"Saya tidak mengerti kenapa Gani bisa luluh sama kamu. Padahal sebelumnya ada banyak asisten rumah tangga muda dan cantik. Bahkan lebih cantik dari kamu. Tapi tak satupun berhasil merebut hati Gani. Jampi-jampi seperti apa yang kamu bacakan? Apa mantranya?" Mata Alpha menatap Saras. Perempuan itu mencebikkan bibirnya. "Saya juga nggak ngerti kenapa Gani suka sama saya. Yang jelas, saya nggak pakai jampi-jampi atau baca mantra," balas Saras.Alpha mengusap wajahnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dan entah kenapa, dia bisa terdampar di ruang makan bersama Saras. Tadinya Alpha hanya ingin mengambil jus. Tapi dia menemukan Saras duduk sendirian sembari mengaduk-aduk minuman di gelas. Perkataan Gani tadi siang tentu menjadi beban tersendiri bagi Alpha. Secara tak langsung, Gani menginginkan Saras lebih dari pembantu. Anak itu berharap Saras menjadi ibunya. Itu jelas mustahil. Alpha tidak pernah berniat menjadikan Saras sebagai istrinya. Sekalipun Saras telah berpisa
Saras benar-benar akan meninggalkan rumah Alpha. Meski hanya beberapa hari, Alpha merasa tidak rela ditinggal pergi oleh pembantu yang serba salah di matanya itu. Ingin menahan Saras agar tidak pergi, nanti perempuan itu besar kepala karena tau Alpha tidak ingin ditinggal. Yasudah, Alpha diam saja dengan rasa gengsinya. Menatap Saras yang sedang menata sarapan untuk terakhir kalinya di rumah ini. "Pak Alpha kok masih pakai baju tidur?" tanya Saras menatap Alpha. Pria itu bangun satu jam yang lalu. Duduk di meja makan dengan wajah kusut, khas bangun tidur. Memperhatikan Saras yang menyiapkan sarapan, lalu sesekali menegur Saras kala ada kesalahan yang tampak di mata Alpha. "Kenapa?" nadanya langsung sewot.Saras menyipitkan mata. Bukan Alpha namanya kalau tidak membuat Saras kesal. Padahal Saras bertanya baik-baik. "Nggak ke kantor?""Perlu saya jawab?"Saras menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak usah."Alpha meraih satu lembar roti tawar. Melirik jam dinding, te
Saras turun dari taxi sembari menyeret koper yang isinya tak seberapa. Sembari terus mempertahankan topengnya, Saras membawa kopernya menaiki bus umum yang sudah menunggu di halte. Kebetulan jam keberangkatannya sebentar lagi. Saras hanya perlu duduk sebentar, lalu bus akan meninggalkan terminal. Terminal pagi itu cukup ramai. Bus juga penuh. Mungkin memang banyak yang ingin pulang kampung. Saras duduk di dekat jendela. Sedangkan di sebelahnya masih kosong. Mungkin pemiliknya belum datang. Saras tidak terlalu peduli selama tidak ada yang mengganggunya."Ini kursi 35 ya?"Saras menoleh, menatap seorang pria yang berdiri di sebelah kursi kosong tersebut. Saras terdiam, lalu mengangguk. "Iya."Pria tersebut tersenyum kecil seraya duduk di kursi kosong tersebut. "Saya duduk di sini ya."Saras merespon dengan anggukkan dan senyuman tipis. Kemudian kembali mengarahkan kepalanya pada kaca jendela mobil. Dia menyenderkan kepalanya di sana dan pikirannya mulai melayang pada Alpha dan Gani. Ap
Alpha mendadak merasa gelisah. Tidak tau apa sebabnya, Alpha tidak bisa fokus bekerja. Beberapa kali Alpha salah memasukkan data dan berkali-kali pula dia menjawab pertanyaan Derma dengan jawaban yang melenceng. Dia teringat dengan Saras yang tak kunjung memberikan kabar mengenai perjalanan pulangnya. Empat jam telah berlalu dari jam keberangkatan dan belum ada kabar dari Saras."Alpha!! Ini Saras siapa?" Derma menatap Alpha frustasi. Kepalanya pusing membaca data yang telah diinput oleh Alpha. Tidak ada yang benar.Alpha mengusap wajahnya. Dia benar-benar kehilangan fokus karena Saras. Dia tidak khawatir, hanya saja Alpha merasa tidak fokus. Mengingat ucapan Derma perihal orang yang memata-matai rumahnya, Alpha jadi semakin tidak tenang. Alpha takut orang-orang itu adalah bagian dari Bastian. Alpha tidak ingin perempuan itu kembali jatuh di genggaman manusia kejam seperti Bastian. Alpha hanya tidak ingin Saras kembali merasa sakit."Lo kenapa sih, Alpha? Sakit? Lagi jatuh cinta lo sa
Alpha menatap Gani yang duduk di sebelahnya. Begitu pula dengan Gani, menatap papanya sembari menikmati es krim yang mereka beli sewaktu Alpha menjemput Gani ke sekolah. Ini sebetulnya belum jam pulang Gani. Namun entah kenapa Alpha merasa tidak tenang dan khawatir hingga memutuskan untuk menjemput Gani lebih cepat. "Tante Saras udah sampai di rumahnya pa?" tanya Gani setelah diam-diaman dengan Alpha yang belum juga mengalihkan tatapannya dari Gani.Alpha mengedikkan bahunya. "Nggak tau.""Emangnya nggak papa telvon?" tanya Gani pula."Nggak diangkat," jawab Alpha seraya memalingkan wajahnya dari Gani. Kini tatapannya tertuju pada layar laptop yang menampilkan rekaman cctv pagi tadi. Alpha diam sejenak. Dia betulan telah menelvon Saras. Lima kali, tapi tak diangkat. Pada panggilan keenam, nomor Saras tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Alpha tidak ingin langsung menduga-duga. Mungkin saja tidak ada sinyal di kampung Saras, makanya telvon dari Alpha tidak dijawab. Untuk saat ini Alpha ti
Kehadiran Saras di rumah Bastian tidak dinantikan dan tidak diinginkan. Saras dapat melihat dari wajah masam mama dan senyum sinis adik iparnya kala Bastian membawa Saras makan bersama di ruang makan. Mereka terlihat sangat membenci Saras. Namun dengan alasan yang tidak bisa dimengerti, mereka mati-matian mencari Saras ketika dia pergi meninggalkan rumah ini. Saras tidak akan melaporkan kejahatan mereka jika itu yang ditakutkan. Seharusnya mereka berdamai dan melupakan semuanya. Masalah selesai dan Saras bisa hidup dengan tenang.Namun sayangnya, manusia dengan mata tajam itu tak pernah mau menyudahi. Mereka tetap ingin menjadi iblis yang menyiksa Saras sampai mati. Begitulah sekiranya janji mereka terhadap Saras. Aneh. Saras yang hancur, Saras yang kehilangan semua masa jayanya dan Saras pula yang disalahkan. Entahlah, ingin mengeluh bahwa dunia tidak adil, tapi Saras masih diberi napas untuk bisa membalas mereka. Itu adalah salah satu bentuk keadilan yang tidak ingin Saras terima.
Gani ternyata demam. Padahal sepulang sekolah anak itu masih baik-baik saja. Masih bisa tersenyum dan tertawa meski tak seriang biasanya karena masih sedih atas kepergian Saras. Namun pada malam itu, suhu tubuh Gani naik drastis. Tubuhnya panas, pipinya memerah dan anak itu mengigau, memanggil "mama."Alpha langsung membawa Gani ke rumah sakit saat itu juga. Derma juga ikut menjadi sopir. Malam itu tidak ada yang Alpha khawatirkan selain Gani yang tak kunjung sadar kala Alpha panggil. Dia terus menyerukan kata mama dengan suara nyaris berbisik.Setibanya di rumah sakit, Gani langsung di bawa ke unit gawat darurat untuk diperiksa oleh dokter. Sedangkan Alpha dan Derma menunggu dengan cemas di depan ruangan. "Anak bapak mengalami alergi parah. Sebelumnya apakah bapak tau apa yang putra bapak makan?" ucap dokter yang memeriksa Gani.Seharian Gani berada di taman kanak-kanak, tidak berada di bawah pengawasan Alpha. Dia jelas menggelengkan kepala karena tidak tau apa yang putranya makan s
Alpha tersentak kala ponsel di sakunya berdering. Malam ini Alpha menjaga Gani sendirian. Derma sudah pamit pulang beberapa jam yang lalu. Katanya ada kerjaan dan deadline besok pagi. Sedangkan mama baru bisa datang besok pagi karena malam ini masih terjebak macet sehabis menghadiri acara di rumah temannya. Sekarang Gani hanya punya Alpha. Bocah kecil itu sudah cukup membaik. Sudah bisa diajak bicara, meski kala tidur masih mengigau. Kini anak itu terlelap setelah menangis karena tiba-tiba ingin bertemu dengan mamanya yang entah berada di mana. Ponsel Alpha berdering lagi. Alpha sengaja tidak menjawab panggilan tersebut karena berasal dari nomor tidak di kenal. Panggilan kedua masih Alpha abaikan. Panggilan ketiga tetap tak Alpha hiraukan. Hingga pada panggilan keempat, kesabaran Alpha habis. Gani bisa terbangun jika ponsel itu dibiarkan terus berdering nyaring."Apa di rumah anda tidak ada jam? Ini waktunya istirahat. Tidak sopan menelvon pada jam istirahat!" Tanpa basa-basi, Alpha
Tahun berganti tanpa terasa. Satu tahun sudah usia pernikahan Saras dan Alpha. Gani yang dulunya masih suka duduk di depan tv bersama mainannya juga sudah beranjak dewasa. Tahun ini Gani mulai masuk sekolah dasar. Ada banyak perubahan yang terjadi di hidup Saras dan juga orang-orang di sekelilingnya. Ingatannya yang hilang perlahan kembali. Perlahan tapi pasti Saras dapat mengingat hubungannya dan Alpha di masa lalu. Bagaimana mereka bisa saling mengenal, lalu berakhir menjadi sepasang kekasih.Kehidupan Saras jauh lebih baik. Saras benar-benar dicintai. Alpha tidak membebani Saras dengan banyak hal. Justru pria itu ingin membantu Saras mengembalikan Oryzafood yang telah hilang. Gedung tinggi Oryzafood menjadi hadiah ulang tahun pernikahan mereka. Tepat hari ini, perusahaan itu diresmikan.Berada di tengah orang-orang penting sudah menjadi hal biasa bagi Saras. Alpha tak pernah lupa menyebut namanya saat bertemu dengan kolega dan klien. Di setiap acara di kantor tempatnya bekerja, Al
Tidak ingin membuang banyak waktu, usai ziarah ke makam ibu, Alpha dan Saras langsung kembali ke kota. Cuaca siang ini tampak tidak mendukung, takutnya ada hujan badai dan membuat perjalanan mereka terhambat. Jalan menuju desa Saras tidak semulus jalan aspal di ibu kota. Ada banyak batu, lubang dan turunan ekstrim. Belum lagi kiri-kanan jalan dipenuhi pohon besar yang bisa tumbang kapan saja. Mengantisipasi hal buruk terjadi, mereka memutuskan untuk tidak menginap di desa. Toh Saras hanya perlu mengapa ibu, tidak ada selain itu.Beruntung, perjalanan menuju rumah berjalan dengan lancar. Mereka tiba di rumah dengan selamat usai berkendara kurang lebih tiga jam. Tidak terjebak macet, tapi ban mobil sempat kempes dua kali. Maklum saja, mobil sulit beradaptasi dengan jalan yang mereka lalui.Langit sudah berubah orange kala mobil berhenti di halaman rumah. Saat membuka sealbeat, Alpha menemukan Saras tertidur di sebelahnya. Kepala perempuan itu sudah terkulai lemah. Kalau saja tubuhnya ti
Malam yang panjang dan menyenangkan.Alpha tidak menemukan Saras saat terbangun. Di sebelahnya kosong, sisa angin dan aroma parfum Saras yang melekat pada bantal. Melihat kiri-kanan, Alpha juga tidak menemukan apapun selain kondisi berantakan. Entah apa yang terjadi tadi malam, kamar yang biasanya rapi tampak seperti kapal pecah. Alpha menghela napas panjang dan kembali menjatuhkan kepalanya di atas bantal. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar. Diam-diam tersenyum mengingat siapa dirinya sekarang. Alpha telah resmi menjadi suami dari Saraswati Oryza, mantan kekasih yang tak pernah memutus hubungan dengannya. Perempuan itu memang masih belum bisa mengingat sepenuhnya kisah mereka di masa lalu, tapi beberapa bagian penting tentang mereka sudah ada di benak Saras. Itu jelas sudah lebih baik.Alpha melipat kedua tangannya di belakang kepala. Rasanya begitu lega saat Saras sudah resmi jadi miliknya. Mungkin selama ini yang mengganjal di ulu hatinya adalah perasaan cinta yang Alph
Keputusan Alpha dan Saras untuk menikah sudah mutlak. Tepat pada tanggal 20 Juli 2024 mereka mengadakan acara pernikahan dengan konsep sederhana sebagai bentuk rasa syukur atas segala kebahagiaan dan kesuksesan yang mereka peroleh. Tidak ada sambutan meriah atau musik-musik klasik yang memekakkan telinga. Acara yang mereka adakan hanya seputar makan, berfoto dan pulang. Alpha tidak ingin merepotkan banyak orang dan memutuskan hanya mengundang beberapa teman dan kerabat dekat. Pun dengan dekorasi yang seadanya, bernuansa hitam dan putih. Alpha benar-benar ingin meminimalisir sesuatu yang menurutnya tidak penting. Alpha tidak ingin merayakan perayaan besar bukan karena ini pernikahan yang kedua, melainkan tidak ingin berlebihan dalam berbahagia. Rasanya tidak ada gunanya juga mengadakan perayaan besar. Sederhana saja sudah cukup. Intinya mereka berbahagia.Alpha mengenakan kemeja putih dan jas hitam serta celana dengan warna senada. Dia tampak begitu tampan. Sedangkan Saras dibalut dre
Perayaan kemenangan diadakan di rumah Alpha. Usai kemelut panjang yang menguras separuh jiwa, akhirnya mereka bisa berada di titik ini. Derma memenangkan pemilihan dan akan menaungi pusat marjona sebagai wilayah kekuasaannya. Rafi tertawa bahagia karena hadiah yang Alpha berikan—satu unit apartemen. Mama akhirnya bisa solo traveling lagi tanpa cemas pada Gani yang kini sudah punya ibu yang bisa mengawasi dan menemaninya seharian penuh. Dan Alpha yang merasa senang atas pencapaian yang diraih orang-orang disekitarnya. Alpha tidak pernah menyangka akan bisa berada di titik ini. Titik dimana semuanya terasa membaik. Mungkin ini tidak akan bertahan lama sebab sejatinya hidup akan diimbangi oleh bahagia dan sedih. Tapi setidaknya, Alpha sempat merasa eforia atas kebebasan yang dia peroleh.Mereka hanya sekedar kumpul biasa sembari makan bersama. Yang hadir juga bukan tetangga kiri-kanan rumah melainkan mereka yang benar-benar menang. Malam ini adalah malam bahagia. Sebelum esok kembali be
Bastian dijebloskan ke dalam penjara. Alpha tidak tau pasti berapa lama pria itu mendekam di balik jeruji besi, yang jelas lebih dari 5 tahun. Usai penangkapan seminggu yang lalu, Alpha belum menemui Bastian. Dia masih ada janji untuk memberi manusia itu pelajaran. Kini Alpha fokus membantu Saras mengurus berkas yang akan diajukan ke pengadilan. Berkas perceraian Saras dan Bastian. Alpha akan sepenuhnya membantu hingga tidak ada lagi ikatan di antara dua manusia itu.Ulang tahun Gani yang ke lima baru saja dirayakan kemarin. Hadiah dari Alpha untuk Gani adalah Saras. Alpha mengatakan pada Gani bahwa dalam waktu dekat dia akan punya ibu baru. Dan sosok yang cocok untuk menjadi ibunya adalah Saras—wanita yang sempat membuat Gani jatuh cinta akan sikap keibuannya.Gani tak langsung menerima, sebab beberapa hari belakangan Eva berhasil mengisi hatinya. Gani mulai goyah. Tapi berkat Derma yang turut meyakinkan dan kembali membisikkan bahwa Eva adalah ibu yang jahat, Gani langsung luluh. "
Saras tidak sadarkan diri, sedangkan Alpha penuh cidera. Di belakang Alpha yang berlari, Liu berusaha menyamai langkah tuan muda yang tak mau dipapah itu. Alpha bersikeras membawa Saras dengan tangannya sendiri. Tidak peduli bahwa dirinya juga butuh di gendong agar tak oleng di lorong rumah sakit. Beruntungnya, petugas yang berjaga tanggap menyambut kedatangan Alpha yang hampir kehabisan napas. Saras diambil alih, dibawa masuk ke ruangan IGD. Sementara itu, Alpha jatuh bertekuk lutut di hadapan pintu yang tertutup rapat.Liu menatap tuannya prihatin. Seumur hidup, ini kali pertama Liu melihat Alpha sekacau itu. Mungkin lebih kacau disaat Gani jatuh dari tangga dan koma selama tiga hari. Alpha memang tidak pernah bisa diprediksi dengan mudah. Emosi yang pria itu miliki selalu menjadi kejutan bagi Liu yang jarang bertatap muka dengan Alpha."Anda juga harus diobati, pak," ujar Liu membantu Alpha berdiri tegak. Luka di bahunya mungkin sudah sangat parah. Liu khawatir terjadi infeksi pada
Pistol tersebut jatuh, bersama dengan pijakan Bastian yang melemah. Liu berhasil datang tepat waktu dan mencegah Bastian menembakkan pelurunya. Tak selang beberapa lama, Alpha muncul bersama polisi dan interpol."Angkat tangan!"Ada banyak moncong pistol yang mengarah pada mereka. Otomatis, ajudan Bastian mengangkat tangan. Semuanya, terkecuali Bastian yang masih tak mau menyerah. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Meraih pistol yang terjatuh, lalu melingkarkan tangannya di leher Saras. Semuanya terkejut. Bastian tersenyum kala berhasil membawa Saras jauh dari kerumunan. Ujung pistol kembali diarahkan ke kepala Saras."Mundur atau perempuan ini mati," ancamnya.Alpha terkesiap, spontan melangkah mendekat melihat Saras yang berupaya menahan sakit. Namun Liu buru-buru menahan, takut Alpha yang terkena tembakan."Tahan, pak," ucap Liu memegang lengan Alpha."Saras." Alpha menatap perempuan itu. "Dia bisa mati.""Kami akan menyelamatkannya," ujar Liu menarik Alpha menjauh. Mau ba
Aksi balapan terjadi begitu saja. Taxi yang Saras tumpangi dipaksa untuk melaju lebih cepat kala mobil Bastian mengejar di belakang. Saras ketakutan. Mobil yang mengejar bukan hanya satu, melainkan tiga. Bayangkan saja taxi butut ini harus berhadapan dengan mobil yang memiliki mesin modern yang satu pijakan gas saja setara dengan tiga pijakan gas taxi."Lebih cepat pak!" desak Saras tidak peduli si supir taxi tidak mengerti dengan ucapannya. Meski tak mengerti, supir taxi tau Saras mendesaknya untuk melaju lebih cepat. Dia menginjak habis gas, membawa mobil itu melesat dengan cepat.Sementara di belakang mereka ada mobil Bastian yang tak kalah cepat. Jalanan mulai ramai, membuat mereka kesulitan mengejar Saras."Kepung mobil itu!" titah Bastian pada dua mobil yang sudah berada di depan. Bastian dapat melihatnya. Dua rubicon berada di sisi kanan dan kiri taxi, bersiap mengapitnya. Bastian tertawa kala taxi kehilangan arah. Rubicon tersebut mempersempit gerak taxi.Jauh di belakang mo