Yoga menjelaskan, "Kami memang datang untuk balas budi pada Nenek Wina, tapi beda cerita kalau ke kalian. Anies, mereka berdua durhaka dan nggak bermoral. Mereka bahkan memukul ibu kandung sendiri. Kedua orang ini lebih hina dari binatang. Cepat tangkap mereka dan hukum seberat-beratnya."Anies juga emosi mendengarnya. Dia bertanya, "Apa? Mereka bahkan berani memukul ibu sendiri? Benar-benar berengsek. Di dalam militer kami, orang seperti ini biasanya langsung ditembak mati. Cepat tangkap mereka!""Baik!" Pengawal pribadi Anies segera maju dan menangkap kedua orang itu.Leona dan Valdi sontak ketakutan hingga lemas. Apalagi Leona yang bahkan pipis di celana. Kalau sampai tertangkap, mana mungkin mereka akan berakhir dengan baik? Kalaupun tidak mati, mereka juga pasti akan disiksa. Saat ini, mereka bergegas berlutut untuk memohon ampun.Leona berucap, "Pak Yoga, Jeje, kami benaran sudah tahu kesalahan kami. Tolong beri kami kesempatan sekali lagi. Ke depannya, kami pasti akan berbakti p
Yoga berkata, "Tenang saja. Sekarang Raja Naga sangat aman, tapi mentalnya sedikit terganggu. Sebaiknya kalian jangan cari dia dulu. Takutnya dia emosi. Aku akan mengobatinya secara perlahan. Nanti kalian baru cari dia setelah kesehatannya pulih."Setelah beberapa saat, Anies baru menenangkan dirinya. Kemudian, dia berlutut kepada Yoga sembari berucap, "Pak Kusuma, tolong sembuhkan Raja Naga. Kelak nyawa semua anggota Aula Naga ada di tanganmu. Kamu bisa menghabisi kami kapan saja."Yoga mengangguk seraya menimpali, "Jangan khawatir. Aku bisa sembuhkan penyakit Raja Naga. Hanya saja, aku butuh waktu.""Terima kasih," sahut Anies.Setelah masalahnya beres, Yoga kembali ke pondok nadi obat. Pengemis tua masih fokus mengamati papan catur. Kondisinya sudah membaik sesudah dirawat oleh nadi obat. Namun, kesehatan mentalnya belum sepenuhnya pulih.Begitu melihat Yoga, pengemis tua tersenyum lebar dan berujar, "Kamu sudah datang. Cepat duduk. Aku sudah temukan cara untuk memecahkan kebuntuan
Yoga mengembuskan napas lega karena bisa mempertahankan pondok nadi obat. Setelah bertarung beberapa saat, buah catur mereka hanya tersisa sedikit. Akhirnya, Yoga melancarkan strategi yang mematikan lagi. Kali ini, kemungkinan Raja Naga untuk menang sangat kecil.Raja Naga berujar seraya mengernyit, "Nak, besok kamu baru datang lagi di waktu seperti ini. Kalau besok aku nggak bisa memecahkan kebuntuan ini, aku akan mengaku kalah."Yoga menyahut, "Oke."....Di vila Kompleks Rivera. Wina tidak terbiasa tinggal di vila semewah ini. Meskipun Jeje sudah menyiapkan pembantu, Wina tetap merindukan keluarganya. Jadi, dia menelepon Valdi dan menyuruhnya untuk pindah ke vila ini.Valdi dan Leona sangat antusias. Mereka memang ingin tinggal di vila mewah. Keduanya membeli suplemen yang banyak, lalu pergi ke vila. Alhasil, sebuah mobil mewah mencegat mereka di tengah perjalanan. Pemilik mobil mewah ini adalah Arya.Valdi memang tidak kenal dengan Arya. Namun, orang yang bisa mengendarai mobil mew
"Oke, Bu!" seru Valdi dengan mesra. Dia segera menghampiri Wina dan berucap, "Bu, biar kami bantu kamu bungkus pangsit.""Oke," sahut Wina dengan gembira. Mereka bertiga membungkus pangsit sambil mengobrol dengan asyik. Suasananya dengan harmonis, seperti keluarga biasa. Ini adalah momen paling membahagiakan bagi Wina.Tiba-tiba, Leona menunjuk ke belakang Wina dan bertanya, "Bu, siapa dia?"Wina langsung berbalik, tetapi tidak ada seorang pun. Dia bergumam, "Nggak ada orang ...."Wina berbalik lagi. Tidak disangka, Leona menusuk dada Wina dengan gunting. Ekspresi Leona tampak galak. Wina sama sekali tidak sempat merespons. Dia menjerit dan darah mengalir dari dadanya.Untung saja, pakaian Wina agak tebal. Ditambah lagi, gunting juga tidak terlalu tajam sehingga tusukannya tidak terlalu dalam. Wina berusaha memberontak. Dia berteriak seraya memegang gunting, "Apa yang kamu lakukan?"Leona menimpali, "Bu, ada orang yang mau bayar 600 miliar untuk membeli nyawamu. Ternyata nyawamu begitu
Jeje yang mengamuk bergegas menghampiri Wina. Dia mengeluarkan teknik siluman untuk mempertahankan vitalitas Wina. Tak lama kemudian, Wina perlahan membuka matanya. Jeje berteriak sembari menangis, "Nenek Wina, beri tahu aku siapa yang menusukmu."Wina berucap dengan lirih, "Anak durhaka ...."Anak durhaka? Ternyata pelakunya adalah Valdi! Dia benar-benar tega membunuh ibu kandungnya sendiri. Valdi memang binatang! Dia harus mati! Jeje berjanji seraya berlinang air mata, "Nenek Wina, aku pasti akan membantumu balas dendam. Aku antar kamu ke rumah sakit dulu."Wina berusaha bicara, "Biarkan ... aku mati ...."Selesai bicara, Wina pingsan lagi. Sekarang dia hanya ingin mati karena hampir dibunuh oleh putranya. Jeje segera menelepon ambulans agar Wina bisa dibawa ke rumah sakit. Untung saja, tusukan gunting tidak tepat di jantung Wina. Jadi, Wina masih bisa diselamatkan.Setelah memastikan kondisi Wina sudah stabil, Jeje mengambil setetes darah Wina dan memasukkannya ke dalam matanya send
Jeje tidak berhenti. Dia malah membaca mantra yang kekuatannya lebih dahsyat. Valdi sangat kesakitan dan terus menggaruk tubuhnya. Dia ingin menyingkirkan semua serangga yang menggigitnya. Kulit Valdi sudah hancur dan darahnya terus mengalir. Namun, rasa sakit ini tidak ada apa-apanya dibandingkan ulat-ulat yang menggerogoti organ dalamnya.Leona yang ketakutan menghampiri Valdi dan menjerit, "Valdi, kamu kenapa? Cepat bangun!"Valdi hampir kehilangan kesadaran karena merasa sangat kesakitan. Dia berteriak, "Cepat tangkap serangganya!"Leona bingung, mana ada serangga? Valdi tiba-tiba mengorek matanya dan darah memuncrat ke wajah Leona.Leona merasa frustrasi. Dia menghampiri Jeje dan memaki, "Dasar berengsek! Apa yang kamu lakukan pada suamiku?"Jeje menjentikkan jarinya, lalu setetes darah masuk ke mata Leona. Kala ini, Leona juga terkena teknik siluman. Dia terjatuh di lantai dan terus menggaruk kulitnya dengan kukunya yang tajam sambil menjerit histeris.Jeje kehabisan tenaga karen
Setibanya di pondok nadi obat, Yoga mendapati Hagi sedang minum teh dan mengobrol santai dengan Raja Naga. Penampilan Raja Naga sudah jauh lebih baik. Rambutnya yang sebelumnya kusut masai kini tersisir rapi dan dia juga sudah berganti baju bersih. Dia tampak seperti orang normal.Apakah mental Raja Naga sudah pulih kembali? Yoga gembira memikirkan kemungkinan ini. Dia buru-buru menghampiri Raja Naga.Melihat kedatangan Yoga, Raja Naga langsung menekuk satu lututnya dan berujar penuh hormat, "Guru sudah kembali, ya."Sikap Raja Naga padanya membuat Yoga terkejut. Pendiri Aula Naga itu merupakan petarung dari generasi di atasnya. Dia bahkan disebut-sebut sebagai petarung nomor satu di Daruna. Kini, Raja Naga malah berlutut dan memanggil dirinya sebagai "guru".Bagaimana Yoga sanggup menerima panggilan ini? Dia buru-buru berkata, "Senior terlalu meninggikan aku. Aku mana pantas menjadi gurumu?""Kamu memiliki keterampilan bermain catur dan seni bela diri yang luar biasa. Jadi, tentu saja
Yoga tidak memberi tahu Raja Naga tentang orang yang menyamar menjadi dirinya. Bagaimanapun, siapa yang akan menolak seorang petarung top sebagai murid?Yoga berkata, "Raja Naga, ibu kandungku dikurung di Penjara Jahanam. Sebulan lagi, aku mau menerobos ke sana untuk menyelamatkannya. Apa kamu bersedia memimpinku ke Penjara Jahanam?"Raja Naga menarik napas panjang, lalu menyahut, "Menerobos Penjara Jahanam, ya? Ini sedikit rumit."Jantung Yoga berdegup kencang saat dia bertanya, "Kenapa? Apa dengan menggabungkan kekuatan kita sekalipun, Penjara Jahanam tetap sulit ditembus?"Raja Naga mengangguk, lalu menjelaskan, "Ada banyak sekali petarung yang menjaga Penjara Jahanam. Hampir mustahil untuk menerobos ke sana, apalagi membawa tawanan keluar.""Mereka seharusnya adalah orang-orang Aula Digdaya dan Empat Keluarga Besar Kultivator Kuno, 'kan? Saat ini aku sudah mengumpulkan pasukan besar. Ditambah kekuatanmu dan aku, seharusnya kita berpeluang mengalahkan mereka," ujar Yoga.Raja Naga m
Kraaak!Tubuh jenderal itu seketika meledak di satu bagian. Separuh tubuhnya berlumuran darah dan terlihat begitu mengerikan. Luka parah di bagian luar tubuhnya bercampur dengan dampak serangan di dalam tubuh. Hal itu membuatnya berada di ambang kematian.Dengan ekspresi datar, Yoga perlahan menoleh dan menatap dingin ke arah yang lain. Dia berujar, "Selanjutnya, giliran kalian!"Kalimat itu penuh dengan aura dominasi, seakan-akan dalam sekejap mampu membekukan seluruh wilayah di sekitar. Kesepuluh tetua dan tiga jenderal yang tersisa terdiam sejenak, lalu raut wajah mereka berubah menjadi garang."Bimo, kamu pasti nggak tahu betapa menakutkannya Formasi Pembantai Dewa ini, 'kan?""Di dalam formasi ini, satu-satunya jalan bagimu adalah mati!""Hmph! Memangnya kenapa kalau kamu bunuh dia? Setelah bunuh kami semua, terus apa?"Dalam sekejap, mereka semua menunjukkan sikap yang sombong dan melontarkan ejekan terhadap Yoga.Di sisi lain, Yoga mengernyit karena bingung. Apa mereka sudah gil
Kedua orang itu merasa bahwa jurus yang baru saja mereka lihat sangat mirip dengan gaya Yoga. Hanya saja setelah berpikir dengan saksama, mereka yakin bahwa itu tidak mungkin.Sutrisno dan Winola lebih percaya bahwa jurus itu diajarkan oleh Bimo kepada Yoga. Sebab, mana mungkin Yoga memiliki kemampuan sehebat itu?Winola bertanya dengan serius, "Tapi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Sudah begitu banyak orang yang mati!"Sutrisno membalas, "Banyak orang mati, bukannya itu malah bagus? Kalau para Pelindung Kebenaran mati, Tuan Bimo yang diuntungkan. Kalau orang-orang dari empat keluarga besar ikut mati, itu malah menguntungkan kita."Winola hanya terdiam mendengar ucapan itu. Dia menatap Sutrisno dengan pandangan penuh arti sambil mengernyit. Momen itu membuatnya seketika merasa bahwa Sutrisno adalah seorang pengkhianat. Bagaimanapun, orang-orang yang mati berasal dari keluarga mereka sendiri.Melihat ekspresi Winola, Sutrisno coba meyakinkannya dengan berucap, "Kamu lupa dengan
Pada saat yang bersamaan, seluruh langit berubah menjadi merah dan benang-benang yang memerah juga terus melayang.Saat ini, semua orang merasa sangat terkejut dan tatapan mereka penuh dengan ketakutan. Orang-orang dari empat keluarga besar yang tersisa dan para Pelindung Kebenaran yang masih hidup pun tercengang dengan pemandangan itu."Astaga. Apa yang mereka inginkan? Jangan-jangan ingin membunuh kami?""Kami adalah Pelindung Kebenaran, kita ini satu kelompok. Apa mereka benar-benar ingin membunuh tanpa pandang bulu?""Sialan! Padahal hanya perlu membunuh Bimo saja, kenapa harus membunuh kami juga? Organisasi Pelindung Kebenaran benar-benar akan hancur."Banyak Pelindung Kebenaran yang berteriak dengan marah dan emosi mereka makin meledak karena merasa menderita. Mereka semua tahu mereka akan segera mati.Orang-orang dari empat keluarga besar pun sudah benar-benar putus asa dan terus berlari ke segala arah.Namun, benang-benang merah itu langsung menyerang satu per satu orang di san
"Hancur!" teriak Yoga dan tiba-tiba melayangkan satu pukulan. Pukulan itu langsung memelesat maju, seolah-olah seluruh dunia terbuka hanya dengan satu pukulan.Boom!Benang-benang yang tidak terhitung jumlahnya langsung mencekung karena pukulan Yoga dan makin membesar. Hanya dalam sekejap, benang-benang itu langsung hancur berkeping-keping di tanah.Sepuluh tetua dan empat jenderal besar itu pun semuanya memuntahkan darah. Ekspresi mereka terlihat sangat terkejut serta ketakutan dan menatap Yoga dengan bengong."Ini ... kekuatan Bimo sebenarnya berada di tingkat apa? Kenapa aku merasa dia punya kekuatan seorang kultivator raja?""Nggak mungkin. Bagaimana mungkin ada kultivator raja di dunia bela diri kuno?""Benar-benar nggak masuk akal. Kalau dia benar-benar sudah menjadi kultivator raja, dia pasti akan terkena serangan balik dari hukum alam."Semua orang kebingungan dan mata mereka membelalak. Kekuatan tertinggi di dunia bela diri kuno adalah kultivator jenderal, ini sudah diakui sem
Tak lama kemudian, semua orang segera bergerak kembali dan mengendalikan formasinya. Kali ini, benang-benangnya bergerak dengan makin kuat dan rapat, sehingga para Pelindung Kebenaran dan orang-orang empat keluarga besar yang terbelah menjadi dua bertambah makin banyak. Mereka semua menjadi korban mengenaskan dengan tubuh berserakan dan darah mengalir di mana-mana.Bahkan para penyintas dari kejadian itu pun merinding karena ketakutan. Mereka segera melarikan diri ke segala arah karena takut menjadi korban dari formasi ini.Tak lama kemudian, medan pertempuran menjadi kosong dan hanya tersisa sepuluh tetua serta lima jenderal besar yang mengepung Yoga. Benang-benang itu juga masih terus bergerak dan terus menghantam ke arahnya.Sebuah benang yang sangat tipis melayang karena tertiup angin dan langsung menyerang ke arah kening Yoga. Namun, dia tetap tenang dan hanya bergeser sedikit ke samping.Plak!Terdengar suara keras dan sebuah jurang yang dalam pun terbentuk di samping Yoga. Ini a
Dalam sekejap, seluruh tempat itu berubah menjadi seperti neraka dengan bau amis darah dan kekejaman di mana-mana. Terlihat sangat mengerikan saat satu per satu tubuh terpotong oleh benang hitam itu. Makin banyak benang yang bergerak dengan tidak teratur dan memotong ke segala arah, tidak ada seorang pun bisa menghindar. Meskipun dewa yang datang, mereka juga akan tewas.Di salah satu deretan bangunan, Winola dan Sutrisno sedang berdiri di depan jendela dan melihat pemandangan itu dengan ketakutan. Ekspresi mereka terlihat sangat muram dan wajah mereka pucat pasi. Tidak ada yang menyangka semuanya akan menjadi begitu mengerikan.Winola tiba-tiba berkata, "Aku akhirnya mengerti kenapa Tuan Bimo menyuruh kita datang ke sini."Sutrisno menambahkan, "Ternyata dia ingin melindungi kita. Kalau kita berada di medan perang, kita pasti sudah mati."Winola kembali berkata, "Harus diakui, Tuan Bimo memang bijak. Bukan hanya memperhatikan kita, dia juga ingin melindungi kita."Sutrisno menghela na
Yoga tersenyum sinis dan menatap kerumunan orang di depannya dengan dingin, lalu mengangkat kepalanya dengan ekspresi angkuh. Jubahnya yang berkibar meskipun tidak ada angin membuatnya terkesan santai, tetapi berwibawa. Aura kuat yang misterius tiba-tiba memancar dari tubuhnya, sehingga orang-orang di sekitarnya makin waspada dan mengawasi setiap gerakannya."Bimo, jangan kira kamu sudah menang karena membawa orang untuk menyerang kami.""Kami sudah mempersiapkan tempat ini sepenuhnya untuk menghadapi kemungkinan kamu datang ke sini.""Kamu ini sama saja mencari mati sendiri. Lihat saja bagaimana kami membunuhmu."Dalam sekejap, semua orang yang berada di sana menjadi sangat bersemangat dan tertawa terbahak-bahak.Saat ini, Yoga mengernyitkan alis dan mengamati sekelilingnya. Dia menyadari ada ancaman yang terus mendekat, seolah-olah memang ada yang tidak beres."Ayo mulai aktifkan formasi!" teriak seseorang dengan lantang.Sepuluh tetua dan lima jenderal itu pun langsung bergerak. Mer
"Benda berharga yang bisa diambil? Maksudnya, kami disuruh merampok?" tanya Sutrisno dengan ekspresi yang berubah, tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Benar, mana mungkin kami bisa melakukan hal seperti ini. Bukankah seharusnya kita bertarung melawan musuh?" kata Winola yang terlihat bingung dan sangat penasaran.Keduanya menatap Yoga dengan tajam karena ingin tahu dengan jawabannya.Namun, Yoga sebenarnya mengatakan itu hanya demi menyingkirkan keduanya, mana mungkin ada jawaban untuk pertanyaan mereka. Pada akhirnya, dia mengernyitkan alis dan berkata setelah berpikir sejenak, "Mungkin saja dia memperhatikan kalian, jadi ingin memberi kalian kesempatan untuk berprestasi."Mendengar perkataan itu, ekspresi Sutrisno dan Winola terlihat sangat terkejut. Kemungkinan untuk berprestasi ini bukannya mustahil.Winola langsung berkata, "Benar. Tuan Bimo pasti melihat potensi kita, jadi ingin membimbing kita."Sutrisno menambahkan, "Memang ada kemungkinannya. Kalau begitu, kita harus b
"Di mana Tuan Bimo sekarang?" tanya seseorang dengan segera saat Yoga memberikan perintah."Tuan Bimo selalu bertindak dengan hati-hati, teliti, dan sulit untuk ditebak. Aku juga nggak tahu dia ada di mana sekarang," jawab Yoga dengan tenang.Semua orang saling memandang dengan ekspresi tak berdaya, hanya bisa mulai bergerak.Winola bertanya, "Tuan Bimo ... kapan dia berbicara denganmu?"Sutrisno juga bertanya, "Benar. Bukankah tadi kamu selalu bersama kami?"Keduanya maju dengan ekspresi bingung dan memperhatikan Yoga. Mereka sudah bersama dengan Yoga sejak tadi, tetapi tidak terlihat sosok Bimo di sekitar."Tuan Bimo punya kemampuan transmisi suara sejauh ribuan mil, jadi wajar saja kalian nggak mendengarnya," jawab Yoga sambil menunjuk kepalanya, lalu menggelengkan kepala dengan tak berdaya. Dia merasa kedua orang ini benar-benar terlalu santai.Pada saat itu, orang-orang dari empat keluarga besar sudah berpencar dan mengelilingi Gunung Lorta. Setelah itu, mereka bergerak mendekat k