“Kamu nunggu apa lagi sih, Dek? Ayolah! Mas udah gak sabar pengen nyicip kamu. Mas penasaran dengan kamu. Bagaimana sih rasanya bercinta dengan gadis secantik dan semontok kamu?” ucap Ilham. Wajahnya mulai kelihatan mesum.
Nina menjadi geli sendiri. Rasanya ingin muntah.
“Hueekk!”
Benar saja, Nina langsung mual-mual akibat sugesti dari pikirannya sendiri. Tidak betah ia melihat rupa suaminya yang tidak begitu tampan. Ya maklumi saja, Nina sudah terbiasa melihat wajah tampan Bryan, dan sekarang tiba-tiba ia harus berhadapan dengan Ilham setiap harinya. Kalian tau sendirilah apa rasanya. Dari yang awalnya setiap hari hidup bersama manusia tampan setengah dewa, tiba-tiba mendadak berganti menjadi eeee, ah sudahlah. Author tidak mau body shamming.
“Loh, kamu kenapa mual, Dek?” tanya Ilham bingung.
“Gak kenapa-kenapa kok, Mas.”
“Oke. Sekarang buka bajunya dong!”
“I-iya. Tapi
Hari demi hari, Nina lewati hari-harinya dengan tangisan. Bagaimana tidak, semenjak suaminya itu mengetahui bahwa dirinya sedang hamil anak orang lain, dirinya selalu mendapat perlakuan kasar. Bahkan tak jarang, Nina dijambak, dipukul oleh suaminya itu. Nina juga selalu dibentak-bentak. Ilham selalu memakai kata-kata kasar saat berbicara dengan Nina. Meskipun begitu, Nina tetap bertahan di sisi suaminya.Di dalam hati kecilnya, Nina ingin pergi dari sana, meninggalkan suaminya. Tetapi apa yang akan dikatakan oleh kedua keluarga mereka dan juga tetangga apabila dia kabur dari rumah? Nina takut akan dicap sebagai istri durhaka jika dia kabur. Ingin meminta cerai pun rasanya mustahil, pernikahan mereka masih seumur jagung. Pastilah para tetangga akan bertanya-tanya kenapa mereka bercerai, apalagi dalam keadaan hamil seperti ini. Bisa jadi Nina akan dijadikan bahan pergunjingan oleh warga sekitar.Pagi ini, Nina meminta uang nafkah kepada suaminya. Tabungan Nina benar-bena
Di belahan bumi lain, Bryan terduduk lemah di kursi rodanya. Ia belum juga sembuh. Tetapi lelaki itu tak pantang menyerah untuk memperjuangkan kesembuhannya. Besok akan ada jadwal terapi lagi yang harus ia jalani.Kini Bryan sedang berada di apartemen milik tantenya. Ia tinggal seorang diri di sana, karena paman dan tantenya sedang sibuk bekerja. Hanya ada seorang suster yang kadang mengurusnya dari pagi sampai sore, tapi sekarang suster itu sudah pulang ke rumah karena saat ini sudah masuk waktu malam.Bryan dari tadi melirik ke arah ponselnya, berharap ada notif balasan dari Nina. Entah berapa lama Bryan memperhatikan ponnselnya itu, tapi balasan dari Nina tidak kunjung masuk.Air mata tiba-tiba menetes, Bryan menangis terisak, merasa kecewa. Laki-laki itu mulai overthinking. Apa jangan-jangan gadis yang dicintainya itu sudah mendapatkan penggantinya? Apa Nina benar-benar telah melupakannya? Apa Nina tidak lagi mencintainya?Ingin rasanya berteriak kenc
Aliyah terkaget saat melihat kedatangan anaknya di malam hari seperti ini. Terlebih lagi kondisi anaknya amat kacau. Mata yang sembab dan merah akibat menangis, beberapa luka lebam di wajah dan sekitar lengan, ditambah wajah yang tampak pucat.Aliyah berlari menuju anaknya yang baru saja turun dari angkot. Wanita berdaster itu merengkuh kedua pipi Nina. “Ada apa denganmu, Nak? Mana suamimu? Kenapa kamu naik angkot sendirian malam-malam begini? D-dan kenapa kamu memar kayak gini, Nak? Kamu habis dipukul? Sama siapa, Nak?”Nina langsung menangis di dekapan ibunya. Tak kuasa menahan air mata, Nina terisak histeris.“Kalian bertengkar ya, Nak?” tanya Aliyah iba. Aliyah semakin mengeratkan pelukannya dan mengelus-elus punggung anaknya.“Nina gak mau lagi kembali ke Mas Ilham, Bu. Dia jahat, Bu. Nina trauma. Nina gak sanggup hidup bersama dia lagi,” jawab Nina dengan suara gemetar. Tubuhnya berguncang, dadanya naik turun akibat menangis.Aliyah yang meli
Kurir tersebut membaca nama yang tertera di sana. “Dari Justin Bieber, Mbak.”“Ih, Masnya ada-ada saja deh. Yakali Justin Bieber ngirimin saya paket, saya bukan Hailey Bieber!”“Saya cuman baca apa yang tertulis di sini aja, Mbak. Udahlah, Mbak. Ambil aja paketannya. Lagian paket ini udah dibayarin sama si pengirim kok!”Kurir itu menyerahkan satu box besar kepada Nina.“Tanda tangan dulu ya, Mbak, sebagai bukti kalau paketnya udah diterima,” kata kurir.Setelah itu, Nina memutuskan masuk ke dalam rumah dan membuka box tersebut. Berisi perlengkapan bayi, mulai dari beberapa pasang baju bayi perempuan dan laki-laki lengkap dengan sarung tangan, kaos kaki, kupluk, handuk bayi, popok, beserta alat mandi khusus bayi.Nina lalu menemukan selembar kertas yang terselip di dalam box tersebut. Ternyata berisi surat dari Bryan.'Nina, ini aku Christiano Ronaldo. (Gak, bercanda)
Sesampainya di ruang persalinan, suster yang ada di sana segera membantu menempatkan Nina di ranjang persalinan. Suster tersebut lalu terburu-buru memanggil dokter spesialis kandungan.“Uhh. Rasanya sakit sekali, Bu. Nina gak tahan,” keluh Nina sembari mencengkram seprai hingga berantakan.“Sabar ya, Nak. Kamu harus kuat! Namanya melahirkan ya seperti ini.” Aliyah membantu menenangkan Nina. Aliyah mengelus-elus kepala Nina sedikit rileks.Tak lama kemudian, dokter kandungan itu pun datang dengan didampingi dua orang suster. Dokter itu memeriksa kondisi pasiennya lebih dulu dan mengatakan belum saatnya Nina melahirkan.Pada akhirnya, Nina dan Aliyah menunggu di ruangan itu. Nina mengeluh karena seluruh tubuhnya semakin sakit.Tiba-tiba Nina menangis saking sakitnya. “Kenapa bayinya gak mau keluar ya, Bu? Badanku sudah sakit semua. Rasanya mau pingsan.”“Sabar, Nak. Belum waktunya. Mungkin si bayi masih nyari-nyari jalan keluar.”“Nina
Keesokan harinya, Nina akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah setelah mendapatkan izin dari dokter.Saat ini, Nina sedang menyusui bayinya. Nina tersenyum melihat anaknya yang sangat menikmati ASI darinya.“Semoga kamu besarnya mirip Princess Diana ya, Nak. Jangan mirip Mama, soalnya Mama gak cantik-cantik amat,” ucap Nina merendah.Setelah beberapa menit, Brianna akhirnya berhenti menyusu. Nina pun membaringkan bayinya di kasur, karena Brianna juga tampaknya telah tertidur lelap.Nina terus-terusan menatap bayinya tanpa henti. Bibir Nina semakin merekah, senyumannya semakin lebar. Nina tak menyangka dirinya bisa menjadi ibu muda di usianya yang ke-19 tahun.Nina mengelus-elus kepala bayinya dengan lembut. “Kamu ini manusia asli atau boneka sih, Nak? Kenapa kamu gemesin banget? Pengen tak hap kamu!”Aliyah yang tak sengaja melewati kamar Nina yang kebetulan tidak tertutup rapat dibuat terkaget saat melihat Nina sedang
Nina kemudian berpikir bahwa anaknya itu ingin ditimang-timang. Nina menggendong bayinya dan berjalan ke teras rumah sembari menghirup udara segar di pagi hari. Cuaca matahari pagi juga masih sehat jam segini, Nina dan bayinya pun berjemur sebentar.Nina kembali masuk ke dalam rumah. Tangisan Brianna semakin keras. Nina menjadi keringat dingin.“Aduh, Brianna ini kenapa ya? Kok nangis terus sih?” tanya Nina heran.Dalam hati, Nina terus berdoa, berharap agar ibunya cepat pulang ke rumah.“Ibu cepat pulang dong, Bu. Aku bingung banget di sini,” gumam Nina pasrah.Singkat cerita, Aliyah akhirnya pulang setelah selesai menemani suaminya berobat.Nina langsung berlari ke ibunya dan meminta bantuan.“Bu, tadi Brianna nangis terus, padahal sudah Nina kasih ASI. Tapi dia masih terus menangis.”“Terus sekarang Brianna di mana?”“Ada di kamar, Bu. Sekarang sih udah bobo lagi s
“Enggh… a-aku… aku sudah menjanda, Mas. Waktu kandunganku tiga bulan, aku dijodohkan oleh ibu, karena takut dikira hamidun sama tetangga. T-tapi aku sudah pisah kok dari laki-laki itu,” jawab Nina gugup, merasa bersalah.Bryan hening sejenak. Dia tampak terkejut dengan penuturan Nina barusan.“Tapi kamu gak cinta kan sama laki-laki itu? Kamu tetap cintanya sama aku, kan?” tanya Bryan setelah sekian lama berdiam diri.“Tentu enggak dong! Cintaku hanya buat kamu, Mas!” jawab Nina penuh yakin.Bryan tersenyum tipis. Namun matanya tampak berkabut. "Aku mau lihat anak kita. Aku ubah ke video call ya? Anak kita ada bersamamu kan?"“Iya, Mas. Ini aku sambil ngegendong anak kita.”“Oke.”Bryan lalu mengalihkan panggilan suaranya ke video call. Senyum haru tercipta di bibir Bryan ketika melihat anaknya yang menggemaskan.“Anak kita cowok atau cewek, sayang?”“Cewek, Mas.”Bryan semakin bahagia dibuatnya. “Syukurlah keinginanku terkabul.” Bryan lalu melambaikan tangannya. “Halo, Zylvina. Cantik
Dua bulan kemudian, kini usia kandungan Nina sudah menginjak sembilan bulan. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengontrol kehamilannya. Kata dokter, kira-kira dua minggu lagi Nina akan melahirkan kedua bayinya.Dan saat ini Nina sedang melihat-lihat kamar bayi untuk kedua calon buah hatinya itu. Nina berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Nina semenjak tau kedua bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan, mulai dari baju, kaos kaki, kupluk dan lainnya. Saat berbelanja, Nina ditemani oleh ibunya, karena saat itu Bryan sedang ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.“Kenapa kamu berbelanja sebanyak ini, Nak? Beli bajunya beberapa pasang saja. Jangan terlalu boros!” imbuh Aliyah memberi saran kala itu.“Bayinya kan ada dua, Bu. Kalau beli sedikit, mana cukup.”“Baju bayi Brianna dulu kamu simpan di mana? Itu kan bisa kamu gunakan kembali untuk bayimu nanti, Nak
Waktu terus berjalan hingga tak terasa kehamilan Nina telah memasuki usia 7 bulan. Hari ini rumah Bryan dan Nina terlihat ramai dipenuhi oleh para tamu undangan. Kedua pasangan itu mengadakan syukuran atas kehamilan Nina yang sudah berusia 7 bulan.Acara itu Nina serahkan sepenuhnya kepada Even Organizer sehingga dia tidak perlu repot mengurus segala pernak-pernik acara itu.Nina tampil cantik dengan balutan kaftan berwarna baby pink. Dia sengaja memilih warna baby pink karena menurut hasil USG, kedua bayinya berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk riasan rambutnya, disanggul yang menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Riasan wajahnya tipis tapi elegan yang membuat Nina semakin mempesona. Sedangkan Bryan mengenakan kemeja batik dengan motif dan warna yang senada, begitu pula dengan Brianna yang juga memakai kaftan yang persis dengan ibunya.Bryan menatap istrinya yang tampil cantik hari ini. Hari di mana dia menjadi sorotan di acara tujuh bulanan
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B