Keesokan harinya, Nina akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah setelah mendapatkan izin dari dokter.
Saat ini, Nina sedang menyusui bayinya. Nina tersenyum melihat anaknya yang sangat menikmati ASI darinya.
“Semoga kamu besarnya mirip Princess Diana ya, Nak. Jangan mirip Mama, soalnya Mama gak cantik-cantik amat,” ucap Nina merendah.
Setelah beberapa menit, Brianna akhirnya berhenti menyusu. Nina pun membaringkan bayinya di kasur, karena Brianna juga tampaknya telah tertidur lelap.
Nina terus-terusan menatap bayinya tanpa henti. Bibir Nina semakin merekah, senyumannya semakin lebar. Nina tak menyangka dirinya bisa menjadi ibu muda di usianya yang ke-19 tahun.
Nina mengelus-elus kepala bayinya dengan lembut. “Kamu ini manusia asli atau boneka sih, Nak? Kenapa kamu gemesin banget? Pengen tak hap kamu!”
Aliyah yang tak sengaja melewati kamar Nina yang kebetulan tidak tertutup rapat dibuat terkaget saat melihat Nina sedang
Nina kemudian berpikir bahwa anaknya itu ingin ditimang-timang. Nina menggendong bayinya dan berjalan ke teras rumah sembari menghirup udara segar di pagi hari. Cuaca matahari pagi juga masih sehat jam segini, Nina dan bayinya pun berjemur sebentar.Nina kembali masuk ke dalam rumah. Tangisan Brianna semakin keras. Nina menjadi keringat dingin.“Aduh, Brianna ini kenapa ya? Kok nangis terus sih?” tanya Nina heran.Dalam hati, Nina terus berdoa, berharap agar ibunya cepat pulang ke rumah.“Ibu cepat pulang dong, Bu. Aku bingung banget di sini,” gumam Nina pasrah.Singkat cerita, Aliyah akhirnya pulang setelah selesai menemani suaminya berobat.Nina langsung berlari ke ibunya dan meminta bantuan.“Bu, tadi Brianna nangis terus, padahal sudah Nina kasih ASI. Tapi dia masih terus menangis.”“Terus sekarang Brianna di mana?”“Ada di kamar, Bu. Sekarang sih udah bobo lagi s
“Enggh… a-aku… aku sudah menjanda, Mas. Waktu kandunganku tiga bulan, aku dijodohkan oleh ibu, karena takut dikira hamidun sama tetangga. T-tapi aku sudah pisah kok dari laki-laki itu,” jawab Nina gugup, merasa bersalah.Bryan hening sejenak. Dia tampak terkejut dengan penuturan Nina barusan.“Tapi kamu gak cinta kan sama laki-laki itu? Kamu tetap cintanya sama aku, kan?” tanya Bryan setelah sekian lama berdiam diri.“Tentu enggak dong! Cintaku hanya buat kamu, Mas!” jawab Nina penuh yakin.Bryan tersenyum tipis. Namun matanya tampak berkabut. "Aku mau lihat anak kita. Aku ubah ke video call ya? Anak kita ada bersamamu kan?"“Iya, Mas. Ini aku sambil ngegendong anak kita.”“Oke.”Bryan lalu mengalihkan panggilan suaranya ke video call. Senyum haru tercipta di bibir Bryan ketika melihat anaknya yang menggemaskan.“Anak kita cowok atau cewek, sayang?”“Cewek, Mas.”Bryan semakin bahagia dibuatnya. “Syukurlah keinginanku terkabul.” Bryan lalu melambaikan tangannya. “Halo, Zylvina. Cantik
Empat bulan kemudian, Nina akhirnya resmi berstatus janda. Proses perceraiannya dengan Ilham lumayan memakan waktu yang lumayan lama, karena Ilham sempat menolak gugatan cerai itu.Setelah sidang perceraian berakhir, Nina langsung pulang ke rumah dengan perasaan yang lega. Nina membiarkan anaknya bermain-main bersama ibunya, sementara dia memilih untuk menghubungi Bryan.Tidak pakai lama, panggilan video itu langsung tersambung. Tampak Bryan sedang mandi.“Kamu lagi ngapain itu, Mas?” tanya Nina basa-basi. Padahal dia pun sudah tau bahwa Bryan sedang mandi.“Aku lagi berdiri di bawah shower yang menyala dan membiarkan tubuhku tersiram oleh kumpulan air dari shower ini.”“Ishh! Bertele-tele kali jawabanmu, Mas! Tinggal bilang aja, lagi mandi!”“Kamu sih pake nanya segala! Padahal udah lihat dengan jelas!” jawab Bryan dengan mata yang tertutup. Ia kemudian mengambil sampo dan mulai keramas.
“Kenapa sih, sayang? Lagian Brianna juga belum mengerti omongan kita.”“Hm. Terserah kamu deh, Mas.”Brianna hanya diam, fokus memperhatikan layar ponsel Nina. Mungkin anak itu kebingungan dengan sosok yang berbicara dari layar tersebut.“Kalau dilihat-lihat kok anak kita gak ada mirip-miripnya dengan kamu ya, Nin?” tanya Bryan.“Iya nih, Mas. Makin gede, Brianna makin mirip kamu! Brianna itu kamu versi cewek, Mas! Alisnya tebel kayak kamu, hidungnya juga mancungnya mirip kamu. Warna matanya juga persis kamu, sama-sama hazel. Putihnya juga mirip kamu, Mas. Putih khas bule-bule Eropa. Kamu cuman kebagian hikmahnya aja, Mas. Brianna mah cuman numpang hidup di perut aku aja. Kesal aku.”Melihat bibir Nina yang manyun, Bryan seketika tertawa. Anak mereka pun ikut tertawa, padahal belum paham apa-apa.“Itu karena kamu sering mikirin aku selama hamil, makanya anak kita jadinya mirip aku.”
Singkat cerita, Bryan sudah tiba di Indonesia setelah hari kelulusannya kemarin. Hari ini, Bryan kembali menginjakkan kaki di rumahnya setelah sekian lama. Rasanya sangat sepi karena sang ibunda telah berpulang ke rahmatullah. Begitupun ayahnya yang saat ini sedang berada di Malaysia untuk keperluan bisnis. Sarah juga sudah resign lima bulan yang lalu. Hanya tersisa Bi Lastri seorang diri yang masih setia menjaga rumah itu.Bukannya bahagia karena kelulusannya, Bryan justru merasa sedih. Tidak ada satu pun yang menyambut kepulangannya kembali. Jika Rosalina masih hidup dan sehat, sudah pasti Bryan akan mendapat surprise saat datang ke rumah dan juga kelulusannya ini akan dirayakan besar-besaran. Berbeda dengan Fredrinn, orang tua yang satu itu memang tidak terlalu peduli dengan anaknya.Tiba-tiba saja beberapa kertas konfeti berhamburan dari atas kepalanya. Bryan mendongak dan mendapati Bi Lastri, satpam dan sopirnya yang sedang memegang konfeti dan terompet untu
“Bebas ajalah, Mas. Aku gak mau memberatkan kamu.”“Hmm, oke deh. Nanti kita bicarakan aja ya saat ketemu. Besok pagi aku berangkatnya jam sembilan naik pesawat.”“Iya, Mas. Aku jadi gak sabar nungguin besok pagi.”*Keesokan paginya, Bryan sedang bersiap-siap packing barang-barang yang wajib dibawanya ke kampung Nina. Bryan akan berangkat bersama-sama dengan para pekerjanya menaiki pesawat kelas bisnis.Baru saja hendak berangkat ke bandara, tiba-tiba Bryan mendadak ditelpon oleh tantenya.“Halo, Aunty Jenna?”“Kamu sudah berangkat, Bry?”“Belum dong. Ini baru mau ke bandara.”“Pesawat kamu berapa jam lagi?” tanya Jenna.“Satu jam lebih dikitlah, Aunty. Kenapa emangnya?”“Tungguin Aunty dan Uncle, Bry! Ini kami sudah nyampai di Bandung. Transit sebentar, nyari makan. Kalau kami gak keburu ngejar pesawat ka
Hari semakin malam, Nina benar-benar putus asa.“Sudahlah, Bu. Kita masuk aja ke dalam. Ini sudah jam delapan malam, Bu. Mas Bryan gak mungkin datang,” lirih Nina.“Kamu sudah coba hubungi Nak Bryan lagi?”“Sudah, Bu. Tetap gak diangkat, Bu. Malahan sekarang nomornya udah gak bisa dihubungi. Sepertinya Mas Bryan berubah pikiran, udah gak mau nikah sama Nina.”“Hush! Kamu jangan berpikiran seperti itu dong, Nak!”“Tapi emang faktanya demikian, Bu. Nina gak mungkin ngomong begini kalau Mas Bryan ngasih kabar. Kalaupun emang Mas Bryan kesasar, dia pasti nelpon Nina, Bu. Tapi ini gak ada kabar sama sekali.”“Kita harus berpikir positif dulu, Nak.”“Nina capek begini terus, Bu. Sepertinya kami memang tidak berjodoh. Selalu saja ada rintangan ketika kami ingin bersatu. Berharap kepada manusia memang menyakitkan. Hiks. Hiks.” Nina langsung berlari masuk ke da
-Flashback-Jadi kronologisnya, semuanya bermula dari private jet milik paman dan tante Bryan mendarat di Jakarta. Kata operator, private jet mereka dilarang mengudara kembali dan diharuskan menunggu tiga jam lagi, karena aktivitas padat dari maskapai reguler yang akan memenuhi jalur lalu lintas di udara.Karena tidak sabaran, Bryan mengusulkan kepada paman dan tantenya untuk menaiki mobilnya saja menuju kampung Nina. Mereka pun setuju.Singkat cerita, dari kota Jakarta mereka lalu melaju ke kabupaten Indramayu melewati jalan tol. Di perjalanan, mereka singgah sebentar ke indoapril untuk membeli sesuatu dan buang air.“Bryan, coba kamu chat pacar kamu, kirimin share lock aja biar kita gampang nyari alamatnya,” ucap Jenna memberi saran.“Ah, tenang aja, Aunty. Aku hapal jalannya kok,” sahut Bryan santai.“Baguslah kalau begitu.”Karena mengantuk, Jenna dan suaminya, Franklin pun tertidur.Akhi
Dua bulan kemudian, kini usia kandungan Nina sudah menginjak sembilan bulan. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengontrol kehamilannya. Kata dokter, kira-kira dua minggu lagi Nina akan melahirkan kedua bayinya.Dan saat ini Nina sedang melihat-lihat kamar bayi untuk kedua calon buah hatinya itu. Nina berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Nina semenjak tau kedua bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan, mulai dari baju, kaos kaki, kupluk dan lainnya. Saat berbelanja, Nina ditemani oleh ibunya, karena saat itu Bryan sedang ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.“Kenapa kamu berbelanja sebanyak ini, Nak? Beli bajunya beberapa pasang saja. Jangan terlalu boros!” imbuh Aliyah memberi saran kala itu.“Bayinya kan ada dua, Bu. Kalau beli sedikit, mana cukup.”“Baju bayi Brianna dulu kamu simpan di mana? Itu kan bisa kamu gunakan kembali untuk bayimu nanti, Nak
Waktu terus berjalan hingga tak terasa kehamilan Nina telah memasuki usia 7 bulan. Hari ini rumah Bryan dan Nina terlihat ramai dipenuhi oleh para tamu undangan. Kedua pasangan itu mengadakan syukuran atas kehamilan Nina yang sudah berusia 7 bulan.Acara itu Nina serahkan sepenuhnya kepada Even Organizer sehingga dia tidak perlu repot mengurus segala pernak-pernik acara itu.Nina tampil cantik dengan balutan kaftan berwarna baby pink. Dia sengaja memilih warna baby pink karena menurut hasil USG, kedua bayinya berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk riasan rambutnya, disanggul yang menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Riasan wajahnya tipis tapi elegan yang membuat Nina semakin mempesona. Sedangkan Bryan mengenakan kemeja batik dengan motif dan warna yang senada, begitu pula dengan Brianna yang juga memakai kaftan yang persis dengan ibunya.Bryan menatap istrinya yang tampil cantik hari ini. Hari di mana dia menjadi sorotan di acara tujuh bulanan
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B