Pisau buah itu diambil Janice dari nampan buah di meja ruang tamu. Dia punya firasat bahwa Jason akan datang. Sesuai dugaannya, Jason datang. Namun, pisau Janice berhasil ditahannya.Jason menjepit mata pisau dengan mudah. Tidak peduli sekuat apa Janice mendorong, usahanya tetap sia-sia.Mata Janice memerah. Terlihat kebencian yang membara di matanya. Namun, wajahnya pucat pasi. Hanya bibirnya yang merah karena digigit dengan kuat.Jason menatapnya dengan tatapan suram. Ketika Janice hendak menyerah, pisau buah itu malah menggores telapak tangan Jason. Darah seketika mengucur.Janice tertegun. Jason hanya bertanya dengan tenang, "Gimana rasanya?""Dasar gila! Kamu memang gila!" Janice melemparkan pisau buah itu dan berbalik untuk pergi. Namun, pria di belakangnya sontak meraih leher belakangnya dan membalikkan tubuhnya.Jason mendekapkan Janice ke pelukannya, lalu menciumnya dengan ganas. Janice terbelalak sambil memukul Jason. Namun, Jason sama sekali tidak peduli, bahkan ciumannya me
Lukanya terlihat cukup mengerikan.Janice masih mencoba untuk melawan, tetapi Jason menarik paksa tangannya. Lengan kekar Jason melingkar di belakang tubuhnya untuk membatasi gerakannya."Jangan gerak. Kamu nggak mau tanganmu lagi?" Suara berat yang disertai napas panas itu mengenai telinga Janice. Jason sama sekali tidak memberinya ruang untuk melawan.Demi tangannya, Janice akhirnya diam. Sejak meninggalkan rumah Keluarga Karim, lukanya terasa sangat sakit. Bahkan, dia tidak mendengar apa yang dikatakan Ivy kepadanya lagi.Jason mengambil cairan salin dari kotak P3K. Dengan suara rendah, dia berucap, "Tahan sedikit."Sebelum Janice sempat bereaksi, Jason sudah mulai membersihkan lukanya. Rasa sakit itu membuat bulu kuduknya meremang. Jari tangannya sampai bergetar.Rasanya seperti ada sesuatu yang merayap-rayap di dalam dagingnya. Janice tidak tahan dan ingin menarik tangannya, tetapi Jason menggenggamnya dengan semakin kuat.Saat berikutnya, Janice merasakan sensasi aneh di sekitar
Sebelum Jason menyelesaikan ucapannya, Janice sontak melawan dengan sekuat tenaga. Seluruh kekesalan dan kebenciannya seolah-olah meledak. Dia tidak peduli pada apa yang ingin dikatakan Jason. Dia hanya ingin pergi dari sini."Paman, nggak usah bahas soal ini denganku. Aku nggak peduli! Aku nggak peduli pada Yoshua, apalagi kamu! Aku sudah muak!" pekik Janice yang sama sekali tidak menyadari aura berbahaya yang dipancarkan oleh Jason. Tatapan Jason benar-benar suram. Dia menahan dagu Janice, lalu mengangkatnya dengan kuat. "Nggak peduli?"Di bawah tatapan Jason, Janice tetap bergetar ketakutan. Setelah menggertakkan giginya, dia baru mengangguk. "Ya! Aku ... um!"Tanpa memberi Janice kesempatan untuk berpikir ataupun menyelesaikan ucapannya, Jason sontak menekan dagunya dan menciumnya.Janice mengangkat tangan untuk melawan, tetapi Jason malah menahan tangannya di jendela mobil. Semakin digenggam semakin erat. Telapak tangan Janice terasa sakit kembali. Jason sengaja, dia memang ingin
"Nggak ada orang lain! Apa sudah cukup!" Janice terengah-engah, menatap Jason dengan marah. Meskipun begitu, penampilannya tetap memikat.Ujung mata yang merah, pandangan yang berkabut. Wanita ini tampak ingin menangis, tetapi berusaha menahan. Bulu mata bergetar, gelombang di matanya membuat orang merasa geli.Kemeja basah menempel di kulit Janice, sebagian tertutup dan sebagian lagi terlihat. Ini sungguh menguji pengendalian diri Janice.Tatapan Jason semakin gelap. Tangannya tiba-tiba mengepal, bahkan sendi-sendi jarinya terlihat pucat karena terlalu menahan diri.Pada akhirnya, Jason memejamkan matanya dan menarik handuk kering dan melemparkannya kepada Janice dengan kuat."Taruh di bahumu." Janice terdiam sejenak. Lagi-lagi, dia tidak bisa membaca pikiran pria itu. Namun, sekarang bukan waktu untuk berpikir. Dia hanya ingin membungkus tubuhnya dengan handuk.Saat Janice menarik handuk, tiba-tiba terdengar suara robekan di suasana yang hening. Bra yang dipakai Janice selama lebih d
Begitu Janice berbalik, Jason sontak mendesaknya ke pojok. Jason memainkan handuk yang ada di tangannya. Rambutnya sedikit acak-acakan, membuat wajahnya terlihat semakin jahat.Janice mencoba menghindar, tetapi tubuhnya segera terperangkap dalam pelukan yang kuat. Sebelum dia bisa memberi penjelasan, ciuman sudah mendarat di bibirnya. Jason memberinya sentuhan yang sangat lembut, seolah-olah Janice adalah sesuatu yang sangat rapuh.Namun, pria selembut ini malah membuat Janice merasa tidak nyaman dan membuatnya semakin panik. Bahkan, dia lupa untuk mengangkat tangannya dan menolak kehadiran pria itu.Jason melepaskan bibirnya, lalu mengulangi dengan lirih, "Pacar?""Aku cuma bohong ....""Diam."Jason sepertinya tahu apa yang akan Janice katakan sehingga langsung memotong perkataannya. Ciuman yang semakin dalam, lambat, dan penuh gairah membuat Janice merasa pusing.Pikiran Janice menjadi kosong, seolah-olah waktu berhenti, tetapi hatinya kacau. Tiba-tiba, Janice mendorong Jason dan be
Vania mengangkat matanya yang berbinar-binar. Dia menatap Jason dengan tatapan penuh perhatian dan harapan.Jason tidak mengatakan apa-apa. Karena mengenai hal yang sama, dia tidak ingin menjawab dua kali. Dia lantas berbalik dan pergi.Vania hanya bisa menatap punggung Jason. Dia mengepalkan tangannya yang basah karena keringat dingin. Kemudian, dia mengejar dan meraih lengan Jason."Jason, apa Janice mengatakan sesuatu tentangku?"Jason menatap dengan dingin, lalu bertanya balik, "Apa yang seharusnya dia katakan padaku?"Vania merasa tatapan Jason sangat datar, seolah-olah melihat orang yang tidak penting. Tidak ada emosi yang terpancar dari tatapannya.Seberapa pun Vania berusaha, dia tidak pernah bisa memahami isi pikiran Jason. Ketika menyadari dirinya berbicara terlalu banyak, Vania langsung tersenyum."Nggak ada, aku cuma khawatir ada sedikit salah paham di studio dan dia membenciku. Biasanya para gadis 'kan suka begitu. Mereka sangat perhitungan.""Masa?"Jason tidak mengonfirm
Janice minum obat dan tidur lebih awal tadi malam. Sepanjang malam, dia bermimpi. Mimpinya kacau balau dan sangat tidak nyambung. Saat bangun pagi, dia pun merasa lemas.Janice mengusap kepalanya. Begitu melihat jam, dia langsung bangun dan mulai bersiap. Saat mengambil syal di depan pintu, dia terkejut karena merasakan kualitas kain syalnya berbeda.Janice membuka syalnya dan melihat ada sulaman benang emas di sudut yang membentuk inisial J yang berkilau. Dia tak kuasa termangu.Bukankah Jason bilang syal ini sangat penting dan tidak akan diberikan pada sembarangan orang? Apa maksudnya ini?Pemikiran pertama yang muncul di kepala Janice adalah, Jason pasti ingin memanfaatkannya lagi. Dengan marah, Janice melemparkan syal itu. Namun, dia tidak bisa menemukan syalnya sendiri di sekitar.Saat ini, ponselnya menerima notifikasi dari grup kerja bahwa dalam satu jam lagi akan ada rapat.Janice hanya bisa memaksakan diri mengenakan syal Jason untuk menutupi bekas di lehernya.Begitu keluar d
Tiba-tiba, Vania meraih syal Janice. Dia menarik Janice ke hadapannya. Ketika tarik-menarik, Vania melihat bekas gigitan pada leher Janice.Begitu melihatnya, tebersit kekejaman pada tatapan Vania. Tenaga yang dikerahkannya juga semakin besar. "Kenapa masih pakai syal ini? Kamu takut nggak ada yang tahu betapa murahannya kamu? Kasih aku syalnya!"Leher Janice terasa sakit untuk sesaat. Detik berikutnya, dia menekan pergelangan tangan Vania. Bagaimanapun, anak manja seperti Vania tidak mungkin menang dari Janice.Janice melirik Vania dengan dingin, lalu menyindir, "Kenapa? Masa Jason nggak memberi calon istrinya syal? Nggak apa-apa, nanti kamu minta lebih banyak syal waktu dia kasih mahar."Kemudian, Janice mendorong Vania. Vania memelototi Janice dengan galak. Kemudian, dia tersenyum dingin dan membenturkan kepalanya ke pot."Ah!" teriak Vania sambil memegang kepalanya yang berlumuran darah.Begitu mendengar suara itu, semua orang langsung menyerbu keluar dari ruang rapat. "Vania, kamu
Di antara orang-orang yang bersimpati pada pemuda itu, sebagian besar berasal dari Kota Pakisa. Kabar menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut, sehingga kini kerumunan orang mulai berdatangan ke kantor polisi untuk menuntut penjelasan. Melihat tatapan mereka sangat mengerikan, Naura melindungi Janice saat masuk ke kantor polisi.Saat melihat Zachary yang sudah menunggu bersama asistennya, Janice segera maju dan bertanya, "Paman, bagaimana keadaan ibuku?""Ibumu baik-baik saja, tapi Fenny tiba-tiba mulai menyakiti dirinya sendiri. Kabar itu sudah tersebar keluar, jadi publik sangat marah," jelas Zachary."Paman, tolong selidiki putranya Fenny. Aku curiga ada yang sengaja membantunya membangun citra ini," kata Janice."Ini ...." Mendengar perkataan Janice, Zachary menggigit bibirnya dan tidak langsung menjawab.Pada akhirnya, asistennya Zachary berkata dengan tidak berdaya, "Nona Janice, Pak Zachary sudah diskors perusahaan dan semua dananya juga sudah dibekukan Keluarga Karim.""Ini ..
Saat keluar dari lift, Janice kebetulan bertemu dengan Naura.Naura menatap ke arah Janice terlebih dahulu, lalu melihat ke belakang Janice. "Eh? Mana abang pengawal itu?""Sudah pulang ke tempat Pak Landon," kata Janice dengan tenang.Naura berdecak, lalu mengeluh, "Hah? Mereka hanya menjagamu sehari? Pak Landon ini jadi pacar terlalu santai. Tapi, kalian benar-benar romantis, semalam juga nggak peduli aku yang ada di sebelah."Mendengar perkataan itu, ekspresi Janice terlihat curiga. Dia ingin menjelaskan pada Naura bahwa semalam dia tidak tidur di rumah, tetapi dia tiba-tiba teringat sesuatu dan segera mengeluarkan kunci untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka, dia dan Naura langsung tercengang karena hampir seluruh isi rumah Janice sudah diubrak-abrik dan hanya tinggal lantai saja yang utuh.Naura terkejut dan berkata, "Rumahmu dirampok? Jangan-jangan semalam .... Aku kira kalian sedang bermesraan. Kalau begitu, aku lapor polisi dulu."Setelah mengatakan itu, Naura mengeluarkan p
Janice segera bangkit dari sofa, lalu merapikan pakaiannya sejenak setelah berdiri tegak. "Satu malam sudah berlalu."Mendengar perkataan itu, tangan Jason langsung terhenti dan tersenyum. "Sekarang kamu bahkan malas berbohong padaku."Melihat Janice hanya terdiam, Jason pun berdiri dan berkata, "Sarapan dulu baru pergi saja.""Nggak perlu, aku nggak lapar," jawab Janice.Namun, perut Janice tiba-tiba berbunyi sampai dia segera menutupi perutnya dengan tas karena malu.Pada saat itu, bel pintu berbunyi. Setelah berbunyi tiga kali, Norman baru membuka pintu dan masuk. Melihat dua orang yang berdiri di dalam, dia sempat tertegun sejenak dan bertanya-tanya apakah dia datang di waktu yang salah lagi. Padahal tadi dia sudah sengaja menekan bel terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam. "Pak Jason, Nona Janice, selamat ... pagi."Saat Janice tidak fokus, Jason langsung mengambil tasnya. Melihat Jason meletakkan tasnya di kursi, dia hanya bisa duduk dengan patuh.Norman meletakkan satu per satu
Masih pura-pura tidak tahu.Janice memejamkan mata rapat-rapat, bibirnya terkatup kuat.Beberapa detik kemudian, film langsung melompat ke bagian akhir yang penuh tarian dan nyanyian. Irama musiknya ceria dan menggembirakan.Janice diam-diam membuka satu mata, memastikan bahwa layar sudah aman. Kemudian, dia baru membuka matanya sepenuhnya.Harus diakui, adegan tarian dalam film musikal ini memang indah. Warna keemasan berkilau, air mancur yang menyala, kelopak mawar merah berserakan di tanah, dan para wanita cantik dengan pakaian mewah menari sambil menyanyi. Semuanya kontras dengan adegan sebelumnya.Janice refleks menoleh ke arah pria di sampingnya, tidak menyangka Jason masih menatapnya. Tatapan mereka bertemu dari jarak dekat. Sedikit saja dia bergerak, bibir mereka bisa langsung bersentuhan.Janice kaget. Saat dia mencoba menghindar dengan menyandar ke belakang, dia malah jatuh dari sofa.Jason langsung menangkapnya dan menariknya kembali. Gerakan itu membuat mereka berdua terjat
Namun, hal itu tetap tak bisa menyembunyikan pesona khasnya.Tangan Jason menyusuri rambut Janice dengan gerakan lembut, membuatnya merasa diperlakukan dengan penuh hati-hati.Tanpa sadar, Janice bahkan tidak tahu kapan suara pengering rambut itu berhenti. Saat pikirannya kembali, dia baru sadar Jason membawanya keluar dari kamar utama.Dia tak mengerti apa yang sedang direncanakan pria itu, sampai dia melihat tiga hidangan rumahan di atas meja makan.Jason menarik kursi untuknya, menyajikan sepiring nasi hangat di depan Janice. "Masakanku biasa saja, makan seadanya."Janice tidak tahu harus berkata apa, akhirnya hanya mengangguk pelan. "Hm."Dia tahu Jason bisa masak sedikit, tetapi dia hanya pernah mencicipi mie dan sandwich buatannya yang gagal.Hidangan di depan mata ini memang tak seindah buatan koki Keluarga Karim, tetapi tetap terlihat menggugah selera.Janice mencicipi telur orak-arik tomat. Ternyata enak. Tanpa sadar, dia memuji, "Enak.""Masih ada di panci.""Masih ada?" Jani
Janice berjalan dalam keadaan linglung sepanjang perjalanan, hingga akhirnya dia masuk ke rumah yang hangat. Saat itu, dia mulai tersadar kembali. Melihat tangannya yang masih digenggam oleh Jason, dia segera menariknya seolah-olah tersengat listrik.Dengan wajah dingin, dia berkata, "Jason, kamu nggak perlu melakukan ini. Aku nggak akan setuju untuk mendonorkan hatiku!"Jason berhenti melangkah, menatapnya tanpa ekspresi, lalu perlahan mendekatinya. Janice mundur selangkah demi selangkah hingga punggungnya menempel pada dinding kaca yang dingin.Tubuh Jason basah kuyup, kemejanya menempel pada otot-ototnya yang tegang, memancarkan kekuatan yang tak terbantahkan."Kalau aku butuh hatimu, sekarang kamu sudah di rumah sakit," kata Jason sambil mendekat.Janice segera mengangkat tangan untuk menahan. "Jangan seperti ini!"Yang terdengar hanya suara klik. Seluruh rumah menjadi terang benderang. Ternyata Jason hanya menyalakan lampu.Dengan tangan menempel pada dinding kaca, Jason berta
Jadi, begitu kenyataannya.Mata Janice yang indah membelalak karena kaget dan takut. Hujan yang tertiup angin membasahi bulu matanya yang panjang, lalu menetes masuk ke mata. Semu dan kabur.Anwar menatapnya dingin. "Janice, dunia ini nggak pernah peduli pada keinginanmu."Begitu kata-kata itu diucapkan, dia menutup jendela mobil. Sopirnya perlahan menginjak gas dan mobil pun melaju pergi.Janice terdiam, tak menyangka Anwar akan membiarkannya begitu saja. Namun, dia segera sadar, dirinya terlalu naif.Begitu mobil Anwar meninggalkan lokasi, lampu sebuah mobil di seberang jalan tiba-tiba menyala. Dari dalam, keluar tiga pria bertubuh tinggi dan kekar.Janice baru sadar, dia sudah diawasi sejak tadi. Alasan kenapa Anwar pergi dulu baru menyuruh orang bertindak karena dia tidak ingin dirinya terseret secara langsung.Janice langsung merasa dadanya sesak. Tanpa peduli pada hujan, dia langsung berlari secepat mungkin.Namun, tiga pria itu seperti sudah tahu ke mana dia akan lari. Mereka se
Begitu membahas tentang Ivy, Janice akhirnya berhenti melangkah.Anwar memang punya kemampuan untuk menyelamatkan Ivy, tetapi Janice tahu pria tua itu pasti datang dengan maksud tertentu.Janice menarik napas panjang, lalu perlahan berbalik. "Kalau ada yang mau dibicarakan, bicaralah langsung. Nggak usah mutar-mutar."Anwar menatapnya sejenak, lalu langsung berkata terus terang, "Aku butuh satu hal dari tubuhmu."Tubuh? Janice menunduk, menatap dirinya sendiri. Apa yang berharga darinya? Barang-barang yang dimilikinya bahkan tidak sebanding dengan mobil Anwar.Dia sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Anwar. Dengan bibir terkatup rapat, dia bertanya, "Hal apa?"Tatapan tajam Anwar menyapu tubuh Janice. "Setengah dari livermu."Janice terdiam, sempat berpikir dirinya sedang berhalusinasi. Liver? Bisa diminta begitu saja?Angin sore berembus dingin, membuat Janice menggigil dan langsung sadar. Dia mundur, menjauh dari mobil."Untuk apa kamu butuh liverku?""Untuk Rachel," jawab Anwar
Dia bahkan menirukan suara perempuan itu. "Kak Norman, maaf, aku salah kirim, jangan dilihat ya ...."Norman dan Arya langsung merinding."Kak Norman, ajarin dong, gimana caranya bikin cewek kirim uang dalam satu menit?" Usai berbicara, Zion meninju ringan dada Norman.Norman menahan napas. Apa Zion tidak tahu betapa keras pukulannya? "Dasar gila."Norman menerima uang itu, lalu langsung menghapus kontak si perempuan. Tindakannya sangat cepat dan tegas.Arya bengong. "Hah? Kamu langsung hapus? Kamu nggak rugi sama sekali lho! Sudah liat fotonya, dapat duit pula!""Mau direkomendasikan ke kamu?""Eh, jangan! Aku nggak sanggup. Mending kasih ke Zion saja, dua-duanya genit, pasti cocok." Arya menunjuk Zion.Zion menikmati teh sambil selonjoran. "Aku sukanya yang tinggi semampai kayak aku.""Gila." Norman menjelaskan, "Pak Jason sempat bilang bakal ada yang hubungin aku buat balikin uang. Sepertinya dia orangnya."Ketiganya sedang asik minum teh saat seorang pengawal tiba-tiba masuk dan me