Jason melirik pria yang tergeletak di lantai dengan tatapan meremehkan. "Mengangkatnya masuk, lalu mengeluarkannya lagi. Sepertinya kamu benar-benar berusaha."Saat dia berbicara, Norman menyerahkan beberapa lembar foto. Foto-foto itu menunjukkan pria tersebut sedang bersusah payah membawa kotak kosong. Bagian bawah kotak itu lebih tebal dibandingkan kotak buah lainnya. Jelas sekali, kotak itu sudah dimodifikasi.Anwar masih ingin membantah, tetapi foto berikutnya muncul. Dalam foto itu, pria tersebut terlihat menjual produk perawatan kulit di sebuah toko. Dia bahkan terlalu malas untuk melepas stiker merah bertuliskan nama pasangan yang bertunangan dari kemasannya.Tatapan Jason menjadi semakin gelap, tetapi ekspresinya tetap tak tergoyahkan. "Sebagai tambahan, dia juga mencuri lima gelang asli untuk melunasi utangnya."Bam!Anwar membanting meja dengan keras. "Jason!"Jason hanya merapikan jasnya dengan tenang dan bangkit berdiri. "Ayah yang memutuskan bagaimana menanganinya. Bagaima
"Hmm." Janice duduk, membuka kotak makanan, dan mulai makan.Satu mangkuk, dua mangkuk, tiga mangkuk ....Tiba-tiba, Jason menahan tangannya dan menatapnya dengan tatapan yang rumit. "Jangan makan lagi."Janice tersenyum kecil. "Baik." Dia menyeka mulutnya, lalu menopang kedua tangannya di meja seperti robot yang menunggu perintah berikutnya.Jason melihatnya, lalu menyeringai tipis. "Apa gunanya kamu begini? Kalaupun kamu bersikap seperti ini seumur hidupmu, aku tetap bisa membuatmu tetap tinggal."Sambil berbicara, dia mengangkat tangannya dan mengusap remah makanan di dagu Janice. Namun, hanya dengan sedikit sentuhan itu, Janice langsung merasa mual."Ugh!" Dia buru-buru bangkit dan berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.Suara muntahnya begitu keras hingga Norman yang berdiri di pintu masuk, bisa mendengarnya. Dia masuk dengan ekspresi cemas dan menatap Jason dengan khawatir."Pak Jason, ini ....""Nggak apa-apa, dia akan terbiasa," jawab Jason dengan dingin.Norman
Sudut bibir Arya berkedut karena ucapan Norman. Dia mempercepat langkah menuju sumber suara.Di sana, Janice sedang mengarahkan Jason yang mengenakan jas, untuk menggali lubang dan menanam benih.Begitu melihat Arya, Janice melambaikan tangan sambil tersenyum, "Dokter Arya, kamu datang."Jason masih menggenggam sekop dengan celana panjangnya yang tertempel tanah. Terlihat agak ... aneh. Meskipun demikian, tetap tidak mengurangi wibawanya.Ekspresinya agak masam. "Yaya, simpan ponselmu. Kalau kamu berani mengambil satu foto saja, jangan harap bisa keluar dari sini hidup-hidup."Arya menyeringai, buru-buru menyimpan ponselnya. Kemudian, dia teringat pada luka Jason dan segera mengingatkan, "Jangan terlalu capek, lukamu ...."Tatapan Jason langsung berubah tajam. Arya segera mengubah kalimatnya, "Maksudku, Janice baru keracunan gas kemarin. Dia nggak boleh terlalu capek."Di samping, Janice tidak menyadari interaksi itu. Dia menepuk tanah di bajunya. "Aku baik-baik saja.""Lebih baik dipe
"Hm.""Begini ... hah? Kamu langsung setuju? Sejak kapan kamu jadi begitu mudah diajak bicara?" Padahal, Arya sudah menyiapkan banyak alasan untuk membujuk.Jason berkata dengan suara rendah, "Jangan banyak bicara. Apa lagi?"Dalam sekejap, Arya mengenakan sarung tangan dan berkata serius, "Cepat berbaring, aku akan mengganti perbanmu."Jason tidak bertele-tele, langsung berbaring. Arya mengganti perbannya dengan cekatan, lalu mengingatkan, "Jangan bertindak sembrono lagi. Kalau nggak, lukamu bisa robek lagi.""Hm." Jason duduk, hanya mengancing tiga kancing bajunya. Kerah yang sedikit terbuka memperlihatkan sebagian dadanya. Meskipun terluka, ototnya masih menunjukkan kesan kuat.Dia menyalakan sebatang rokok. Asap putih mengepul dari mulutnya, suaranya terdengar agak samar. "Dia benaran baik-baik saja?""Ya." Gerakan Arya yang melepas sarung tangan terhenti sejenak. Dia mengalihkan pembicaraan, "Kamu masih nggak mau pergi melihatnya?"Jason mematikan rokoknya, lalu melangkah keluar d
Ternyata dugaan mereka meleset. Setelah Arya dan Norman menghabiskan setengah bungkus camilan sambil mengobrol, Janice dan Jason akhirnya membawa makanan ke meja.Setelah menunggu sekian lama, yang tersaji hanyalah kentang tumis, telur orak-arik tomat, dan udang bawang putih. Beberapa udangnya bahkan gosong.Arya berdecak. "Aku rasa kalian sudah kenyang sebelum makan."Jason meletakkan sendoknya. "Pintu ada di sana. Silakan pergi, aku nggak akan mengantar.""Jangan dong, aku cuma bercanda." Arya buru-buru mengambil piringnya, lalu berucap, "Janice, terima kasih atas makanannya."Mungkin karena kehadiran Arya, rumah ini terasa tidak terlalu dingin bagi Janice. Dia tersenyum ringan. "Makanlah."Di tengah makan, Janice mengambil ponselnya. "Ibuku bilang pencuri itu sudah ditemukan. Dia juga sudah keluar dari rumah sakit. Katanya tinggal tiga hari sebelum tahun baru, dia ingin aku pulang untuk menemuinya. Kebetulan aku juga ada kerjaan yang harus diselesaikan.""Kerjaan apa?" tanya Arya de
Namun, saat tersenyum, pandangannya perlahan menjadi kabur. Tak disangka, Jason masih mengingatnya.Dalam ingatannya, setiap tahun baru, Jason selalu menjadi orang pertama yang memberinya angpau.Di hari-hari saat Janice masih diam-diam menyukainya, inilah saat yang paling dia nantikan. Karena hari itu, dia bisa berbicara banyak dengan Jason, membuatnya merasa dirinya adalah orang yang istimewa.Namun, semua akan berakhir hari ini. Janice menggenggam angpau itu dan menunduk. Air matanya jatuh, membasahi amplop merah di tangannya.Dia menutup mulutnya rapat-rapat, takut Jason mendengar isak tangisnya. Satu jam kemudian, dia sudah mengenakan pakaian dan perhiasan yang diberikan Jason.Mantel panjang berkerah yang berwarna merah dengan ikat pinggang panjang yang menjuntai di sisi, tampak anggun sekaligus meriah. Kalung mutiara yang dipakai pun menambahkan kesan klasik.Saat Jason turun dari lantai atas, Janice kebetulan sedang meletakkan sarapan di atas meja."Aku baru saja mau memanggilm
Janice berjalan masuk bersama Ivy. Di sepanjang jalan, mereka bertemu dengan banyak anggota Keluarga Karim. Ivy menyapa mereka satu per satu, tetapi orang-orang itu hanya menanggapi dengan dingin, bahkan lebih dingin daripada sebelumnya.Janice mengernyit. "Bu, bukankah masalah kotak seserahan pertunangan sudah diselesaikan? Mereka masih menyulitkanmu?""Nggak kok, aku cuma menolak mengurus urusan rumah tangga." Ivy tersenyum getir."Kenapa? Bukankah selama ini Ibu ingin menunjukkan kemampuan?" Janice terkejut."Janice, aku yang telah menyeretmu ke dalam masalah karena pertunangan ini. Tapi, sekarang aku sudah bisa menerimanya. Bagaimanapun, dengan status Rachel, cepat atau lambat dia akan mengurus rumah ini. Dia sangat baik, jadi nggak akan menyulitkanku."Ivy memiliki penilaian yang sangat baik terhadap Rachel. Namun, kata-kata itu terasa seperti duri yang menusuk hati Janice. Sangat sakit hingga mati rasa, tetapi lukanya tidak terlihat. Bukan karena dia iri pada Rachel, tetapi karen
"Kamu lebih cocok daripada aku."Rachel tersenyum sambil menyentuh kalung itu. "Benarkah? Terima kasih, Janice.""Nggak usah berterima kasih padaku." Ekspresi Janice tampak tidak wajar.Begitu ucapan itu dilontarkan, terdengar sebuah suara dingin. "Kamu ngapain?"Jason datang. Di belakangnya, Arya yang datang berkunjung ikut masuk.Mendengar suara itu, Janice berbalik dan bertemu dengan sepasang mata hitam dan suram. Mata Jason menyapu kalung mutiara di leher Rachel, ekspresinya langsung menjadi masam.Rachel mengira Jason sedang berbicara padanya. Dia segera melangkah maju dan berkata, "Janice saja tahu memberiku hadiah tahun baru. Lalu, hadiah darimu mana?""Aku sudah membawanya." Suara Jason datar. Tatapannya memberi isyarat kepada Norman.Norman lantas menyerahkan sebuah kotak panjang. Senyuman di bibir Rachel semakin melebar. Dia bahkan melemparkan pandangan kepada Janice.Bukan tatapan menyombongkan diri, melainkan tatapan berbagi kebahagiaan setelah menerima hadiah dari seseoran
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe