Share

Part 70

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suara cericip burung di pagi hari bagai alarm yang mengusikku dari lelapnya tidur. Aku lekas menyibak selimut yang menutupi tubuh, turun dari ranjang lalu segera keluar dari kamar dan membasuh tubuh di kamar mandi.

Ibu sedang duduk di ruang tengah sambil menghitung uang yang entah itu milik siapa, tetapi jumlahnya lumayan cukup banyak.

Dengan cepat kaki ini terayun menuju ke arahnya, kemudian menanyakan dari mana dia mendapatkan uang tersebut.

"Dari kotak amplop lah. Lumayan. Ibu sudah buka dua-duanya dan jumlahnya ada sekitar sebelas juta. Di sini ternyata pelit-pelit orangnya ya, Lex. Masa isi amplopnya banyak yang dua ribu perak, bahkan ada beberapa juga yang kosong. Paling besar itu isi amplopnya seratus ribu, lima puluh ribu, kebanyakan isinya dua puluh sama tiga puluh ribu. Tapi nggak apa-apa lah, lumayan bisa buat tambah-tambah!" jawab Ibu sambil memilah antara uang recehan dengan pecahan lima puluh serta ratusan ribuan.


Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 71

    "Apa? Mau nampar? Berani main kasar sekarang kamu sama aku, Mas?" tantangnya kemudian, sambil menepis kasar tanganku.Dia lalu mengayunkan kaki lebar-lebar ke halaman, mengejar ibu dan menarik tas wanita yang telah melahirkanku itu kemudian mengambil uang yang sudah diikat rapi oleh Ibu."Sudah bau tanah, masih saja mau jadi maling!" sungutnya muntap."Heh, kembalikan uang saya, atau saya suruh Alex menceraikan kamu!" ancam Ibu."Lakukan saja, saya tidak takut karena saya yakin Mas Alex tidak akan berani melakukan itu!""Tiara! Kamu jangan begitu sama Ibu. Dia itu mertua kamu. Masa kamu berani melawan mertua seperti itu?" timpalku mencoba memberi pengertian kepada istri."Dia memang mertua aku, tetapi apa aku juga harus diam saja ketika dia mencuri uang milikku?""Ibu nggak mencuri. Dia hanya minta. Harusnya kamu mengikhlaskan saja dan tidak usah diperbesar masalah ini. Semuanya bisa dibicarakan secara baik-baik. Ng

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 72

    "Kan sama saja, Mas. Surat-surat izin usaha juga semua atas nama aku, kok. Pokoknya kamu tenang saja. Jangan lupa nanti ATM kamu kasih ke aku dulu, biar aku bisa cepat-cepat belanja perlengkapan toko.""Nanti belanjanya sama aku, Ra. Biar sama-sama enak. Sebaiknya kamu tanya-tanya sama Alina juga di mana dia belanja barang-barang yang biasa dia jual dan bagaimana trik marketingnya biar toko kita bisa ramai kaya tokonya.""Nggak usah nanya-nanya ke Alina. Nanti dia besar kepala. Aku juga tahu kok distributor baju murah dan berkualitas.""Yasudah terserah kamu."Kami pun segera pergi ke Tanah Abang untuk membeli gawangan, gantungan belalai, hanger body juga manekin dan perlengkapan toko lainnya. Sedangkan untuk urusan pakaian yang akan dijual, biar Tiara yang menangani. Aku tinggal terima beres.Ah, tidak sabar rasanya menerima orderan setiap hari dan menjadi pengusaha sukses.***"Mas, bagaimana kalau kita endorse sa

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 73

    Operasi? Pasti biayanya tidak sedikit. Walaupun di dalam tabungan masih ada lumayan banyak uang, tetapi apa iya aku harus mengeluarkannya secara cuma-cuma.Ya Tuhan... Apa yang harus aku lakukan?"Apa tidak ada jalan lain selain operasi, Dokter?""Luka benturan di kepala Ibu lumayan cukup parah, Pak. Dan jalan satu-satunya ya harus segera dilakukan tindakan operasi, untuk mencegah segala komplikasi yang dapat terjadi akibat darah yang tidak mengalir dengan baik di kepala, sebab pembekuan darah di kepala Ibu dapat menjadi situasi yang berbahaya dan mengancam nyawa."Aku mengusap wajah dengan gusar. Di satu sisi ingin sekali menyelamatkan nyawa Ibu, tetapi di sini lain takut uang tabunganku terkuras habis untuk biaya pengobatannya.Ah, mendadak hati ini menjadi dilema."Emm..., Dok, untuk biaya perawatan juga operasi, apakah kami bisa menggunakan asuransi kesehatan yang dari pemerintah?" tanyaku sedikit ragu juga malu."Bi

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 74

    "Apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan barusan, Rani? Kamu menyumpahi ibu?" Mataku tidak lepas dari wajahnya yang sudah terlihat begitu berantakan."Sudah, sebaiknya Mas pulang. Nggak ada gunanya juga Mas di sini. Bikin aku tambah pusing. Nanti datang ke sini lagi kalau sudah menyiapkan uang untuk menebus aku dari rutan ini!" usirnya sambil mengibaskan tangan.Aku mengambil napas secara rakus, berusaha tetap tenang juga sabar menghadapi perempuan itu. Mungkin saja saat ini emosinya sedang meninggi karena kecewa sebab kami tidak bisa mengeluarkan dia dari bui.Bukannya kami tidak mau usaha. Sudah berkali-kali Ibu mencoba untuk menyogok petugas, akan tetapi mereka menolak suapan dari Ibu. Mungkin karena bapak Alina itu seorang mantan kepala polisi sehingga mereka takut jika sampai menerima uang pelicin dari kami, atau karena alasan apa aku juga tidak tahu.Beranjak dari kursi, mengayunkan kaki gontai menuju parkiran dan lekas kembali ke rumah sakit untuk menemani Ibu.Iseng-iseng

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 75

    Pukul satu dini hari, Ibu membuka mata perlahan lalu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Tatapan perempuan itu terlihat kosong. Bahkan dia terus mengabaikan diriku yang sedang duduk di kursi sebelah ranjang tempat dia tengah berbaring."Bu, Ibu sudah siuman?" tanyaku sambil menyentuh punggung tangannya.Dia hanya menatapku tanpa menjawab apa-apa. Raut kebingungan terpancar jelas di wajahnya, persis seperti anak kecil yang baru saja terjaga dari tidurnya."Bu..." Sekali lagi memanggil namanya, akan tetapi tetap tidak ada respon."Kamu siapa? Mana A Mansyur?" tanyanya setelah sekian lama terdiam sambil terus mengedarkan pandangan.A Mansyur? Kenapa malah mendiang Bapak yang ditanyakan?"Kamu ke sini mau nagih utang kan? Saya lagi nggak punya duit. Sebaiknya kamu pergi dari tempat ini! Dasar rentenir!" ucapnya dengan nada lemah namun tatapan mata Ibu terlihat kurang suka dengan kehadiran d

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 76

    "Lihat, perhiasan saya yang baru dibeli. Cakep-cakep kan?" cerocos ibu sambil tersenyum-senyum sendiri, seolah sedang berbicara dengan seseorang di depannya.Aku mengusap wajah gusar melihat keadaan dia yang semakin terlihat mengkhawatirkan. Takut menjadi kebablasan dan harus dirawat di rumah sakit jiwa."Bu, kenapa sih, Ibu malah jadi seperti ini? Jangan bikin aku khawatir dan juga repot dong, Bu. Ibu kan tahu, Rani masih dibui, sementara aku baru merintis usaha di Jakarta. Kalau Ibu terus menerus seperti ini otomatis aku juga harus nemenin Ibu, meninggalkan toko dalam jangka waktu lama. Tiara pasti akan mengomel. Belum lagi uang penghasilan toko pasti akan dikuasai sama dia juga!" ucapku panjang lebar, berharap Ibu mengerti juga sadar.Dan tanpa diduga, perempuan berambut mulai memutih itu menoleh menatapku dalam-dalam, tidak lagi mengatakan sesuatu malah menatap nanar wajah ini.Ha... Ha... Ha...Aku menelan ludah dengan susah payah me

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 77

    Ponsel yang tergeletak di atas kasur terdengar berdering nyaring. Aku segera membuka mata, mengerjap-ngerjap sambil menatap sekeliling ruangan yang sudah terlihat gelap.Buru-buru menyambar benda pipih persegi berukuran tujuh inci itu, melihat jam di pojok kiri layar ternyata sudah pukul delapan belas lebih tujuh sore. Pantas saja ruangan ini terasa gelap, karena ternyata hari sudah mulai petang.Aku mengabaikan panggilan dari Tiara dan segera turun dari tempat tidur, mengayunkan kaki menuju kamar mandi untuk membersihkan badan yang terasa lengket juga sudah tidak nyaman karena sudah sejak kemarin tidak terkena air. Paling-paling perempuan itu hanya akan mengomel karena aku belum kembali ke Jakarta hingga saat ini. Selesai membersihkan badan aku berjalan menuju ke dapur, membuka lemari es dan ternyata tidak ada bahan makanan apa pun di dalam sana, padahal perutku sudah keroncongan karena sejak siang belum diisi makanan apa pun selain air mineral.

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 78

    Dua hari kemudian. Dokter memberikan surat rujukan ke sebuah rumah sakit yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggalku. Setidaknya kalau dia dirawat di Jakarta, aku masih bisa bekerja sambil mengurusnya supaya Tiara tidak terus menerus mengomel karena aku dianggap mengabaikan dirinya.Dan karena kondisi Ibu yang tidak bisa berjalan, akhirnya mau tidak mau harus menyewa ambulans untuk mengantar dia ke rumah sakit tujuan, sementara aku mengendarai mobilku sendiri dan mengikuti mobil ambulans tersebut dari belakang.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan terasa singkat mobil yang membawa Ibu akhirnya menepi di depan sebuah rumah sakit. Aku segera ikut memarkirkan mobil, turun dari kendaraan serta mengurus biaya administrasi agar orang yang sudah melahirkan aku tiga puluh tiga tahun yang lalu itu lekas mendapatkan penanganan.Lagi, ponsel dalam genggaman tiba-tiba berdering nyaring. Ada panggilan masuk dari Tiara yang sepertinya tidak ada bosannya menghubun

Bab terbaru

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 133 (Extra Part2)

    Kamu sudah keluar dari penjara? Kenapa kamu tidak menghubungi Mas, Ran?" tanya Alex seraya membingkai wajah sang adik seiring dengan derasnya air mata yang mengalir dari kedua sudut netra."Aku nggak punya hape dan nggak berani menghubungi Mas karena takut Mas nggak mau lagi menerima aku, sebab aku sudah sering membuat kesalahan sama Mas!""Ya Allah, Rani. Seperti apa pun kamu dulu, kamu itu tetap adik Mas. Keluarga satu-satunya yang Mas miliki di dunia ini. Maaf ya, kalau selama kamu dipenjara Mas nggak jenguk kamu.""Iya nggak apa-apa. Bagaimana kabarnya Tiara, Mas? Kalian sudah punya anak berapa?""Tiara sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Dia terkena gangguan mental dan juga sedang sakit kanker serviks stadium akhir.""Ya Allah... Kasihan sekali.""Iya, sekarang rumah miliknya juga sudah dijual untuk mengobati penyakit yang dia derita, karena Tiara tidak punya saudara maupun kerabat di sini. Mas juga kan sudah cerai

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 132 (Extra Part)

    POV Author.Rani menatap pintu keluar rutan sambil bernapas lega karena akhirnya bisa keluar dari dalam penjara. Hanya saja dia merasa bingung, setelah ini akan tinggal di mana karena rumah peninggalan orang tuanya sudah dijual dan dia juga tidak tahu alamat rumah Alex yang baru.Menatap dua lembar uang yang diberikan petugas lapas, Rani berniat pergi ke Jakarta untuk mencari sang kakak dan berniat tinggal di sana dan mencari pekerjaan.Tetapi bagi mantan narapidana seperti dia, masih adakah perusahaan yang mau menerimanya menjadi karyawan? Terlebih lagi dia hanya memiliki ijazah SMA karena sudah di-drop out oleh pihak universitas.Karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di Bandung, terlebih lagi sangsi sosial yang dia dapatkan di kota Kembang tersebut, perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu akhirnya nekat pergi ke Jakarta untuk mencari keberadaan Alex.Rumah pertama yang dia sambangi adalah tempat tinggal lama sang kakak, ber

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 131 (Ending)

    "Ada apa, Mas?" tanyaku dengan nada ketus juta tanpa basa-basi."Alin? Kamu apa kabar?" Dia terus memindai wajahku, dan aku lihat ada rindu samar di kedua sorot netranya."Seperti yang kamu lihat. Aku sehat dan baik-baik saja. Kalau tidak ada hal penting yang mau kamu sampaikan, sebaiknya kamu pulang, Mas. Aku nggak mau timbul fitnah jika kamu berada di sini, sebab sekarang aku sudah menjadi istri orang!""Aku mau minta maaf sama kamu, karena sudah menyakiti hati kamu dan selalu berusaha mengusik kebahagiaan kamu. Bahkan aku juga berusaha mengacaukan pernikahan kamu kemarin dengan Dafa.""Aku sudah memaafkan kamu!""Alhamdulillah kalau begitu. Tolong setelah ini jangan benci aku, apalagi sampai menjauhkan Maura sama aku. Selamat juga atas pernikahan kamu dan Dafa. Semoga kalian berdua bahagia.""Aamiin, terima kasih!""Ini, aku ada rezeki sedikit. Nitip buat anak kita. Ya, walaupun aku tahu kalau Dafa bisa mencukupi semu

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 130

    "Sayang, bangun." Dafa mengusap lembut lenganku, menerbitkan senyuman manis menyapa hari saat pertama membuka mata."Sebentar lagi Subuh," ucapnya lagi.Aku segera menyibak selimut yang menutup hingga ke leher, duduk menyandar di headboard mencoba mengumpulkan nyawa sebelum turun dari tempat tidur.Mata ini tidak lepas dari tubuh Dafa yang sudah terlihat rapi dengan baju koko serta sarung membalut tubuh, menambah kesan tampan memesona wajah laki-laki itu."Aku mau ke mushola. Kamu buruan mandi, gih. Biar nggak telat salat subuhnya." Tangan kekar itu terulur mengusap lembut pipi ini."Iya, Daf. Kamu hati-hati. Habis salat mau aku bikinin apa?" tanyaku tanpa melepas selimut yang menutupi dada, merasa malu kepada suami, padahal jelas-jelas kami berdua sudah saling tahu semua yang ada di tubuh kami."Bikin anak saja!" Dia menjawab sambil menyeringai, dan aku langsung melotot menatapnya."Maruk banget kamu!""Bercand

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 129

    Malam kian merangkak larut. Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sepuluh malam, dan aku sudah merasa lelah karena hampir seharian berdiri di atas pelaminan menyalami para tamu undangan yang datang silih berganti hampir tidak ada henti.Jantung ini berdegup kencang ketika pintu kamar terbuka seiring munculnya sesosok laki-laki bertubuh tegap dengan senyum terkembang di bibir.Segera kuhentikan aktivitas menghapus riasan di wajah, menatap Dafa dari pantulan cermin seraya mengatur napas juga detak jantung yang mulai terasa tidak karuan."Aku mandi dulu, habis ini kita salat sunah dua rakaat." Dafa berujar sambil mencium puncak kepalaku dengan penuh kelembutan serta cinta."Iya, Daf." Aku mendongak menatap wajah suami, hingga kini jarak kami tinggal beberapa centimeter saja, dan aku bisa merasakan hangat napas menerpa muka."Aku mencintai kamu, Alina. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi istri aku. Aku berjanji akan selalu

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 128

    "Ada ribut-ribut apa di depan, Kak? Siapa yang datang mengacau?" tanyaku kepada Kak Humaira."Alex datang dan berusaha menghentikan pernikahan kalian, Lin," jawab istri dari Mas Aldo membuat diri ini merasa geram.Untuk apa Mas Alex masih mengganggu hidupku? Padahal, sudah berkali-kali aku katakan tidak ingin kembali, dan dia juga kan sudah memiliki pasangan. Aneh memang pria satu itu."Tapi kamu tenang aja, Lin. Mas Aldo dan teman-temannya sudah mengurus dia. Sekarang Alex sudah pergi, dan di depan dijaga ketat sama orang-orang yang pernah menjadi bodyguard kamu."Aku sedikit bernafas lega mendengarnya. Semoga saja Mas Alex tidak kembali dan mengacaukan acara pernikahan aku dan Dafa.Melalui pengeras suara terdengar Dafa mulai mengucapkan qobul, mengalihkan tanggung jawab papa di pundaknya dan dijawab sah oleh hadirin yang ada.Tanpa terasa buliran-buliran air bening merembes dari balik kelopak membasahi pipi, merasa terhar

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 127

    "Memangnya kamu mau minta apa, Daf?" tanyaku sambil menatap curiga, takut dia meminta sesuatu yang tidak mungkin bisa aku berikan sebelum kami dihalalkan.Bibir plum calon suami melekuk senyum. "Aku mau kamu mengenakan hijab, karena jika nanti kita sudah menikah, dosa kamu itu menjadi tanggung jawab aku juga. Aku pernah melihat kamu berjilbab dan maa syaa Allah ... Cantik luar biasa, Alina. Jujur aku lebih suka penampilan kamu yang tertutup, biar cuma aku saja yang melihat aurat kamu," ungkapnya kemudian, membuat diri ini sedikit bernafas lega. Aku pikir dia ingin meminta apa.Duh, otak. Kenapa mendadak jadi ngeres kaya lantai belum disapuin sih?"Tapi aku tidak memaksa Alina. Itu hanya keinginan aku saja. Sebagai calon suami kamu, aku wajib mengingatkan, apalagi jika nanti kamu sudah menjadi pendamping hidup aku.""Insyaallah, Daf. Tapi pelan-pelan aja, ya? Mungkin nggak langsung tertutup kaya tante Farhana ataupun Tante Melinda. Tapi aku janji,

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 126

    "Daf, apakah aku harus mengumbar kata-kata cinta seperti anak remaja yang sedang kasmaran? Bukan kah cinta itu hanya perlu dirasakan, tanpa perlu diungkapkan apalagi diumbar-umbar?Jujur, aku sudah merasa nyaman sama kamu, merasakan rindu kalau kamu tidak menghubungi aku, apalagi jika seharian tidak melihat wajah kamu. Entahlah, semua itu termasuk rasa cinta atau apa aku tidak tahu. Aku juga sudah mantap dan merasa yakin kalau kamu adalah lelaki terbaik yang dikirimkan oleh Allah untuk mendampingi hidup aku, menjadi sandaran hati aku kelak, tempat berbagi suka maupun duka juga menjadi ayah sambungnya MauraTolong jangan hanya gara-gara aku menatap mas Umar membuat apa yang sudah kita bina bersama menjadi berantakan. Percayalah. Kalau hati aku ini mulai tertambat sama kamu, Daf. Tapi kalau kamu nggak percaya aku nggak maksa!" Beranjak dari kursi, hendak meninggalkan calon suami akan tetapi dengan sigap ia mencekal lengan ini, membalikkan tubuhku hingga kami berdiri

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 125

    "Saya terima nikah dan kawinnya Hilda Humaira binti Ibrahim, dengan mas kawin tersebut tunai." Dengan sekali tarikan napas Mas Aldo mengucapkan janji suci di depan penghulu juga para saksi, memindahkan tanggung jawab dokter Ibrahim serta dosa-dosa Kak Humaira di pundaknya.Semua hadirin ramai gemuruh mengucap kata 'sah', diiringi lelehan air mata yang memburai di pipi pak dokter serta Ning Ranara juga mama.Pun dengan diriku yang merasa terharu karena akhirnya kakak satu-satunya yang kumiliki bisa mempersunting pujaan hatinya, mengakhiri kesendirian, mendapatkan pendamping yang begitu baik serta salihah seperti Kak Humaira."Aku jadi pengen segera menghalalkan kamu, Lin," bisik Dafa yang saat ini duduk memangku Maura di sebelahku.Aku menoleh dan tersenyum, hingga tanpa sengaja pandangan kami saling berserobok, menghadirkan gelenyar aneh dalam dada yang belum pernah aku rasa selama dekat dengan pria tersebut.Apakah ini yang dinamakan getaran asmara?"Insyaallah kita juga segera menyu

DMCA.com Protection Status