Setelah mendapat lampu hijau dari Harjito, Alan segera menemui orang tuanya.
Alan memarkir motornya dan cepat-cepat melesat ke dalam rumah mencari sang ibu.
“Assalamualaikum, Bu,” ucap Alan setelah menemukan ibunya.
Ririn menoleh demi mendengar suara putranya, “Lho, kamu pulang. Kenapa tidak mengabari ibu terlebih dahulu?”
“Maaf, Bu! Alan pulang lebih cepat karena ada sesuatu. Alan mau minta tolong ibu melamarkan gadis untukku,” ucap Alan penuh semangat.
Ririn tampak begitu kaget dengan permintaan putranya itu. Bahkan Alan mengenalkan pacarnya saja belum tapi tiba-tiba memintanya melamar seorang gadis.
“Yang benar saja Al, kuliah pun kamu belum selesai, mau nikah saja. Mau kamu kasih makan apa Istrimu nanti?” Ririn menatap Alan cukup dalam. Putranya itu baru datang, bahkan tas ransel masih di punggungnya. Alan tergesa menemuinya di dapur hanya demi menyampaikan kabar ini.
Ririn mematikan
“Apa yang kamu lakukan dengan gadis itu, Al?” tanya Wijaya tidak sabar. “Kamu akan membuat malu orang tuamu?” ucapnya kemudian sembari menatap tajam putranya menuntut penjelasan. Bagaimanapun Wijaya tidak ingin jika putranya mengulangi kesalahan masa lalunya.“Yah, tapi ini salah paham, percayalah padaku” ucap Alan berusaha membela diri.“Oke jadi kapan Ayah harus melamar gadis itu?” tanya Wijaya tidak sabar. Sebagai orang tua dia merasa turut bertanggung jawab.“Nanti aku kabari lagi, Yah. Mengingat orang tua gadis itu begitu sibuk. Setelah di atur tanggalnya nanti Alan beritahu,” ucap Alan.Meskipun dituduh yang tidak-tidak dalam hati Alan lega. Akhirnya Wijaya mau melamarkan gadisnya, yah meskipun baru dalam tahap tunangan setidaknya itu lebih baik.Serelah beristirahat sebentar, Alan memutuskan kembali ke kota Violens dengan membawa segenggam harapan. Usaha membujuk kedua orang tuanya
“Ya sudah, aku mau bersih-bersih dulu. Kamu kalau sudah ngantuk tidur saja, Wi,” ucap Alan. Dan bergegas keluar dari kamar. Di kost itu tidak ada fasilitas kamar mandi dalam. Jadi hanya ada tiga kamar mandi untuk di gunakan bersama. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin membuatnya segar dan menghilangkan rasa lelahnya seharian ini perjalanan bolak balik. Alan sudah selesai dan keluar dari kamar mandi hanya dengan lilitan handuk. Kemudian menuju kamarnya. Melihat Dewi sudah berbaring di kasur, Alan meliriknya sebentar. Mungkin saja dia kecapean jadi dengan cepat bisa terlelap. Laki-laki itu membuka Almarinya. Memilih piyama untuk pakaian tidurnya malam ini. Setelah selesai menyisir rambutnya dan mengambil sebuah bantal. Ya. Alan hanya punya dua bantal. Kemudian merebahkan dirinya di keramik putih itu. Mau bagaimana lagi Alan tidak punya alas tidur kecuali kasur yang di pakai Dewi, tidak mungkin pula tidur di kasur yang sama. Mungkin besok dia ak
“Glenn, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Lala panik. Ketika menatap Glenn berdiri bersedekap di samping mobilnya. Mobil itu terparkir di depan gedung F di kampus Nuansa.Glenn tertegun sejenak mendengar suara yang teramat dirindukannya itu. Sejenak laki-laki itu membuka kaca mata hitamnya demi bisa melihat wajah Lala secara langsung.Glenn tidak menemui Lala bukan karena sudah tidak peduli pada gadis yang sudah berhasil memenuhi pikirannya. Meskipun dia juga belum yakin jika itu Cinta.Glenn akhir-akhir ini sibuk membenahi pekerjaannya yang kacau dan hampir tumbang. Tentu saja dia butuh fokus dan kerja keras. Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk membenahi semuanya.“Tidak usah panik, ayo ikut aku! Aku pastikan kakakmu tidak melihat kita,” ucap Glenn percaya diri dan menarik tangan Lala.“Tapi Glenn aku ada kelas pagi hari ini!” Lala mencoba mengibaskan tangannya tapi sia-sia karena tangan Gle
Hari ini kediaman Harjito Pribadi di kota Violens tampak sedikit ada kesibukan. Meskipun tidak banyak keluarga dan hanya keluarga inti saja yang datang. Karena memang lamaran tersebut di gelar secara mendadak. Mengingat pergaulan Lala di kota ini meresahkannya.“Apa kamu bahagia, cantik?” tanya wanita muda dengan dress panjang berwarna biru langit itu.Lala terdiam dan termenung sedikit pun tidak terusik pertanyaan tantenya. Tantenya ini bernama Intan dia adalah adik bungsu Harjito. Intan datang hanya demi pertunangan keponakan kesayangannya. Selain itu dia juga yang menyiapkan baju untuk Lala.Saat ini Intan berkutat merias wajah Lala. “Mengapa kamu diam saja, La?” tanya Intan curiga dan menghentikan kegiatannya. “Cerita sama Tante, jika tidak cerita Tante tidak mau melanjutkan mendandanimu,” Intan meletakkan peralatannya. Kemudian mengambil kursi dan duduk di depan keponakannya itu.Lala menggeleng dengan tetap mengun
Lala tidak percaya demi melihat siapa yang datang, Glenn, Rega dan Sintia mereka bertiga memasuki rumahnya. ‘Astaga benarkah mereka datang demi menyaksikan pertunangannya dengan Alan?’ tiba-tiba tangan Lala bergetar dan refleks menyentuh telapak tangan Intan yang ada di sampingnya. Intan cukup peka untuk menggenggam tangan itu, dia tahu keponakannya panik dan gelisah. Harjito menatap para tamunya satu persatu dan dirinya tidak merasa mengundang mereka dalam acara ini. Satu wajah yang tidak asing baginya tapi untuk apa dia datang ke sini? Dalam kebingungannya Harjito tetap memperlakukan dengan baik mereka, bagaimanapun mereka adalah tamu. “Walaikumsalam,” jawab Harijito kemudian mempersilahkan masuk dan duduk terlebih dahulu. Suasana pun sangat kaku. Fokus tatapan Harjito jatuh pada wajah Glenn. Sementara Iriani dan Edo sudah tahu, siapakah mereka. Hanya saja diam demi menunggu reaksi Harjito. “Maaf om jika kehadiran kami menggang
Sintia terus mempercepat langkahnya tanpa menoleh lagi. Mereka masuk mobil dan meninggalkan kediaman Harjito.“Ada apa Ma? Mengapa Mama malah pergi. Bukannya memperjuangkan menantu Mama?” tanya Glenn, sambil tetap fokus memutar setir mobilnya.“Carilah wanita lain, selain Lala!”“Maksud mama apa?” Glenn meminggirkan mobilnya, dan kemudian berhenti.“Apa kamu tidak lihat Glenn! Dia sudah punya calon, di mana harga dirimu sebagai laki-laki dengan mengemis cinta pada mereka?”“Tapi, Ma! Aku tidak bisa membiarkan Lala bersama Alan! Aku yakin Alan itu hanya pria licik!”“Jika hanya itu alasanmu! Kamu tidak perlu melamar Lala! Kamu tidak bisa menentukan pasanganmu hanya berdasar atas rasa tidak rela, Glenn!” bentak Sintia gusar.“Sebaiknya kita pulang dulu, biar aku yang bawa mobil. Nanti kita bicarakan semuanya di rumah!” usul Rega. Lelaki itu kemudian memb
Hari ini Glenn berjanji pada dirinya sendiri untuk memisahkan Alan dari Lala. Banyak sekali kesalahan Alan yang membuatnya tidak percaya laki-laki itu bisa menjaga Lala dengan baik. Yang pertama dia pernah meninggalkan Lala pingsan seorang diri di tepi danau dan yang kedua Glenn yakin jika Alan telah menggunakan cara lagi licik dengan menghasut keluarga Lala.Glenn ke luar dari Apartemennya sambil terus berpikir apa yang akan dilakukannya. Tentu saja Glenn butuh orang yang bisa mengawasi gerak-gerik Alan dan mengumpulkan bukti. Dirinya harus bermain rapi.Glenn memutar mobilnya, tiba-tiba dia ingin mendatangi makam Sabila. Entah mengapa ada keinginan yang kuat untuk datang ke sana meskipun letaknya tidak searah dengan kantor. Tiga puluh menit kemudian dirinya sudah sampai. Dia memarkir mobilnya dan turun.Tampak tanah masih basah sisa-sisa hujan semalam. Glenn menapakan langkahnya mendekati makam itu. Tapi langkahnya menelan dan tiba-tiba harus berhenti.
“Mengapa kamu menolak? Biasanya kamu mau kan?” tanya Glenn seraya menatap Lala bingung.Lala memutar bola matanya kemudian menatap lelaki di depannya itu, “Ceritanya sudah lain Glenn. Aku tidak sama seperti dulu lagi. Lihatlah cincin yang melingkar di jari ini. Aku sudah resmi jadi tunangan Alan sekarang!” ucap Lala seraya menunjukkan cincin yang melingkar di jarinya.“Sudah berapa kali aku bilang, jangan sebut nama Alan jika sedang bersamaku!” protes Glenn.“Itu fakta Glenn! Setelah lulus kami akan menikah!” ucap Lala dengan penuh penekanan.“Kamu yakin kalian akan sampai jenjang pernikahan?” tanya Glenn meremehkan.“Tentu saja, aku sangat yakin!”“Selama aku masih hidup, jangan harap hubungan kalian bertahan lama!” ucap Glenn kemudian turun dari mobilnya. Setelah menutup pintu, Glenn beralih membuka pintu untuk Lala.“Turunlah!” perintah