Fiona keluar dari balik tubuh fotografer dan menunjuk ke gaun yang dikenakan Janice. Barulah Janice sadar bahwa gaunnya dan milik Rachel hampir sama persis selain detail di bagian bawah rok.Kemungkinan besar keduanya berasal dari desainer dan koleksi yang sama. Namun, hari ini Rachel adalah calon pengantin. Semua orang pasti akan menghindari mengenakan gaun yang serupa.Hanya Janice yang melanggar "pantangan" itu. Padahal gaun ini jelas-jelas dikirim oleh Rachel sendiri.Janice menatap Rachel dengan pandangan penuh tanya. Rachel menggigit bibir dan berkata, "Mungkin cuma kebetulan."Fiona mendengus sinis. "Hari ini ada ribuan tamu yang datang, tapi nggak ada yang 'kebetulan' seperti dia. Siapa tahu maksudnya apa?"Ucapannya segera menarik perhatian beberapa tamu lain. Sebagian dari mereka mengenali Janice dan tatapan yang mereka berikan pada Janice seakan sedang membakar tubuhnya.Janice tahu, apa pun yang dia katakan saat ini tidak ada gunanya. Siapa yang akan percaya bahwa Rachel se
Yang lebih membuat Rachel sedih adalah, Jason tidak menyangkal ucapannya. Tunangannya malah mengkhawatirkan wanita lain.Suasana seolah membeku selama beberapa detik. Rachel langsung terjatuh ke dalam pelukan Jason. Jason menatapnya dan sorot matanya tampak dipenuhi ketidakberdayaan.Hanya dengan sekali lihat, dia bahkan bisa langsung tahu jenis obat apa yang seharusnya dikonsumsi Rachel untuk mengendalikan kondisinya. Rachel mendekap di pelukannya, menghirup dalam-dalam aroma dari tubuh pria itu.Pria ini jelas-jelas mencemaskannya!Namun, kenapa dia tidak pernah bisa merasakan kehangatan dari dalam hati Jason?Rachel menggenggam tangan Jason dengan erat, lalu berkata dengan merasa bersalah, "Maaf ... aku cuma terlalu takut kehilangan kamu. Aku benar-benar takut. Anggap saja kasihanilah aku, ya? Jangan lihat dia lagi ...."Rachel menyembunyikan wajahnya di dada Jason dan menyembunyikan air matanya.Jason menggenggam kotak obat dengan erat dan memandang kejauhan dengan ekspresi datar.
Dalam sekejap, teman-teman Landon semua menatap ke arah Janice, seolah-olah sedang mencerna maksud dari perkataan Fiona tadi. Mereka baru sadar, semua ini tentu mengarah pada Jason.Membahas masa lalu di depan teman-teman Landon, jelas hanya akan membuat Landon dipermalukan. Janice langsung memotong, "Pesta baru saja dimulai, memang kurang pantas kalau ada keributan. Aku temani Nona Fiona ke ruang ganti."Bagaimanapun, ini semua terjadi di bawah pengawasan Landon. Baik demi dia atau Rachel, Fiona pasti tidak akan berani bertindak keterlaluan.“Begitu dong,” Fiona tetap menyibakkan roknya sedikit dengan gaya manjanya, lalu berbalik pergi.Janice hendak menyusul, tapi Landon sempat menahan tangannya. “Kalau ada apa-apa, langsung telepon aku.”“Ya.” Janice pun mengangguk, lalu mengikuti langkah Fiona.Setibanya di kamar, sebelum dia sempat menutup pintu, Fiona tiba-tiba berbalik dan menatap Janice dengan penuh kebencian.“Kamu nggak tahu malu ya? Masih saja nempel sama Landon!”“Fiona, ak
Ciuman Jason mendarat dengan kuat, dipenuhi dengan obsesi yang begitu kuat.Janice berjuang sekuat tenaga, tetapi pria di depannya tidak bergerak sedikit pun, bahkan semakin menjadi-jadi.Saat bibirnya dipaksa terbuka, Janice mengangkat tangan untuk melawan, tetapi kedua tangannya langsung dikunci dengan satu tangan Jason dan ditahan di atas kepalanya.Buk! Punggung Janice menabrak saklar lampu. Seketika, seluruh ruangan larut ke dalam kegelapan.Hanya cahaya dari luar jendela yang berkedip-kedip, memperpanjang bayangan kedua sosok yang saling bertaut.Pergelangan tangan Janice mulai mati rasa. Sebelum dia bisa bereaksi, tubuhnya sudah diangkat.Rasa malu membuatnya melawan dengan sekuat tenaga tanpa peduli pada apa pun. Itu sebabnya, dia tidak sengaja membentur tangannya yang terluka."Uh ...." Janice meringis kesakitan, tetapi suaranya tertahan karena ciuman Jason.Dalam sekejap, perasaan terhina dan kecewa meliputi hatinya. Di bawah sorot lampu dari gedung tinggi di luar jendela, so
Orang tuanya pasti akan melakukan segala cara untuk melindungi Fiona, jadi pada akhirnya hanya Janice yang akan terluka.Namun, rencana awal Elaine adalah menangkap basah mereka sebelum sesuatu benar-benar terjadi. Dengan begitu, Rachel tidak akan terluka dan hubungan antara Keluarga Luthan dengan Keluarga Karim juga tidak akan terpengaruh.Hanya saja ... mungkin Elaine juga tidak menyangka bahwa Fiona tidak memercayainya, sampai-sampai memberikan obat dengan efek terkuat kepada Jason. Efeknya begitu kuat sampai tak ada yang sanggup menahannya.Fiona hanya ingin memastikan bahwa keadaan tidak bisa dibalikkan lagi, agar Landon tidak akan pernah menyukai Janice lagi.Mengenai peran Rensia dalam semua ini ... semua orang akan segera mengetahuinya.Setelah memastikan Janice dalam keadaan aman, Rensia mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Landon.Kemudian, dia sengaja mengatur ulang waktu di ponsel Fiona, memperlambatnya beberapa jam. Setelah membangunkannya, Rensia segera menyelina
Saat Rachel mengantre, dia sempat meminta Fiona untuk membantunya mengatur ruang istirahat.Karena kepanikan sebelumnya dan karena Elaine membawanya mencari ke lantai lain, dia sempat lupa tentang ruang istirahat. Sekarang, hanya ruangan itu yang belum diperiksa.Saat Rachel berdiri di depan pintu, tangannya yang memegang kartu akses gemetar. Elaine yang tak sabar langsung merebut kartu itu dan buru-buru membuka pintu.Dia beralasan, "Jason nggak jawab telepon sejak tadi, jangan-jangan dia minum terlalu banyak dan terjadi sesuatu? Ini masalah hidup dan mati, jangan buang-buang waktu."Klak! Pintu terbuka.Aroma samar yang khas dan penuh ambiguitas langsung menyebar ke luar. Bahkan sebelum mereka masuk, beberapa orang di belakang sudah mulai membayangkan yang tidak-tidak.Elaine dan Fiona saling bertukar pandang. Tanpa memberi Rachel waktu untuk bereaksi, mereka langsung mendorong pintu dan masuk."Aku ingin lihat siapa yang berani menggoda Pak Jason!" Fiona melangkah masuk dengan ekspr
Rachel mengulurkan tangannya, mencoba meraih tangan Jason sambil menjelaskan, "Aku nggak berpikir sejauh itu, aku hanya khawatir kamu merasa nggak enak badan setelah minum."Jason menghindari tangannya dengan tenang. Dia berbalik, berjalan ke kamar, lalu duduk dengan santai di sofa. Kemudian, dia menyalakan rokok di bibirnya.Di balik asap putih yang melayang, tatapannya sedikit menyipit saat menatap ranjang. Dia berucap, "Aku cuma minum terlalu banyak dan datang ke sini untuk istirahat.""Nggak ada ... hal lain?" tanya Rachel dengan hati-hati."Nggak ada."Mendengar jawaban Jason, Rachel akhirnya menghela napas lega. Bahkan, Fiona yang bersembunyi di antara kerumunan, diam-diam merasa lega.Benar seperti yang dikatakan temannya, obat itu memang luar biasa. Bukan hanya membuat seseorang kehilangan kendali sepenuhnya, tetapi setelah sadar, efeknya seperti mabuk berat dan memori kabur, sulit membedakan antara mimpi dan kenyataan.Dengan kata lain, Jason akan melupakan semua yang terjadi.
Pintu kamar terbuka. Elaine yang tampaknya sudah siap sejak awal langsung membawa orang-orang masuk.Kali ini, mereka tidak kecewa, memang ada seseorang yang terbaring di atas ranjang. Dari rambut panjang yang terlihat, jelas itu seorang wanita.Namun, Elaine berpura-pura tidak melihatnya dan langsung berjalan ke depan, menarik selimutnya. "Landon, kamu baik-baik saja? Ah! Ada wanita di sini!"Suaranya yang kaget langsung menarik perhatian semua orang. Wanita di atas ranjang pun tampak terkejut dan segera menarik selimut untuk membungkus dirinya sepenuhnya.Saat Elaine hendak meraih selimut untuk memastikan siapa wanita itu, Landon keluar dari kamar mandi sambil menyeka rambutnya yang masih basah."Apa yang kalian lakukan di sini?" Landon bertanya dengan nada kesal, masih menggenggam handuk di tangannya.Rachel segera berbalik menatap kakaknya. "Kak, kamu baik-baik saja? Kenapa nggak jawab telepon?"Landon menunjuk ponselnya yang sedang dicas di nakas. "Mode senyap."Mode senyap berart
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe