"Aku akan pikirkan, Mas. Sekarang pergi dari sini dan jangan membuat keributan! Atau aku akan memanggil petugas keamanan untuk mengusirmu!" seru Indah."Aku tunggu kamu dan anak-anak di rumahku, Indah. Sepuluh menit pun gak masalah, yang penting ibuku bisa berjumpa dengan cucunya. Aku takut, ini adalah keinginan terakhir ibu. Aku akan merasa sangat berdosa kalau gak bisa mewujudkannya." Mata Aryo mulai berkaca-kaca.Indah menghela nafas panjang, ia melihat punggung Aryo menjauh meninggalkan restoran itu.Indah kembali ke ruang kerjanya dan duduk di kursinya. Namun perkataan Aryo terus terngiang di benaknya. Walaupun Aryo dan mantan mertuanya itu telah bersikap buruk padanya, tetapi Indah merasa tidak sampai hati.Sandy baru saja tiba dari kantor dan masuk ke ruangan Indah. Ia melihat istrinya itu sedang termenung memikirkan sesuatu."Sayang, kenapa melamun? Kata karyawan tadi Aryo datang kemari? Mau apa dia? Apa dia mengganggu atau menyakiti kamu lagi?"Indah mengangkat wajahnya menat
"Sudah siap, Sayang?" tanya Sandy sambil memeluk Indah dari belakang."Iya, Mas. Aku sudah gak sabar melihat calon anak kita. Pasti dia sudah bertumbuh lebih besar." Indah mengusap perutnya yang masih rata.Pagi itu mereka akan memeriksa kembali kandungan Indah ke dokter. Indah sudah sangat menantikan momen berharga itu. Ia masih ingat benar, dulu saat mengandung Arinna dan Charles, Indah tidak bisa memeriksakan kehamilannya secara rutin. Indah hanya datang ke puskesmas saat awal kehamilan dan ketika usia kehamilannya sudah memasuki trimester ketiga."Ayo berangkat, Mas!" Indah mengambil tasnya dan sekali lagi menatap pantulan dirinya di cermin.Sandy sengaja meluangkan waktunya pagi itu untuk mengantar Indah ke dokter. Rencananya setelah periksa dan mengantar Indah kembali ke rumah, Sandy akan berangkat ke kantornya. Sandy menyetir mobilnya dengan hati-hati menuju rumah sakit itu.Indah mendaftar dan mengambil nomor antrian. Setelah itu ia dan Sandy duduk di kursi yang tersedia sambi
Pagi itu Indah bangun dan segera mandi. Sebenarnya semalam ia sama sekali tidak dapat tidur walau sesaat. Ia berbaring di tempat tidur dan berpura-pura menutup matanya ketika Sandy belum tidur. Namun setelah Indah mendengar dengkuran Sandy, ia membuka matanya dan berbalik badan. Ia menangis dalam diam sampai pagi menjelang.Sandy sudah berangkat untuk menjemput Ibu Indah di rumahnya. Ibu Indah akan menemani Arinna dan Charles di rumah selama Indah di rumah sakit."Indah.." Ibu Indah yang baru tiba masuk ke dalam kamar dan langsung memeluk Indah. Sandy sudah menceritakan semua yang terjadi pada Ibu Indah dan Bu Ratna.Indah memeluk ibunya dan tanpa ia sadari air matanya mengalir lagi."Ibu," bisik Indah."Sabar, Nak. Kamu harus kuat." Ibu Indah mengusap punggung Indah."Iya, Bu. Titip anak-anak selama Indah di rumah sakit, ya Bu. Besok pagi Indah sudah bisa pulang.""Iya, Nak. Jangan sedih terus! Ikhlaskan saja, Nak." Ibu Indah melepaskan pelukannya dan menghapus air mata putrinya.Ind
Aryo berhasil menemukan jejak Daisy, pacar pertama Sandy. Daisy baru beberapa bulan pulang dari Australia. Ia tinggal di Jakarta dan belum menikah.Dengan bantuan seorang mantan karyawan yang sakit hati pada Sandy, Aryo berhasil mengetahui beberapa hal penting mengenai Daisy. Aryo membulatkan tekad untuk menemui gadis yang hanya pernah dilihatnya melalui foto itu.Dengan uang seadanya, Aryo tiba di Jakarta. Sesampainya di terminal bus, ia singgah sebentar di SPBU untuk mandi dan sarapan di warung kecil.Ia tersenyum licik sambil menggenggam secarik kertas bertuliskan alamat rumah dan kantor Daisy. Dari nama komplek perumahannya saja, Aryo sudah bisa mengetahui bahwa Daisy memang berasal dari keluarga kaya dan berkelas.Aryo segera menuju ke rumah Daisy. Jika ia ingin menemui gadis itu di kantor, maka akan semakin sulit baginya. Daisy mungkin akan menolak bertemu dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal sebelumnya.Tepat seperti dugaan Aryo, ia sampai di depan sebuah rumah yang bag
"Lalu apa maksudmu menemui saya?" tanya Daisy."Nona, kita bisa bekerja sama. Kita punya tujuan yang sama, yaitu membalas Sandy dan Indah. Saat ini kita menderita karena perbuatan mereka, jadi mereka seharusnya tidak boleh bahagia," tegas Sandy."Siapa nama anda?""Saya Aryo.""Pak Aryo, dari mana anda bisa berpikir bahwa saya masih merasa sakit hati pada Sandy? Mengapa anda berharap saya membalas dan menghancurkan pernikahan mereka?" tanya Daisy."Saya bisa melihat dari mata Nona, bahwa Nona masih mencintai Sandy. Saya percaya, Nona lebih berhak merasakan kebahagiaan dengan Sandy, dan kalau Nona mau sedikit berusaha, Nona akan bisa meraihnya.""Maaf, Aryo. Anda tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami di masa lalu. Sebaiknya kita tidak perlu lagi ikut campur dengan urusan mereka. Anda hanya membuang waktu datang kemari dan menemui saya, karena saya tidak akan mau bekerja sama dengan anda untuk melakukan hal memalukan itu." Daisy bangkit berdiri dan melangkah menuju mobilnya."Tunggu,
Tania tersentak ketika mendengar ketukan pintu yang keras dan bertubi-tubi."Siapa yang mengetuk pintu seperti itu? Mengganggu saja!" Ia segera bangkit dari tempat tidurnya.Aryo sejak pagi sudah pergi dari rumah. Di akhir pekan seperti sekarang ini dia juga sering pergi sejak pagi dan pulang larut. Ibu Aryo masih tinggal di rumah itu, tetapi kondisinya kini sudah jauh lebih baik. Ibu Aryo sudah bisa berjalan perlahan dan mandi sendiri.Tania membuka pintu dan terkejut melihat dua orang bertubuh kekar dan berjaket hitam."Cari siapa?""Mana Aryo?" tanya seorang pria dengan suara keras."Mas Aryo gak ada di rumah. Dia pergi sejak pagi.""Kemana dia? Sepertinya dia memang sengaja menghindar.""Katanya ada pekerjaan. Kalian ini siapa?" Tania memang belum pernah melihat mereka."Kami anak buah Pak Suroto," jawab pria lainnya."Ada urusan apa kalian kemari?""Kamu siapanya Aryo? Istrinya? Kamu pasti bersekongkol dengannya. Gak mungkin kalau kamu gak tahu bahwa Aryo punya hutang pada kami.
"Pak, saya sedang butuh uang. Apa Bapak bisa meminjamkan uang untuk saya?" tanya Aryo pada temannya melalui sambungan telepon."Berapa?" "Cuma tiga puluh juta," jawab Aryo."Apa?! Dari mana aku uang sebanyak itu?" seru pria itu."Gak ada ya Pak?" Aryo mendengus kecewa.Ini adalah orang ketiga yang Aryo hubungi malam itu. Telepon lainnya bahkan tidak terjawab, karena mungkin sudah tahu apa tujuan Aryo menghubungi mereka."Mas, sudah dapat pinjaman?" Tania meletakkan secangkir teh di meja. Aryo menggelengkan kepalanya pasrah."Apa yang harus kita lakukan?" "Entahlah, aku pusing memikirkan semua ini. Belum lagi menghadapi kemarahan dan emosi ibu," jawab Aryo."Wajar ibu marah dan kaget. Mereka datang tiba-tiba dan membuat keributan. Mungkin semua tetangga sudah mendengar tentang hal ini. Apa aku harus minta tolong sama Indah?" "Indah? Kamu gak punya rasa malu, Mas? Jelas-jelas dia sudah menolak kamu dan memutuskan hubungan," cibir Tania."Lalu apa yang harus aku lakukan, Nia? Tolong b
"Apa?! Bagaimana itu bisa terjadi?" Sandy langsung berdiri dan menjauhi meja makan. Indah dan Sandy terpaksa menghentikan aktivitas makan malam mereka.Indah menatap suaminya, ia yakin telah terjadi sesuatu yang serius di kantor cabang perusahaan.Sandy berjalan bolak-balik sambil berbicara melalui ponsel. Indah hanya bisa berharap, masalah yang sedang terjadi bisa segera diatasi.Sekitar sepuluh menit Sandy berbicara di telepon. Setelah itu ia kembali duduk di kursinya sambil menghembuskan nafas berat."Ada apa, Mas?" tanya Indah."Ada masalah di kantor cabang Medan." Sandy meletakkan ponselnya di atas meja. Ia mengambil gelas dan membasahi kerongkongannya dengan air. Sepertinya selera makan Sandy sudah hilang karena telepon penting itu."Masalah apa, Mas? Apa sangat serius?" Indah menatap suaminya."Selama ini kantor cabang Medan gak pernah mengalami kerugian. Tapi kali ini terjadi kerugian, bahkan beberapa kolega meninggalkan perusahaan kita dan lebih memilih perusahaan pesaing."