Malam itu Indah harus lembur untuk membuat laporan keuangan restoran. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Restoran itu sudah tutup, dan satu per satu karyawan pulang ke rumah.Indah masih duduk di dalam ruangan kantor sambil menatap layar laptopnya. Ia sudah terbiasa lembur setiap akhir bulan tiba. Ketika Indah masih sibuk memeriksa kembali laporan yang ia buat, pintu ruangannya tiba-tiba terbuka. Indah mengangkat wajahnya dan melihat Sandy membawa satu plastik besar berisi makanan dan minuman dari restoran makanan cepat saji ternama. "Loh, Mas Sandy, kenapa masih ada di sini?" tanya Indah. "Tentu saja untuk menemani kamu. Mana mungkin aku tega membiarkan seorang wanita bekerja sendirian hingga larut malam?" kata Sandy. "Oh, sebentar lagi aku selesai koq, Mas," kata Indah. Sandy duduk di kursi di hadapan Indah, lalu mengeluarkan makanan dan minuman dari dalam plastik itu dan meletakkannya di meja. "Aku akan menemani kamu sampai selesai. Sekarang kita makan dulu,
Sandy langsung melakukan pendekatan pada kedua anak Indah, Arinna dan Charles. Awalnya Sandy harus berjuang lebih keras karena sebelumnya mereka tidak dekat dengan Aryo. "Ma, Arinna gak mau Mama dekat sama Om Sandy," kata Arinna menjelang tidur malam itu. "Kenapa, Sayang?" tanya Indah sambil membelai kepala Arinna. "Rina gak mau Om Sandy membuat Mama sedih, seperti papa dulu," jawabnya polos. Sorot mata Arinna menyiratkan kesedihan, saat ia mengingat kembali peristiwa buruk dahulu. Walaupun Aryo sempat mencoba memperbaiki kesalahannya, dengan kembali mendekati kedua anaknya, tapi ternyata luka yang sudah tergores tak mudah hilang. Indah mencoba tersenyum dan memahami perasaan kedua buah hatinya. Saat ini jika akan membuka hati untuk seorang pria, tentu kedua anaknya akan menjadi pertimbangan utama. Indah tidak boleh egois memikirkan perasaan dan kebahagiaannya sendiri. Kedua anaknya harus nyaman, bahagia, dan merestui pilihan Indah nantinya. Bagi Indah, yang terutama saat ini ad
Sandy langsung menggandeng tangan Indah dan menu selangkah, seolah sedang berusaha melindungi wanita yang ia cintai dari segala kemungkinan buruk. "Ma, Sandy benar-benar mencintai Indah. Sandy mohon Papa dan Mama mau merestui kami," kata Sandy. Ekspresi wajah Bu Ratna belum berubah, masih datar dan dingin. Melihat wajah itu jantung Indan terasa berdebar. Ia menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Walaupun sudah berusaha menyiapkan diri untuk segala respon dan kemungkinan terburuk, tapi ia tetap merasa gemetar saat ini. Indah menggenggam tangan Sandy lebih kuat lagi berharap ada kekuatan yang mampu menopang tubuhnya. "Apa kalian yakin? Usia kalian sudah cukup dewasa, Mama rasa bukan saatnya lagi kalian main-main dan hanya memikirkan emosi sesaat," ujar Bu Ratna. "Justru itu, Ma. Kami memang berniat serius," jawab Sandy. Bu Ratna menatap Sandy dengan tajam, "Apa yang kamu sukai dari Indah? Dia sudah pernah menikah dan bercerai. Juga mempunyai dua orang anak," Pertanyaan itu m
Suatu sore, Aryo datang ke rumah Ibu Indah. Ia sengaja datang sebelum Indah pulang bekerja. Ibu Indah terkejut melihat kedatangan mantan menantunya itu. "Nak Aryo, ada perlu apa datang kemari? Apa sudah telepon Indah?""Saya mau ketemu Arinna dan Bagas, Bu. Saya ini papa mereka, Bu. Apa saya harus ijin dulu untuk menemui mereka? Walaupun sudah bercerai, saya tetap punya hak untuk menjalin hubungan dengan mereka.""Ibu mengerti, Nak. Tapi kamu tetap harus minta ijin pada Indah kalau mau bertemu dengan mereka.""Aturan dari mana itu, Bu? Ibu jangan coba menghalangi saja untuk menemui mereka. Atau saya akan mengambil mereka dari Indah secara paksa untuk selamanya!"Ibu Indah mundur beberapa langkah karena terkejut mendengar ancaman Aryo itu. Ia sangat takut kalau Aryo kalap dan nekat melakukan itu. Apalagi Ibu Indah tahu bahwa Aryo sakit hati karena Indah telah mempermalukan dirinya beberapa waktu yang lalu. "Arinna, Charles, ini Papa, Nak," panggil Aryo. Arinna dan Charles berlari da
Pagi itu Indah bersiap menuju restoran. Seperti biasa, Sandy akan datang menjemput Indah dan Arinna. Lalu Sandy dan Indah akan mengantar Arinna ke sekolah. Arinna yang sudah memakai baju seragamnya duduk dan memakan sarapannya dengan malas. Tak seperti biasanya Arinna bersikap seperti itu. Biasanya ia selalu ceria dan bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Sejak tadi malam, Arinna dan Charles lebih banyak diam. Indah berusaha menanyakan apa yang membuat sikap mereka berubah, tetapi Arinna dan Charles tetap bungkam. Ketika Indah membereskan piring dan mencucinya di wastafel, suara klakson mobil Sandy terdengar. "Rinna, kamu keluar dulu, ya. Sampaikan sama Om Sandy kalau Mama akan menyusul," kata Indah. Arinna diam dan langsung keluar dari rumah, Charles juga menyusulnya dari belakang. Namun ternyata ia keluar untuk mengungkapkan rasa kesalnya pada Sandy. "Pagi, Rinna cantik," sapa Sandy. Arinna melipat kedua tangan di depan dadanya dan merengut. "Om jangan datang ke sini lagi!
"Kita harus menemui Aryo. Dia harus menjelaskan semuanya ini pada kita." Sandy mengambil tas selempang dan kunci mobilnya."Bagaimana kalau dia mengelak, Mas? Aku gak ingin menemui dia lagi. Seandainya mungkin, seumur hidup aku gak mau berhubungan dengan dia," ujar Indah."Tenang saja aku punya cara untuk mengatasi persoalan ini dan membuat Aryo tunduk pada kita."Sandy dan Indah menuju mobil dan meninggalkan restoran itu. Di perjalanan Sandy menghubungi seseorang yang tidak dikenal oleh Indah. Indah tidak terlalu memperhatikan atau menanyakan siapa yang Sandy hubungi. Ia berpikir Sandy hanya menghubungi karyawan atau membicarakan masalah pekerjaan dengan seseorang.Di tengah perjalanan, Indah terkejut karena mobil tersebut mengarah ke suatu tempat yang ia kenali. Dan tepat seperti dugaannya, mobil tersebut masuk ke halaman kantor tempat Aryo bekerja."Mas, mau apa kita ke sini? Aku tidak mau membuat keributan di tempat ini," kata Indah.Di kantor itu beberapa orang masih mengenali In
Sesuai perjanjian, Aryo datang ke rumah Ibu Indah untuk menyelesaikan masalah itu. Arinna dan Charles terlihat bingung karena Aryo dan Sandy datang secara bersamaan.Mereka duduk di ruang tamu rumah itu dan kembali saling berhadapan. Semua tatapan mata tertuju pada Aryo. Ibu Indah juga menyimpan rasa sakit hati terhadap mantan menantunya tersebut.Indah memeluk kedua anaknya dan menenangkan mereka agar tidak bingung dengan situasi tersebut."Sayang, Papa Aryo mau mengatakan sesuatu pada kalian," kata Indah.Arinna dan Charles menatap Aryo dengan polosnya. Aryo menarik nafas dalam-dalam sebelum angkat bicara. Ia tetap terlihat tidak rela mengatakan hal yang sebenarnya pada kedua buah hatinya. Dalam hati Aryo masih ada ego, ingin memiliki Indah dan anak-anaknya kembali. Namun kali ini jelas ia sudah kalah telak, dan harus menyatakan kebenaran."Arinna, Charles, ada yang mau Papa sampaikan. Papa minta maaf kalau telah membuat kalian bingung dan sedih." Aryo melirik Sandy yang menatap taj
Tubuh Indah masih lemas, ia berusaha menghela nafas berulang kali. Beberapa orang menyandarkan tubuh Indah dan memberinya minuman. Ekspresi kemarahan Sandy membuatnya sangat terkejut."Maaf, Mas. Restoran itu terbakar dan aku gak bisa berbuat apa-apa." Tangis Indah mulai pecah.Sandy memegang kedua bahu Indah dan menatapnya lekat. "Sayang, restoran itu gak terlalu penting bagiku. Ada asuransi kebakaran yang akan menanggung seluruh kerugian kita. Yang aku cemaskan justru kamu. Kenapa kamu masih di dalam saat api mulai membesar?""A-aku hanya ingin mengambil beberapa dokumen dan barang penting. Sayangnya asap membuat aku sesak nafas dan pingsan." jawab Indah."Bagaimana kalau kamu terluka atau terjadi sesuatu yang buruk? Apa kamu pikirkan itu sebelum bertindak? Mengapa kamu sangat bodoh?" teriakan Sandy berhasil menarik perhatian beberapa orang di sekitarnya. Wajah Indah semakin pucat, ia merasa bak sudah jatuh tertimpa tangga. Baru saja hampir celaka, kini Sandy malah memarahi diriny
Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan