Setelah merenung sejenak, Amanda berkata dengan hati-hati, "Kalau begitu, kalian para pekerja magang masing-masing buat desain sendiri. Nanti kalian ikut aku bertemu Bu Sera.""Baik," sahut Janice dan Herisa secara serempak.Hanya Vania yang dipenuhi kepercayaan diri. "Bu Amanda, nggak perlu repot-repot begini. Aku bisa buat janji sendiri dengan Bu Sera. Nanti aku bawa Janice dan Herisa bersamaku."Amanda memang sibuk, jadi dia menyetujui perkataan Vania.Rapat berakhir. Banyak orang yang mengelilingi Vania. "Vania, kamu hebat sekali. Nggak sia-sia kamu pacaran sama Jason. Koneksimu jadi luas.""Nggak kok." Vania mendongak menatap Janice sambil tersenyum.Janice tidak meladeninya. Setelah mengambil barangnya, dia meninggalkan ruang rapat bersama Herisa.Herisa berbisik, "Janice, kalau kamu punya koneksi sehebat Vania, prestasimu pasti jauh lebih baik dari dia.""Herisa, jangan bicara begitu," sela Janice. Kadang, dia merasa nada bicara Herisa agak aneh.Setelah kembali ke tempatnya, Ja
Vania mengira Jason akan membenci Janice setelah melihat sifatnya yang begitu murahan. Tanpa diduga, Jason hanya menopang dagunya sambil membalikkan dokumen di pangkuannya dengan ekspresi datar."Kamu menyuruhku kemari cuma untuk melihat ini?" Terdengar suara dingin dan rendah Jason, seolah-olah yang berada di hadapannya bukan calon istrinya, melainkan hanya bawahan yang kinerjanya buruk.Vania mengepalkan tangannya. Dia menggigit bibirnya dan tidak berani membantah. Saat ini, melalui kaca spion tengah, Vania melirik ke arah Janice. Dia terkejut. Ternyata Janice ....Saat Jason hendak mengangkat kepala, Vania buru-buru menjulurkan tangan untuk menahannya. "Jason, aku mencarimu untuk membahas tentang Bu Sera dari Vila Krisan. Aku tahu kamu sedang bernegosiasi dengannya. Kebetulan, studio kami juga.""Kalau kamu membawaku menemuinya, aku pasti bisa memberikan hasil desain yang memuaskan untuknya. Kujamin kerja sama ini akan sukses. Bu Sera sangat susah dihadapi. Bu Amanda sudah menemuin
Atas dasar apa Janice bisa menarik perhatian Jason?Malia mengangkat kepalanya sedikit. Dengan mata yang berkaca-kaca, dia menatap pria di sampingnya dan berpura-pura tidak sengaja membentur dada pria itu. "Maaf, kepalaku bisa pusing kalau duduk di belakang."Pria itu tidak menolak Malia yang berinisiatif memeluknya. Dia justru tersenyum sambil merangkul Malia. "Nggak apa-apa, kamu boleh bersandar di bahuku.""Terima kasih. Kamu baik sekali." Malia menahan rasa jijiknya. Semua ini untuk merusak citra Janice di hati Jason.....Di taksi, Janice merasa lega. "Terima kasih, Herisa."Herisa menepuk dadanya dan menjelaskan, "Sama-sama. Tapi, kamu harus hati-hati sama temanmu itu. Begitu dia datang pagi tadi, dia terus menekankan kalau kalian ini sahabat. Banyak staf pria yang ingin mendekatimu melalui dia.""Aku tahu." Ekspresi Janice terlihat datar. Dia sama sekali tidak terkejut dengan tindakan Malia."Oh ya, waktu Malia bicara dengan staf pria, aku lihat Vania juga ada di sana. Setelah i
Yoshua segera membantah, "Jangan dibahas lagi, Janice. Paman Jason punya alasan tersendiri. Selama aku pergi, jaga dirimu baik-baik."Ucapan Yoshua jelas menunjukkan bahwa spekulasi Janice benar. Tangan Janice yang menggenggam ponsel sontak terkepal erat. Kebencian membara di hatinya. Demi Vania, Jason bahkan tidak mengampuni orang-orang yang membantunya.Karena terus menerus dinas, Yoshua makin jauh dengan pusat kekuasaan Grup Karim. Pada akhirnya, dia bahkan dikirim ke luar negeri. Jason memang kejam.Janice menunduk dan berucap, "Kak, aku minta maaf. Aku yang mencelakaimu.""Dasar bodoh. Jangan berpikir sembarangan. Mungkin Paman Jason sedang sibuk bernegosiasi dengan Bu Sera dari Vila Krisan, makanya aku yang diutus," sahut Yoshua.Janice tidak menyangka Yoshua masih membela Jason di saat seperti ini. Namun, dia mendengar nama yang familier. "Bu Sera dari Vila Krisan?"Yoshua ragu-ragu sejenak sebelum menyahut, "Ya, kamu kenal?""Studio kami sedang membuat desain untuk Bu Sera.""B
Orang yang mengejar Janice jatuh begitu saja. Dia sangat terkejut sehingga langsung mendongak. Kini, dia mendapati seorang pria mendekat perlahan sambil menatapnya dengan penuh makna. Aura dingin pria itu seolah-olah menekan seluruh napasnya."Kamu ternyata cukup laku." Suara berat pria itu samar-samar mengandung ejekan yang tidak mudah disadari. Orang yang menolong Janice adalah Jason.Janice coba menggerakkan pergelangan tangannya, tetapi dia tahu bahwa dirinya tidak akan mampu melawan. Kali ini, dia sudah belajar dari pengalaman. Daripada menggunakan tangan, dia memutuskan untuk menggunakan kakinya.Janice langsung menendang ke arah Jason. Tidak disangka, pria itu seolah sudah membaca niatnya. Dengan mudah, dia menangkap kaki Janice dan menarik tubuhnya lebih dekat ke arahnya.Tubuh Janice yang mengenakan pakaian tipis langsung bergesekan dengan ikat pinggang Jason. Itu membuatnya malu sekaligus marah."Lepaskan aku!" seru Janice."Dasar nggak tahu terima kasih," balas Jason dengan
Setelah berhasil melarikan diri, Janice tidak berani menginap di hotel dekat kampus. Dia memutuskan langsung pergi ke hotel yang dekat dengan studionya. Sebelum naik ke mobil, dia sempat berbalik dan melihat ke arah ujung jalan.Sebuah mobil mewah berhenti di sana. Dari sisi jalan, Jason muncul dengan pakaian serba hitam dan segera masuk ke dalam mobil.Tak lama kemudian, jendela mobil sedikit terbuka dan menampakkan sepasang mata gelap yang menatap Janice tajam. Di tengah kegelapan malam, tatapan itu terlihat berbahaya dan penuh ancaman, seolah-olah mengatakan bahwa dia tidak akan bisa melarikan diri.Janice merasakan punggungnya dingin karena ketakutan. Tanpa berani menoleh lagi, dia langsung naik ke mobil dan pergi.Di sisi lain, Norman juga masuk ke dalam mobil. Dia segera melaporkan, "Pak Jason, Nona Janice melaporkan orang-orang itu karena mengemudi dalam keadaan mabuk. Dia juga mengaku sebagai Malia."Jason duduk tegak di kursi belakang. Jari-jarinya perlahan memutar cincin yang
Pada saat itu, Vania datang. Setelah bertanya sebentar tentang apa yang terjadi, ekspresi wajahnya menjadi tidak senang. Dia melirik Malia dengan tatapan tajam. Wanita ini sungguh bodoh. Bisa-bisanya dia terlibat dalam masalah sepele seperti ini.Janice yang melihat semua orang sudah berkumpul, merasa bahwa ini saatnya untuk menutup pertunjukan. Dengan nada seolah-olah peduli dan meniru gaya bicara Malia sebelumnya, dia berucap dengan penuh perhatian, "Malia, kamu cepat-cepat minta maaf deh.""Kalau masalah ini membesar, itu nggak bagus untuk kamu maupun studio. Lagian, kamu memang keluar makan sama mereka, 'kan? Vania, aku benar, 'kan?" tanya Janice.Janice langsung melemparkan pertanyaan kepada Vania. Di kehidupan sebelumnya, Vania dan Malia sering bekerja sama untuk menjatuhkannya. Namun kali ini, dia ingin mereka berdua merasakan bagaimana rasanya berada di posisi itu.Semua orang memandang ke arah Vania. Sebagai tunangan Jason, ucapannya tentu memiliki bobot yang besar. Vania yang
Plak! Plak! Suara tamparan keras menggema. Tamparan itu membuat sudut bibir Malia langsung berdarah.Vania mencengkeram lehernya, lalu berbicara dengan dingin, "Bahkan hal sekecil ini saja nggak bisa kamu selesaikan. Semua keuntungan yang kuberikan selama ini sia-sia! Kalau bukan karena aku, kamu pikir bisa menginjakkan kaki di gedung ini?""Malia, karena sudah memilih jadi anjing, lakukan tugasmu dengan benar!" hina Vania. Kemudian, dia melempar tubuh Malia dengan kasar ke arah lain, seolah-olah sedang melampiaskan amarahnya.Malia yang baru saja dihina oleh wanita tadi sudah kelelahan. Kali ini, tubuhnya kembali terbanting ke dinding. Dengan kekuatan yang tersisa, dia hanya bisa jatuh lemas ke lantai.Saat ini, Vania secara anggun berjalan mendekat dengan memakai sepatu hak tinggi kulit domba. Ujung sepatu tajamnya terlihat menekan pipi Malia.Kemudian, Vania memberi tahu, "Nanti siang, kita pergi ke Vila Krisan untuk bertemu Bu Sera. Aku akan cari alasan agar kamu bisa ikut. Pokokny
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe