"Semoga saja, apa yang aku rencanakan berjalan sesuai harapanku!" gumam batin natasha berjalan menuju ke arah pintu rumahnya yang tertutup rapat.Ting tongNatasha memencet bel pintu rumahnya. Sesekali, ia melirik ke arah Darren yang berdiri tepat di sampingnya. Terlihat tampan, gagah dan nyaris terbilang sangat sempurna."Ya Tuhan, aku tak menyangka dia mau menolongku," gumam batin Natasha menyeringai.CeklekPintu terbuka. Senyum natasha mengembang saat bertemu dengan simbok Narti yang membuka pintu untuknya."Non Cacha," ucap simbok Narti seakan tak percaya melihat kedatangannya. Yah, wanita tua yang bertubuh besar itu seakan seperti mimpi melihat anak majikannya itu pulang ke rumah. "Apa ka ...."Natasha terkejut saat mbok narti tiba-tiba memeluknya begitu erat. Seakan meluapkan rasa rindu yang tak tertahan."Akhirnya, Non Cacha pulang juga!" kata Mbok Narti melepas pelukannya. "Iya, Mbok. Mbok sehat?" tanya Natasha tersenyum saat pengasuhnya waktu kecil menganggukan kepala."Sy
Sejenak, degupan jantung natasha kian tak beraturan saat Darren meraih tangan kirinya. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat tatapan hangat tersirat jelas dari wajah tampan yang di miliki Darren."Kita sama-sama tak memiliki pasangan. Tak ada salahnya juga kalo kita berdua menikah untuk mereka semua. Yah, meskipun tidak ada rasa di antara kita berdua!" tutur Darren tersenyum tipis."Mas Darren, apa kamu sadar dengan perkataan kamu itu?" tanya Natasha memastikan."Ini bukan main-main, lho! Apa mas tau, jika kita menikah nanti itu ...," kata Natasha terhenti."Aku tidak main-main, Amora!" tegas Darren.***Natasha duduk termenung di tepi kolam renang. Dua manik bola matanya tak berhenti menatap ke arah kakinya yang berada di dalam kolam renang."Huft! Sungguh, aku masih sangat tak percaya dengan jalan pemikiran dia. Bagaimana bisa dia menyetujui permintaan papa? Apa dia pikir menikah itu sebuah permainan apa? Padahal, aku itu ingin menikah satu kali seumur hidup. Dan baga
Rania!Rania Adisti, wanita cantik nan pintar yang dulu satu kampus dengan Bara. Berkat pertolongannya, Bara bisa menyelesaikan kuliah tanpa harus berpikir keras."Maaf, Mas. Saya benar-benar tak sengaja menabrak mobil Mas!" ucap Rania menangkupkan kedua tangan untuk meminta maaf.Bara tak berhenti mengerjap. Untuk kali pertama, ia memandang Rania begitu dekat. Sungguh sangat begitu cantik hingga Bara tak mampu berpaling.Sejenak, lamunan bara buyar seketika saat telapak tangan yang ukurannya lebih kecil dari tangannya bergoyang-goyang di depan mata."Maaf," suara manis itu keluar dari bibir ranum Rania."Saya benar-benar ....""Apa kamu Rania?" tanya Bara memastikan.Rania mengangguk perlahan. Bibirnya merapat seraya mengamati seseorang yang mengetahui namanya."Mas Bara kah?" "Syukurlah, kalo kamu masih ingat!""Ya ingatlah, Mas! Mana mungkin aku lupa dengan orang yang telah membuatku pusing setiap kali mendapatkan tugas," gerutu Rania tersenyum tipis ketika kembali mengingat masa l
Darren menyeringai. Rasa rindu yang tertahan perlahan mulai terobati saat melihat sosok wanita yang kini telah menguasai hatinya berjalan ke arahnya."Dia benar-benar membuatku gila. Baru kali ini, aku merindukan seseorang yang begitu besar. Rasanya aku tak sabar memberitahu siapa diriku sebenarnya," gumam batin Darren memasukkan ponselnya ke dalam saku celana."Apa kamu baru sampai?" tanya natasha menghampiri Darren yang berdiri di samping mobil. "Iya!" jawab Darren."Ayo masuk! Mereka sudah menunggumu!" ucap Natasha menggandeng tangan Darren.Dua lensa Darren tertuju ke arah tangan putih mulus yang di miliki natasha. Terlihat begitu manis dan cantik dengan mengenakan gelang dan cincin yang telah di berikan oleh sang oma."Oma benar-benar tau apa yang terbaik buat cucu menantunya!" gumam batin Darren menorehkan senyum saat menghampiri dua calon mertuanya yang sudah berada di tempat makan."Ma, Pa, Mas Darren sudah datang!" kata natasha."Selamat sore, om, tante!" Darren menyalami
"Itu tidak akan terjadi!" Jawaban Darren seketika membuat senyum natasha mengembang kembali.Di perjalanan, Natasha seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Bibirnya mengecap menahan dinginnya udara malam saat hujan mengguyur kota tersebut.Hampir dua jam lamanya, natasha dan Darren terjebak dalam kemacetan.Entah apa yang terjadi sehingga banyak kendaraan bermotor berbalik arah."Seharusnya, sekarang aku sudah tertidur pulas di kontrakan!" kata batin natasha memejamkan mata saat rasa kantuk datang menghampiri.Darren menoleh. Jemari tangannya dengan lembut membelai rambut natasha yang terurai panjang."Semoga saja pertunangan ini membuat kita semakin erat," harap Darren dalam hati. ****Bara menghela nafas berat. Jemari tangannya mengoyak dasi hitam yang terasa memekik lehernya."Huft! Menjadi jomblo lagi," kata Bara menutup pintu mobil secara perlahan.Sesaat, alis tebalnya bertaut saat melihat motor yang begitu tak asing baginya. Motor yang telah mempertemukannya dengan teman k
Ada apa?" tanya Natasha berjalan menghampiri Darren yang terdiam setelah menerima telepon.Darren menoleh. Jemari tangannya dengan cepat meraih tubuh lansing natasha dan mendekapnya begitu erat."Semua baik-baik sa ...," ucap natasha terhenti saat Darren kembali menyerang bibirnya. Natasha memejamkan kedua bola matanya. Tubuhnya meremang ketika serangan itu turun ke lehernya. Memberikan tanda cinta yang membekas di leher indahnya tersebut."Auwww," kata natasha mendorong tubuh Darren sekuat tenaga."Kenapa kamu menggigit leherku? Apa kamu ingin membunuhku?" Darren tersenyum. Jemari tangannya dengan lembut memegang dagu natasha dan mengusapnya secara perlahan."Maaf, ya. Lain kali, aku akan melakukannya dengan lembut," ucap Darren mengusap rambut natasha yang terurai panjang."Apa masih sakit?""Heem." Natasha mengangguk manja.Darren mengamati bekas ciumannya itu. Sungguh, ia seakan tak percaya dengan apa yang telah ia lakukan pada natasha."Kita pergi ke rumah sakit sekarang!" ajak Da
Natasha tersenyum senang saat Darren memasangkan sabuk pengaman untuknya. Yah, untuk pertama kalinya calon suaminya itu memperlihatkan sisi keromantisan di balik wajah pendiam yang di miliki."Makasih, Calon suamiku!" ucap Natasha menyunggingkan senyum."Iya!" jawab Darren seraya melajukan kendaraan roda empatnya."Hanya iya saja?" tanya batin Natasha mengerutkan dahi seraya memanyunkan bibir mungilnya."Seharusnya, dia itu jawabnya pakai embel-embel, Sayangku, manisku, sweetyku atau apa kek. Kan enak dengernya?" Natasha menggerutu dalam hati. Menghela nafas panjang seraya memandang ke arah jendela mobil yang memperlihatkan pepohonan yang seakan berlari mengejarnya."Natasha, kamu itu amnesia atau apa, sih? Kamu lupa ya, kalo sifatnya emang seperti itu. Pendiam."Dua bola manik mata Natasha beralih ke arah Darren. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa mengimbangi sudut bibirnya yang mengembang. "Tapi, di balik sifatnya itu dia orangnya sangat penyanyang dan pengertian!" Darren mel
"Tidak-tidak! Dia tak mungkin selingkuh. Mungkin saja, dia sedang ke toilet. Trus, handphonenya tergeletak begitu saja. Lalu, salah satu staff karyawannya mencoba mengangkatnya. Yah, mungkin seperti itu. Secara, meskipun sifatnya cuek dan pendiam seperti itu, banyak wanita di kantor yang mengejarnya," gumam natasha mencoba berpikir positif."Tapi, masa' iya seperti itu? Kayaknya tak mungkin, deh!"Natasha diam sejenak. Bibirnya merapat seraya memandang benda layar pipih yang ada di tangannya. "Ahhh, bodo amatlah! Tak ada untungnya jika aku menuduhnya tanpa bukti. Toh, sekarang dia juga sudah menjadi tunanganku!" Natasha meletakkan kembali ponselnya dan melanjutkan kembali pekerjaannya.Di restoran, Darren menghampiri Ratu yang duduk manis seraya menyunggingkan senyum padanya. "Sudah selesai makannya?" tanya Darren duduk tepat di depan Ratu."Heem. Sekali lagi, makasih banyak, ya! Kamu sudah membawa mobilku ke bengkel dan mengajakku makan pula! Entah apa yang terjadi, jika aku tak be
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang