"Jeng Ratna, tunggu! Kita pasti bisa bicarakan ini baik-baik." Salah satu dari anggota arisan itu berusaha mengejar Bu Ratna. Namun Bu Ratna tetap melangkah meninggalkan restoran, dengan diiringi tatapan penuh tanya dari para pengunjung."Maafkan Indah, Ma," bisik Indah sembari mereka berjalan menuju mobil."Kamu gak perlu minta maaf, Indah. Ini bukan kesalahanmu. Justru Mama menyesal karena sikap mereka yang memalukan dan menyakiti kamu." Bu Ratna masih terlihat kesal dan tidak menyangka kalau acara arisan itu akan berakhir dengan suasana yang tidak menyenangkan.Indah dan Bu Ratna masuk ke mobil. Indah kembali mengeringkan rambutnya yang basah dengan tisu. Walaupun ia berusaha keras menahan diri, namun air matanya tetap mengalir."Kamu gak apa-apa, Nak? Maaf karena Mama memaksa kamu mengikuti acara ini. Mama gak menyangka mereka akan berbuat seperti itu sama kamu. Irene yang sudah Mama anggap seperti anak sendiri malah bersikap seperti itu. Mama sangat kecewa sama dia.""Indah gak a
Sejak pertengkaran antara Tania dan ibunya, Aryo seolah terjepit dalam posisi yang tidak menyenangkan. Di satu sisi, ia tidak ingin menjadi anak durhaka yang menyakiti hati ibu yang melahirkan dirinya. Namun di sisi lain, tak mungkin juga ia menyakiti istrinya. Ia seperti terjebak dalam dilema, bagaikan makan buah simalakama.Aryo belum mengunjungi atau menelepon ibunya lagi. Ia tidak sanggup melihat ekspresi wajah kecewa ibunya, karena uang yang diperlukan belum juga terkumpul.Suasana di rumah Aryo juga masih hambar. Tania masih terlihat kesal dan menjadi lebih pendiam. Di kantor Aryo dan Tania juga jarang berkomunikasi. Mereka seperti dua orang asing yang tidak saling mengenal. Aryo merasa jenuh dengan pertengkaran mereka. Ia merasa kebahagiaan rumah tangganya telah lenyap dalam sekejap mata.Sore itu Aryo duduk di ruang tamu rumah sederhana itu. Di hadapannya ada secangkir kopi yang sudah mulai dingin. Lamunan Aryo seketika buyar ketika ponselnya berdering. Ia melihat nomor ibunya
Sore itu Sandy mengajak Indah berkeliling dengan mobilnya. Mereka masuk ke sebuah komplek perumahan mewah. Ada pos pengaman yang terletak di pintu gerbang perumahan itu. Setiap mobil atau kendaraan asing yang akan masuk harus melapor terlebih dahulu."Kita mau kemana, Mas?" tanya Indah.Indah tidak bisa menutupi rasa kagumnya ketika melihat bangunan rumah yang rata-rata berlantai dua dan berderet dengan rapi.Sandy hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan istrinya itu. Selama satu bulan ini, ia memang sengaja menyiapkan sebuah kejutan manis untuk Indah.Mereka berhenti di sebuah rumah berpagar tinggi dan bercat putih. "Mas ada janji dengan klien?" tanya Indah lagi."Ayo turun!" ajak Sandy.Indah melihat rumah itu sangat bagus dan besar. Pintunya kokoh dan dinding yang putih bersih seperti rumah baru. Namun yang membuat Indah heran adalah ketika Sandy merogoh sesuatu di saku celananya.Sandy mengambil kunci dan membuka pintu rumah itu."Ini rumah siapa, Mas?"Sandy merangkul Inda
Aryo langsung menjual anting milik Tania. Namun uang dalam kartu debit dan hasil penjualan perhiasan Tania belum mencukupi untuk membayar biaya perawatan ibunya.Hati Aryo lebih terasa getir, karena Tania sama sekali tidak peduli pada ibunya. Jangankan untuk merawat sang ibu, untuk menjenguk pun Tania enggan.Aryo harus memutar otak untuk mendapatkan uang secepatnya. Kondisi ibunya belum pulih, menurut dokter, ibunya membutuhkan pengobatan dan perawatan jangka panjang. Sekalipun nanti sudah diijinkan pulang ke rumah, Ibu Aryo harus meminum beberapa jenis obat secara rutin.Mustahil rasanya bagi Aryo, mengharap pinjaman dari istri atau pihak keluarganya. Ia mencoba menghubungi saudara dan teman-teman terdekatnya, tetapi mereka tidak mau memberikan pinjaman. Wajar saja, karena Aryo masih memiliki hutang pada mereka.'Harus bagaimana ini? Kalau sampai besok aku gak bisa mendapatkan uang, ibu terpaksa harus aku bawa pulang. Tapi kondisi ibu belum memungkinkan untuk dirawat di rumah,' guma
"Apa ibu saya sudah boleh pulang, Dok?" tanya Aryo saat dokter memeriksa ibunya malam itu."Kondisi ibu anda belum stabil. Ibu anda masih harus dirawat dan belum boleh turun dari tempat tidurnya," jawab dokter itu.Aryo mendesah kecewa, karena itu berarti biaya rumah sakit akan semakin membengkak. Dokter yang masih berusia sekitar empat puluh tahunan itu berlalu dan menuju ke ruangan pasien lain.Aryo kembali duduk di kursi yang ada di sisi tempat tidur ibunya. Ia menatap wajah ibu yang pucat dan mulai menua. Kedua mata ibunya masih terpejam dan terlihat kerutan yang jelas terlihat. Sesekali terdengar rintihan tertahan dari bibir ibu.Tiba-tiba seseorang membuka pintu ruang perawatan itu. Aryo mengangkat wajahnya dan melihat Tania datang. Tania sudah memakai pakaian yang lebih santai. Ia masuk dan mendekati tempat tidur Ibu Aryo."Nia, akhirnya kamu datang juga," kata Aryo."Iya, Mas. Tapi jangan berharap terlalu banyak. Aku cuma menjenguk ibu dan akan pulang ke rumah lagi." Tania me
Siang itu Indah dan Sandy mengajak ibu, Arinna dan Charles ke rumah baru mereka. "Wah, besar sekali rumah kalian, Nak." Ibu Indah menatap bangunan rumah itu dengan takjub."Ayo kita masuk, Bu! Mas Sandy memilih rumah ini supaya anak-anak punya kamar masing-masing. Kalau Ibu mau menginap di sini, juga ada kamar yang bisa Ibu gunakan," kata Indah. "Ini rumah kita, Ma, Pa?" Arinna dan Charles tak kalah takjub."Iya, apa kalian suka?" tanya Indah."Suka, bagus sekali rumahnya, Ma." Mata Arinna berbinar senang."Ayo kita ke kamar kalian! Kalian sudah besar, jadi harus belajar tidur sendiri," tukas Sandy.Sandy menggandeng tangan Arinna dan Charles. Indah tersenyum melihat kedua anaknya berlari kecil di sisi Sandy. Indah memeluk ibunya yang juga terlihat haru."Ibu ikut senang karena Sandy sangat baik dan menyayangi kalian, Nak. Ibu mendoakan kalian tetap harmonis dan bahagia seperti ini.""Terimakasih, Bu. Aku sangat bahagia dan bersyukur karena Mas Sandy bisa dekat dan memperlakukan Ari
Setelah beberapa bulan direnovasi, bangunan restoran akhirnya telah selesai diperbaiki. Desain bangunan itu diubah sesuai dengan konsep yang diinginkan oleh Indah. Bu Ratna dan Sandy sangat menyetujui usul Indah untuk mengubah konsep restoran itu menjadi tempat makan keluarga yang nyaman dan hangat.Walaupun Indah tidak mengenyam pendidikan tinggi, tetapi ia adalah wanita yang cerdas, teliti, dan punya pertimbangan pemasaran dan manajemen yang baik.Selama menikah dengan Sandy, Indah juga telah mempelajari banyak ilmu manajemen dan meningkatkan kapasitasnya.Pagi itu Indah membantu Sandy merapikan dasinya. Sandy memeluk pinggang Indah yang ramping dan merapatkannya ke tubuhnya. "Sayang, proses pembangunan restoran sudah selesai. Para karyawan lama juga telah dihubungi untuk bekerja kembali. Tapi aku belum membeli meja, kursi, dan perabot lainnya. Aku ingin kamu yang menyiapkannya, agar semua sesuai dengan keinginanmu," kata Sandy."Iya, Mas. Aku akan mengurusnya. Kamu bisa mengandalk
Malam itu Indah sedang duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu suaminya pulang. Jam di layar ponselnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sandy memang sedang sangat sibuk bekerja, bahkan di akhir pekan terkadang Sandy masih ada pertemuan di luar kantor dengan klien atau rekan bisnisnya.Namun sesibuk apapun, Sandy selalu berusaha memberi waktu untuk Indah, Arinna, dan Charles. Di akhir pekan Sandy akan mengajak keluarganya jalan-jalan atau makan di luar. Sandy juga tidak ragu memperkenalkan Indah dan anak-anaknya pada semua rekan bisnisnya.Mata Indah mulai terasa berat, ia bersandar di sandaran sofa itu."Bu, kalau Ibu mengantuk, tidur saja. Biar aku yang membukakan pintu untuk bapak," kata Tini."Gak apa-apa. Kamu saja yang tidur duluan," jawab Indah. Tini menurut dan masuk ke kamarnya.Tak lama kemudian, Indah mendengar suara mobil Sandy masuk ke halaman rumah. Indah bergegas bangkit dan membuka pintu. Sekalipun sudah lelah dan mengantuk, Indah tetap tersenyum menyambut Sandy
Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan