Olivia duduk di tepi ranjangnya, menatap bulan yang mengintip malu-malu dari balik awan. Udara malam terasa dingin, tapi hatinya jauh lebih beku. Sejak Nicholas mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya, hati Olivia seolah tenggelam dalam lautan dilema.Dia mencintai Nicholas—itu tidak bisa dia sangkal. Dia telah mencintai pria itu sejak pertama kali mereka bertemu, sejak dia hanya mengenalnya sebagai seorang CEO yang tampak kuat namun penuh perhatian. Namun kini, dia tahu kebenaran yang menghancurkan: Nicholas bukan hanya pria yang dia cintai, tetapi juga seorang pemimpin dunia gelap, seorang pria yang sudah menikah dengan wanita lain.Flora. Nama itu seperti duri di hatinya. Olivia tahu tentang pernikahan Nicholas, tapi dia selalu menganggapnya sebagai pernikahan tanpa cinta, sebuah aliansi bisnis. Namun, fakta bahwa Flora tetap istri sah Nicholas membuat Olivia merasa seperti orang asing yang mencuri sesuatu yang bukan miliknya.Malam itu, Olivia tidak bisa tidur. Di benaknya, ada per
Suatu malam, Nicholas duduk sendirian di balkon penthouse-nya, memandangi langit yang gelap. Di tangannya ada gelas whiskey, tapi minuman itu tidak memberikan kelegaan yang dia cari.Dia memejamkan mata, membiarkan kenangan tentang Olivia membanjiri pikirannya.Dia ingat tawa Olivia, bagaimana wanita itu selalu membuatnya merasa hidup meskipun dia berada di tengah dunia yang mati. Dia ingat cara Olivia memandangnya, seolah dia bukan hanya seorang mafia, tetapi seorang pria yang layak dicintai.Namun, dia juga ingat ketakutan di mata Olivia ketika dia mengungkapkan kebenarannya. Ketakutan yang membuatnya sadar bahwa dunia mereka terlalu berbeda.“Aku bodoh,” gumam Nicholas pelan. “Aku membawa dia masuk ke dalam hidupku, padahal aku tahu itu hanya akan menghancurkannya.”Dia menggenggam gelas di tangannya lebih erat, sampai akhirnya gelas itu retak dan pecah. Pecahan kaca melukai tangannya, tapi Nicholas tidak peduli. Luka fisik itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.Keesokan
Mata Olivia berkaca ketika menatap pemandangan panas di hadapannya, seorang pria dengan tubuh polosnya bermain lincah di atas ranjang.Bibirnya bergetar tak mampu menahan emosi yang bergemuruh di dalam dada. Dia melangkah mendekati kedua makhluk yang sedang menyatu sempurna.Detakan langkah Olivia membuat kedua insan tersebut menghentikan aktifitas penuh gelora tersebut, dan melempar pandangan ke arahnya."Apa ini Mas?" tanya Olivia dengan bibir bergetar."Apa matamu rabun?" Kenzo malah balik bertanya.Bahkan tak ada mimik wajah bersalah padanya, baginya semua hal ini tampak wajar dan tak perlu di ributkan.Dengan santainya Kenzo menuruni ranjang, dia segera membalut tubuh bagian bawahnya. Pusaka yang seharusnya sudah bersemayam di lembah hangat harus di tunda.Tampak raut wajah kecewa pada gadis yang sudah tergeletak polos dan pasrah di ranjang. Dia sudah sangat lama menantikan hal ini. Dan sekarang malah di rusak seenaknya oleh wanita kucel yang baru saja datang.Olivia melangkah m
Olivia menepuk pundak Anton, tidak ada gunanya lagi main otot disini. Semua telah terjadi dan tak ada yang bisa di lakukan kecuali mencari jalan lain. Anton merapikan jasnya dan melangkah pergi disusul oleh Olivia di belakang, terdengar sorakan bahagia di belakang. Namun dirinya tak merespon, dia janji pada dirinya sendiri akan merebut semuanya kembali. Walau entah bagaimanapun caranya. Olivia dan Anton naik ke dalam mobil dan melaju menjauhi area hotel berbintang yang paling megah di kota tersebut. Di sepanjang perjalanan air mata Olivia tak berhenti mengalir, dia tak menyangka orang yang dia pikir bisa menjadi sandaran hidup malah berbalik menyerangnya. Bahkan dengan tega menguras semua hartanya hingga habis tak tersisa, ingin sekali dia meluapkan semua. Pedih, amarah dan sakit hati yang mendalam. Akan tetapi ini semua salahnya sendiri. "Nyonya mau kemana?" tanya Anton menatap gadis di sampingnya, tampak wajah putus asa yang tergambar di wajah cantiknya. Tak ad jawaban, hanya e
Hari yang di nanti tiba, kini saatnya Olivia memulai hidup barunya. Tidak ada waktu lagi untuk bersedih, dia harus segera menuntaskan dendamnya secepatnya.Targetnya adalah Nicholas Ganesha, seorang pengusaha muda dengan banyak usaha guritanya. Dia juga mendengar kabar kalau pria itu suka dengan dunia malam.Bila dunia malam sudah melekat, itu berarti pria itu sangat mudah di taklukkan. Olivia hanya perlu berpakaian kurang bahan dan sedikit ketat. Dia harus sedikit gila untuk menghadapi orang gila.Entah kenapa semua pria sama saja. Hanya memandang fisik dan paras. Semua akan bertekuk lutut.Kini Olivia sudah siap dengan rok span pendek sedikit ketat dan kemeja putih dengan balutan jas hitam. Rambutnya panjangnya sengaja dia gerai agar terlihat lebih menawan.Dia meraih map yang ada di hadapannya. Di dalamnya sudah terisi lengkap semua persyaratan untuk masuk ke perusahaan terbesar tempat Nicholas berada.Anton sudah menyiapkan segalanya. Dia sangat bersyukur masih ada orang yang tulu
Olivia sedang duduk di sofa, berulang kali dia mencengkram tas yang dia pangku. Semoga dia bisa melewati hari ini dengan sukses.Kata Anton, Nicholas adalah pria mata keranjang yang suka bermalam dengan banyak wanita. Dan pasti sekertarisnya itu sudah jadi korban ranjang. Meskipun tidak semua perusahaan seperti itu, namun isu miring tentang seorang sekertaris dan atasan berbeda gender yang bekerja sama akan mendapatkan stempel demikian.Olivia menarik napas panjang, berusaha untuk menenangkan hatinya yang mulai gusar. Akan jadi apa dirinya nanti di dalam.Dia juga mendengar dari beberapa karyawan yang berbisik. Kalau dirinya tidak akan selamat hari ini.Chelsea, sekertaris yang akan di gantikannya adalah sekertaris kesayangan Nicholas. Sudah bisa di prediksi bagaimana hubungan mereka.Kemudian dirinya datang merusak segalanya, astaga ... harusnya dia memiliki pendengaran buruk agar tidak mendengarkan berita simpang siur ini.Bukan malah lega dia telah memiliki jalan balas dendam, diri
Olivia duduk di tepi ranjang king size empuk. Saat ini dia berada di salah satu kamar hotel megah bintang lima. Jantungnya berdegup kencang.Meskipun sudah pernah melakukanya, tetap saja dia belum siap melakukannya lagi. Apalagi dia adalah orang baru yang baru saja dia temui tadi."Ayolah Olivia, semua akan baik-baik saja. Kau hanya perlu mengerang dan berbaring." Olivia terus menyemangati dirinya sendiri.Telapak tangannya basah karena cemas. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Hanya menunggu beberapa detik lagi pasti pria itu akan datang.Terdengar suara langkah kaki dari luar. Perlahan pintu terbuka, seorang pria yang dia temui tadi datang dalam kondisi mabuk. Olivia masih terpaku, otaknya tidak bisa berpikir tentang apa yang harus di lakukan saat ini. Nich melangkah mendekat dan tersenyum remeh."Awas saja kau Chelsea, aku tidak akan pernah melepaskanmu bila wanita tidak bisa bermain di ranjang," ucap Nich duduk di sofa tepat berhadapan dengan Olivia."Apakah Chelsea tidak menje
Olivia baru saja membuka mata karena seberkas cahaya mentari pagi menyorot ke arahnya. Di saat yang bersamaan ponselnya berderingDengan malas dia meraih benda pipih yang berada tak jauh dari jangkauan. Matanya menyipit melihat siapa yang menghubunginya.Kepalanya masih terasa berat, belum lagi pangkal tubuhnya yang masih sakit akibat kejadian tadi malam. Namun matanya terbuka lebar saat telinganya mendengar suara berat di ujung sambungan."Berani-beraninya kau pergi tanpa pamit!" ucap Nich menahan amarah."Maaf Tuan Nich, semalam saya mabuk berat. Saya takut akan mengganggu istirahat Anda," jawab Olivia terbata."Apa kau tau apa hukuman bagi karyawan yang datang tidak tepat waktu?" ucap Nich mengintimidasi.Olivia segera melempar pandangan ke samping, melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Masih jaug dari kata terlambat bukan?"Bukankah ini masih pagi?" keluh Olivia.Olivia menghela napas kasar saat Nich memutus sambungan sepihak. Wanita itu membanting ponselny
Suatu malam, Nicholas duduk sendirian di balkon penthouse-nya, memandangi langit yang gelap. Di tangannya ada gelas whiskey, tapi minuman itu tidak memberikan kelegaan yang dia cari.Dia memejamkan mata, membiarkan kenangan tentang Olivia membanjiri pikirannya.Dia ingat tawa Olivia, bagaimana wanita itu selalu membuatnya merasa hidup meskipun dia berada di tengah dunia yang mati. Dia ingat cara Olivia memandangnya, seolah dia bukan hanya seorang mafia, tetapi seorang pria yang layak dicintai.Namun, dia juga ingat ketakutan di mata Olivia ketika dia mengungkapkan kebenarannya. Ketakutan yang membuatnya sadar bahwa dunia mereka terlalu berbeda.“Aku bodoh,” gumam Nicholas pelan. “Aku membawa dia masuk ke dalam hidupku, padahal aku tahu itu hanya akan menghancurkannya.”Dia menggenggam gelas di tangannya lebih erat, sampai akhirnya gelas itu retak dan pecah. Pecahan kaca melukai tangannya, tapi Nicholas tidak peduli. Luka fisik itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.Keesokan
Olivia duduk di tepi ranjangnya, menatap bulan yang mengintip malu-malu dari balik awan. Udara malam terasa dingin, tapi hatinya jauh lebih beku. Sejak Nicholas mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya, hati Olivia seolah tenggelam dalam lautan dilema.Dia mencintai Nicholas—itu tidak bisa dia sangkal. Dia telah mencintai pria itu sejak pertama kali mereka bertemu, sejak dia hanya mengenalnya sebagai seorang CEO yang tampak kuat namun penuh perhatian. Namun kini, dia tahu kebenaran yang menghancurkan: Nicholas bukan hanya pria yang dia cintai, tetapi juga seorang pemimpin dunia gelap, seorang pria yang sudah menikah dengan wanita lain.Flora. Nama itu seperti duri di hatinya. Olivia tahu tentang pernikahan Nicholas, tapi dia selalu menganggapnya sebagai pernikahan tanpa cinta, sebuah aliansi bisnis. Namun, fakta bahwa Flora tetap istri sah Nicholas membuat Olivia merasa seperti orang asing yang mencuri sesuatu yang bukan miliknya.Malam itu, Olivia tidak bisa tidur. Di benaknya, ada per
Flora tahu sejak awal bahwa pernikahannya dengan Nicholas adalah perjanjian, bukan cinta. Pernikahan mereka adalah hasil dari aliansi antara dua keluarga mafia besar untuk menguatkan kekuasaan mereka. Flora menerimanya tanpa keluhan, dengan harapan waktu akan membawa cinta yang tulus di antara mereka. Tapi sejak hari pertama, dia menyadari bahwa hati Nicholas tidak pernah benar-benar menjadi miliknya.Ada nama yang selalu berbisik di sela-sela diam Nicholas: Olivia. Wanita itu, meski telah lama pergi, masih menjadi bayangan yang menghantui rumah mereka.Flora sering memperhatikan Nicholas duduk di ruang kerjanya, menatap gelang kecil di tangannya, barang yang dia tahu milik Olivia. Kadang, Nicholas menghabiskan malam memandangi foto lama wanita itu yang dia simpan dalam laci meja kerjanya.Flora mencoba menahan diri. Dia tahu Nicholas adalah pria yang kompleks, dan masa lalunya sulit dilupakan. Tapi semakin lama, kecemburuannya berubah menjadi luka. Setiap kali Nicholas mengucapkan na
Nicholas pikir dengan menjaga jarak dengan Olivia dan menikah dengan Flora. Membuat Olivia aman, ternyata dia salah besar. Wanita yang dia cintai juga terseret masuk ke dunia kelamnya. Dia menyesal telah mencari tau siapa dirinya sebenarnya.Sekarang, identitasnya sudah terbongkar. Entah itu Nicholas ataupun lainnya. Yang jelas musuh sekaligus pembunuhan kedua orangtuanya sudah tau kalau dirinya masih hidup.Mendengar kabar buruk tentang Olivia, dia segera menuju apartemen wanita tersebut. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan tempat persembunyiannya.Nicholas melangkah menuju lift. Lift berhenti tepat di depan kamar Olivia. Matanya tertuju pada pintu yang sedikit terbuka. Terlihat lampu yang berkedip-kedip. Naluri tajamnya langsung menyadari ada sesuatu yang salah. Dia masuk dengan pistol ditangan.Kamar Olivia berantakan. Vas bunga pecah, tidak hanya itu. Beberapa perabotan juga berserakan. Kamar ini sangat kacau. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah, Olivia tidak ada di sin
Mata Kenzo masih membulat saat melihat dua orang beridi di hadapannya. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena kalut dengan emosinya, dia sampai lupa kalau Nicholas sudah menikah."Siapa wanita yang kau maksud?" tanya Flora menyapa tajam."Bukankah harusnya perusahaanmu sangat sibuk sekarang?" Alis Nicholas bertaut.Tubuh Kenzo kaku tidak bisa di gerakan. Tepukan Ricky pada bahu Kenzo membuat pria itu bangun dari lamunannya. Dengan cepat dia berlutut dan meminta maaf pada wanita yang berdiri di samping Nicholas."Maafkan saya Nyonya, saya tidak tau kalau di dalam adalah Nyonya Flora." Kenzo menundukkan pandangannya.Flora mencoba merendam amarahnya. Dia tau siapa wanita yang di maksud Kenzo. Hanya saja dia tidak mau masalah ini semakin panjang hingga membuat Nicholas berubah pikiran.Tingkat perkembangan hubungan mereka semakin bagus. Belakang ini Flora juga tidak melihat Suaminya menemui prempuan itu.Lalu saat ini, dengan wajah datarnya sang suami yang tidak pernah menerima kehadirannya
Angel membuka matanya. Di hadapannya sudah terlihat pemandangan yang begitu indah. Seorang pria tampan sedang terlelap dengan tenang. Dadanya naik turun beraturan. Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dada bidang yang terpampang nyata. Angel mendaratkan kecupan kecil di kening Kenzo dan beranjak dari kasur.Angel memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Kamar ini begitu berantakan akibat pertarungan hebat semalam. Setelah semua beres, dia memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.Dia memutar kran dan mengisi bath up dengan air hangat. Angel masuk dan duduk di dalam bathtub. Matanya terpejam menikmati kehangatan air yang merendam tubuhnya.Ucapan Kenzo semalam masih terngiang di telinganya. Obsesi? Ini terlalu sederhana jika di katakan sebuah obsesi. Lalu cinta ini? Apakah ini juga bisa di katakan obsesi?Angel bisa melakukan apapun demi Kenzo. Merelakan semua yang dia punya, bahkan harga dirinya hanya demi mewujudkan mimpi kekasihnya tersebut.Tiga puluh menit berla
Mobil Kenzo melaju melesat melewat jalanan ramai lancar ibu kota. Ujung matanya sesekali mencuri pandang ke sebelah. Melhat keadaan seorang wanita yang sedang menahan amarahnya.Angel menatap jauh ke langit senja yang terlihat indah saat ini. Di berusaha meredam amarahnya. Dia tau bahwa Kenzo hanya bermain-main dengan mantan istrinya. Namun, entah mengapa hatinya tetap diliputi rasa cemburu."Kau masih marah padaku?" tanya Kenzo lembut."Tidak," jawab Angel singkat.Wajahnya masih menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan mege merah. Masih terlalu sakit untuk menatap wajah pria yang amat dia cintai.Cinta ... Apakah benar cinta sesakit ini? Setelah apa yang dirinya perbuat. Apakah Kenzo akan meninggalkannya sama dengan dia meninggalkan Olivia? Pertanyaan itu kembali menghantui pikirannya. Terlebih prilaku Kenzo terhadap Olivia tadi sangat natural. Sangat jauh jika di katakan sebuah sandiwara."Maafkan aku, aku tid
Seorang wanita cantik berkulit sawo matang lengkap dengan seragam baby sister nya melangkah memasuki sebuah kamar. Wanita itu membawa nampan yang berisi sarapan pagi dan segelas susu."Ayo bangun! Kau harus menyisihkan energi dan meminum obatmu," ucap Flora yang menaruh nampan itu di meja.Seorang pria masih menikmati selimut tebalnya. Matanya masih terpejam, wajahnya begitu tenang dan hanyut dalam mimpinya.Flora menyibak rambut ikal yang menutupi sebagian wajah tampannya. Wanita itu tersenyum manis. Jemarinya membelai lembut wajah yang di bingkai kumis tipis terawat itu."Sayang, bangun! Sudah waktunya," bisik Flora.Dengan malas pria yang tertidur itu membuka mata. Dia tersenyum tipis saat melihat wanita yang amat dicintainya.Tangan kekar menarik tubuh Flora dalam dekapan pria itu dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Terdengar tawa canda dari balik selimut tersebut."Nicholas, kamu nakal! Ayo bangun," ucap Fl
Olivia turun dari taxi. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam gedung megah yang sudah siap untuk beroperasi. Setiap ruangan di pisah oleh dinding kaca tebal. Pintunya juga terbuat dari kaca sehingga Olivia bisa melihat antusias para penjual.Tanpa terasa air mata Olivia menetes. Dia tidak percaya mimpinya akan terwujud. Ingatannya kembali ke lima belas tahun yang lalu. Saat itu dia masih kecil dan nakal."Papa, besok kalau aku besar aku akan membangun mall ku sendiri," ucap Olivia sambil menjilat es krim di tangannya."Oiya, apakah kau tidak puas dengan mall ini?" tanya Tuan Soetedjo."Tidak Paa, aku tidak mau uang Papa habis karena setiap hari kita ke Mall untuk membeli es krim," jawab Olivia polos.Soetedjo tidak percaya dengan ucapan putrinya. Ternyata anak manja seperti dia juga memikirkan uang. "Kau tidak perlu membangun Mall, kita hanya perlu bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang untuk beli es krim," jawab Soetedjo meraih tubuh mungil Olivia dan menggendongnya."Pap