Share

Part 2

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Apa yang kamu lakukan, Alin? Sakit!" erang Mas Alex sambil memegang senjata miliknya. Pun dengan si pelakor yang terus saja menangis meraung-raung membuat beberapa orang tetangga akhirnya datang karena mungkin penasaran.

"Ada apa ini?" tanya salah seorang tetangga yang baru saja datang.

"Memberi pelajaran laki-laki mata keranjang serta tidak tahu diri sama pelakornya!" jawabku sambil melelas plastik berlumur sisa sambal lalu membuangnya ke tong sampah.

"Pelakor? Maksud mbaknya apa?" Seorang ibu berkacamata ikut bertanya.

"Laki-laki itu suami saya, dan perempuan mu*ahan itu asisten rumah tangga saya. Mereka berdua tadi sedang berzina di dalam kamar, makanya saya langsung memberi mereka pelajaran!"

"Waduh, Siti. Ternyata diam-diam kamu seorang pelakor? Pantesan selama tinggal di sini kamu sering banget pamer perhiasan mahal, pamer baju bagus dan juga juga uang banyak. Hasil memeras suami orang toh? Nggak nyangka saya!" Bukannya menolong Siti, mereka malah asik ikut mencaci.

Dua bocah yang tadinya sedang asik bermain ponsel di ruang tamu akhirnya berlari menghampiri dan ikut menangis melihat mamanya menjerit-jerit histeris.

Namun tidak lama kemudian seorang ibu membawanya ke luar dari ruangan, karena menurut dia hal seperti itu tidak pantas sampai dilihat oleh anak di bawah umur.

Bu RT bersama seorang scurity datang menerobos kerumunan, menyuruh warga segera menolong Mas Alex dan Siti yang sudah terlihat lemas di atas pembaringan, akan tetapi semua menolak untuk membantu.

"Untuk apa kita nolongin pelakor, Bu RT. Nanti habis kita tolong, sudah sembuh, suami kita diembat sama dia!" tukas ibu berdaster ungu seraya mencebik bibir.

Aku tersenyum penuh kemenangan. Rasain kalian berdua. Ini baru permulaan. Aku bisa melakukan hal yang lebih sadis daripada ini nanti jika kalian masih berani berbuat macam-macam.

"Maaf, Mbak ini siapa? Sepertinya Mbak bukan warga sini, ya? Kenapa Mbak membuat keonaran di kampung kami?" tegur perempuan bertubuh gempal itu seraya menatap tidak suka.

"Saya hanya memberi pelajaran kepada pelakor dan suami saya yang tidak tahu diri itu, Bu. Memangnya salah? Lagian, masa Ibu sebagai pimpinan di sini akan membiarkan warganya berbuat zina?"

"Mereka tidak berzina, Mbak. Mbak Siti dan Mas Alex itu suami istri. Mereka sudah lapor kok sama saya pas baru pindah ke daerah sini!"

"Apa? Suami istri? Apa mereka membawa surat nikah pas melapor? Pasti tidak 'kan? Karena meraka itu memang bukan suami istri. Saya istri sahnya Mas Alex!"

"Mereka memang tidak membawa surat nikah, karena mereka menikah di bawah tangan."

Aku terkesiap mendengar penuturan perempuan itu. Sudah sejauh itu kah hubungan mereka? Atau, semua hanya akal-akalan saja supaya mendapatkan izin tinggal.

Ya Allah...jika iya Mas Alex dan Siti sudah menikah, aku tidak akan segan-segan menghancurkan hidup mereka berdua. Tidak terima melihat orang yang telah memporak-porandakan hidupku itu bahagia di atas penderitaanku.

"Kok Bu RT malah belain pelakor? Jangan-jangan Ibu dulu dapetin bapak dari hasil ngrebut juga? Makanya pro sama pelakor seperti si Siti!" celetuk ibu berkacamata seraya menatap mencemooh ke arah Bu RT.

"Saya tidak bermaksud membela Mbak Siti. Biar bagaimanapun dia itu kan warga saya, jadi saya harus membantunya. Kalau nanti dia dan suaminya sampai kenapa-kenapa kan kita juga yang repot!" sanggah wanita yang aku tafsir berusia sekitar empat puluh tahunan itu.

"Udah, ah. Lebih baik kita pulang saja. Biar dia tahu rasa. Sakit yang dia rasakan saat ini mungkin tidak sebanding dengan apa yang sedang dirasakan istri sahnya Mas Alex saat tahu kalau suaminya sudah membagi hati dan raga!" Seorang wanita bergamis hitam berujar seraya menarik diri dari kerumunan.

Pun dengan ibu-ibu yang lainnya. Satu per satu mereka pergi, membiarkan dua insan menjijikkan itu terus merintih menahan perih di pangkal paha.

Sementara Siti dan Mas Alex masih mengerang di atas tempat tidur, menatap mengiba ke arah kami semua seperti minta bantuan.

Terlalu sadis memang cara yang aku lakukan, namun itu tidak sebanding dengan pengkhianatan yang sudah meraka perbuat.

Selama ini aku selalu baik kepada keluarga suami. Loyal terhadap Siti yang mengaku seorang janda, tidak pernah menyangka ternyata kebaikanku dibalas dengan dusta. Menyakitkan.

Sebenarnya apa sih istimewanya si Siti. Kalau dilihat dari segi penampilan dia tidak terlalu cantik. Tubuh gembrot serta kulit gelap, tetapi mampu merobohkan iman Mas Alex suamiku. Apa jangan-jangan ternyata mata Mas Alex terkena katarak sampai-sampai melihat dia saja langsung terpesona dan mengkhianati cintaku?

"Alin, mau ke mana? Tolong bawa Mas ke rumah sakit, Sayang. Mas nggak kuat. Apa kamu mau Mas mati dan Maura menjadi anak yatim?" lirih suamiku penuh dengan permohonan, ketika melihatku keluar dari kamar gundiknya.

Lebih baik Maura jadi anak yatim daripada memiliki ayah seperti dia.

Membuka tas suami yang tergeletak di atas meja, mengambil dompet serta isinya tidak lupa juga kunci mobil aku sita.

"Mbak cantik yang sabar ya," kata tetangga Siti ketika aku keluar dari rumah tersebut.

Aku hanya tersenyum getir, mencoba menutupi luka yang menganga di dalam dada.

"Pak, ada yang bisa bantu antarkan motor saya ke rumah? Nanti saya kasih upah sama ongkos ojek buat pulang lagi ke sini," ucapku kepada tukang ojek yang kebetulan mangkal tidak jauh dari tempat tinggal Siti.

Tidak lama kemudian seorang pria paruh baya mengajukan diri untuk mengantar, dan aku segera menyalakan mesin kendaraan roda empat yang tadi pagi dibawa Mas Alex ke tempat gundiknya meninggalkan tempat terkutuk tersebut.

Ketika dalam perjalanan, ponsel milikku terus saja berdering. Ada panggilan masuk dari Rani adik iparku. Sepertinya dia ingin menagih uang yang Mas Alex janjikan kepadanya.

Lebih baik kuabaikan saja, biar nanti dia menghubungi Mas Alex dan tahu keadaan sang kakak saat ini.

Ting!

Aku menatap layar ponsel saat Reni mengirimkan pesan ke aplikasi berwarna hijau.

[Mbak, mana jatah bulanan aku. Ini sudah tanggal berapa? Biasanya Mas Alex kirim aku lima juta pas awal bulan loh. Aku butuh uang buat makan sehari-hari sama buat ongkos ke kampus.]

Keningku berkerut-kerut membaca pesan dari adik iparku. Bukannya kemarin Mas Alex bilang sudah mengirimkan uang ke adiknya? Pasti uang jatah Rani pun dia pakai untuk menyenangkan si pelakor.

.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Teguh
sedap sambal terasi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 3

    Aku kembali meletakkan gawai milikku di dashboard dan kembali fokus mengemudi. Masalah Rani biar jadi urusan belakangan, toh, selama ini dia juga tidak terlalu ramah kepadaku. Selalu jutek dan pura-pura tidak kenal jika aku sedang bertandang ke rumah Ibu.Mungkin dia pikir, uang yang selama ini masuk ke rekeningnya dikirim oleh kakaknya. Padahal aku yang selalu menyisihkan sedikit rezeki hasil kerja kerasku untuk menyambung hidupnya serta ibu mertua. Gaji Mas Alex mana cukup kalau harus dibagi ke mereka.Lagi, gawai milikku terdengar berdering nyaring tanpa henti. Rani memang akan selalu meneror jika uang jajannya telah habis dan aku telat mengirimkan uang.Menyambar benda pipih persegi berukuran tujuh inci itu, mendekatkannya ke telinga lalu menjawab panggilan dari adik ipar. Ingin tahu apa yang hendak dia katakan kepadaku."Mbak, mana uang jatah bulanan aku? Jangan kuasai gaji Mas Alex dong. Aku dan ibu juga berhak atas uang itu. Jadi perempuan itu jangan serakah. Jangan maruk!" ce

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 4

    "Selamat siang?" sapa laki-laki bertubuh tegap dengan seragam khas kepolisian itu seraya melekuk senyum. Mata pria itu terus terpantik di wajahku, seolah sedang mengamati seorang penjahat di hadapannya."Siang, cari siapa, Pak? tanyaku basa-basi."Maaf, saya mau numpang tanya. Rumahnya Pak Mario di sebelah mana ya, Mbak? Soalnya sudah sejak tadi saya muter-muter nyari tapi nggak ketemu. Saya berani mengetuk pintu pagar rumah Mbak, karena di blok ini hanya pintu rumah Mbak yang terbuka."Aku menghela napas lega mendengar penuturan si mas berseragam itu. Tadinya aku pikir Mas Alex dan gundiknya sudah melaporkan kejadian kemarin, dan dua orang polisi di hadapanku ini akan menangkapku."Rumah Om Mario yang paling pojok, Pak. Cat warna oranye yang di depannya ada pohon belimbing wuluh!" terangku seraya menunjuk ke arah rumah tetangga terjulid itu.Kira-kira ada apa ya. Kok, ada polisi datang mencari dia?Ah, sudahlah. Bukan urusanku. Masa mau ketularan julid dan khepo seperti Tante Margie.

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 5

    "Mas, sekarang kita mau ke mana?" tanya Siti sambil menggamit lengan lelaki yang ada di sebelahnya."Sebaiknya kamu pulang ke kampung dulu, Siti. Aku tidak mungkin membawa kamu ke rumah yang sedang kutinggali bersama Alin," sahut Alex membuat mata si perempuan membeliak tidak percaya."Memangnya kenapa? Aku ini juga istri kamu, Mas. Aku berhak atas rumah itu. Masa hanya Alin yang dapat fasilitas mewah dan hidup enak, sementara aku terus menerus jadi orang kampung dan hidup sengsara? Kamu yang adil dong!" protes Siti tidak terima."Tolong ngertiin aku sedikit, Siti!" Sang pemilik hidung mancung menyentak napas kasar. Mulai tidak sabar menghadapi sikap istri ke duanya yang susah sekali diatur. Masih tetap seperti yang dulu. Bebal juga grasak-grusuk."Pokoknya aku mau tinggal di rumah itu. Titik. Lagian kan si Alin sudah tahu hubungan kita. Aku mau jadi simpanan kamu itu biar bisa menikmati hidup enak. Jadi nyonya besar. Hidup bergelimang harta. Bukan menderita seperti ini. Kalau tahu ak

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 6

    "Bunda, di lual ada Ayah. Ayah udah pulang!" teriak Maura kegirangan. Dia segera memutar gagang pintu, berlari keluar menghampiri sang ayah.Ya Allah, Nak. Ayah kamu datang itu bukan untuk kamu. Lihat saja dia sekarang ini datang bersama keluarga barunya."Maura!" Mas Alex menatap putrinya dengan mata sudah dipenuhi kaca-kaca.Aku tahu. Pasti saat ini dia sedang bersandiwara. Berlaga sedih, padahal hanya pencitraan. Supaya orang-orang di sekitar merasa iba melihat dia."Ayah sudah pulang kelja? Kok Bik Siti bau bangkai?" celetuknya sambil menutup hidung."Iya. Ayah kangen sama Maura." Mas Alex mengusap lembut pipi putrinya."Maula juga!" Gadis kecil itu menghambur ke dalam pelukan ayahnya."Maura. Ayo masuk, Nak!" Menarik tangan mungil anakku menjauh dari Mas Alex."Lin. Kamu jangan begitu. Maura itu anakku. Mas sayang sama dia. Kamu boleh benci sama Mas tapi tidak berhak melarang Mas menemui Maura!" kata laki-laki berambut cepak itu dengan nada parau. "Minggir!" Tiba-tiba Siti masuk

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 7

    Alarm pagi hari terdengar menjerit-jerit. Buru-buru menyibak selimut yang menutupi tubuh, turun dari tempat peraduan lalu segera membersihkan badan dan melakukan ibadah solat subuh.Suasana rumah masih begitu sepi ketika aku keluar dari dalam bilik. Belum ada tanda-tanda kehidupan, mungkin Mas Alex serta gundiknya masih terlelap mengarungi mimpi.Semoga saja selamanya tidak membuka mata supaya tidak merepotkan juga menyakiti hati ini.Astaghfirullahaladzim...Tidak boleh mendoakan keburukan untuk orang lain, sebab bisa berbalik kepada diri sendiri.Lebih baik segera ke dapur membuat teh hangat untuk menghangatkan tubuh."Kamu bikin teh cuma satu, Lin?" Aku berjingkat kaget ketika tiba-tiba tangan kekar Mas Alex sudah melingkar di pinggang.Dulu, hal seperti ini selalu membuatku merasa menjadi perempuan paling dicintai sedunia. Namun tidak dengan sekarang.Buru-buru melepas pelukan pria itu, tidak sudi bersentuhan dengan orang yang mungkin semalam habis bermadu kasih dengan istri sirin

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 8

    "Gi-la kamu, ya, Alin. Awas saja. Aku akan melaporkan kamu ke polisi!" sengit Siti dengan suara menggelegar seperti halilintar.Aku menyunggingkan senyum mengejek. "Lapor polisi? Silakan saja kalau berani. Yang ada kalian yang akan mendekam di balik jeruji besi!" Perempuan berkulit eksotis itu mengepal tangan di samping tubuh. Wajahnya memerah menahan amarah yang sudah membuncah, akan tetapi tidak bisa dia tumpahkan. Aku suka melihat ekspresi gundik itu saat ini."Alin. Aku mohon jangan kekanak-kanakan. Kita ini sudah dewasa. Jika ada masalah bisa dibicarakan secara baik-baik. Bukan seperti ini. Kalau kamu bawa semua barang-barang yang ada di rumah, bagaimana kami tidur nanti? Setidaknya kamu sisakan tempat tidur, kulkas, sama kompor juga televisi. Jangan macam perompak yang tega menjarah semua barang di rumah orang. Tolong berperasaan sedikit saja Alina!" oceh suami panjang lebar."Sudah aku bilang itu bukan urusan aku. Semua barang yang ada di sini itu milik aku. Jadi terserah mau

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 9

    "Kamu yang sabar ya, Lin." Dafa mengusap lenganku."Apa kamu tahu siapa mantan istrinya Mas Alex?" Yang ditanya menggeleng perlahan. "Kapan-kapan aku kenalin kamu sama orang yang memberikan informasi. Biar bisa tanya-tanya langsung sama dia!""Apa bisa sekarang, Daf?""Orangnya lagi dinas ke luar kota."Aku membuang napas kasar. Jujur, penasaran dengan info yang diberikan oleh Dafa. Ingin tahu detailnya, serta melihat seperti apa mantan istri suamiku.Dulu. Awal mengenal Mas Alex melalui sosial media. Dia selalu mengomentari apa yang aku posting di sana, hingga akhirnya mulai mengirimkan pesan pribadi via inbox.Setelah berkenalan cukup lama, Mas Alex mengajak bertemu di sebuah cafe di kawasan Jakarta Selatan. Aku terpesona pada pandangan pertama melihat wajah tampan laki-laki itu. Apalagi dia terlihat begitu baik. Lemah lembut, perhatian, juga penyayang.Saat itu Mas Alex masih kuliah semester akhir, akan tetapi sudah bekerja di perusahaan tempat dia mengais rezeki hingga saat ini,

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 10

    Tanpa lagi menjawab ucapan si ulet bulu, aku kembali ke luar rumah memantau para tukang. Alhamdulillah pembongkaran kanopi sudah selesai, tinggal melepas pintu garasi serta merobohkan temboknya saja."Pak, jangan lupa tandon airnya juga diambil ya?" perintahku lagi."Baik, Mbak Alin.""Terus jendela depan jangan sampai ketinggalan.""Siap!"Suara gaduh tukang membongkar jendela membuat Mas Alex serta gundiknya keluar dari sarang. Mata keduanya melotot melihat depan rumahnya sudah berantakan, bahkan sekarang toren air pun sudah tergeletak di halaman."Alin, kamu ini benar-benar gila ya? Semuanya kamu ambil, sampai jendela pun kamu lepas. Benar-benar nggak waras kamu ini!" berang pria tersebut dengan kilatan amarah mulai menyala-nyala di mata.Sebisa mungkin tetap tenang menghadapi dia, tidak mau kembali terpancing emosi apalagi sampai marah-marah di depan kedua insan tidak berperasaan itu."Kenapa nggak kamu robohkan sekalian rumah ini, hah!" bentaknya kemudian hingga urat-urat di lehe

Latest chapter

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 133 (Extra Part2)

    Kamu sudah keluar dari penjara? Kenapa kamu tidak menghubungi Mas, Ran?" tanya Alex seraya membingkai wajah sang adik seiring dengan derasnya air mata yang mengalir dari kedua sudut netra."Aku nggak punya hape dan nggak berani menghubungi Mas karena takut Mas nggak mau lagi menerima aku, sebab aku sudah sering membuat kesalahan sama Mas!""Ya Allah, Rani. Seperti apa pun kamu dulu, kamu itu tetap adik Mas. Keluarga satu-satunya yang Mas miliki di dunia ini. Maaf ya, kalau selama kamu dipenjara Mas nggak jenguk kamu.""Iya nggak apa-apa. Bagaimana kabarnya Tiara, Mas? Kalian sudah punya anak berapa?""Tiara sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Dia terkena gangguan mental dan juga sedang sakit kanker serviks stadium akhir.""Ya Allah... Kasihan sekali.""Iya, sekarang rumah miliknya juga sudah dijual untuk mengobati penyakit yang dia derita, karena Tiara tidak punya saudara maupun kerabat di sini. Mas juga kan sudah cerai

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 132 (Extra Part)

    POV Author.Rani menatap pintu keluar rutan sambil bernapas lega karena akhirnya bisa keluar dari dalam penjara. Hanya saja dia merasa bingung, setelah ini akan tinggal di mana karena rumah peninggalan orang tuanya sudah dijual dan dia juga tidak tahu alamat rumah Alex yang baru.Menatap dua lembar uang yang diberikan petugas lapas, Rani berniat pergi ke Jakarta untuk mencari sang kakak dan berniat tinggal di sana dan mencari pekerjaan.Tetapi bagi mantan narapidana seperti dia, masih adakah perusahaan yang mau menerimanya menjadi karyawan? Terlebih lagi dia hanya memiliki ijazah SMA karena sudah di-drop out oleh pihak universitas.Karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di Bandung, terlebih lagi sangsi sosial yang dia dapatkan di kota Kembang tersebut, perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu akhirnya nekat pergi ke Jakarta untuk mencari keberadaan Alex.Rumah pertama yang dia sambangi adalah tempat tinggal lama sang kakak, ber

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 131 (Ending)

    "Ada apa, Mas?" tanyaku dengan nada ketus juta tanpa basa-basi."Alin? Kamu apa kabar?" Dia terus memindai wajahku, dan aku lihat ada rindu samar di kedua sorot netranya."Seperti yang kamu lihat. Aku sehat dan baik-baik saja. Kalau tidak ada hal penting yang mau kamu sampaikan, sebaiknya kamu pulang, Mas. Aku nggak mau timbul fitnah jika kamu berada di sini, sebab sekarang aku sudah menjadi istri orang!""Aku mau minta maaf sama kamu, karena sudah menyakiti hati kamu dan selalu berusaha mengusik kebahagiaan kamu. Bahkan aku juga berusaha mengacaukan pernikahan kamu kemarin dengan Dafa.""Aku sudah memaafkan kamu!""Alhamdulillah kalau begitu. Tolong setelah ini jangan benci aku, apalagi sampai menjauhkan Maura sama aku. Selamat juga atas pernikahan kamu dan Dafa. Semoga kalian berdua bahagia.""Aamiin, terima kasih!""Ini, aku ada rezeki sedikit. Nitip buat anak kita. Ya, walaupun aku tahu kalau Dafa bisa mencukupi semu

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 130

    "Sayang, bangun." Dafa mengusap lembut lenganku, menerbitkan senyuman manis menyapa hari saat pertama membuka mata."Sebentar lagi Subuh," ucapnya lagi.Aku segera menyibak selimut yang menutup hingga ke leher, duduk menyandar di headboard mencoba mengumpulkan nyawa sebelum turun dari tempat tidur.Mata ini tidak lepas dari tubuh Dafa yang sudah terlihat rapi dengan baju koko serta sarung membalut tubuh, menambah kesan tampan memesona wajah laki-laki itu."Aku mau ke mushola. Kamu buruan mandi, gih. Biar nggak telat salat subuhnya." Tangan kekar itu terulur mengusap lembut pipi ini."Iya, Daf. Kamu hati-hati. Habis salat mau aku bikinin apa?" tanyaku tanpa melepas selimut yang menutupi dada, merasa malu kepada suami, padahal jelas-jelas kami berdua sudah saling tahu semua yang ada di tubuh kami."Bikin anak saja!" Dia menjawab sambil menyeringai, dan aku langsung melotot menatapnya."Maruk banget kamu!""Bercand

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 129

    Malam kian merangkak larut. Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sepuluh malam, dan aku sudah merasa lelah karena hampir seharian berdiri di atas pelaminan menyalami para tamu undangan yang datang silih berganti hampir tidak ada henti.Jantung ini berdegup kencang ketika pintu kamar terbuka seiring munculnya sesosok laki-laki bertubuh tegap dengan senyum terkembang di bibir.Segera kuhentikan aktivitas menghapus riasan di wajah, menatap Dafa dari pantulan cermin seraya mengatur napas juga detak jantung yang mulai terasa tidak karuan."Aku mandi dulu, habis ini kita salat sunah dua rakaat." Dafa berujar sambil mencium puncak kepalaku dengan penuh kelembutan serta cinta."Iya, Daf." Aku mendongak menatap wajah suami, hingga kini jarak kami tinggal beberapa centimeter saja, dan aku bisa merasakan hangat napas menerpa muka."Aku mencintai kamu, Alina. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi istri aku. Aku berjanji akan selalu

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 128

    "Ada ribut-ribut apa di depan, Kak? Siapa yang datang mengacau?" tanyaku kepada Kak Humaira."Alex datang dan berusaha menghentikan pernikahan kalian, Lin," jawab istri dari Mas Aldo membuat diri ini merasa geram.Untuk apa Mas Alex masih mengganggu hidupku? Padahal, sudah berkali-kali aku katakan tidak ingin kembali, dan dia juga kan sudah memiliki pasangan. Aneh memang pria satu itu."Tapi kamu tenang aja, Lin. Mas Aldo dan teman-temannya sudah mengurus dia. Sekarang Alex sudah pergi, dan di depan dijaga ketat sama orang-orang yang pernah menjadi bodyguard kamu."Aku sedikit bernafas lega mendengarnya. Semoga saja Mas Alex tidak kembali dan mengacaukan acara pernikahan aku dan Dafa.Melalui pengeras suara terdengar Dafa mulai mengucapkan qobul, mengalihkan tanggung jawab papa di pundaknya dan dijawab sah oleh hadirin yang ada.Tanpa terasa buliran-buliran air bening merembes dari balik kelopak membasahi pipi, merasa terhar

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 127

    "Memangnya kamu mau minta apa, Daf?" tanyaku sambil menatap curiga, takut dia meminta sesuatu yang tidak mungkin bisa aku berikan sebelum kami dihalalkan.Bibir plum calon suami melekuk senyum. "Aku mau kamu mengenakan hijab, karena jika nanti kita sudah menikah, dosa kamu itu menjadi tanggung jawab aku juga. Aku pernah melihat kamu berjilbab dan maa syaa Allah ... Cantik luar biasa, Alina. Jujur aku lebih suka penampilan kamu yang tertutup, biar cuma aku saja yang melihat aurat kamu," ungkapnya kemudian, membuat diri ini sedikit bernafas lega. Aku pikir dia ingin meminta apa.Duh, otak. Kenapa mendadak jadi ngeres kaya lantai belum disapuin sih?"Tapi aku tidak memaksa Alina. Itu hanya keinginan aku saja. Sebagai calon suami kamu, aku wajib mengingatkan, apalagi jika nanti kamu sudah menjadi pendamping hidup aku.""Insyaallah, Daf. Tapi pelan-pelan aja, ya? Mungkin nggak langsung tertutup kaya tante Farhana ataupun Tante Melinda. Tapi aku janji,

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 126

    "Daf, apakah aku harus mengumbar kata-kata cinta seperti anak remaja yang sedang kasmaran? Bukan kah cinta itu hanya perlu dirasakan, tanpa perlu diungkapkan apalagi diumbar-umbar?Jujur, aku sudah merasa nyaman sama kamu, merasakan rindu kalau kamu tidak menghubungi aku, apalagi jika seharian tidak melihat wajah kamu. Entahlah, semua itu termasuk rasa cinta atau apa aku tidak tahu. Aku juga sudah mantap dan merasa yakin kalau kamu adalah lelaki terbaik yang dikirimkan oleh Allah untuk mendampingi hidup aku, menjadi sandaran hati aku kelak, tempat berbagi suka maupun duka juga menjadi ayah sambungnya MauraTolong jangan hanya gara-gara aku menatap mas Umar membuat apa yang sudah kita bina bersama menjadi berantakan. Percayalah. Kalau hati aku ini mulai tertambat sama kamu, Daf. Tapi kalau kamu nggak percaya aku nggak maksa!" Beranjak dari kursi, hendak meninggalkan calon suami akan tetapi dengan sigap ia mencekal lengan ini, membalikkan tubuhku hingga kami berdiri

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 125

    "Saya terima nikah dan kawinnya Hilda Humaira binti Ibrahim, dengan mas kawin tersebut tunai." Dengan sekali tarikan napas Mas Aldo mengucapkan janji suci di depan penghulu juga para saksi, memindahkan tanggung jawab dokter Ibrahim serta dosa-dosa Kak Humaira di pundaknya.Semua hadirin ramai gemuruh mengucap kata 'sah', diiringi lelehan air mata yang memburai di pipi pak dokter serta Ning Ranara juga mama.Pun dengan diriku yang merasa terharu karena akhirnya kakak satu-satunya yang kumiliki bisa mempersunting pujaan hatinya, mengakhiri kesendirian, mendapatkan pendamping yang begitu baik serta salihah seperti Kak Humaira."Aku jadi pengen segera menghalalkan kamu, Lin," bisik Dafa yang saat ini duduk memangku Maura di sebelahku.Aku menoleh dan tersenyum, hingga tanpa sengaja pandangan kami saling berserobok, menghadirkan gelenyar aneh dalam dada yang belum pernah aku rasa selama dekat dengan pria tersebut.Apakah ini yang dinamakan getaran asmara?"Insyaallah kita juga segera menyu

DMCA.com Protection Status