Di saat dia tidak tahu lagi harus bagaimana, Yoga tiba-tiba melihat sebuah sosok di kejauhan. Orang itu sedang berlutut sambil membakar uang kertas untuk orang meninggal dengan beberapa sesajen yang diletakkan di hadapannya. Yang lebih anehnya lagi, di depannya tidak ada batu nisan apa pun. Untuk siapa orang itu membakar uang kertas?Firasat Yoga yang kuat memberitahunya bahwa pasti ada sesuatu yang aneh dengan orang ini. Mungkin saja dia berkaitan dengan makam Raja Kirin? Oleh karena itu, Yoga memutuskan untuk menghampirinya. Setelah jarak mereka cukup dekat, Yoga baru bisa melihat dengan jelas wajah orang itu.Orang itu adalah seorang pria tua yang berambut dan berjanggut putih. Pakaiannya compang-camping dan rambutnya berantakan, penampilannya tidak berbeda jauh dengan seorang pengemis. Kedua matanya tampak keruh dan sembap. Sepertinya dia baru saja menangis.Saat menyadari ada yang mendekatinya, pria tua itu langsung menghapus air matanya dan buru-buru hendak pergi.Yoga langsung m
"Sialan!" Pria tua itu mengumpat dan memelesat dengan cepat. Yoga juga terus mengikutinya. Sepuluh menit kemudian, pria tua itu akhirnya berhenti dengan napas terengah-engah dan bermandikan keringat. Namun, Yoga malah terlihat santai-santai saja.Dengan perhatian, Yoga bertanya, "Pak, kamu nggak apa-apa? Masih bisa jalan? Apa mau kugendong?""Enyah kamu!" Pria tua itu memelototi Yoga. "Pantas saja kamu nggak takut terus mengikutiku, ternyata kamu seorang ahli bela diri. Tapi dengan kemampuanmu ini, mungkin kamu hanya akan ditindas di desa kami."Yoga menjawab, "Aku hanya ingin minta segelas air, kamu jangan salah paham."Pria tua itu terkekeh-kekeh, "Kamu kira aku bakal percaya? Sudahlah, terus terang saja. Aku tahu apa tujuan kedatanganmu, tapi kamu menyerah saja. Itu hal yang mustahil!"Yoga bertanya dengan bingung, "Oh? Kalau begitu, coba kamu katakan apa tujuan kedatanganku?"Pria tua itu menjawab, "Kamu tahu sendiri, apa perlu kukatakan dengan jelas? Kuperingatkan kamu, kalaupun k
Padahal semua itu hanya buah-buahan liar. Namun, gadis kecil itu malah menganggapnya sebagai makanan terlezat. Kehidupan seperti apa yang telah mereka jalani? Apa yang telah terjadi pada mereka selama ini? Kebetulan Yoga membawa sekantong dendeng sapi saat ini. Dia memberikannya pada gadis kecil itu."Dik, Paman beri hadiah untukmu. Coba kamu cicipi rasanya."Shanaz membelalakkan matanya melihat dendeng itu dengan penasaran. "Benda apa ini? Kakek, apa aku ... boleh makan?"Pria tua itu menatap Yoga dengan tatapan berterima kasih. "Tentu saja, ayo dimakan, Shanaz.""Terima kasih Paman!" Gadis itu mengambil dendeng tersebut dan mulai melahapnya. Baru saja menggigitnya, kedua mata gadis itu langsung berbinar. "Paman, ini enak sekali! Sepertinya ini makanan terenak di dunia ini! Terima kasih Paman!"Shanaz makan dengan lahap hingga tersedak. Namun, dia tetap menyantapnya dengan gigitan besar karena takut para orang jahat itu akan merebut dendeng mereka.Yoga berkata pada pria tua itu. "Pak
Begitu melihat Yoga, ekspresi orang-orang seketika menjadi masam. Mereka berkata dengan nada menyalahkan, "Pak Ekky, kenapa kamu membawa orang luar kemari?""Bocah, sebaiknya kamu cepat pergi dari sini. Jangan sampai kamu menyesal nanti."Ekky menghela napas dan berucap, "Ceritanya panjang, aku akan menjelaskannya nanti. Nak, kamu benar-benar bisa menyembuhkan mereka?"Yoga mengangguk dan membalas, "Tenang saja, serahkan semuanya kepadaku."Luka lama yang ditambah luka baru membuat kondisi para orang tua ini terlihat sangat mengerikan. Bahkan, banyak luka yang bernanah dan tidak ada permukaan kulit yang terlihat bagus.Yoga mengobati mereka sambil bertanya, "Pak, siapa yang membuat kalian terluka sampai begini?"Ekky mendesah sebelum menyahut, "Penguasa desa ini. Kami menyebut mereka Orang-Orang Putih.""Kenapa kalian nggak melawan atau meninggalkan tempat ini?" tanya Yoga lagi."Hidup dan mati kami ada di tangan mereka. Kami nggak berani melawan. Lagian, kami hanya akan mati kalau mel
Yoga menyahut, "Tenang saja, aku pasti bisa membantu kalian menetralisasi racun itu."Para pria tua itu tersenyum getir. Mereka mengira Yoga terlalu muda sehingga tidak memahami apa yang mereka katakan. Bahkan, Yoga mungkin tidak mengerti apa itu serangga beracun dan Raja Serangga.Saat ini, terdengar teriakan Shanaz yang diiringi tangisan dari luar. "Dasar penjahat! Cepat lepaskan ibuku! Cepat ....""Sialan!" Orang-orang tiba-tiba memaki, lalu bergegas berlari ke luar. Terlihat pria berpakaian putih menarik seorang wanita paruh baya. Dahi wanita itu terluka dan terus mengalir darah. Dia pun sudah tidak sadarkan diri.Shanaz menarik lengan wanita itu dengan sekuat tenaga sambil berteriak tanpa henti, "Ibu, cepat bangun."Pria berpakaian putih itu akhirnya kehilangan kesabaran. Dia menendang kepala Shanaz. Shanaz pun berteriak kaget, lalu akhirnya jatuh pingsan."Dasar cari mati!" Yoga menggertakkan gigi dan menyerbu ke luar. Dia langsung menendang pria itu hingga terpental jauh. Kemudi
Para pria tua itu terus membujuk Yoga untuk cepat pergi sebelum si pendeta datang. Yoga malah bergeming dan berkata, "Tenang saja, dia nggak bakal bisa melukaiku."Segera, Orang-Orang Putih itu dijatuhkan semuanya. Meskipun terluka parah, para pria tua itu tetap dipenuhi semangat. Mereka sudah menahan diri selama bertahun-tahun. Hari ini, mereka akhirnya berkesempatan melampiaskan amarah."Berhenti!" Tiba-tiba, terdengar suara yang menggelegar. Semua orang memandang ke arah sumber suara.Terlihat seorang pria tua bertubuh tegap dan memegang tongkat emas menghampiri. Ada sebuah tanda yang aneh di dahi pria tua itu. Kalau tebakan Yoga tidak salah, dia seharusnya adalah pendeta yang disebut oleh Orang-Orang Putih.Begitu melihat pendeta itu, Orang-Orang Putih seketika dipenuhi antusiasme. Mereka berseru, "Kita akan selamat! Pak Pendeta sudah datang!""Berani sekali sekelompok orang tua ini melawan kita. Benar-benar dosa besar! Mereka harus diberi hukuman berat!"Pendeta itu memelototi Ora
Setelah dilihat dengan cermat, ternyata itu adalah si pendeta. Para tetua Aula Kirin tercengang dengan hasil ini. Si pendeta adalah ahli bela diri tingkat kaisar master sekaligus tokoh besar, tetapi dikalahkan Yoga begitu saja.Bisa dilihat, betapa menakutkannya kemampuan Yoga. Yoga masih muda. Seiring berjalannya waktu, dia hanya akan menjadi makin kuat! Semua orang tak kuasa bergidik membayangkannya.Pendeta itu menatap Yoga dengan tidak percaya sambil berkata, "Bocah, ternyata aku sudah meremehkanmu. Di atas langit masih ada langit, ternyata peribahasa ini benar. Tapi, karena kamu sudah bertemu denganku hari ini, kamu nggak akan bisa lolos dari kematian. Basis kultivasimu hebat, tapi semua itu nggak ada gunanya di depan serangga beracunku."Kemudian, pendeta itu memberi isyarat mata kepada Orang-Orang Putih dan menginstruksi, "Cepat gunakan Racun Sukma.""Ya!" Si pendeta dan Orang-Orang Putih menepuk dada masing-masing untuk memuntahkan darah. Racun Sukma bersembunyi di darah mereka
Di perjalanan, Yoga bertanya, "Sebenarnya di mana makam ayahku? Kenapa aku nggak bisa menemukannya?"Ekky menyahut, "Sebenarnya Gunung Nazabra adalah makam ayahmu.""Terima kasih atas kerja keras kalian. Pasti sulit untuk membangun makam sebesar itu," ujar Yoga.Ekky melambaikan tangan dan membalas, "Tuan Muda, kamu sudah salah paham. Bukan kami yang membangunnya, tapi orang lain.""Itu artinya, kalian nggak pernah melihat jasad ayahku? Apa mungkin dia masih hidup?" tanya Yoga.Ekky menyahut, "Kami memang nggak pernah melihat jasad Raja Kirin, tapi kemungkinan Raja Kirin masih hidup sangat kecil, bahkan nihil! Dia dikepung oleh begitu banyak ahli bela diri dan akhirnya melompat dari tebing. Sehebat apa pun Raja Kirin, dia tetap sulit bertahan di situasi seperti itu.""Sebelum melihat jasad ayahku, aku nggak akan percaya kalau dia sudah mati," gumam Yoga.Setibanya di Gunung Nazabra, mereka pun tercengang. Tempat ini sangat kacau, dipenuhi jejak kaki serta bekas ban, bahkan terdapat bek