“Hufffttt ... kira – kira, apa yang bisa dikerjakan untuk menghasilkan uang, ya?”Waktu menunjukkan pukul setengah dua siang. Camille dan teman – temannya masih berada di sebuah cafe yang tak jauh dari rumah Angel setelah puas menemukan rumah Angel. Mereka berkumpul sembari berbicara santai setelah selesai menikmati makan siang. “Ya kerja lah,” sahut Sherly. “Shruuupp! Ck! Ahh ... masalahnya, apa yang mau dikerjakan wahai Nona Sherly yang cantik jelita ...,” kata Camille sambil meminum segelas kopi hangat. “Mungkin, kamu bisa coba bertanya pada took yang ada di seberang kampus. Siapa tahu mereka mencari orang untuk dipekerjakan,” kata Hanny. “Wah, bagus sekali saran kamu. Dengan begitu, aku menjadi junior di took itu ... dengan Chelsea dan Fanny sebagai seniorku? Kamu mau melihat seorang teman kamu menjadi budak disana?” tanya Camille. “Loh, bagus dong!? Dengan begitu, kamu bisa menunjukkan ke mereka, kalau kamu itu sudah berubah dan ... ya, siapa tahu mereka ingin
“Ini, Pak ...,” “Terima kasih, Nona.”Pukul dua siang, Sherly pun tiba di rumahnya menggunakan taksi. Tak disangka, rumah milik Sherly ternyata cukup mewah. Jika dilihat dari jarak gerbang menuju rumahnya sekitar sepuluh meter lebih. Terdapat satu bangunan rumah berwarna putih cerah dengan dua lantai ruangan dan rooftop yang bisa digunakan untuk bersantai. Ada tiga kamar yang ditempatkan pada lantai dua rumah. Dibagian sebelah kiri rumah terdapat garasi dengan kapasistas empat mobil Sport. “Mami, kenapa tiba – tiba datang kesini?”Setibanya Sherly di depan rumahnya, dia pun bergegas masuk ke dalam rumah dan ternyata benar, Ibu dan Ayahnya sudah menunggunya di dalam rumah. “Ah, Lily ... apa kabar?” tanya Ibu Sherly, berdiri dan memeluknya. “Aku baik, kok. Hmm ... ada perlu apa Papi dan Mami datang kesini?” tanya balik Sherly, melepas pelukan Ibunya. “Loh, memangnya tidak boleh kalau Mami ingin melihat putri kecil Mami? Mami sangat rindu sekali padamu, Lily,” kata Ibu S
“Kakak, kita sedang apa di lapangan seperti ini?” “Hmm? Ini bukan lapangan, Lily. Ini adalah lahan kosong yang nantinya akan dibangun sebuah rumah. Nah, kebetulan Kakak merancang bentuk rumah itu dan sedikit memberikan gambaran pada pemiliknya ...,” “Hmm ..., mengapa harus Kakak yang melakukannya? Bukankah disini sudah banyak orang?” “Mereka – mereka itu sudah memiliki tugasnya masing – masing, Lily. Lagi pula, Kalau bukan Kakak yang melakukannya, lalu siapa nanti yang akan membelikanmu Ice-Cream dan permen?”Dua belas tahun yang lalu adalah tahun dimana Sherly masih berusia sembilan tahun. Itu adalah kali pertama dia menyaksikan Kakaknya yang tengah berbincang dengan orang – orang dewasa, membahas mengenai pembangunan rumah dengan Kakak Sherly sebagai perancang bangunan. Sherly dan Alan tinggal bersama Nenek mereka di sebuah kota terpencil setelah kedua Orang tua mereka pergi meninggalkan mereka sejak Sherly masih berusia empat tahun. Nenek mereka mengatakan kalau Orang tu
“Eh, besok kita masuk kuliah, ya?” “Hmm ..., sepertinya begitu, Ngel. Eh, kita ngga ada tugas ‘kan ya?” “Ngga tahu deh.”Setelah berpisah dengan William yang memilih untuk tinggal di Bandara bersama Sonia dan Aaron, Angel dan teman – temannya memilih untuk langsung pulang. Dalam perjalanan pulang, mereka pun berbicara santai untuk mengisi kesunyian saat itu. “Oh iya, Ngel, kalau dipikir – pikir ... bagaimana ceritanya kamu bisa hampir dipukul oleh si Gendut itu?” tanya Cassey. “Hmm? Ngga tahu sih, aku hanya mengatakan kalau dia itu gendut dan ... yah, dia langsung marah dan memukulku. Untung saja ada Samuel-ku sayang, iya ‘kan, Sayang?” tanya Angel pada Samuel sambil tersenyum. “Woi ...,” sahut Fanny menatap sinis kearah Angel. “Hehe, becanda ...,” “Eh, tapi ... kalau berbicara tentang mereka ya, kenapa harus ruangan itu? Kenapa tidak diruangan lain saja begitu?” tanya Chelsea. “Ya ... secara ‘kan mereka itu si ‘Anak’ SANG PEMILIK restoran! Harga diri dooo
Brum brum ... “Pi, Mi, mau pesan apa?”Pukul tujuh malam, Sherly bersama dengan Orang tuanya tiba di sebuah restoran yang sedikit jauh dari rumahnya. Terlihat, restoran itu berada di tepi jalan bersebrangan dengan pantai. “Hmm ..., Mami pesan makanan yang ringan-ringan saja, Ly,” sahut Mami-nya Sherly. “Papi juga sama. Tadi diperjalanan menuju ke rumah kamu, Papi dan Mami sudah makan juga,” kata Papi-nya Sherly. “Hmm, yah sudah, aku pesankan dulu. Oh iya, aku ingin ke toilet sebentar.”Sherly dan Orang tuanya berkumpul di satu meja makan di lantai dua restoran dengan pemandangan langsung mengarah ke pantai dengan sedikit pembatas kaca yang tidak terlalu menghalangi pemandangan. “Hai, Mi, Pi, lagi liatin apaan, sih?”Tak lama kemudian, Sherly kembali dari toilet dan bergabung bersama dengan Orang tuanya dan bersamaan dengan itu, makanan mereka pun tiba. “Hah? Hmm, ng-nggak ... nggak ada kok. Mami sedang menikmati pemandangan saja. Ayo makan, keburu dingin nanti maka
“Vin! Nih ya, aturan di rumah ini. Pertama, kita semua ini sama! Sudah? Kedua, ngga perlu se-formal itu kali! Aku tuh kadang risih tahu kalau kamu memanggilku dengan sebutan NONA begitu! Panggil Angel saja,” kesal Angel. “Tuh, dimarahi atasan ‘kan? Aku bilang juga apa, jangan terlalu formal kalau bicara padanya, Vin, hahaha ...,” sahut Samuel.Davin terbilang seorang Pria yang sangat kaku layaknya seperti ‘Robot’. Dia tipe pekerja yang sangat patuh terhadap peraturan dan sangat menghormati atasan. Terlebih lagi kalau Atasannya itu adalah seorang Wanita. Davin hanya tersenyum dan mengangguk saja mendengar perkataan Angel dan Samuel. “Hmm ..., yah sudah, boleh lah kalau begitu. Kamu bisa mengajak Cassey untuk ...,” “Eh, kenapa aku!?” Cassey yang tadinya baru saja berdiri dari sofa dan ingin pergi ke Dapur untuk mengambil segelas air, seketika berhenti dan menoleh kearah Angel. “Lah, si Davin nggak tahu kali makanan apa yang akan dibeli. Ya ..., kamu ‘kan tahu tuh makanan ya
“Oh iya, kalau Mami tidak salah, kamu tadi bilang kalau kamu kenal dengan Pemilik Hotel Mendez itu ya, Lily?”Setelah selesai menikmati makan malam bersama, Sherly dan Orangtuanya pun kembali ke mobil dan berangkat pulang. Diperjalanan, Mami Sherly penasaran dengan perkataannya tentang Sherly yang mengatakan kalau dia mengenal Angel. “Ya, aku kenal dengan Pemiliknya. Kenapa, Mi?” tanya balik Sherly. “Kira-kira orangnya seperti apa, Ly? Apa dia tampan?” tanya Mami-nya Sherly. “Tampan? Dia Wanita lah, Mami. Dia teman sekelasku di Kampus. Aku nggak tahu bagaimana ceritanya dia bisa membeli Hotel itu,” jawab Sherly. “Loh? Wanita? Teman sekelas kamu, Ly? Ah, yang benar saja kamu! Uang darimana coba anak muda seperti itu,” kata Mami Sherly terkejut. “Nggak tahu. Yang jelas, dia sudah punya rumah sendiri, bahkan lebih besar dan lebih mewah dari rumahku, Mi. Siang tadi, aku baru saja ke rumahnya dan setelah itu, aku dan teman-teman pergi ke Cafe, lalu Mami menelfon,” jelas
Samuel, Fanny dan Chelsea serentak langsung menunjuk kearah Davin. Joe hanya diam sembari menunggu jawaban dari Davin, menjelaskan tentang itu. “Eh? Kalian kenapa sih!? Nggak usah lebay deh. Santai aja kali, kayak lagi ngelihat apa aja,” kata Angel, mengerutkan kening melihat kelakuan teman-temannya. “Tahu tuh, Ngel,” sahut Davin. “Eh, tapi iya sih, Vin, kenapa tiba-tiba kamu langsung berubah begini? Cassey memberikanmu apa?” tanya Angel. “Aku? Nggak ada kok. Dia hanya memintaku mengajarkan cara berbicara seperti kita. Yaudah, aku ajarkan dia sambil berkeliling mencari makanan dan ... ya, dia langsung menjadi seperti ini, hahaha,” jelas Cassey sambil membawa beberapa piring dan gelas, lalu menyusunnya keatas meja makan. “Wah, ternyata kamu cepat belajar ya. Oke lah, ayo makan,” ajak Angel, langsung berjalan menuju meja makan. “Eh? Udah? Begitu saja?” “Lah? Terus apa, Sam? Ck! Tolong deh, nggak usah terlalu dibuat-buat begitu. Toh juga dia masih Davin, ‘kan? H
Angel, Fanny, Chelsea, kedua Pekerja Toko menatap kearah salah seorang rekan Chelsea yang tengah sibuk membungkam mulut Emma yang sejak dari tadi selalu memotong perkataan Angel. “Hadehhh ….” Angel menggelengkan kepala sambil menghela napas. “Oke, jadi ….”Angel melanjutkan perkataannya dengan menceritakan apa yang sudah terjadi saat Angel pergi bersama dengan Joe ke sebuah Cafe. Dia juga menceritakan kalau sebelum itu, dia dan Joe menemui Alan di Cafe itu. “Apa?! Pria yang menggoda Emma saat kita tiba di depan Club malam kemarin, Ngel?!” tanya Fanny, terkejut. “Iya, Fann! Parahnya lagi, mereka berdua membawa satu orang temannya dengan tubuh yang … wah, tinggi dan kekar! Kalian tahu Joe setinggi apa, ‘kan? Nah, Pria bertubuh kekar itu bahkan jauh lebih tinggi,” jelas Angel. “Terus – terus?!” sahut Chelsea penasaran. “Hup! Hup!” Plak! “Ouchh! Sakit, Emma!” “Hufffttt … huh! Makanya jangan menutup mulutku! Apa tadi, Ngel? Pria yang kemarin kamu dan … h
Tok … tok … tok …Setelah kejadian yang tak terduga di Cafe, Angel langsung pergi menggunakan mobil milik Joe. Sebenarnya Angel tidak melarikan diri karena sudah memukul dua orang Pria yang tiba-tiba mengganggu-nya dan teman-temannya, akan tetapi alasan dia langsung pergi meninggalkan Cafe karena seluruh mata para pengunjung sudah tertuju padanya saat itu. Dia tidak ingin karena kejadian itu, namanya beserta keluarganya menjadi rusak. Begitulah yang sedang dipikirkan Angel saat itu. “Hmm … ah, hmm … apa ya? Hmm ….”Sembari mengemudikan mobil dan berpikir, Angel mengetuk jari telunjuknya beberapa kali ke stir mobil. “Jadi …, kenapa aku langsung pergi ya?”Terlihat, dia berbicara kepada dirinya sendiri di dalam mobil. Dia tampak masih memikirkan kejadian yang sudah terjadi di Cafe. “Nggak! Bentar-bentar. Kalau aku pergi, bukannya terlihat seperti melarikan diri, ya? Yang harusnya bersalah ‘kan mereka dan bukan aku? Kenapa harus aku yang pergi? Takut reputasiku jelek dimata p
Salah seorang Pelayan naik ke lantai dua dan menghampiri Pria itu, dengan tangan yang masih menempel di wajah salah seorang temannya. “Ah, ma – maaf, Tuan, sepertinya pengunjung yang lain merasa sedikit terganggu, hehe. M – mohon maaf, kalau ingin berkelahi … silahkan di lu …,” Gedebam! Brak! Praaang!!! “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!”Pelayan itu langsung terlempar dan menghantam salah satu meja makan yang sedang digunakan oleh dua orang pengunjung, dan piring serta gelas yang ada di atasnya langsung terhempas ke lantai. Setelah melakukan itu, perlahan wajah Pria itu kembali menoleh kearah Angel. “Jadi, bagaimana?” tanya Pria itu, masih dengan tatapan yang sama kearah Angel. Tap … tap … tap … “Atau … mau lebih di perjelas, kah …,” Tap! Gedebam! Gubrak!!! Gedebam! Gedebam! “T – Tuan! A – ah, sialan! Berani sekali ka …,” Tap! Gedebam!Saat Pria kekar itu baru saja melangkahkan satu langkah berniat berjalan kearah A
“Oke, sekarang serius! Kamu tahu cerita itu dari mana?”Piring – piring yang ada di atas meja sudah tampak kosong. Hanya tersisa sebagian kecil dari sisa makanan yang dipesan, tertinggal di atas piring. “Hmm? Maaf, sebentar ….” Joe membersihkan mulutnya terlebih dahulu menggunakan serbet yang telah di sediakan. Setelahnya, dia menikmati minumannya. “Apa tadi?” lanjutnya, bertanya. “Itu tadi, kamu bercerita tentang masa lalu saya. Seolah-olah, anda tahu banyak tentang saya, ya,” kata Alan. “Hmm …, bagaimana cara menjelaskannya, ya …,” “Kenapa, Joe? Kok kamu terlihat bingung begitu? Kamu memang mengenal Alan, ‘kan? Nyam – nyam … ya … asdjahkdjah …,” “Nona Angel … habiskan dulu makanan anda yang ada di dalam mulut. Jangan bicara sambil mengunyah makan loh,” Glek! “Ahh! Maaf, Joe. Nah, betul ‘kan? Memangnya apa yang membuat kamu begitu sulit untuk menjelaskannya kepada Alan?” tanya Angel, selesai mengunyah dan menelan makanannya.Alan dan Joe sudah menyelesa
Pukul Delapan pagi, “Kesini … dari bangunan ini ditarik kesini … hmm, apa cocok? Coba kalau begini? Hmm … kayaknya bagus!? Oke, begini saja!” “Alan … uhuk – uhuk! Alan …,” “Hmm?” Tap … tap … tap … “Iya, Nek, ada apa?” “Kamu lagi apa, Nak?” “Aku lagi menggambar bangunan, Nek! Sebentar lagi selesai, Nenek mau lihat?” “Uhuk – uhuk! Ck! Wah, bagus sekali gambar kamu. Sepertinya kamu memiliki bakat menggambar, ya …,” “Bakat? Apa itu, Nek?” “Hehe … bakat itu, hmm …, bagaimana Nenek menjelaskannya ya? Intinya kamu bisa dan suka menggambar, iya ‘kan?” “Iya, Nek! Tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku suka menggambar bangunan, Nek. Padahal dulu, aku suka menggambar hewan, buah-buahan … ah, mobil-mobilan juga aku suka, Nek!” “Ha – ha – ha … uhuk! Ck! Ah … Nenek mau memperkenalkan kamu dengan seseorang. Kamu ‘kan suka menggambar bangunan, nah kebetulan orang ini juga suka. Dia adalah kenalannya Nenek,” “Siapa, Nek?” “Nanti, sebent
Karena cara duduk pengunjung Cafe disana sangatlah tidak cocok di pandangan matanya. Sebenarnya dia sangat kesal dan ingin sekali meminta para pengunjung untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Angel dan Joe tadi. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin. “Memangnya kenapa, Alan? Kenapa kami harus mengubah posisi kursi?” tanya Angel. “Ah, tidak apa-apa kok, Nona. Supaya enak dipandang dan tidak terlalu banyak makan tempat. Takutnya pengunjung yang lain, yang ingin menggunakan meja makan yang ada di belakang anda, sedikit kesulitan,” jelas Alan, sedikit berbohong.Angel langsung menoleh kearah meja yang ada di belakangnya dan ternyata jarak dari kursi yang tengah digunakan olehnya dengan meja makan itu terbilang cukup jauh. Jika ada pengunjung yang ingin menggunakan meja makan itu, jika salah satu kursi yang ada disana ditarik ke belakang juga tidak bersentuhan dengan kursi Angel. Angel sempat kebingungan mendengar alasan dari Alan itu. Akan tetapi, dia tidak terlalu menangga
“Udah ya, duh … kayaknya kita telat nih. Yaudah deh, kami jalan dulu, ya?” “Iya, hati – hati di jalan, Ngel ….”Angel mengangguk sekaligus melontarkan senyum kepada teman-temannya. Setelah itu, Angel dan Joe pun keluar dan langsung pergi menuju mobil SUV putih milik Joe, dan setelah itu mereka pun berangkat pergi. “Eh, si Angel dan si Joe mau kemana?”Setelah Angel dan Joe pergi meninggalkan rumah, Cassey pun masuk ke dalam rumah. Dia langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, setelah itu mengambil handuk dan mengeringkan wajah serta keringatnya sembari berjalan ke ruang tamu. Lalu, dia pun bergabung dengan teman-teman yang lain. “Lah, kamu nggak tanya tadi, Cass? Tadi ‘kan pastinya kamu berselisih sama mereka?” tanya Fanny. “Nggak. Tadi aku masih lari, &lsquo
Tap … tap … tap … “Udah, Ngel?” “Hmm? Udah? Udah apanya, Chel?” “Itu tadi kamu mau lihat si Cassey, ‘kan? Udah belum?” “Oh, udah kok, tapi dia masih olahraga di luar. Ah, Joe … kita keluar, ya?”Di dalam rumah, terlihat teman-teman Angel masih berkumpul di ruang tamu. Setelah bertemu dengan Alan, Angel berniat untuk langsung bersiap-siap terlebih dahulu sebelum berangkat pergi ke Cafe yang telah dijanjikannya dengan Alan. Tak lupa, dia akan mengajak Joe untuk berjaga-jaga, kalau nanti pembahasan Alan mengarah ke bisnis atau semacamnya. “Kemana, Ngel?” tanya Samuel penasaran. “Iya! Joe aja nih yang di ajak? Kita nggak?” sahut Chelsea, bertanya pada Angel. “Hahaha … nggak kemana-mana kok.
“Tuh, di luar. Lagi olahraga,” sahut Fanny. “Tumben-tumbenan tuh anak olahraga? Biasanya juga masih tidur jam segini,” kata Angel. “Entah tuh … mungkin karena habis minum tadi malam. Padahal cuma sedikit saja, tapi dia langsung olahraga. Takut sakit mungkin, hahaha …,” sahut Chelsea sambil tertawa. “Huahhh … ck! Kalian nggak ikut?” tanya Angel, beranjak dari sofa. “Kemana, Nona?” sahut Joe, bertanya pada Angel. “Lihat si Cassey di depan. Yuk?!” ajak Angel. “Ah, kirain mau kemana tadi. Nggak jadi deh,” sahut Chelsea.Angel tak menjawab sepatah katapaun dan berjalan keluar rumah. Sesampainya di luar rumah, Angel langsung meregangkan tubuhnya sembari menghirup udara yang masih terasa segar. Terlihat sudah ada Cassey yang tengah berlari di sekitar halaman rumah. “Udah lama, Cass!?” teriak Angel, bertanya pada Cassey.Cassey yang tadinya sibuk berlari santai di sekitar halaman rumah, seketika berhenti dan langsung menoleh kearah Angel yang sedang berdiri