"Setelah memenangkan perang, para pejuang dari zaman dulu membangun penghalang antara dunia para kultivator kuno dan dunia fana. Sejak saat itu, para kultivator kuno nggak bisa sembarangan masuk ke dunia fana. Kalaupun bisa datang ke dunia fana, mereka nggak akan bisa membawa sumber daya mereka ke sini.""Sumber daya para kultivator kuno yang terkubur di bawah medan perang itu adalah satu-satunya sumber daya di dunia fana ini. Benda-benda itu sangat berharga dan dikenal sebagai peninggalan para kultivator kuno.""Siapa pun yang bisa mendapatkan peninggalan ini, akan bisa menguasai dunia dan menjadi penguasa mutlak."Dewa Digdaya mengangguk. "Benar. Peninggalan kultivator kuno ini adalah satu-satunya kesempatan kita untuk menaklukkan Pulau Neraka."Nalif menimpali, "Sejak zaman dulu, entah sudah berapa banyak kultivator yang menghabiskan hidupnya untuk mencari peninggalan ini. Tapi pada akhirnya, semuanya kembali dengan tangan kosong. Mencari peninggalan ini adalah hal yang mustahil."D
Setelah keluar dari kamar mandi dan melihat meja makan yang kosong melompong, entah mengapa hatinya terasa hampa dan kesepian. Dulu saat keluar dari kamar mandi, meja makan ini pasti akan terisi dengan berbagai sarapan yang disukainya.Telur goreng, sosis panggang, roti .... Meski sangat sederhana, sarapan itu terasa hangat dan lezat. Namun kini, pria yang selalu membuatkannya sarapan tidak terlihat lagi dalam setahun belakangan. Karina juga tidak mengerti mengapa dia tiba-tiba merindukan Yoga.Saat duduk di depan meja sambil memakan roti lapis yang membuatnya muak, Karina akhirnya memberanikan diri untuk menelepon Yoga. Namun, yang terdengar dari seberang adalah pemberitahuan bahwa telepon tidak dapat dihubungi untuk sementara waktu.Karina mengerutkan alisnya sambil berpikir, 'Ada apa ini? Jangan-jangan dia memblokirku?'Karina buru-buru mencoba menelepon lagi, tetapi tetap saja yang terdengar hanya jawaban dari mesin. Dia mulai panik saat memikirkan apakah Yoga benar-benar telah mem
Kepala Karina terasa berdengung dan jantungnya berdetak kencang. Dia merasa seolah-olah nyawanya telah melayang pada saat itu juga. Yoga telah meninggal! Dia meninggal begitu saja tanpa ada tanda-tanda sebelumnya!Karina kini tidak bisa lagi menemui pria terpenting dalam hidupnya! Mana mungkin dia bisa menerima kenyataan sekejam ini?Ambar kesal hingga memukul Gatot. "Dasar kamu ini! Kenapa terus terang sekali! Sekarang kita harus gimana?"Gatot mengerucutkan bibirnya dan mengeluh, "Mana kutahu Kakak ternyata masih sepeduli itu sama Yoga? Yoga ini benar-benar sialan. Sudah mati saja masih buat kakakku pingsan."Ambar memakinya, "Kenapa masih diam saja? Cepat telepon ambulans dan bawa kakakmu ke rumah sakit.""Baik!" Gatot baru merespons dan buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk menelepon panggilan darurat."Yoga, Yoga ...." Karina yang telah sadar, langsung menangis tersedu-sedu. "Kamu nggak boleh mati. Yoga, kamu nggak boleh mati .... Tanpa izin dariku, kamu nggak boleh mati dulu ...
Melihat adegan ini, Karina yang tadinya telah hampir kehilangan akal sehat, kini tiba-tiba menyadari situasi yang tidak beres. Baru saja dia hendak melompat turun dari mobil, tetapi telah dicegah oleh sekumpulan pria itu. "Jangan bergerak sembarangan kalau nggak mau luka."Ekspresi Karina langsung berubah muram. "Siapa kalian? Kalian mau apa?" Namun, sekelompok orang itu hanya tertawa sinis.Pada saat itu, Gatot sudah berlari ke arah mobil dan hendak menarik Karina turun. Namun, Dewa Digdaya menendangnya ke semak-semak di dekatnya. Setelah itu, Dewa Digdaya menutup pintu mobil dan melaju pergi dengan cepat.Ambar akhirnya berhasil menyusul hingga ke lantai bawah. Namun begitu keluar dari gerbang, dia tidak melihat seorang pun di sekitar sana. Ambar mengumpat, "Anak sialan, kenapa larinya cepat sekali ...."Dari semak-semak di sebelahnya, tiba-tiba terdengar teriakan Gatot, "Bu, lapor polisi, cepat lapor polisi!"Ambar terkejut dan berteriak, "Gatot, kenapa kamu bisa di semak-semak? Apa
Ambar berteriak, "Kalau mau tunggu sampai kamu buat janji, putriku dan Yoga sudah .... Pokoknya aku nggak bisa tunggu lagi. Cepat biarkan aku ketemu Nadya."Sekretaris itu segera bertanya, "Tadi kamu bilang ada apa dengan Pak Yoga?"Gatot menjawab, "Yoga sudah meninggal. Kalau tunggu lebih lama lagi, kakakku mungkin juga akan meninggal! Kalau benar-benar terjadi sesuatu sama kakakku, apa kamu bisa tanggung jawab?""Apa?!" Sekretaris itu langsung bergidik. 'Pak Yoga sudah meninggal? Sekarang Bu Nadya sudah menganggap Pak Yoga sebagai seluruh hidupnya. Kalau Pak Yoga benar-benar meninggal, bagaimana Bu Nadya bisa hidup sendirian? Bagaimana ini?'Di saat itu juga, pintu ruangan Nadya tiba-tiba terbuka. Nadya memelototi Ambar dengan intens dan bertanya, "Apa kamu bilang tadi? Coba bilang sekali lagi."Ambar menjawab, "Yoga sudah meninggal. Tadi ada beberapa orang yang menyamar jadi teman Yoga dan menculik putriku. Sekarang ini dia dalam bahaya. Bu Nadya, kumohon segera selamatkan putriku .
Bagian kap mobil itu langsung penyok dan mesinnya meledak, mengeluarkan asap tebal. Pada akhirnya, Nadya juga ditangkap oleh beberapa orang itu.Di Perusahaan Farmasi Sehat Abadi.Ibu Yoga, Ayu, baru selesai menyiapkan makan siang untuk para karyawan dan duduk di kursi dengan keringat bercucuran dan napas terengah-engah. Adik Yoga, Lili, berjalan masuk ke dapur belakang. Melihat kondisi ibunya yang kelelahan, hatinya merasa tidak tega."Ibu, sudah kubilang berkali-kali. Biarkan saja bibi yang kupekerjakan itu mengurus makan siang karyawan. Ibu sudah tua, harus banyak istirahat."Ayu tersenyum dengan ramah. "Ibu nggak apa-apa, kok. Istirahat sebentar saja sudah pulih. Aku menganggap ini sebagai latihan. Oh ya, Lili, hari ini Ibu masak daging kukus kesukaanmu. Coba kamu cicipi sesuai seleramu nggak?""Oke." Lili langsung mengambil sepotong daging kukus dan mencicipinya dengan ekspresi puas. "Ibu, kemampuan memasakmu nggak menurun selama bertahun-tahun ini. Rasanya masih sama seperti dulu
Nadya dikurung di sebuah rumah kecil yang gelap. Pencahayaan dalam ruangan itu sangat buruk, tetapi dia tetap bisa melihat ada sebuah bayangan yang meringkuk di sudut ruangan. Orang itu tampak gemetaran dan terisak sesekali.Semakin lama diperhatikan, Nadya merasa sosok itu tampak sangat familier. Sepertinya ... orang ini adalah mantan istri Yoga, Karina.Nadya bertanya dengan suara lirih, "Karina?"Orang itu menanggapinya dan langsung berdiri menghadap ke arahnya. "Kamu ... Nadya? Kenapa kamu juga ditangkap ke sini?"Nadya menghela napas dan menjawab, "Bu Karina, yang menangkap kita ini sepertinya musuh Yoga ya? Aku mau tanya ... apa Yoga benar-benar sudah meninggal?""Aku ... nggak tahu." Karina menggelengkan kepalanya. Namun didengar dari nada bicara Karina, sepertinya memang telah terjadi sesuatu pada Yoga.Nadya merasa semakin sedih. Kedua wanita itu terdiam seribu bahasa.Setelah beberapa saat kemudian, keduanya berkata dengan serentak, "Tenang saja, aku akan ...."Karina berkata
Ekspresi Ayu berubah seketika. Ternyata orang ini mengetahui hal ini! Siapa dia sebenarnya? Memang benar kata pria ini, majikannya adalah ibu kandung Yoga. Ayu adalah nama ibu kandung Yoga. Demi mengenang majikannya yang telah meninggal, Intan mengubah namanya menjadi Ayu.Intan berkata dengan nada dingin, "Siapa kamu sebenarnya? Apa tujuanmu menangkap kami?"Dewa Digdaya menjawab, "Aku menangkap kalian demi kebaikan kalian sendiri. Apa kamu nggak ingin ketemu majikanmu? Kalian berdua juga sudah saatnya ketemu mertua asli kalian."Intan mendongak memelototi Dewa Digdaya. "Apa maksudmu! Kamu bilang, nona kami masih hidup?""Tentu saja!" Dewa Digdaya menambahkan, "Dia dikurung di tempat ini selama puluhan tahun!""Apa?" Intan merasa bersemangat, sekaligus marah. Dia bersemangat karena mengetahui bahwa nonanya masih hidup sampai sekarang. Namun, yang membuatnya marah adalah ternyata nonanya dikurung di tempat ini puluhan tahun!"Bajingan!" Lantaran tersulut emosi, Intan menerjang ke arah