“Apa yang kamu lakukan pada adikku! Brengsek!! Laki-laki tidak bermoral!” Adrian melayangkan tinju di perut Glenn hingga tubuh kembali terpental dan membentur tembok.
"Akh!" Glenn berteriak kesakitan.
Lala melepaskan diri dari pelukan Edo, menarik tubuh Adrian dan memeluknya dari belakang kuat-kuat.
“Kak, tolong berhenti. Aku mohon!” Pintanya dengan bibir bergetar dan derai air mata. Lala sangat takut mengingat kakaknya itu cukup emosional.
“Arghhh!!” geramnya, tangan terkepal Adrian di buang ke udara mendengar permohonan sang adik, laki-laki itu membuang sisa kemarahannya dan membalikkan badan untuk memeluk Lala seerat-eratnya, tangannya terulur dan mengusap punggung gadis itu yang masih saja menangis, kemudian mencium kepalanya berkali-kali.
“Mengapa kamu jadi seperti ini dek?” tanya Adrian kecewa, ada rasa sedikit menyesal membiarkannya sendiri di kota ini. Apalagi mengetahui jika dia dimanfaatkan
“Terimakasih, Alan! Jika bukan karena kamu tentu kami tidak bisa menemukan Lala,” ucap Edo sambil menjabat erat tangan Alan.“Jadi kamu mantan pacar, Lala? Astaga adikku pamitnya kuliah kenyataannya melanglang buana mencari cinta!” Ucap Adrian sambil memijit pelipisnya. Kemudian menjabat tangan Alan sebagai ucapan terima kasihnya.Lala tersenyum sebal demi mendengar ucapan sembarangan Adrian.“Kamu hati-hati di jalan, dan kami mengucapkan terima kasih banyak ya.” Ucap Iriani menepuk bahu Alan. Alan mencium punggung tangan Iriani dengan takzim. Dalam hati berdoa ‘Semoga diangkat menjadi menantunya'“Iya, kak, Tante, Lala, aku duluan ya!” Pamit Alan, menuju parkiran motornya. Bahkan dia tidak menyangka jika Lala adalah anak dari pemilik Harani hospital.Mereka berempat kemudian menuju mobil hendak ke hotel tempat mereka menginap.Iriani duduk di depan sementara Lala dan Adrian
Glenn terbangun ketika menghirup aroma yang sangat dia benci sejak kecil, aroma itu begitu membuatnya mual, bukan itu saja di juga teringat detik-detik kepergian Sabila.‘Astaga betulkah aku berada di rumah sakit?’ batinnya, kemudian perlahan membuka matanya. Badannya terasa lemah seluruh tubuhnya terasa hancur. Ruangan serba putih itu tampak menyebalkan bagi Glenn, bahkan sejak kecil dirinya membenci rumah sakit.“Bapak sudah bangun!” ucap seorang gadis cantik berpakaian rapi dan formal tampak berdiri di pinggir ranjangnya. Rupanya dia adalah Winda.“Mengapa aku di sini?” tanya Glenn lemah. Kepalanya terasa berputar-putar.“Maaf Pak, saya tadi di telepon pak Rega. Beliau meminta saya supaya menolong Bapak. Katanya kondisi darurat. Saya secepatnya diminta datang ke apartemen. Ternyata benar, saya menemukan Bapak di Apartemen seorang diri dalam keadaan pingsan. Akhirnya saya dan Pak Wira membawa Bapak ke sini
Setelah diizinkan pulang dari rumah sakit, banyak sekali yang harus diselesaikan Glenn. Tentu saja berkaitan dengan pekerjaan dan masa depannya.Glenn mendatangi makam Sabila. Sejak Sabila tidur di sana baru kali ini laki-laki itu mengunjunginya.Glenn duduk bersimpuh di tanah kubur itu. Air mata mengalir tanpa aba-aba demi menatap nisan bertuliskan nama calon tunangannya.“Salah jika aku bertanya mengapa kamu harus pergi, karena memang kamu harus pergi. Tidak benar jika aku terus menangisimu, aku yakin kamu tidak ingin seperti itu. Aku mengerti jika kamu sudah kembali pada pemilik yang sebenarnya. Sabila maafkan aku, bahkan karena kesedihan itu aku terlupa mendoakanmu. Maaf aku telah egois,” lirih Glenn di samping pusara itu. Tangan kekar itu mengelus pusara itu.Wajahnya kemudian menunduk sendu khusyuk melantunkan doa untuk kekasih tercinta. Cukup lama, dengan mata terpejam mengantarkan harap.Air mata itu kembali menetes kala banyak
Bukan pertama kali Glenn mengalami kondisi semacam ini untuk perusahaannya. Glenn yakin jika dirinya fokus pasti semua akan kembali seperti semula. Hanya saja pikirannya tidak fokus, karena tidak tahu keberadaan Lala saat ini.Glenn menyesap kopinya sekali lagi. Di ruangan ini seharian mengurung diri demi memikirkan perusahaannya, tetapi tetap saja tidak bisa konsentrasi karena memikirkan mantan pembantunya itu.“Arghhh!!!” Glenn mengerang putus asa. Laki-laki itu memegang kepala dengan kedua tangannya.Kemudian Glenn mengambil ponselnya mencoba menghubungi Lala. Tetapi semua sia-sia, meskipun tersambung tapi Lala tidak mengangkatnya.“Astaga!!” Teriak Glenn. Tangan itu mengepal dan menggebrak mejanya kuat-kuat.Tiba-tiba pintu terbuka menampakan Rega yang datang dalam keadaan tergesa.“Glenn!! Kamu harus lihat ini!” ucap Rega sambil menunjukan layar ponselnya.“Apaan sih, Ga! Datang-datang se
Mereka sudah duduk di bangku di bawah pohon yang cukup Rindang. Taman ini tidak jauh dari kampus Lala. Glenn duduk di samping Lala dan memiringkan wajahnya.“Apa kamu ingin menipuku?” tanya Glenn kemudian.Lala tersentak kemudian menoleh ke arah Glenn.“Apa maksudmu?” tanya Lala sedikit heran.“Kamu berpura-pura miskin?” tanya Glen.“Tidak kamu salah! Aku tidak pernah mengatakan diriku miskin. Bukankah kamu dan orang tuamu yang selalu berkata demikian?”“Tapi, mengapa kamu tidak membantah?”“Untuk apa aku membantah, jika kalian saja terlalu yakin!”“Lalu mengapa kamu harus mau jadi pembantuku jika kamu kaya?”“Bukankah kamu sudah tahu jika itu karena salah transfer, kemudian kamu meminta aku menjadi pembantu! Lalu apa lagi yang kau tanyakan?”“Bukankah kamu bisa menolak dan meminta ayahmu untuk menggantinya, atau
“La ... Kamu marah?” tanya Glenn mendapati raut wajah Lala yang sungguh keruh. Bahkan pertanyaan Glenn di jawab dengan menutup pintu mobil secara kasar. Lala berlalu dan menuju kelasnya. Tidak terima di perlakukan seperti itu Glenn bergegas turun dan segera menyusul Lala. “Tunggu!” teriaknya dengan langkah tergesa dan segera menyahut tangan Lala sehingga Lala pun berhenti. “Apa lagi?” “Kamu marah?” “Tidak?” “Tapi mengapa kamu mengabaikanku?” “Lalu aku harus bagaimana? Aku sudah cukup ngertiin kamu, Glenn! Aku sudah banyak berkorban untukmu! Lalu untungnya buat aku apa? Apa kamu pernah memikirkan sedikit saja bagaimana perasaanku?!” ucap Lala kemudian segera bergegas masuk kelas, karena melihat dosennya pun sudah datang. Glenn mengusap wajahnya kasar. Sudah tidak ada yang bisa dikerjakannya lagi di tempat itu. Glenn segera meninggalkan kampus Nuansa untuk menuju kantornya. Langkah itu tergesa tapi
Rumah bercat putih dengan pilar tinggi itu tampak megah, letaknya memang tidak di tengah kota. Karena sesuai keinginan Lala yang ingin tinggal di hunian yang tidak begitu berisik.Iriani membelikan rumah di pinggiran kota, untuk di tempati Lala. Untuk sementara Lala tinggal dengan Adrian sambil menunggu kedatangan Bi Narti. Ya. Bi Narti di utus Harjito untuk mengurus semua kebutuhan Lala di kota Violens. Hanya saja dia belum datang.“Dek, kakak setelah ini mau keluar ya?” ucap Adrian sesampainya mereka di rumah.“Memang mau ke mana kak?” tanya Lala bingung. Pasalnya mereka baru saja sampai, eh sudah mau pergi saja.“Ada urusan!” jawab Adrian singkat.“Cewek lagi pasti! Nggak boleh pergi, kak Adrian di sini untuk temani Lala. Bukan untuk perbanyak koleksi pacar! Ke sana ke mari cari gandengan. Aku aduin Bunda lho!” ancam Lala.“Kamu harusnya senenglah punya kakak populer gini. Lagi pula ka
Alan menunggu di ruangan itu. Dalam hati masih tidak percaya jika mantan pacarnya adalah putri pemilik Harani Hospital. Mengingat penampilan Lala yang biasa saja dan karakter dia yang mau bergaul dengan semua lapisan.Saat ini Alan malah menjadi sedikit insecure. Tetapi bukankah cinta harus diperjuangkan? Setidaknya dirinya sudah selangkah lebih menang dari pada Glenn. Dirinya yakin akan memenangkan hati Lala dengan rajin mengupayakannya.Alan menatap gadis cantik yang kini berjalan kearahnya itu.“La, apakah kita bisa kembali seperti yang dulu?” ucapnya kemudian setelah gadisnya duduk.“Seperti yang dulu, yang mana?” tanya Lala, dengan dahi berkerut dan menatap Alan tidak mengerti. Bahkan dia tidak ada niat sedikit pun untuk balikan dengan Alan.“Jadi pacarku lagi, kita perbaiki semuanya,” pinta Alan serius sembari menatap manik Lala.“Rasanya aku ingin berpikir dulu, Al.” Lala mencoba menolak
Setelah acara tiup lilin dilanjut acara pemotongan kue. Seperti biasa Lala memberi potongan pertama kue itu untuk Ayahnya. Harjito menerima suapan dari putrinya itu kemudian mengucapkan kalimat selamat diikuti rentetan doa.Acara cukup sederhana tetapi meriah dan keluarga inti datang semua. Setelah potong kue sudah selesai, Adrian yang bertindak seolah-olah menjadi MC. Memberitahukan acara selanjutnya yaitu hiburan yang akan diisi oleh bintang tamu.Lala bingung. Pasti Adrian hanya bercanda. Mana ada bintang tamu? Tetapi pandangan Lala seakan terkesima. Ketika dari pintu depan yang terbuka lebar datanglah rombongan tamu. di barisan paling depan Glenn, Sintia dan Herlambang. Setelah itu nampak Wijaya-Ririn, Alan-Dewi, Rega - Winda. Mereka memasuki ruangan dengan penuh senyum.Tampak para keluarga menyalami mereka sambil tersenyum."Lala maukah kamu menjadi istriku?" tanya Glenn lugas tanpa sedikitpun keraguan di depan keluarga besarnya. Pria itu mengeluarkan kotak berisi cincin yang ak
"Jadi, kamu dari mana saja?" hardik Harjito mengetahui putrinya baru saja pulang. Bahkan Lala baru beberapa langkah masuk ke dalam rumah. "Euhm ...." "Jangan banyak alasan! Kamu pasti menemui laki-laki pengecut itu kan?" "Namanya Glenn, Yah!" sahut Lala pelan. "Bagiku dia laki-laki nggak punya nama, karena tidak berani menunjukkan nyalinya. Masuk ke dalam kamar dan mulai hari ini kamu di bawah pengawasan, Ayah!" perintah Harjito. "Tapi, Yah!" "Tidak ada tapi! Ayah sudah terlalu banyak memberimu kebebasan! Dan sekarang nggak! Orang yang kesana kemari bersamamu harus orang yang memiliki status jelas! Bukan para pengecut seperti yang sudah-sudah!" putus Harjito. Pria itu telah memantau aktifitas putrinya akhir-akhir ini dan sebagian besar waktunya habis bersama Glenn. Lala masuk ke dalam kamarnya. Dan memberi kabar Glenn bahwa beberapa hari ke depan mereka tidak bisa bertemu. Anehnya Glenn menanggapinya biasa saja. Semua pesan yang ia kirim panjang lebar hanya mendapat jawaban.
"Lala, Glenn, angin apa yang membawa kalian hingga sudi mampir ke gubug Bapak?" tanya Wijaya penuh haru seraya mengulurkan tangan pada dua tamunya.Lala segera menyambut uluran tangan Wijaya dan mencium punggung tangannya. Meskipun hubungannya dengan Alan kandas, beliau tetaplah calon mertuanya. Mengingat sekarang Lala menjalin hubungan dengan putranya yang lain.Melihat antusiasnya respon Lala dalam menyambut uluran tangan itu. Glenn pun melakukan hal yang sama. Kemudian Glenn kembali duduk seraya berucap, "Maaf jadi kedatanganku ke sini ingin memohon restu pada, Anda!" ucap Glenn kaku. Diperlakukan demikian Wijaya tidak sakit hati. Mungkin saja Glenn belum bisa mengakui jika dirinya adalah Ayah kandungnya. Wijaya yakin kedatangan putranya kali ini merupakan terbukanya jalan bagi hubungan mereka. Lambat laun pasti Glenn akan menerimanya."Ooh ... Apakah kamu akan menikahi, Lala?" tanya Wijaya. Sedikit banyak Wijaya tahu kisah cinta di antara mereka. "Benar! Saya akan melamarnya, se
Glenn mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dalam hatinya masih bimbang.Dia berpikir apakah keputusannya ini sudah benar? Atau dia hanya seorang robot yang mengiyakan keinginan dua orang yang sangat disayanginya, Lala dan Sintia."Kenapa wajahmu tegang sekali Glenn?" tanya Lala setelah menilik raut muka laki-laki di sampingnya yang begitu serius. Tampak banyak beban di sana sudah seperti mau mengerjakan tugas negara dan jika gagal maka hidup akan menjadi taruhan."Ehmm ... Nggak La, aku hanya bingung mau ngomong apa nanti, jika sudah sampai!" sahut Glenn."Astaga! Kita bukan ingin wawancara kerja! Juga bukan ingin presentasi proposal! Jadi jangan terlalu serius, biarlah dialog mengalir dengan sendirinya, nanti jika sudah sampai juga bakal tahu mau ngomong apa!" sahut Lala."Tapi, La! Aku nggak enak, pasalnya kemarin aku menolak mereka! Jujur saja aku kecewa pada mereka!
"Kalian curang! Aku nggak dipeluk?" Protes Glenn.Sintia melepaskan pelukannya, menatap gadis pilihan putranya itu. Gadis yang sudah mengembalikan putranya untuk lebih semangat untuk hidupnya."Ish ... Cemburu? Lihatlah nanti Mama bahkan lebih sayang sama mantu daripada sama anak sendiri!" ucap Sintia."Terserah Mama, deh! Jadi kapan kita melamar Lala, Ma?" tanya Glenn."Jadi kamu benar-benar mau kawin?!" Sintia terlihat kaget dengan keputusan Glenn."Nikah, Ma, bukan kawin!" protes Glenn."Iya maksud mama Nikah. Apa kalian tidak mau tunangan dulu mungkin. Lagipula Lala kan masih kuliah baru semester satu!" jawab Sintia.Glenn menggeleng tidak setuju dengan usul mamanya. "Nggak Ma, aku nggak yakin bisa menjaga diri!""Sudah kebelet banget ya?" goda Sintia."Bukan, Ma. Maksud ak
"Ma, nanya apaan sih!" sahut Glenn menyelamatkan keadaan. Laki-laki itu kemudian menyerahkan minuman dingin untuk Lala, Lala segera menerimanya karena memang haus."Bisa buka tutupnya nggak?"Glenn meminta kembali menyadari jika Lala sering kesulitan membuka tutup botol minuman dingin.Setelah membukanya Glenn menyerahkan kembali."EHEM!!" deheman Sintia mengusik kegiatan keduanya."Mama apa nggak ada acara pergi ke rumah nenek? Atau pergi ke mall?! Tumben betah amat?" tanya Glenn, sembari memberi kode buat mamanya agar meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.Tetapi sayangnya kode itu tidak diterima dengan baik, "Jadi apa lagi rencana kalian setelah kemarin main pembatu-pembantuan? Apa sekarang ada ide lain untuk mengelabuhi mama agar meninggalkan kalian berdua! Ingat jika sepasang manusia berlainan jenis bersama dalam suatu ruangan maka pihak ketiga adalah setan!" Sintia menegaskan ag
"Kita mau ke mana Glenn?" tanya Lala penasaran. Benar saja, seusai kelas. Glenn sudah gerak cepat untuk menculik Lala. Lelaki itu sepertinya tidak mau hilang kesempatan lagi setelah menyadari perasaannya."Masa iya kamu lupa ini jalan ke mana?" Jawab Glenn sambil terus mengemudikan mobilnya."Ini jalan ke apartemenmu! Tapi mau apa kamu mengajakku ke sana?""Untuk membuat kesapakatan baru!""Kesepakatan apalagi Glenn?""Ingin mengontrakmu menjadi pembantu tuan tampan seumur hidupmu. Jadi maukah Aquilla Anaya Pribadi menjadi pembantu kaya tuan tampan, ha ha ...""Aku nggak mau menjadi pembantumu Glenn, itu namanya menjatuhkan harga diriku, dulu aku mau karena bertanggungjawab. Meskipun bukan sepenuhnya kesalahanku. Tapi kali ini untuk alasan apalagi?""Karena kamu telah bandel masuk dihatiku jadi kamu harus dihukum!"&nbs
Hari ini Lala masuk kuliah untuk yang pertama sejak peristiwa itu. Rasanya malas, karena mau tidak mau akan bertemu Alan dan Dewi. Jujur saja Lala masih sakit hati dengan perbuatan mereka berdua. Apalagi setelah semua itu tidak ada di antara mereka yang berinisiatif untuk datang dan minta maaf. Mungkin saja harga maaf sudah mahal, sehingga mereka tidak mau mengusahakan. Mungkin pula ini perkara harga diri atau rasa malu? Ahhh ... Sepertinya Lala tidak mau menduga-duga karena takut malah jadi prasangka buruk. "La ..." panggil seseorang dan suara itu siapa pemiliknya, bahkan Lala belum lupa. Sahabat yang sudah dianggapnya saudara sendiri sejak Lala berada di kota ini. Lala menoleh tetapi membatalkan senyumnya. "Wi, kamu pucat sekali. Apakah kamu sakit?" tanya Lala menatap wajah Dewi yang begitu pucat. "Nggak, La! Aku hanya kurang tidur," terang Dewi. "Ooh aku kira sakit,"
Lala menyelesaikan kunyahanya. Meletakkan sendok pelan-pelan kemudian meraih jus alpukat di hadapannya. Setelah selesai Lala menatap Glenn."Apa kamu menunggu jawabanku?" tanyanya kemudian."Tentu saja. Ngapain lagi aku menatapmu seperti ini jika tidak menunggu jawabanmu?" Jawab Glenn kesal."Oke, aku akan menjawab pertanyaanmu. Jadi jika ternyata kamu adalah saudara Alan itu sungguh tidak ada hubungannya dengan aku mau jadi pacarmu atau tidak," jawab Lala bijak."Mengapa demikian?""Kita lahir dari rahim siapa, kita lahir di hari apa, jam berapa, di tolongin siapa kemudian ternyata kita lahir sebagai seorang laki-laki atau perempuan dan ternyata kita adalah saudaranya si a, b dan c. Itu mutlak kuasa Allah. Jadi kita hanya bisa terima dan tidak boleh menolak!""Kesimpulannya kamu tetap mau jadi pasanganku? Meskipun aku bersaudara dengan Alan?" tanya Glenn pen