"Ada apa dengannya? Kenapa hari ini, dia memperlakukanku layaknya seorang ratu? Lantas, Kenapa tiba-tiba dia memanggilku 'Amora'?" batin natasha bertanya.Sejenak, bibirnya merapat. Jemari tangannya perlahan memegang kening yang mendapat kecupan hangat dari atasannya tersebut. Kecupan itu terasa masih membekas hingga membuat ritme degupan jantungnya kian tak beraturan. Berbalik meraih guling sembari tersenyum meluapkan rasa bahagia yang tak tertahankan.Seketika, senyum Natasha memudar. Bibirnya merapat saat merasakan perasaan aneh dalam dirinya. Perasaan yang seharusnya tak boleh terjadi dalam isi kontrak yang telah ia tandatangani bersama Darren."Fix, aku benar-benar jatuh cinta padanya. Bahkan, rasa ini begitu besar melebihi diriku sendiri. Akan tetapi, bagaimana konsekuensinya jika dia tau dengan apa yang aku rasakan? Bisa-bisa, aku akan hidup di kelilingi dengan hutang. Huft!" kata Natasha menghela nafas panjang."Andai saja kontrak itu tak ada, sudah pasti aku akan mengungkapk
Sepuluh kali lipat? Natasha seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Saya membeli jam tangan itu dengan harga awal dua juta. Jika sepuluh kali lipat berarti menjadi dua puluh juta. Itu kalo kakak mau, sih!" cakap lelaki itu tersenyum tipis."Dua puluh juta? Huft, uangku saja tinggal lima juta. Lalu, darimana aku mendapatkan sisanya lagi?" batin natasha bertanya. Bibirnya merapat. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap sembari berpikir sejenak."Haruskah aku meminjam uang padanya lagi?" Natasha yang teringat mempunyai boss yang sangat mungkin membantunya untuk mendapatkan jam tangan itu kembali."Bagaimana, Kak? Kalo iya kakak bisa transfer sekarang dan kalo kakak berubah pikiran juga tak mengapa."Natasha mendongak. Dengan santai, ia menyetujui harga yang mereka lontarkan kepadanya."Iya. Tapi, saya hubungi tunangan saya dulu, ya. Kebetulan, uang saya tak cukup!" acap natasha.Selesai mandi, Darren mengerling saat membuka benda layar pipih yang merupakan benda penting d
Darren menyeringai. Ia tak menyangka jika Natasha sangat memperjuangkan benda yang telah ia berikan."Setelah apa yang kamu lakukan dengan apa yang pernah aku berikan padamu, aku semakin yakin untuk membawamu ke tahap yang lebih serius!" kata batin Darren senang."Apa ada cerita di balik jam tangan itu?" tanya Darren mencoba ingin tau jawaban yang akan di berikan oleh natasha."Iya. Dulu, waktu kecil aku di beri jam tangan ini oleh pangeran kecilku," ucap natasha."Pangeran kecil?""Heem. Dia itu my first love. Dan semoga saja sebelum aku menikah nanti, kami sudah di pertemukan kembali," harap Natasha tersenyum tipis."Jika kamu bertemu dengannya, apa yang akan kamu lakukan?" "Yang pasti aku akan memeluknya dengan erat. Meskipun, dia sedang bersama kekasih atau istrinya, aku tak peduli," kata natasha yang seketika membuat tubuh Darren meremang menahan rasa bahagia yang tiada tara."Jangan seperti itu! Tak baik memeluk lelaki yang sudah mempunyai istri ataupun kekasih," ucap darren se
Udara pagi terasa menyejukkan. Kabut tebal mulai memudar saat sang surya menampakkan cahayanya. Agatha menggeliat. Dua bola matanya terbelalak saat melihat dirinya terbaring bersama Devan. Lelaki yang pernah menolongnya dan di jadikannya sebagai paman pelindungnya.GlekTenggorokannya tercekat. Menatap tajam ke arah lelaki yang seharusnya menjadi partner dalam menjalankan misinya."Oh my God! Apa yang aku lakukan bersamanya?" tanya Agatha memukul keningnya. Pengaruh minuman alkohol yang berlebihan membuat kepalanya terasa sangat berat.FlashbackAgatha duduk di pangkuan Devan. Meluapkan masalah yang datang sembari meminum minuman keras yang tersaji di depan mereka."Paman, aku lihat-lihat paman itu ganteng juga. Malah lebih tampan dari kak Darren," ucap Agatha melingkarkan kedua tangannya tepat di leher Devan.Devan menyeringai. Jemari tangannya dengan lembut membelai rambut panjang terurai yang di miliki Agatha. Terlihat begitu cantik dan imut. "Bukankah aku sudah bilang padamu, kal
"Jangan-jangan, wanita itu ...," gegas Darren berlari mengikuti staff keamanan yang menuju tempat kejadian. Sejenak, Darren bernafas lega melihat korban tenggelam itu bukanlah natasha. "Syukurlah, bukan dia," gumam batin Darren menghela nafas panjang. Sesaat, pandangan matanya beralih ke arah beberapa orang yang berada di ujung kolam renang satunya. Sosok wanita mengenakan kimono putih berkaca mata hitam yang sangat mirip dengan Natasha."Mas Darren!" Suara natasha seketika membuat Darren menoleh. Sudut bibirnya mengembang dan berlari memeluk erat tubuh langsing yang di miliki tunangannya tersebut.Lentik indah bulu mata natasha tak berhenti mengerjap. Bibirnya merapat mengimbangi rasa tak karuan yang datang menghampiri. Pelukan erat yang sungguh terasa sangat berbeda dari biasanya."Mas, kenapa ...," ucap natasha terhenti."Aku takut kehilanganmu!" kata Darren yang membuat natasha tercekat seketika. Perkataan sekaligus pernyataan yang telah melanggar kontrak mereka berdua.Darren
"Semoga saja, apa yang aku rencanakan berjalan sesuai harapanku!" gumam batin natasha berjalan menuju ke arah pintu rumahnya yang tertutup rapat.Ting tongNatasha memencet bel pintu rumahnya. Sesekali, ia melirik ke arah Darren yang berdiri tepat di sampingnya. Terlihat tampan, gagah dan nyaris terbilang sangat sempurna."Ya Tuhan, aku tak menyangka dia mau menolongku," gumam batin Natasha menyeringai.CeklekPintu terbuka. Senyum natasha mengembang saat bertemu dengan simbok Narti yang membuka pintu untuknya."Non Cacha," ucap simbok Narti seakan tak percaya melihat kedatangannya. Yah, wanita tua yang bertubuh besar itu seakan seperti mimpi melihat anak majikannya itu pulang ke rumah. "Apa ka ...."Natasha terkejut saat mbok narti tiba-tiba memeluknya begitu erat. Seakan meluapkan rasa rindu yang tak tertahan."Akhirnya, Non Cacha pulang juga!" kata Mbok Narti melepas pelukannya. "Iya, Mbok. Mbok sehat?" tanya Natasha tersenyum saat pengasuhnya waktu kecil menganggukan kepala."Sy
Sejenak, degupan jantung natasha kian tak beraturan saat Darren meraih tangan kirinya. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat tatapan hangat tersirat jelas dari wajah tampan yang di miliki Darren."Kita sama-sama tak memiliki pasangan. Tak ada salahnya juga kalo kita berdua menikah untuk mereka semua. Yah, meskipun tidak ada rasa di antara kita berdua!" tutur Darren tersenyum tipis."Mas Darren, apa kamu sadar dengan perkataan kamu itu?" tanya Natasha memastikan."Ini bukan main-main, lho! Apa mas tau, jika kita menikah nanti itu ...," kata Natasha terhenti."Aku tidak main-main, Amora!" tegas Darren.***Natasha duduk termenung di tepi kolam renang. Dua manik bola matanya tak berhenti menatap ke arah kakinya yang berada di dalam kolam renang."Huft! Sungguh, aku masih sangat tak percaya dengan jalan pemikiran dia. Bagaimana bisa dia menyetujui permintaan papa? Apa dia pikir menikah itu sebuah permainan apa? Padahal, aku itu ingin menikah satu kali seumur hidup. Dan baga
Rania!Rania Adisti, wanita cantik nan pintar yang dulu satu kampus dengan Bara. Berkat pertolongannya, Bara bisa menyelesaikan kuliah tanpa harus berpikir keras."Maaf, Mas. Saya benar-benar tak sengaja menabrak mobil Mas!" ucap Rania menangkupkan kedua tangan untuk meminta maaf.Bara tak berhenti mengerjap. Untuk kali pertama, ia memandang Rania begitu dekat. Sungguh sangat begitu cantik hingga Bara tak mampu berpaling.Sejenak, lamunan bara buyar seketika saat telapak tangan yang ukurannya lebih kecil dari tangannya bergoyang-goyang di depan mata."Maaf," suara manis itu keluar dari bibir ranum Rania."Saya benar-benar ....""Apa kamu Rania?" tanya Bara memastikan.Rania mengangguk perlahan. Bibirnya merapat seraya mengamati seseorang yang mengetahui namanya."Mas Bara kah?" "Syukurlah, kalo kamu masih ingat!""Ya ingatlah, Mas! Mana mungkin aku lupa dengan orang yang telah membuatku pusing setiap kali mendapatkan tugas," gerutu Rania tersenyum tipis ketika kembali mengingat masa l
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang