"Memangnya kenapa?" "Nanti tambah kedalem hidungnya. Dan nggak mau mancung dianya" "Haha," Harupun tersenyum melihat Jimin yang tertawa. Bahkan tak disangka saat ini Haru bisa melihat sosok Jimin yang telah lama ia kagumi. Dan bahkan hal seperti inilah yang Haru idam idamkan sejak lama. Bahkan saat ini ia telah merasakannya. Tak terduga kebahagiaan telah berada didepan mata. Senyuman indah dan manis Jimin telah membuat Haru bahagia. Belum lagi tatapannya yang begitu dalam membuat Haru semakin hanyut dalam asmara. Dan hari hari Haru menjadi ceria. Walaupun masih terasa mimpi dan tak yakin ini semua nyata. Namun setelah Haru menginjakkan kakinya diseoul ini. Semua telah berubah menjadi kebahagiaan untuk Haru. Setelah selesai mereka berbincang bincang. Dan haripun sudah mulai sore. Haru dan Jimin langsung begegas pulang. Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di penginapan Haru. "kak jimin" "Iya ada apa?" "Terima kasih sudah mau repot repot anterin Haru pulang" Jimin tersen
"Astaga bicara apa sih Aku. Bikin malu saja," Gumam Haru. Haru memberikan senyum tipisnya dengan wajah malu. "Nona kenapa?" "Ah tidak. Tidak apa apa kok" "Nona" "Iya ada apa?" "Nona. Aku ingin bertanya tapi Nona jangan marah ya?" Dug..Dug..Dug.. Suara jantung berdetak tak beraturan. "Astaga mau tanya apa lagi ini J-Hope ya kira kira," Gumamnya. "Nona suka ya sama Jimin?" "Hah," Dengan kebingungan Haru harus menjawab apa. "Jawab Nona?" "Apakah Nona suka sama Jimin" Saat J-Hope menunggu jawaban itu. Tiba tiba entah dari arah mana Jimin datang menghampiri mereka. Dengan nafas ngos ngosan dan penuh keringat diwajahnya. "Ha, Ru," Dengan nafas ngos ngosan ia mencoba mengatur Nafas. Jhope dan Haru terkejut melihat kedatangan Jimin. "Minum dulu kak," Haru memberikan air minum yang telah dibelikan Jhope untuknya. Lalu Haru menarik tangan Jimin untuk mengajaknya duduk. Jhope yang sejak tadi hanya diam melihat Haru yang begitu perhatian terhadap Jimin. "kakak lelah sekali ya? dim
"Nggak ada orangkan ya. Nanti diketawain lagi Gua begitu," lirih Jimin. "Aaah! Bodo amat. Gua lelah. Letih. Lesu. Capek. Laper. Dan haus. Seandainya saja ada minuman dingin yang menyegarkan. Pasti bisa lari secepat kilat seperti super Hero ni Gua," Oceh Jimin sendirian. Jimin kembali duduk. Dan beristirahat. Sedangkan Jhope yang sejak tadi masih mencari dilorong arah yang ia lewati. Namun Harupun belum terlihat. Jhope duduk sejenak dan melihat kekanan dan kekiri, untuk mencari keberadaan Haru. Mengeluarkan benda pipih dari saku celana miliknya. Tuuuuuut.. Suara nada telfon tersambung.. "Ke mana sih ni bocah lama amat angkat telfonnya," Ucap Jhope melihat kearah ponselnya. Triiing.. Suara ponsel Jimin berdering. Jimin merogoh saku dan mengambil benda pipih yaitu ponsel miliknya. "Kenapa ya J-Hope kok menelfon. Apa jangan jangan dia udah ketemu Haru kali ya,?" Ucap Jimin melihat kontak nama yang menelfon dirinya. Tak lama kemudian Jimin mengangkat telfon miliknya. ["Hallo."
Haru yang terdiam saat mendengar printah Suga. Beberapa menit merekapun telah sampai. Suga menurunkan Haru. "kak, terima kasih banyak," ucap Haru. "Emm," Suga mengangguk dan lalu berlalu pergi. Haru yang melihat Suga hingga tak terlihat bayang bayangnya. Barulah Haru hendak masuk ke rumah. Namun saat Haru hendak masuk, suara seruanpun tiba. "Haru," Jimin dan Jhope. Menoleh ke arah suara.Dengan nafas ngos-ngosan Jimin dan Jhope menghampiri Haru yang berdiri didepan pintu penginapan. "kak," ucap Haru kaget. "St-stop Haru. Biarkan Kami bernafas dulu," Jimin yang mengatur nafasnya dan begitu pula dengan Jhope. Setelah beberapa saat merekapun. Akhirnya angkat bicara. "Kamu ke mana aja?" "Nona baik baik saja?" "Ada yang luka nggak?" "Tadi pulang diantar siapa Nona?" "Kamu kok nggak bilang sih sama Aku kalau udah sampai dirumah?" "Jam berapa sampainya Haru?" "STOP," Pekik Haru. Jimin dan Jhopepun berhenti. "kak Jimin dan kak Jhope. Kalau bertanya satu satu ya. Haru bingung i
"Bagaimana ini Tuhan ataukah Aku akan menjawab pertanyaan Suga," Gumam Haru.Suga yang sejak tadi seperti menunggu jawaban dari Haru."Kenapa? Kamu bingung," celetuk Suga."Jika tidak ingin memberi jawaban Aku tidak akan memaksamu," sambungnya."Sebenarnya_" terhenti."Apa?" Nada bicara Suga yang lembut."Aku ingin menjauh dari Jimin""Kenapa. Ada masalah dengan Jimin?""Mbak Rani sudah dua kali ini menemui ku""Rani!" Suga terkejut."Iya. Sudah dua kali menemui ku. Waktu itu pas Jimin mengajakku ke taman untuk hanya sekedar melihat pemandangan taman. Tapi jujur Aku tidak memiliki hubungan yang Spesial apapun itu""Apa karena Rani cemburu denganmu?""aku tidak tahu. Tapi sungguh Haru tidak memiliki hubungan apapun. Haru juga tidak berniat untuk menghancurkan hubungan Jimin dengan Mbak Rani kok. Haru di sini hanya berkerja. Tidak lebih. Haru juga sadar diri kok kak. Yang dibilang Mbak Rani benar""Emang Rani bilang apa denganmu?""Katanya Haru nggak pantes Deket sama Jimin. Haru itu bu
Karina dan juga Adnan berniat untuk menjemput Haru putri mereka, "aku sepertinya tidak tenang jika haru berlama-lama ikut audisi, aku mendengar banyak aduan dari orang kepercayaan kita jika Adnan telah dianya dengan salah salah wanita yang diduga itu adalah kekasih artis itu." "Jika kita kesana dan menjemput Haru apakah dia akan setuju?" ujar David. "Kita akan bicara baik baik padanya, aku yakin dia juga pasti mau ikut bersama kita untuk pulang." David pun menurut pada Karina dan mereka bersiap siap untuk datang ke kota S dengan tujuan menjemput Karina. saat di perjalanan begitu banyak halangan seperti kemacetan jalan raya dan lainnya. sesampainya di sana Karina dan juga David menemui Karina meminta izin pada staf jika akan menjenguk peserta bernama Haru. David dan Karina kini telah sama sama mencintai apalagi semenjak kehadiran haru didalam hidup mereka. perlahan Karina menerima adanya David. dan David selalu memberi perhatian serta menunjukkan rasa cinta pada Karina. bahk
"Ambil ini untuk beli susu anakmu!" Mertuaku menghempaskan uang diranjang tempat tidurku. Mataku membulat sempurna menantap uang itu. "Kenapa masih kamu pelototi itu uang!! Kamu nggak mau???" Seketika aku terkejut dan mengedipkan mata dengan menunduk. Dengan perlahan aku meraih uang yang telah berada diranjang tempat tidurku. "Ambil!!!" Bentak ibu mertua. "I-iya Bu," jawabku lalu mengambil uang yang telah ia berikan kepadaku berjumlah lima belas ribu. Aku memandangi uang itu dengan masih duduk menyusui Shifa yang baru saja aku lahirkan. Tak lama saat mertuaku keluar dari dalam kamar saat memberikan uang, mas Danang masuk kedalam kamar untuk mengambil baju kerjanya. "M-mas," ucapku dengan masih menggenggam uang yang ada ditanganku. "Ada apa?" Menoleh kearahku saat mas Danang mau mengambil baju didalam lemari. "Mas, ibumu memberiku uang, tapi_" ucapku belum saja terselesaikan namun tiba-tiba saja. "Kenapa? Ada yang salah!!" Bentak ibu mertua saat mendengar komplain dariku. Mas
"Mas, aku mau beli vitamin dan Susu ibu hamil boleh tidak? Soalnya sejak usia kehamilan aku dari kandungan pertama, kamu tak memberiku uang, untuk membeli susu dan vitamin hamil, Mas." "Apa, aku boleh meminta uang untuk membelinya," sambungku meminta kepada Mas Danang. "Apa Hana!! Susu, sama vitamin hamil!" Kata ibu mertua yang tiba-tiba saja muncul saat mendengar permintaanku kepada Mas Danang. Aku menantap kearah Ibu yang menghampiriku dengan raut wajah tak enak bila dipandang. "Hana! Kamu itu hamil banyak sekali maunya. Jangan-jangan, ini akal-akalan kamu saja, agar uang Danang itu habis untuk foya-foya kamu, dan kamu mengatas namakan calon anakmu ini, untuk tumbalnya. Begitu!!" Ujar Ibu mertua. Aku mengelus dadaku dan menarik nafas panjang, saat mendengar ucapan dari Ibu mertuaku. Memang sejak awal menikah ibu mertua selalu ketus padaku, hingga aku hamil-pun, sifatnya yang ketus itu tak juga kunjung hilang. "Astaghfirullah Bu. Saya tidak begitu, Hana hanya berkata terus tera
Beberapa bulan berlalu, dan kolaborasi dengan Hiroshi Tanaka membuahkan hasil. Bersama timnya, Adrian dan Sari meluncurkan produk terbaru mereka, Elysian, sebuah platform berbasis kecerdasan buatan yang tidak hanya melayani kebutuhan pelanggan tetapi juga mampu memprediksi tren masa depan.Peluncuran Elysian diadakan di Tokyo, Jepang, salah satu pasar terbesar mereka. Adrian dan Sari memilih Tokyo bukan hanya untuk menghormati Hiroshi sebagai mitra, tetapi juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka siap bersaing di panggung global.Acara tersebut berlangsung megah, dihadiri oleh para pemimpin industri dari berbagai negara. Ketika demo Elysian dipresentasikan, ruangan dipenuhi dengan tepuk tangan meriah. Platform ini menawarkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya: teknologi yang dapat mengintegrasikan kebutuhan pelanggan dengan solusi yang benar-benar personal, ramah lingkungan, dan inovatif.Namun, seperti yang telah diperkirakan, Vino kembali mencoba menjegal mereka. Kali
Setelah forum bisnis di Zurich, Adrian dan Sari kembali ke kantor pusat mereka dengan energi baru. Aurora telah menjadi bukti bahwa mereka mampu bertahan di tengah persaingan sengit, tetapi perjalanan mereka masih jauh dari kata selesai. Pasar internasional semakin menuntut inovasi yang lebih cepat dan layanan yang lebih baik.Di pagi yang sibuk, Sari menerima sebuah panggilan telepon dari seorang mitra strategis di Jepang. Mitra itu, Hiroshi Tanaka, adalah pemilik perusahaan teknologi terkemuka yang sudah lama dikenal karena inovasinya dalam bidang kecerdasan buatan.“Sari-san,” suara Hiroshi terdengar penuh semangat. “Saya sangat tertarik dengan konsep Aurora. Saya percaya bahwa dengan kecerdasan buatan, kita bisa mengembangkan produk ini ke level berikutnya. Bagaimana jika kita berdiskusi lebih lanjut tentang kolaborasi?”Mendengar tawaran itu, Sari merasa ini adalah kesempatan emas. Ia segera memberi tahu Adrian, yang langsung setuju untuk mengatur pertemuan virtual dengan tim Hir
Beberapa minggu setelah peluncuran Aurora, hasil penjualan mulai menunjukkan dampak besar. Produk inovatif itu tidak hanya diterima dengan baik, tetapi juga menjadi tren global. Media internasional mulai meliput kisah sukses Adrian dan Sari, menjadikan mereka simbol pengusaha muda yang berani melawan raksasa industri.Namun, seperti yang diduga, Vino tidak tinggal diam. PT. Maxima mulai menggencarkan kampanye untuk mendiskreditkan Aurora. Mereka menyebarkan isu bahwa teknologi yang digunakan oleh Aurora memiliki cacat yang berpotensi berbahaya bagi pelanggan. Isu ini dengan cepat menyebar, dan beberapa pelanggan mulai meragukan kualitas produk Adrian dan Sari.Adrian langsung mengumpulkan timnya untuk menanggapi krisis ini. “Kita harus menyelesaikan ini secepat mungkin. Jika kita membiarkan rumor ini berkembang, reputasi kita akan hancur,” katanya dengan nada serius.Sari, yang selalu tenang dalam situasi genting, menyarankan, “Kita harus transparan. Mari undang para ahli independen u
Kesuksesan ekspansi internasional Adrian dan Sari bukan hanya buah dari kerja keras, tetapi juga bukti ketahanan mereka dalam menghadapi persaingan yang terus meningkat. Namun, mereka menyadari bahwa keberhasilan awal ini hanya permulaan dari perjalanan panjang yang penuh tantangan.Sebuah email masuk ke kotak masuk Adrian pagi itu. Pengirimnya adalah seorang mantan kolega yang kini bekerja sebagai konsultan bisnis di Eropa. Email tersebut menawarkan kolaborasi untuk memperluas produk mereka ke pasar yang lebih luas, terutama di wilayah Eropa Timur, yang dianggap sebagai ladang subur untuk produk inovatif. Adrian menunjukkan email itu kepada Sari, yang langsung melihat potensi besar dari tawaran tersebut.“Kita harus mempersiapkan semuanya dengan matang,” ujar Sari, mempelajari email itu dengan seksama. “Tapi, jika ini berhasil, kita akan punya pijakan kuat di pasar internasional.”Namun, di tengah perencanaan mereka, ancaman baru muncul dari PT. Maxima. Vino, yang dikenal licik dan a
Setelah kesepakatan dengan Ryan tercapai, Adrian dan Sari mulai melihat perubahan besar dalam perusahaan mereka. Penerapan teknologi terbaru yang mereka adopsi berjalan mulus. Tim mereka mulai terbiasa dengan sistem baru, dan hasilnya sangat memuaskan. Proses produksi menjadi lebih efisien, biaya operasional berkurang, dan yang paling penting, mereka bisa memberikan pengalaman pelanggan yang jauh lebih baik. Penjualan terus meningkat, dan reputasi merek mereka semakin dikenal di pasar.Namun, keberhasilan ini juga menarik perhatian para pesaing yang lebih besar, yang mulai merasa terancam dengan inovasi yang dibawa oleh Adrian dan Sari. Seorang pesaing utama, PT. Maxima, yang sudah lama mendominasi pasar, mulai melakukan langkah-langkah agresif untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar. PT. Maxima, yang dipimpin oleh seorang eksekutif muda bernama Vino, mengumumkan peluncuran produk baru yang hampir identik dengan produk utama mereka. Mereka menawarkan harga yang lebih murah, yang la
Adrian dan Sari memutuskan untuk menolak tawaran besar dari Daniel Hartono, meskipun tawaran itu menawarkan banyak keuntungan dan peluang. Keputusan itu bukanlah keputusan yang mudah, tapi mereka tahu bahwa kebebasan dan kendali atas bisnis yang mereka bangun adalah hal yang lebih berharga daripada keuntungan jangka pendek yang bisa didapat dengan menyerahkan sebagian besar saham mereka.Setelah pertemuan itu, mereka merasa lega, tetapi juga cemas akan dampak keputusan ini pada masa depan mereka. Sari tahu bahwa mereka harus lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk tetap berkembang tanpa bantuan investor besar. Mereka berdua memutuskan untuk fokus pada pengembangan produk dan mencari peluang baru untuk menjangkau pasar yang lebih luas.Hari-hari berikutnya, mereka memulai perjalanan baru dalam mengelola perusahaan. Mereka berdua menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengembangkan ide-ide baru, memperbaiki sistem operasional, dan mencari cara untuk menarik perhatian pelanggan lebih
Meskipun kehidupan Adrian dan Sari kembali tenang setelah konfrontasi dengan Rina, ada perasaan yang mengganjal di dalam hati mereka. Keberhasilan mereka tidak serta merta menghapus semua keraguan dan kecemasan yang ada. Mereka berdua tahu bahwa dunia bisnis penuh dengan persaingan yang ketat, dan meskipun mereka telah mengalahkan rintangan satu per satu, ada banyak tantangan baru yang siap menanti.Beberapa bulan kemudian, Adrian menerima tawaran dari seorang investor besar yang ingin bekerja sama dengan usaha mereka. Tawaran itu sangat menggiurkan, dan dalam hati Adrian, ini bisa menjadi langkah besar bagi perusahaan mereka. Namun, tawaran itu datang dengan syarat yang cukup mengkhawatirkan. Investor tersebut meminta sebagian besar saham perusahaan dengan imbalan dana yang cukup besar dan jaringan bisnis yang luas.Adrian merasa bimbang. Ia tahu bahwa tawaran ini bisa membawa mereka ke level yang lebih tinggi, tapi ia juga tidak ingin kehilangan kendali atas perusahaan yang telah me
Beberapa minggu setelah artikel wawancara yang diterbitkan, kehidupan Adrian dan Sari berubah dengan cepat. Usaha mereka semakin berkembang pesat, dan popularitas mereka semakin dikenal. Namun, di balik kesuksesan itu, mereka menyadari bahwa tidak semua orang senang melihat mereka maju, terutama Rina. Meski keluarga Adrian mulai menerima keadaan, Rina tetap berusaha mencari celah untuk merusak kebahagiaan mereka.Suatu sore, ketika Adrian sedang di kantor untuk rapat dengan beberapa calon mitra bisnis, Sari duduk di ruang tamu rumah mereka yang sederhana. Ia tengah mengecek beberapa pesanan yang masuk melalui aplikasi, sambil sesekali tersenyum melihat betapa cepatnya usaha mereka berkembang. Namun, sebuah telepon yang masuk mengalihkan perhatiannya.“Hallo, Bu Sari?” suara di ujung telepon itu terdengar agak cemas.“Ya, ini saya. Ada apa, Pak?” jawab Sari dengan sedikit curiga.“Ini Pak Amran dari media tadi. Saya ingin memberitahukan sesuatu yang mungkin harus Anda ketahui. Beberapa
“Ibu minta maaf, Adrian. Kami terlalu keras padamu. Kami pikir jalan yang kamu pilih adalah kesalahan, tapi ternyata kami yang salah,” ucap sang ibu dengan suara bergetar. Matanya yang basah menatap Adrian penuh penyesalan.Ayahnya mengangguk pelan, menambahkan, “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Tapi kami tidak pernah benar-benar mengerti apa yang membuatmu bahagia. Kami salah menilai, dan kami ingin memperbaikinya.”Adrian menghela napas panjang, mencoba meredakan emosi yang berkecamuk di dadanya. Ia menatap kedua orang tuanya dengan penuh kejujuran. “Aku tidak pernah bermaksud mengecewakan kalian, Ayah, Ibu. Aku hanya ingin hidup sesuai dengan apa yang aku yakini benar. Bersama Sari, aku menemukan kebahagiaan dan tujuan hidupku. Aku hanya berharap kalian bisa menerima kami apa adanya.”Rina, yang duduk di sudut ruangan dengan wajah canggung, akhirnya angkat bicara. “Adrian, aku juga minta maaf. Aku terlalu sombong dan tidak menghargai perjuanganmu. Aku pikir aku lebih baik dar