Dimas pulang ke rumahnya dengan keadaan berantakan, sakau membuat tubuhnya sakit seperti dikuliti hidup-hidup. Dimas sangat marah saat melihat pintu ruang kerjanya tidak terkunci apalagi obat-obatan miliknya sudah tidak ada lagi di atas mejanya. Dimas pergi ke kamarnya dan mendapati Kanaya yang menatapnya dengan dingin.“Kamu yang membuka ruang kerjaku?” tanya Dimas sambil menatap Kanaya dengan matanya yang merah.“Ya,” jawab Kanaya singkat.“Di mana obatku?” Dimas segera menghampiri Kanaya dengan hembusan napas yang terengah-engah.“Sudah kubuang.”“Apa?” Dimas menatap Kanaya dengan tatapan dingin, ia berusaha menahan diri agar tidak mengamuk pada wanita yang sangat dicintainya. “Kenapa kau buang?”“Punya hubungan apa kamu dengan Sonya?” tanya Kanaya dengan nada tegas.“Nggak ada,” jawab Dimas dengan nada ketus.“Jangan bohong kamu, Dimas. Aku sudah baca wa kamu.”Dimas mengambil hp-nya yang ada di atas meja, kemudian menghubungi seseorang tanpa mempedulikan tuduhan Kanaya. Saat ini
Dimas mulai membuka mata saat hari sudah gelap, entah sudah berapa lama Dimas tertidur. Yang pertama kali terbesit di kepala Dimas adalah Kanaya.“Kanaya” Dimas tersentak kaget ketika teringat kata-kata terakhir Kanaya yang ingin menggugat cerai dirinya, Dimas tak ingin kehilangan Kanaya. Ternyata kebersamaannya bersama Kanaya hanya angan-angan semata. Dimas buru-buru menyalakan mesin mobil, kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh saat keluar dari area gedung kosong, berharap cepat sampai tujuan dengan selamat dan menjelaskan segalanya pada Kanaya.Dalam waktu kurang dari 30 menit, mobil Dimas sudah memasuki halaman rumahnya. Dimas memarkir mobilnya sembarangan, kemudian berlari ke dalam rumah menuju kamarnya dengan was-was. “Kanaya.” Dimas memanggil istrinya sembari membuka pintu. Kamarnya kosong, ranjang pun masih tertata rapi. Dimas melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, tapi juga tidak menemukan Kanaya di sana.“Kanaya, di mana kamu?” Dimas berteriak dengan frustasi
“Nay,” Ardi memanggil Kanaya yang baru saja turun dari mobil yang terparkir di parkiran kampus. “Ada apa, Pak?” tanya Kanaya. Kanaya berpikir jika Ardi akan menanyakan alasan kenapa Kanaya pergi dari rumahnya.“Apa kamu udah tahu masalah Dimas?” tanya Ardi.Ardi ragu dengan kejujuran Lilis yang mengatakan jika dia sudah memberitahu Alfian tentang Dimas. “Masalah apa?” tanya Kanaya dengan kening berkerut. Apakah Dimas masih menyimpan banyak rahasia kelam.Ardi melangkah mendekati Kanaya untuk memberitahu Kanaya dengan suara pelan takut ada orang lain yang mendengar, tapi Kanaya malah mundur menjaga jarak dengan waspada sembari memalingkan wajah. “Dimas masuk penjara, Nay.”“Apa?” pekik Kanaya dengan mata terbelalak karena shock. Matanya langsung berkaca-kaca dengan perasaan tak karuan. Sebesar apa pun kebencian Kanaya terhadap Dimas, Kanaya tetap mengkhawatirkannya. “Kok, bisa?” tanya Kanaya dengan suara bergetar.“Dia kena kasus penyalahgunaan narkoba.”“Terus gimana keadaan dia
Usai membereskan kamar anak majikannya, Nurmala menyingkap tirai jendela, wajahnya semakin lesu melihat halaman rumah penuh dengan daun berguguran. “Huh, kotor banget halaman itu, kerjaan masih banyak. Dingin banget lagi udaranya.”Dipandanginya langit yang nampak mendung berkabut. Sudah lebih 3 jam hujan mengguyur kota Jakarta, barulah hujan mulai mereda. Dedaunan pun berguguran mengotori halaman rumah majikannya. Nurmala segera keluar dari kamar anak majikannya untuk membersihkan halaman rumah sebelum hari makin gelap."Loh, antingku di mana?" Nurmala baru menyadari antingnya hilang setelah sedetik keluar dari kamar majikannya. Ia gegas berbalik memasuki kamar itu lagi. Nurmala melusuri lantai kamar dan ranjang tapi tidak ada. Padahal tadi waktu membereskan kamar anak majikannya, antingnya masih ada."Nah, ketemu." Hati Nurmala lega, setelah 30 menit mencari akhirnya ia bisa melihat kilauan emas di kaki ranjang. "Masih rezekimu, Nurmala." Nurmala bergumam pada diri sendiri dengan ri
Dengan langkah terseok-seok menahan rasa sakit di area inti, Nurmala berjalan keluar menuju pintu utama. Nurmala ingin segera keluar dari rumah yang dulunya sangat nyaman untuk ia tinggali, tapi kini berubah seperti neraka yang mengoyak harga dirinya.“Mbak tolong jangan pergi, Mbak. Tunggu Mama sama Papa dulu.” Sarah kebingungan. "Ma, Mama, Mbak Nurmala mau pergi, Ma!” Sarah berteriak memanggil ibunya, sementara tangannya berusaha menahan kepergian Nurmala. Namun, Nurmala acuh dan menulikan telinga pendengarannya. Ia tak ingin menggadaikan harga dirinya dengan bertahan di rumah pria yang sudah tega merenggut kesuciannya.Tak lama kemudian Lukman dan Ayu datang menghampiri Nurmala dengan langkah tergopoh-gopoh hingga tiba di teras rumah. Mereka berusaha mencegah kepergian Nurmala yang terus melangkah."Nak, tolong jangan pergi seperti ini. Alfian pasti akan mempertanggungjawabkan perbuatannya," pinta Lukman dengan setulus hati, meski ia tahu luka hati yang mendera Nurmala tak akan per
"Assalamualaikum,""Sibuk, ya?""Sayang, jangan lupa makan.""Jangan lupa sholat, Sayang." "Ibu tanyain kamu terus tuh, kapan calon mantunya main ke rumah?""Nur, lagi sibuk ya, kok sejak tadi pesanku nggak dibalas?" pesan dikirim oleh Firman pukul 4 sore ketika kejadian na'as menimpa kekasihnya."Kalau sudah nggak sibuk, cepat balas pesanku. Biar aku nggak kepikiran.""Aku kangen.""Apa kamu sakit, Nur? Sejak tadi perasaanku nggak enak," Firman merasa gelisah tanpa sebab. Sejak tadi ia terus memikirkan Nurmala, takut sesuatu yang buruk menimpanya. Namun, Firman berusaha menepis pikiran buruk itu.Tetesan demi tetesan air mata kembali mengalir dengan deras ketika Nurmala membaca sederet pesan dari Firman, laki-laki yang sebulan lalu melamarnya. Rencananya minggu depan Firman dan keluarganya akan datang ke rumah Nurmala di kampung untuk meresmikan pertunangan mereka, tapi Nurmala sangat takut dan malu membayangkan Firman akan menikahinya dan di saat malam pertama Firman mendapati Nurm
Alfian menuruni anak tangga seraya menenteng tas kerja, tak sengaja berpapasan dengan Ayu begitu sampai di lantai dasar. "Ma," Alfian menyapa Ayu. Namun, wanita yang sudah melahirkannya itu malah membuang muka seolah tak melihat Alfian yang berdiri di ujung tangga. Senyuman hangat yang biasa Alfian dapatkan dari Ayu, kini tak lagi ada.Suasana pagi tak sehangat biasanya. Amarah kedua orang tua Alfian masih membara tak kunjung sirna.Alfian akui ia memang bersalah, kesalahan yang ia buat sangat fatal, tapi semua itu ia lakukan di luar kesadarannya karena pengaruh minuman alkohol. Alfian tak pernah memaksa satupun wanita untuk ditiduri kecuali Nurmala.Entah setan apa yang telah merasukinya hingga melakukan perbuatan bejat tersebut. Lebih baik Alfian pergi ke kantor menyibukkan diri dengan pekerjaan, daripada melihat wajah cemberut keluarganya.Alfian bergegas pergi, langkahnya terhenti di ruang tamu, ketika berpapasan dengan asisten rumah tangganya. "Tolong buang sprei yang ada lanta
"Silahkan dipilih, ini menunya." Nurmala menyerahkan menu makanan pada pengunjung restoran."Saya pesan Rice Bowl Beef Teriyaki, untuk minumnya Lemonade," pinta tamu restoran usai memilih menu makanannya. "Apa ada yang mau di pesan lagi, Tuan?" tanya Nurmala dengan ramah setelah menulis menu pesanan."Tidak, itu saja.""Apa anda mau mencoba Dessert Box Summer Breze. Itu menu baru di restoran kami. Berisi buah-buahan segar, cocok sekali dinikmati setelah memakam makanan berat," Nurmala menawarkan hidangan penutup yang berisi buah-buahan segar."Boleh."Dua minggu sudah berlalu, kini keadaan Nurmala mulai membaik. Ia tak mau terlalu larut dalam kesedihan. Masih banyak yang harus ia lakukan. Meratap tidak akan mengembalikan kesuciannya, meski hati masih terasa hancur, tapi masih banyak yang harus Nurmala lakukan daripada terus meratapi nasibnya.Nurmala mengganti nomor kontak hp-nya agar Firman tak lagi bisa menghubunginya. Sudah satu minggu Nurmala bekerja di sebuah restoran ternama se