"Kamu ...." Ryota marah besar. "Sebaiknya kalian pikirkan dengan baik. Ichiro hanya salah satu dari puluhan ribu pasukanku yang biasa. Kalaupun dia mati, nggak ada ruginya bagiku. Tapi kalau Roselia mati, kalian akan rugi besar. Apa pantas menggunakan nyawa Roselia untuk menukarkan nyawa salah satu bawahanku?"Yoga menjawab, "Aku nggak percaya Ryota itu bawahan biasamu. Kalau nggak, mana mungkin keluarga kerajaan sepertimu akan datang untuk menebus orangnya secara langsung?"Ryota menggertakkan giginya. "Bagus, hebat sekali kamu! Aku mau lihat sampai kapan kamu bisa bertahan." Usai bicara, Ryota langsung menginjak pil itu hingga hancur. "Kuberi waktu satu menit bagi kalian untuk pertimbangkan. Setiap lima detik sekali, aku akan menghancurkan satu pil ini. Setelah semenit kemudian, semua pilnya akan hancur dan nggak ada gunanya lagi kalian menyesal. Tentu saja, Roselia bisa juga memilih untuk menjilat pil yang sudah hancur ini. Mungkin saja masih ada efeknya. Hahaha!"Tindakannya ini be
Terdengar suara Ichiro dari ujung telepon berteriak, "Jangan bunuh aku. Kumohon jangan bunuh aku, aku nggak mau mati .... Aku salah, aku benar-benar tahu salah. Aku berlutut untuk minta maaf pada kalian. Aku rela menebus kesalahanku, aku masih nggak boleh mati ...."Mendengar hal ini, ekspresi Ryota langsung berubah drastis.Roselia berkata di telepon, "Beri dia kesempatan untuk menebus kesalahan, coba kita dengarkan apa yang mau dikatakannya?"Ichiro menangis tersedu-sedu, "Aku akan beri kalian informasi. Aku janji, informasi ini pasti akan berguna bagi kalian. Aku jamin kalian akan untung besar kalau menukar informasi ini dengan nyawaku."Roselia langsung setuju, "Oke, sepakat."Ryota langsung terkejut, "Ichiro berengsek. Kalau kamu berani bicara sembarangan, aku nggak akan memaafkanmu!"Ichiro berteriak, "Maafkan aku Tuan Ryota! Kamu nggak bisa melindungi nyawaku, terpaksa aku yang harus melindungi diriku sendiri.""Dasar bodoh!" Ryota langsung berkata, "Roselia, aku berubah pikiran
Mereka mencari tahu tentang informasi mengenai Aula Kirin di Restoran Floran, terutama mengenai keberadaan anggota Aula Kirin setelah dibubarkan. Setelah membaca semua laporan itu, Yoga mengerutkan dahinya.Aula Kirin adalah salah satu dari empat aula terbesar di Negara Daruna dulu, pendirinya adalah ayah Yoga, yaitu Raja Kirin. Namun, untuk apa orang Negara Jepana mencari tahu tentang Aula Kirin?Yoga menanyakan kepada Ichiro, "Apa tujuan kalian mencari tahu tentang Aula Kirin?"Namun, Ichiro sudah setengah sadar saat ini sehingga tidak bisa menjawabnya. Yoga akhirnya menyiramkan seember air dingin ke tubuh Ichiro. Ichiro langsung terbangun, "Aku ... aku nggak tahu ... aku benar-benar nggak tahu ....""Sepertinya kamu masih kurang disiksa? Kalau aku yang turun tangan, kujamin kamu lebih memilih untuk mati daripada hidup."Ichiro langsung menjawab, "Aku ... benar-benar nggak tahu. Aku cuma sebuah alat bagi Ryota, informasi sepenting itu nggak bisa kuakses ...."Yoga yang menyiksa Ichir
Di saat dia tidak tahu lagi harus bagaimana, Yoga tiba-tiba melihat sebuah sosok di kejauhan. Orang itu sedang berlutut sambil membakar uang kertas untuk orang meninggal dengan beberapa sesajen yang diletakkan di hadapannya. Yang lebih anehnya lagi, di depannya tidak ada batu nisan apa pun. Untuk siapa orang itu membakar uang kertas?Firasat Yoga yang kuat memberitahunya bahwa pasti ada sesuatu yang aneh dengan orang ini. Mungkin saja dia berkaitan dengan makam Raja Kirin? Oleh karena itu, Yoga memutuskan untuk menghampirinya. Setelah jarak mereka cukup dekat, Yoga baru bisa melihat dengan jelas wajah orang itu.Orang itu adalah seorang pria tua yang berambut dan berjanggut putih. Pakaiannya compang-camping dan rambutnya berantakan, penampilannya tidak berbeda jauh dengan seorang pengemis. Kedua matanya tampak keruh dan sembap. Sepertinya dia baru saja menangis.Saat menyadari ada yang mendekatinya, pria tua itu langsung menghapus air matanya dan buru-buru hendak pergi.Yoga langsung m
"Sialan!" Pria tua itu mengumpat dan memelesat dengan cepat. Yoga juga terus mengikutinya. Sepuluh menit kemudian, pria tua itu akhirnya berhenti dengan napas terengah-engah dan bermandikan keringat. Namun, Yoga malah terlihat santai-santai saja.Dengan perhatian, Yoga bertanya, "Pak, kamu nggak apa-apa? Masih bisa jalan? Apa mau kugendong?""Enyah kamu!" Pria tua itu memelototi Yoga. "Pantas saja kamu nggak takut terus mengikutiku, ternyata kamu seorang ahli bela diri. Tapi dengan kemampuanmu ini, mungkin kamu hanya akan ditindas di desa kami."Yoga menjawab, "Aku hanya ingin minta segelas air, kamu jangan salah paham."Pria tua itu terkekeh-kekeh, "Kamu kira aku bakal percaya? Sudahlah, terus terang saja. Aku tahu apa tujuan kedatanganmu, tapi kamu menyerah saja. Itu hal yang mustahil!"Yoga bertanya dengan bingung, "Oh? Kalau begitu, coba kamu katakan apa tujuan kedatanganku?"Pria tua itu menjawab, "Kamu tahu sendiri, apa perlu kukatakan dengan jelas? Kuperingatkan kamu, kalaupun k
Padahal semua itu hanya buah-buahan liar. Namun, gadis kecil itu malah menganggapnya sebagai makanan terlezat. Kehidupan seperti apa yang telah mereka jalani? Apa yang telah terjadi pada mereka selama ini? Kebetulan Yoga membawa sekantong dendeng sapi saat ini. Dia memberikannya pada gadis kecil itu."Dik, Paman beri hadiah untukmu. Coba kamu cicipi rasanya."Shanaz membelalakkan matanya melihat dendeng itu dengan penasaran. "Benda apa ini? Kakek, apa aku ... boleh makan?"Pria tua itu menatap Yoga dengan tatapan berterima kasih. "Tentu saja, ayo dimakan, Shanaz.""Terima kasih Paman!" Gadis itu mengambil dendeng tersebut dan mulai melahapnya. Baru saja menggigitnya, kedua mata gadis itu langsung berbinar. "Paman, ini enak sekali! Sepertinya ini makanan terenak di dunia ini! Terima kasih Paman!"Shanaz makan dengan lahap hingga tersedak. Namun, dia tetap menyantapnya dengan gigitan besar karena takut para orang jahat itu akan merebut dendeng mereka.Yoga berkata pada pria tua itu. "Pak
Begitu melihat Yoga, ekspresi orang-orang seketika menjadi masam. Mereka berkata dengan nada menyalahkan, "Pak Ekky, kenapa kamu membawa orang luar kemari?""Bocah, sebaiknya kamu cepat pergi dari sini. Jangan sampai kamu menyesal nanti."Ekky menghela napas dan berucap, "Ceritanya panjang, aku akan menjelaskannya nanti. Nak, kamu benar-benar bisa menyembuhkan mereka?"Yoga mengangguk dan membalas, "Tenang saja, serahkan semuanya kepadaku."Luka lama yang ditambah luka baru membuat kondisi para orang tua ini terlihat sangat mengerikan. Bahkan, banyak luka yang bernanah dan tidak ada permukaan kulit yang terlihat bagus.Yoga mengobati mereka sambil bertanya, "Pak, siapa yang membuat kalian terluka sampai begini?"Ekky mendesah sebelum menyahut, "Penguasa desa ini. Kami menyebut mereka Orang-Orang Putih.""Kenapa kalian nggak melawan atau meninggalkan tempat ini?" tanya Yoga lagi."Hidup dan mati kami ada di tangan mereka. Kami nggak berani melawan. Lagian, kami hanya akan mati kalau mel
Yoga menyahut, "Tenang saja, aku pasti bisa membantu kalian menetralisasi racun itu."Para pria tua itu tersenyum getir. Mereka mengira Yoga terlalu muda sehingga tidak memahami apa yang mereka katakan. Bahkan, Yoga mungkin tidak mengerti apa itu serangga beracun dan Raja Serangga.Saat ini, terdengar teriakan Shanaz yang diiringi tangisan dari luar. "Dasar penjahat! Cepat lepaskan ibuku! Cepat ....""Sialan!" Orang-orang tiba-tiba memaki, lalu bergegas berlari ke luar. Terlihat pria berpakaian putih menarik seorang wanita paruh baya. Dahi wanita itu terluka dan terus mengalir darah. Dia pun sudah tidak sadarkan diri.Shanaz menarik lengan wanita itu dengan sekuat tenaga sambil berteriak tanpa henti, "Ibu, cepat bangun."Pria berpakaian putih itu akhirnya kehilangan kesabaran. Dia menendang kepala Shanaz. Shanaz pun berteriak kaget, lalu akhirnya jatuh pingsan."Dasar cari mati!" Yoga menggertakkan gigi dan menyerbu ke luar. Dia langsung menendang pria itu hingga terpental jauh. Kemudi