ada beberapa lelaki sedang berdiri berkumpul di dekat taman buatan.“Itu lo Mas, yang berdiri di depan Bu Syasmala.” tangan Izzy me

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Ada Irene di antara Caca dan Satrio

    “Iya Irene.” Jawab Satrio enteng tanpa ada rasa bersalah sama sekali.Darah Caca mendidih. Suasana hati yang tadi sudah membaik, kini memburuk kembali.Caca mencoba mengendalikan emosinya, “Siapa Irene Mas?”“Dia adalah dokter residen di bawah bimbinganku. Mas merasa kasihan sekali dengan Irene ini. Dia berasal dari keluarga yang kurang beruntung. Dia berhasil sampai sejauh ini murni karena otaknya dan kegigihannya. Dia tidak berasal dari keluarga darah murni, yang mana bapak ibunya bukan dokter. Karena keadaan itulah Pak Bondan berusaha menyingkirkan dia.”Caca menatap Satrio. Yang ditatap masih konsentrasi dengan jalan yang ada di depannya.Satrio menarik nafas panjang sebelum melanjutkan, “Pak Bondan pikir, seseorang yang bukan berasal dari darah murni tidak pantas menjadi dokter. Menurut Mas, semua itu hanyalah kebangaan atas sesuatu yang semu dan abstrak. Semua orang yang kompeten dan mampu boleh menja

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status