Beranda / Romansa / Pembantu Rasa Nyonya / Bab 12. Sengaja Menggoda?

Share

Bab 12. Sengaja Menggoda?

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Rani, maafkan Amelia, ya. Tolong dimengerti. Seumur dia, pikirannya masih labil," ucap Tuan Kusuma kepadaku.

Suaranya terdengar berat, seakan ada beban disana. Mungkin dia menyadari, seberapa kesepiannya Amelia selama ini. Aku juga merasakan hal yang sama. Merasa iba hati ini.

Amelia sudah mengurung diri di kamar. Kami tidak diperbolehkan masuk. Kata Tuan Kusuma, biasanya, dia akan keluar sendiri setelah kekesalannya reda.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya mengerti. Amelia hanya membutuhkan sosok teman. Mungkin dia melihat teman-temannya yang mempunyai saudara, dan itu terlihat menyenangkan," jelasku.

Aku sodorkan teh chamomile hangat, teh ini untuk merelaxkan pikiran. Tuan Kusuma menghelakan napas dengan keras, seakan berusaha mengurai beban yang dia rasakan.

"Menghadapi Amelia, sering kali saya tidak mengerti. Susah sekali. Dia mempunyai saudara sepupu yang seumur. Tetapi, mereka di luar negeri. Hanya, saya, eyangnya yang diajak bicara. Itupun, jarang," jelas Tuan Kusuma lirih. "Rani, t
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (180)
goodnovel comment avatar
Asriati Niz
penasaran banget ...
goodnovel comment avatar
ERNI SOFIA
penasaran kelanjutan cerìtanya
goodnovel comment avatar
Dayang Nur Hidayah
Perlu bli koin ka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 13. Maafkan Saya

    'Naluri lelaki adalah penggoda, ketika ada yang membuatnya tertarik. Endingnya? Tergantung si wanitanya bagaimana menanggapinya'***Sudah satu bulan berlalu, aku bekerja di keluarga Tuan Kusuma. Menyenangkan.Aku mempunyai kebebasan untuk melaksanakan tugasku, memasak, mengatur tatanan rumah, bahkan mengelola keuangan keperluan rumah. Aku anggap ini adalah rumahku sendiri yang harus memberikan yang terbaik.Diri ini juga diberi kebebasan untuk mendidik Amelia. Untuk hal terakhir ini, tentunya atas diskusi dan persetujuan dari Tuan Kusuma. Amelia mulai tertarik dengan salat dan malah minta diajari mengaji. Setiap Magrib, kami berjamaah dan dilanjutkan mengaji. Kadang-kadang, kami bercerita tentang kehidupan. Dikesempatan inilah, aku berusaha menggali apa yang dia inginkan dan aku mencoba ajarkan untuk kemandirinnya. Aku anggap dia sebagai anakku sendiri.Bertahap, aku mendidiknya. Aku arahkan dia untuk melakukan sesuatu bukan atas suruhan orang lain, apalagi paksaan. Namun, tetap d

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 14. Persahabatan yang Merepotkan

    Kesepakatan kami sebagai sahabat sudah terdeklarasi malam itu. Tugasku semakin banyak dan merepotkan. Selain mengatur rumah dan mengurus Amelia, aku diharuskan menjadi teman diskusi Tuan Kusuma.Alasannya, karena sebagai sahabat harus saling membantu, saling bicara, dan saling support. Bukankah itu wajar dan memang harus begitu, jelas Tuan Kusuma. Namun dengan satu syarat yang aku ajukan, tidak ada kontak fisik. Apapun alasannya, baik tidak sengaja ataupun sengaja. Waktuku seharian hampir habis karena mereka, Amelia dan Tuan Kusuma. Terkadang mereka berebut untuk bersamaku, dan bisa bekerja dengan tenang hanya ketika mereka tidak ada di rumah.Pernah Amelia memintaku menemani mengerjakan pekerjaan rumah, bersamaan Tuan Kusuma memintaku mendengarkan keluhannya."Papi ini kayak anak kecil! Tante harus ngajarin aku buat PR. Aku ada yang nggak ngerti!" Protesnya ketika Tuan Kusuma mencoba menghentikanku mengajari Amelia."PR apa sih!? Belajar aja sendiri. Atau, cari jawabannya di inter

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 15. Kak Wisnu Datang

    Selama satu minggu kemarin, rumah ini terasa lebih hening, karena Amelia ujian semester. Tuan Kusuma sepertinya mengerti, dan dia membiarkan aku untuk mendampingi anak gadisnya. Setelah makan malam, aku langsung menemaninya belajar bahkan sampai tertidur dengan buku masih berserakan. Biasa, gaya belajar kebut semalam.Hari ini, penerimaan raport. Seharusnya Tuan Kusuma yang diharuskan hadir. Akan tetapi karena masih ada keperluan di kantor, terpaksa aku harus menemani Amelia ke sekolah terlebih dahulu. Di sekolah lebih ramai dari biasanya, tempat parkir penuh. Padahal, pembagian raport dibagi tiga gelombang, dan setiap kelas berbeda hari. Bagaimana tidak ramai, satu anak minimal memakai dua jatah tempat parkir mobil. Satu mobil anak dan satu mobil orangtua. Bahkan ada yang lebih, mama dan papanya membawa mobil sendiri-sendiri. Acara sekarang ini, bukan sekedar untuk terima raport, tapi, juga ajang menunjukkan status sosial. Dari kemarin, Tuan Kusuma menegaskan aku untuk tampil

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 16. Kita Jadikan Mereka Saudara

    Insiden tadi pagi menjadi trending topic hari ini. Awalnya, Wisnu kaget sekali. Setelah dijelaskan sifat papinya oleh Amelia, mereka malah tertawa terbahak-bahak. Termasuk Bik Inah yang tadi pagi ketakutan setengah mati. "Tuan memang sering marah-marah, Bu. Tapi, baru tadi pagi saja, Tuan teriak keras seperti itu. Untung saya tidak jantungan," ucap Bik Inah sambil menepuk dadanya."Aku juga, Ma. Kaget! Pas, Om Kusuma teriakin nama aku, aku langsung mikir. Wah, ini pasti motorku. Apa aku nabrak mobil. Atau, kesalahan apalah. Makanya aku segera turun. Takut motorku dikiloin," cetus Wisnu sambil tertawa. "Memang laku, dikiloin?" tambahku."Ya, harus dibantu doa orang sekampung, Te!" timpal Amelia diakhiri tawa mengejek. Mereka langsung tergelak bersama. Aku tersenyum. Rumah semakin tambah ramai. Kami bersama dan bercanda, Amelia kelihatan senang sekali. Dia bercerita terus, dari tentang teman-temannya di sekolah, sampai tentang papinya. Wisnu manggut-manggut saja sambil makan camilan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 17. Senangnya Mempunyai Kakak

    "Kak! Kak! Kak Wisnu!" teriak Amelia, mengetuk kamarku. Aku yang di dapur mendekatinya, ada apa, ya? Wisnu baru saja bangun. Setelah salat subuh dia tidur lagi, katanya masih mengantuk. Tadi malam, setelah Tuan Kusuma mengangkat Amelia yang ketiduran, turun, dia mengajak Wisnu kembali ke atas. Mereka malah minta dibuatkan kopi, mau main catur, katanya.Sampai tengah malam malam, baru anakku itu kembali ke kamar. Terus terang aku agak kesal, waktuku dengan anakku seperti terampas oleh mereka, Amelia dan Tuan Kusuma. "Cari Kak Wisnu? Kak Wisnu lagi mandi. Baru aja. Tunggu di meja makan saja. Tante sudah buatkan puding mangga," ucapku sambil menarik tangan Amelia. Amelia duduk, dia masih sibuk dengan ponselnya. "Ini, pudingnya dipotong. Trus disiram saus santan," kataku sambil menyodorkan piring kecil didepannya. Aroma mangga dan santan kental menyeruak, Amelia langsung mengalihkan pandangannya dari ponsel yang dia pegang."Hmm ... baunya enak. Amel mau!" katanya, dan langsung melahap

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 18. Itu Papa?

    Jadwal olah raga pagi Tuan Kusuma, berangsur-angsur menghilang seiring kesibukannya yang luar biasa. Tersisa tiga pasang sepatu sport yang teronggok menunggu dipakai kembali.Sepatu, sabar, ya!Sekarang, tinggal Amelia dan Wisnu saja yang latihan fisik di ruang fitnes. Setelah latihan fisik, bersih-bersih, makan terus kembali lagi ke atas untuk latihan untuk pentas. Wisnu sangat keras melatih Amelia. Apalagi waktu pentas kurang dua hari lagi.Tuan Kusuma pun senang melihat hal ini, keinginan dari putrinya untuk berusaha sudah mulai tumbuh.Yang aku sengaja sembunyikan sudah diketahui Tuan Kusuma. Malam itu, ketika mereka main catur, Wisnu dikorek informasi tentang kami. Akhirnya dia tahu, bahwa kami sebelumnya tinggal di Kuta, Bali dan aku lulusan D3 Design Interior yang pernah menekuni bisnis properti.Aku tidak bisa menyalahkan Wisnu, toh dia bicara apa adanya. Bagaimanapun, suatu saat pasti akan diketahui. Dan, pastinya Tuan Kusuma yang ahli menggali informasi bukan tandingan Wisnu

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 19. Cooling Down

    Aku berusaha tidak mengingat kejadian kemarin. Begitu juga Wisnu, dia tidak pernah membahasnya atau sekadar bertanya. Dia bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.Dia lebih konsen dengan latihan bersama Amelia di lantai atas. Katannya, tinggal hari besuk acara di sekolah.Begitu juga Tuan Kusuma. Tidak pernah dia tanya apa dan kenapa yang terjadi kemarin. Dia hanya bertanya, "Ketika mengantar berkas ke kantor, apakah bertemu dengan orang yang kau kenal?""Bertemu Desi saja. Tidak ada yang lain," jawabku seolah aku tidak tahu yang dia maksud. Aku yakin dia tahu, aku lari dari Mas Bram. Dan, aku yakin dia curiga Mas Bram adalah mantan suamiku, papanya Wisnu.Setelah itu dia tidak membahasnya kembali. Hanya sempat dia marah, ketika tahu kami naik motor ke sana. Kawatir ada apa-apa di jalan, alasannya. Setelah aku jelaskan, barulah dia mengerti, dengan catatan, jangan diulangi lagi.Huuuft ....Pupus sudah, harapan jalan naik motor bersama Wisnu. Padahal, tujuan membawa motor ke sini

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 20. Berdamai dengan Takdir

    Malam ini, malam besar buat Amelia. Untuk pertama kalinya, dia pentas di acara yang dihadiri banyak orang. Tuan Kusuma sengaja menyiapkan waktu khusus untuk acara ini. Kami dilarang mengerjakan apapun selain yang berhubungan dengan Amelia.Begitu juga diriku. Aku hanya diperbolehkan memasak dipagi hari saja, setelah itu harus mendampingi Amelia. Wisnu juga tidak kalah sibuk, dia harus mempersiapkan dan memastikan properti untuk pentas. Tidak boleh ada yang salah, pesan Tuan Kusuma.Hari ini, Tuan Kusuma kembali dari kantor lebih awal. Dia ikutan sibuk juga. Dia mondar-mandir naik-turun, keluar-masuk kamar Amelia seperti orang bingung. Aku kesal melihat sikapnya. Mondar-mandir, tanya sana-sini tetapi tidak jelas apa yang dia lakukan. Seperti hanya sekedar untuk menutupi kepanikannya. Kalau sikapnya terbaca Amelia, dia bisa merasa papinya meragukan dengan kemampuan. Dan muaranya, kepercayaan dirinya akan berkurang. Tidak boleh seperti ini!Aku sengaja menunggunya di lantai atas, di

Bab terbaru

  • Pembantu Rasa Nyonya   Extra Part

    POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 616. Ending

    Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 615. Anak-Anak

    Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita. Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini. Huft! Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah. Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma. Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi. Tunggu sebentar! Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki. “Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma. Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 614. Pesan Menyebalkan

    Bab 615.Aku bingung. Sungguh-sungguh bingung. Di depanku terhampar pilihan kain yang cantik-cantik. Dari pilihan bahan sampai pilihan warna. Mana yang aku pilih?“Ini untuk tahun ke berapa, Bu Rani?” tanya Claudia“Baru ke tujuh. Sebenarnya saya juga belum ingin merayakan. Tapi tahu kan, kalau Tuan Kusuma mempunyai niat?” Wanita cantik tersenyum sambil mengangguk. Dia pasti lebih mengerti bangaimana keluarga Adijaya sebenarnya. Termasuk Nyonya Besar.Pertanyaan Claudia memantik ide di kepalaku. Woll itu kan berwarna putih, jadi …. Sip!“Aku pilih warna putih. Nuansa putih yang dipadukan dengan bahan woll,” ucapku dengan mata menjelajah. Claudia bergerak sigap. Dia menyingkirkan semua selain berwarna putih. Ini membuatku mudah.Tangan Claudia mulai bergerak lincah menggambar apa yang aku inginkan. Bukan keinginan bentuknya, tetapi keinginanku pada pernikahan ini. Yang membuatku suka, dia merancang baju dengan filosofi di dalamnya. Semua ada artinya.“Keluarga besar menggunakan pilihan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 613. Persiapan

    “Berhasil?” tanya Maharani menyambutku.“Desi?”“Iya.”“Sangat-sangat berhasil. Dia juga titip salam untuk dirimu yang sudah memberikan ide ini,” ucapku sambil merangkul istriku.Kami masuk ke dalam rumah yang terasa lengang. Rima sudah kembali, begitu juga Amelia kembali ke apartemennya.“Anind dan Denish?”“Sudah tidur. Ini sudah malam,” ucapnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjuk angka sembilan.“Wisnu masih lembur?”“Iya. Biarkan dia lagi semangat-semangatnya,” ucap Maharani melangkah mengikutiku.Aku langsung ke kamar mandi. Membersihkan badan dengan menggunakan air hangat. Badanku segar kembali.“Wisnu sudah mendatangkan teman-temannya. Jadi dia tidak merasa muda sendiri. Tapi Wisnu cepet adaptasi, lo. Aku juga memberikan team yang terbaik. Siapa nama teman-temannya? Aku kok tidak ingat. Padahal aku belum terlalu tua.”Ucapanku memantik tawa Maharani. Dia menyodorkan piayama tidur untuk aku kenakan.“Mereka itu teman-teman dekatnya Wisnu. Ada Lisa yang diletakkan di admini

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 612. Desi Pegawai Teladan

    Orang single tidak akan mati karena jomlo, tetapi banyak orang tersiksa karena hidup dengan orang yang salah. Itu yang dikatakan Tiok kepadaku. Dia sudah menentukan pilihan, dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi. Katanya, surat cerai dalam masa pengurusan dan tinggal menunggu surat resmi dari pengadilan agama. Sekarang, permasalahan Tiok sudah selesai. Dia tinggal pemulihan saja.****Rezeki itu tidak melulu berupa materi. Adanya keluarga, itu rezeki. Begitu juga sahabat yang kita miliki. Ada lagi yang aku syukuri tidak henti-henti, karyawan yang setia. Seperti Desi, pegawai teladan.“Desi. Berapa lama kamu kerja di sini?”Aku bertanya saat dia memberiku setumpuk laporan yang harus aku tanda tangani. Dia sudah memilahnya. Ada yang tinggal tanda tangan, ada yang harus aku periksa dulu, dan ada yang urgent. Cara kerjanya bagus, membuat pekerjaanku semakin mudah. Aku seperti orang lumpuh kalau sekretarisku ini tidak masuk.Dia tersenyum.“Dari mulai fresh graduate sampai sekarang.”

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 611. Izin Kita

    Hati itu milik kita. Berada dalam tubuh kita sendiri, dan kitalah yang harus melindunginya dari apapun. Sedangkan kesenangan, kesedihan, itu adalah rasa yang ditimbulkan dari luar.Jadi, hati kita merasa sedih atau senang, tergantung dari izin kita. Apakah kita menerima atau mengabaikan hal yang menyebabkan rasa itu.*Aku dan Mas Suma tidak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Pak Tiok. Di luar nalar dan di luar jangkauan pikiranku. Kenapa ada orang yang tega mengorbankan hati orang lain demi kebahagiannya.“Jadi suami Kalila itu sudah menjatuhkan talak tiga?” tanya Mas Suma.Pak Tiok tertawa miris. “Iya. Karenanya mereka membutuhkan aku supaya bisa menikah lagi.“Gila!” seru Mas Suma geram.Akupun demikian. Tanganku terkepal keras merasa tidak terima dengan perlakuan mereka. Terutama si wanita. Bisa-bisanya memperlakukan itu kepada orang yang menolongnya.Masih ingat aku bagaimana dia menangis karena korban penganiayaan si mantan suami. Dia sampai masuk ke rumah sakit dan yang m

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 610. Pendengar

    Sampai di rumah, aku benar-benar capek jiwa raga. Kepaku dibebani dengan pikiran tentang Pak Tiok. Bisa-bisanya ada orang seperti dia yang terus-menerus mengalami kegagalan dalam percintaan.Wajah rupawan, perawakan juga seperti foto model, karir pun tidak diragukan lagi. Namun, kenapa bisa dia mengalami hal seperti ini?“Mama istirahat saja dulu. Belanjaannya, biar Rima minta bantuan Bik Inah,” ucapnya sambil membawa belanjaan ke arah dapur. Rumah masih lengang. Mas Suma dan Wisnu pasti belum pulang. Begitu juga Amelia.Aku mengangguk menerima anjuran gadis itu. Dia tahu apa yang aku pikirkan. Sepanjang jalan aku mengomel dan membicarakan tetang Pak Tiok. Bagaimana perjalanan kisah mereka sampai menikah. Bagaimana Pak Tiok melindungi Kalika yang mendapat perlakukan tidak baik dari mantan suami.Sempat Rima tadi menyeletuk.“Laki-laki itu jangan-jangan mantannya Mbak tadi.”“Mama tidak tahu benar, Rima. Saat dia datang mengacau pernikahan, dia dalam keadaan mabok dengan penampilan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 609. Mengagetkan

    Kembali dari galeri, aku dan Rima tidak langsung pulang. Kami singgah di mall.“Tidak usah, Ma.”“Kenapa? Mama ingin membelikan kamu baju. Kepingin saja,” ucapku bersikukuh. Akhirnya kekasih Wisnu ini membelokkan mobil ke mall yang ternama di kota ini.“Kita kemana, Ma?” ucapnya berlari mensejajariku. Dia pasti heran, aku berjalan ke arah kebalikan dari tempat yang menjual pakaian.“Kita ke butik langganan kami. Aku akan mengukur kamu untuk data mereka,” jawabku terus berjalan. Sebenarnya bisa parkir di depan butik Claudia, tapi itu membuatku jauh dari tempat belanjaan yang menjadi tujuan utama.Pegawai yang berjaga langsung membukakan pintu, mereka tersenyum dengan tangan menangkup di depan. “Selamat datang, Nyonya Maharani.”Aku mengangguk, Rima yang di belakangku langsung mensejajari.“Hai, Bu Rani. Lama tidak kesini!” seru Claudia kemudian mengalihkan pandangan ke arah Rima.“Kenalkan ini Rima, calon mantu,” ucapku kemudian mendekat, “calonnya Wisnu.”Claudia langsung mengarahkan

DMCA.com Protection Status