Nada bicara Tuan Faena seketika berubah semenjak Angel melakukan sedikit kesalahan saja padanya. Saat itu, yang awalnya Angel merasa bosan dan muak dengan pembahasan itu, seketika jantungnya langsung berdetak kencang. Posisi sekarang berbalik padanya. Angel langsung terdiam saat mendengar itu. “Jangan sombong kamu! Kamu pikir karena saya sangat membutuhkan Hotel itu, kamu bisa se-enaknya berbicara, hah! Saya bisa saja mendapatkan Hotel itu secepatnya! Masih baik saya menemui kamu dengan cara baik-baik seperti ini!” Krekkk ... “Eh, ada apa tuh?”*** “Spike, kita istirahat dulu kali ya ....”Setelah beberapa saat mengelilingi kota, Hans merasa lelah. Dia pun memutuskan untuk menghentikan mobilnya di dekat sebuah taman. Dia pun keluar dari mobil dan mengunjungi sebuah market kecil untuk membeli minuman dan sebungkus rokok, lalu kembali ke Spike. Dia pun mendudukkan tubuhnya di sebuah bangku kayu panjang yang ada di dekat mobilnya. Kemudian, membakar sebatang rokok dan ber
Brum – brum!Dalam perjalanan, Nyonya Faena atau biasa dipanggil Rebecca, meminta Supirnya untuk menambah kecepatan mobilnya saking panik, mengingat kalau Joe, Davin beserta tim dari kepolisiannya masih mengikuti. Dia bermaksud langsung menuju ke pesisir pantai, karena beberapa timnya sudah berada disana bersama dengan kapal untuk bisa melarikan diri. Titik awal Hotel, dimana mereka bertemu dengan Angel menuju pantai membutuhkan waktu dua jam perjalanan. “Mereka masih mengikuti!?” tanya Nyonya Faena panik. “Masih, Nyonya. Beberapa mobil polisi sudah hampir mendekati mobil kita. Ada dua unit SUV juga mengikuti,” jawab salah seorang tim perempuan Nyonya Faena yang duduk di kursi belakang mobil. “Sialan! Hmm ..., kamu! Di depan, ambil jalur kanan, kemudian langsung ambil ke kiri dan masuk ke jalur kecil!” bentak Nyonya Faena.Mendengar itu, Supir perempuan Nyonya Faena langsung mengangguk, mengiyakan perkataannya. Tibalah mereka di perempatan dan kebetulan, lampu saat itu t
Joe dan Samuel langsung melompat dan terguling di atas pasir. Lalu, Joe dengan cepat langsung bangkit dan berlari langsung menuju Nyonya Faena dan langsung menangkapnya, menarik tangannya ke belakang dan mengarahkan pistol kearah kepalanya. Samuel mengikuti Joe, lalu menyandra salah seorang Wanita dari tim Nyonya Faena. Bersamaan dengan itu, tim dari kepolisian tiba dan sudah dapat dipastikan kalau Nyonya Faena beserta tim tidak dapat melakukan apa-apa saat itu. “Cih!” kesal Nyonya Faena. “Mau kemana?” tanya Joe sambil tersenyum tipis.Nyonya Faena beserta tim dibawa masuk ke salah satu mobil dari tim kepolisian, lalu pergi meninggalkan kapal.*** “Iya, jadi begitu, Ngel ... padahal ngga tahu bagaimana ceritanya Dosen itu bisa begitu,” “Hahaha, iya terkadang memang seperti itu lah kelakuan Dosen, ya.”Setelah Tuan Faena pergi meninggalkan Cafe, Angel dan Hans masih duduk sambil berbicara santai. Mereka sepertinya sudah melupakan kejadian sebelumnya. “Eh, teman-tema
“Nah, iya bener! Ih, tumben pinter kamu, Sherl, hahaha. Nah, kalau kamu kerja disana, kita ‘kan bisa makan gratis setiap hari, hahaha ...,” sahut Camille. “Ya ngga gitu juga kali, Cam, hahaha. Bisa-bisa si Hanny langsung dipecat kalau gitu,” kata Sherly. “Tahu tuh! Bukannya ngasih saran yang bener gitu, eh malah menyesatkan teman, huh ...,” kesal Hanny. “Hahaha ... santai, Hann, bercanda kok. Lagian ....” Ding ... ding ... ding ... Tap ... tap ... tap ...Belum sempat Camille menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba saja Sherly beranjak dari tempat tidurnya dan langsung berlari keluar kamar sembari ponsel miliknya berdering. “Eh, si Sherly kenapa, tu?” “Ngga tahu, Cam. Eh, kamu nyadar gak sih kalau si Sherly akhir-akhir ini agak aneh?” “Hmm ... ngga tahu deh. Dia ‘kan emang begitu....” “Siapa ya?”Sesampainya Sherly diluar kamar Asrama, dia tidak langsung menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya itu. Dia menatap ke layar ponselnya sambil bertan
Percakapan tiba-tiba terhenti dan semua orang menoleh kearah suara seseorang yang baru saja tiba di ruangan itu. Suara yang sangat dikenali oleh Nyonya Faena, seketika membuatnya terkejut dan langsung mengangkat kepalanya. “Sayang!?” Nyonya Faena seketika panik melihat kalau orang yang baru saja tiba itu ternyata adalah Suaminya, Tuan Faena. Dia tidak menyangka kalau Suaminya bisa datang ke kantor polisi saat itu.Perlahan, Tuan Faena mengambil satu buah kursi kosong yang ada di sudut ruangan, lalu membawanya sambil berjalan mendekati Anggota Kepolisian dan Nyonya Faena diikuti oleh dua orang timnya melewati Angel, Joe dan Davin. Lalu, ia pun mendudukkan tubuhnya. “Jadi, bagaimana? Bolehkah saya mengetahui apa yang sedang terjadi disini?” tanya Tuan Faena sambil tersenyum, sesekali menatap satu per satu orang yang ada di dalam ruangan.Semua orang yang ada di ruangan masih berdiri mematung, terdiam menatap kearah Tuan Faena. Tak ada satu orang pun yang menjawab perta
Sherly langsung berlari masuk ke dalam kantor itu, diikuti oleh Camille dan Hanny yang masih terlihat bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya.Beberapa langkah mereka masuk ke dalam kantor, mereka melihat seorang pria muda yang mungkin tak asing lagi bagi mereka. Pria itu sesekali mengintip ke dalam sebuah ruangan, lalu memalingkan lagi pandangnya. “Sam! Dimana ruangannya!?” “Eh, ka-kalian kenapa ada disini!?” “Dimana ruangannya! Cepat!!!” “I-ini ....”Sherly pun langsung bergegas membuka pintu ruangan dan kemudian masuk ke dalam. Camille dan Hanny masih terlihat bingung saat itu. “Sam, ada apa sih?” tanya Camille, berbisik pada seorang Pria muda yang ternyata adalah Samuel. “Kalian kenapa ada disini!? Ck!” Samuel langsung terlihat panik melihat mereka. “Nggak tahu, cek ada ke dalam,” lanjutnya.Camille menjadi ragu saat itu setelah melihat orang-orang yang ada di dalam ruangan. Lalu, pandangannya terhenti saat melihat seorang Wanita muda yang sedang ber
Pukul delapan malam. Perlahan, mata Sherly pun terbuka. Samar-samar, tubuhnya merasa dingin dengan pandangannya melihat seperti cahaya putih. “A – aku … d – dimana ini?” “Hmm? Eh, Sherl!? Kamu sudah sadar?”Merasa ada pergerakan dari tempat Sherly, Hanny yang sedang melipat kedua tangannya di tempat tidur Sherly dan menyandarkan kepala sambil memejamkan mata, seketika langsung terbangun. “I – ini dimana, Hann?” tanya Sherly, terbaring di atas tempat tidur. “Ini di rumah sakit. Sini, ku bantu …,” jawab Hanny, berdiri dan membantu Sherly untuk bangkit dan duduk di tempat tidur. “Aaaghhh, sshhhh … a – aduh …,” “Pelan-pelan ….”Hanny mengambilkan sebotol minuman yang terletak di atas meja kecil tepat di samping tempat tidur Sherly, lalu membukanya dan memberikannya pada Sherly. “Ssrrruphh … ck! Ahhh … hmm …, kenapa aku bisa disini?” tanya Sherly, perlahan menutup kembali botol minumannya. “Ah, sini biar aku saja. Tadi itu, kamu tiba-tiba nggak sadarkan
Baru saja Angel ingin berlagak sok di depan Samuel dan lainnya, tiba-tiba saja suara perutnya berbunyi. Joe yang melihat itu langsung tersenyum kecil sambil menepuk keningnya. “Tuh, kamu belum makan, ‘kan? Ini makan dulu, kami beli banyak,” kata Samuel. “Hehehe …, boleh deh, mumpung gratis, hihi ….”Angel pun duduk dan bergabung bersama dengan Samuel dan yang lainnya di lantai dan menikmati makan malam bersama. “Joe, sini makan juga, jangan malu-malu ah!” kata Samuel. “Ah, tidak, Sam, saya sudah makan tadi,” jawab Joe, menarik satu buah kursi dan duduk di samping pintu masuk. “Ah, bohong, Sam! Nyam – nyam … dia juga belum makan tuh!” sahut Angel, sambil mengunyah makannya. “Tuh ‘kan, ini makan, keburu habis loh!” kata Samuel. “Hahaha … ngga, duluan saja. Lagi pula, kalau saya ikut, nanti makanannya habis loh …,” kata Joe. “Lah, ini masih banyak! Ck! Sudah sini!” “Ah, yaudah boleh!” ‘Pfffttt … hahaha … mereka random banget sih ….’ bisik Sh
Angel, Fanny, Chelsea, kedua Pekerja Toko menatap kearah salah seorang rekan Chelsea yang tengah sibuk membungkam mulut Emma yang sejak dari tadi selalu memotong perkataan Angel. “Hadehhh ….” Angel menggelengkan kepala sambil menghela napas. “Oke, jadi ….”Angel melanjutkan perkataannya dengan menceritakan apa yang sudah terjadi saat Angel pergi bersama dengan Joe ke sebuah Cafe. Dia juga menceritakan kalau sebelum itu, dia dan Joe menemui Alan di Cafe itu. “Apa?! Pria yang menggoda Emma saat kita tiba di depan Club malam kemarin, Ngel?!” tanya Fanny, terkejut. “Iya, Fann! Parahnya lagi, mereka berdua membawa satu orang temannya dengan tubuh yang … wah, tinggi dan kekar! Kalian tahu Joe setinggi apa, ‘kan? Nah, Pria bertubuh kekar itu bahkan jauh lebih tinggi,” jelas Angel. “Terus – terus?!” sahut Chelsea penasaran. “Hup! Hup!” Plak! “Ouchh! Sakit, Emma!” “Hufffttt … huh! Makanya jangan menutup mulutku! Apa tadi, Ngel? Pria yang kemarin kamu dan … h
Tok … tok … tok …Setelah kejadian yang tak terduga di Cafe, Angel langsung pergi menggunakan mobil milik Joe. Sebenarnya Angel tidak melarikan diri karena sudah memukul dua orang Pria yang tiba-tiba mengganggu-nya dan teman-temannya, akan tetapi alasan dia langsung pergi meninggalkan Cafe karena seluruh mata para pengunjung sudah tertuju padanya saat itu. Dia tidak ingin karena kejadian itu, namanya beserta keluarganya menjadi rusak. Begitulah yang sedang dipikirkan Angel saat itu. “Hmm … ah, hmm … apa ya? Hmm ….”Sembari mengemudikan mobil dan berpikir, Angel mengetuk jari telunjuknya beberapa kali ke stir mobil. “Jadi …, kenapa aku langsung pergi ya?”Terlihat, dia berbicara kepada dirinya sendiri di dalam mobil. Dia tampak masih memikirkan kejadian yang sudah terjadi di Cafe. “Nggak! Bentar-bentar. Kalau aku pergi, bukannya terlihat seperti melarikan diri, ya? Yang harusnya bersalah ‘kan mereka dan bukan aku? Kenapa harus aku yang pergi? Takut reputasiku jelek dimata p
Salah seorang Pelayan naik ke lantai dua dan menghampiri Pria itu, dengan tangan yang masih menempel di wajah salah seorang temannya. “Ah, ma – maaf, Tuan, sepertinya pengunjung yang lain merasa sedikit terganggu, hehe. M – mohon maaf, kalau ingin berkelahi … silahkan di lu …,” Gedebam! Brak! Praaang!!! “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!”Pelayan itu langsung terlempar dan menghantam salah satu meja makan yang sedang digunakan oleh dua orang pengunjung, dan piring serta gelas yang ada di atasnya langsung terhempas ke lantai. Setelah melakukan itu, perlahan wajah Pria itu kembali menoleh kearah Angel. “Jadi, bagaimana?” tanya Pria itu, masih dengan tatapan yang sama kearah Angel. Tap … tap … tap … “Atau … mau lebih di perjelas, kah …,” Tap! Gedebam! Gubrak!!! Gedebam! Gedebam! “T – Tuan! A – ah, sialan! Berani sekali ka …,” Tap! Gedebam!Saat Pria kekar itu baru saja melangkahkan satu langkah berniat berjalan kearah A
“Oke, sekarang serius! Kamu tahu cerita itu dari mana?”Piring – piring yang ada di atas meja sudah tampak kosong. Hanya tersisa sebagian kecil dari sisa makanan yang dipesan, tertinggal di atas piring. “Hmm? Maaf, sebentar ….” Joe membersihkan mulutnya terlebih dahulu menggunakan serbet yang telah di sediakan. Setelahnya, dia menikmati minumannya. “Apa tadi?” lanjutnya, bertanya. “Itu tadi, kamu bercerita tentang masa lalu saya. Seolah-olah, anda tahu banyak tentang saya, ya,” kata Alan. “Hmm …, bagaimana cara menjelaskannya, ya …,” “Kenapa, Joe? Kok kamu terlihat bingung begitu? Kamu memang mengenal Alan, ‘kan? Nyam – nyam … ya … asdjahkdjah …,” “Nona Angel … habiskan dulu makanan anda yang ada di dalam mulut. Jangan bicara sambil mengunyah makan loh,” Glek! “Ahh! Maaf, Joe. Nah, betul ‘kan? Memangnya apa yang membuat kamu begitu sulit untuk menjelaskannya kepada Alan?” tanya Angel, selesai mengunyah dan menelan makanannya.Alan dan Joe sudah menyelesa
Pukul Delapan pagi, “Kesini … dari bangunan ini ditarik kesini … hmm, apa cocok? Coba kalau begini? Hmm … kayaknya bagus!? Oke, begini saja!” “Alan … uhuk – uhuk! Alan …,” “Hmm?” Tap … tap … tap … “Iya, Nek, ada apa?” “Kamu lagi apa, Nak?” “Aku lagi menggambar bangunan, Nek! Sebentar lagi selesai, Nenek mau lihat?” “Uhuk – uhuk! Ck! Wah, bagus sekali gambar kamu. Sepertinya kamu memiliki bakat menggambar, ya …,” “Bakat? Apa itu, Nek?” “Hehe … bakat itu, hmm …, bagaimana Nenek menjelaskannya ya? Intinya kamu bisa dan suka menggambar, iya ‘kan?” “Iya, Nek! Tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku suka menggambar bangunan, Nek. Padahal dulu, aku suka menggambar hewan, buah-buahan … ah, mobil-mobilan juga aku suka, Nek!” “Ha – ha – ha … uhuk! Ck! Ah … Nenek mau memperkenalkan kamu dengan seseorang. Kamu ‘kan suka menggambar bangunan, nah kebetulan orang ini juga suka. Dia adalah kenalannya Nenek,” “Siapa, Nek?” “Nanti, sebent
Karena cara duduk pengunjung Cafe disana sangatlah tidak cocok di pandangan matanya. Sebenarnya dia sangat kesal dan ingin sekali meminta para pengunjung untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Angel dan Joe tadi. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin. “Memangnya kenapa, Alan? Kenapa kami harus mengubah posisi kursi?” tanya Angel. “Ah, tidak apa-apa kok, Nona. Supaya enak dipandang dan tidak terlalu banyak makan tempat. Takutnya pengunjung yang lain, yang ingin menggunakan meja makan yang ada di belakang anda, sedikit kesulitan,” jelas Alan, sedikit berbohong.Angel langsung menoleh kearah meja yang ada di belakangnya dan ternyata jarak dari kursi yang tengah digunakan olehnya dengan meja makan itu terbilang cukup jauh. Jika ada pengunjung yang ingin menggunakan meja makan itu, jika salah satu kursi yang ada disana ditarik ke belakang juga tidak bersentuhan dengan kursi Angel. Angel sempat kebingungan mendengar alasan dari Alan itu. Akan tetapi, dia tidak terlalu menangga
“Udah ya, duh … kayaknya kita telat nih. Yaudah deh, kami jalan dulu, ya?” “Iya, hati – hati di jalan, Ngel ….”Angel mengangguk sekaligus melontarkan senyum kepada teman-temannya. Setelah itu, Angel dan Joe pun keluar dan langsung pergi menuju mobil SUV putih milik Joe, dan setelah itu mereka pun berangkat pergi. “Eh, si Angel dan si Joe mau kemana?”Setelah Angel dan Joe pergi meninggalkan rumah, Cassey pun masuk ke dalam rumah. Dia langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, setelah itu mengambil handuk dan mengeringkan wajah serta keringatnya sembari berjalan ke ruang tamu. Lalu, dia pun bergabung dengan teman-teman yang lain. “Lah, kamu nggak tanya tadi, Cass? Tadi ‘kan pastinya kamu berselisih sama mereka?” tanya Fanny. “Nggak. Tadi aku masih lari, &lsquo
Tap … tap … tap … “Udah, Ngel?” “Hmm? Udah? Udah apanya, Chel?” “Itu tadi kamu mau lihat si Cassey, ‘kan? Udah belum?” “Oh, udah kok, tapi dia masih olahraga di luar. Ah, Joe … kita keluar, ya?”Di dalam rumah, terlihat teman-teman Angel masih berkumpul di ruang tamu. Setelah bertemu dengan Alan, Angel berniat untuk langsung bersiap-siap terlebih dahulu sebelum berangkat pergi ke Cafe yang telah dijanjikannya dengan Alan. Tak lupa, dia akan mengajak Joe untuk berjaga-jaga, kalau nanti pembahasan Alan mengarah ke bisnis atau semacamnya. “Kemana, Ngel?” tanya Samuel penasaran. “Iya! Joe aja nih yang di ajak? Kita nggak?” sahut Chelsea, bertanya pada Angel. “Hahaha … nggak kemana-mana kok.
“Tuh, di luar. Lagi olahraga,” sahut Fanny. “Tumben-tumbenan tuh anak olahraga? Biasanya juga masih tidur jam segini,” kata Angel. “Entah tuh … mungkin karena habis minum tadi malam. Padahal cuma sedikit saja, tapi dia langsung olahraga. Takut sakit mungkin, hahaha …,” sahut Chelsea sambil tertawa. “Huahhh … ck! Kalian nggak ikut?” tanya Angel, beranjak dari sofa. “Kemana, Nona?” sahut Joe, bertanya pada Angel. “Lihat si Cassey di depan. Yuk?!” ajak Angel. “Ah, kirain mau kemana tadi. Nggak jadi deh,” sahut Chelsea.Angel tak menjawab sepatah katapaun dan berjalan keluar rumah. Sesampainya di luar rumah, Angel langsung meregangkan tubuhnya sembari menghirup udara yang masih terasa segar. Terlihat sudah ada Cassey yang tengah berlari di sekitar halaman rumah. “Udah lama, Cass!?” teriak Angel, bertanya pada Cassey.Cassey yang tadinya sibuk berlari santai di sekitar halaman rumah, seketika berhenti dan langsung menoleh kearah Angel yang sedang berdiri