Sudah beberapa bulan mereka tinggal di desa itu. Bela semakin hari semakin tak terkendali. Sehingga, atas saran dari Pak RT, Bela dimasukkan ke dalam pondok pesantren yang kebetulan ada di desa itu.
Menurut penuturan Pak RT, pondok pesantren itu memang khusus untuk menangani orang-orang seperti Bela. Tak jarang juga menampung orang-orang yang ingin berhijrah dan melakukan pertaubatan.
Setelah Arman berunding dengan ibu dan kakaknya, akhirnya mereka memutuskan membawa Bela ke sana. Saat Arman libur kerja, mereka membawa Bela ke sana.
Mereka disambut baik oleh pihak pondok pesantren. Ada dua bangunan yang bersebelahan. Fungsinya untuk memisahkan laki-laki dan perempuan.
Ummi Farha menjelaskan peraturan dan juga tata cara pengobatan di pondok itu. Semua biaya makan dan lainnya ditanggung oleh donatur. Jadi, Arman tak perlu susah payah mengeluarkan biaya.
"Alhamdulillah! Terima
Sudah beberapa bulan Arman menikah dengan Aisyah. Aisyah bisa dibilang istri yang tak banyak menuntut. Dia menerima Arman apa adanya dengan segala masa lalu buruknya.Biarpun belum ada perasaan cinta dari mereka berdua, tapi mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga dengan semestinya. Hingga suatu ketika, ada permintaan Aisyah yang membuat Arman bingung mau menjawab."Mas ... kenapa kita tidak ke kota lagi saja? Di sana Mas Arman bisa memulai kehidupan yang baru bersama Ai, Mas. Jujur saja, Aisyah sebenarnya sudah lama ingin ke kota, pindah dari sini. Tapi, Abah tak membolehkannya," kata Aisyah ada Arman.Arman yang baru saja pulang dari ladang menatap mata Aisyah dengan seksama. Alisnya saling bertautan seperti seseorang yang sedang berpikir keras."Ke kota? Mau apa, Ai? Mas sudah bahagia dan nyaman tinggal di sini, Ai," tolak Arman.Sejujurnya Arman tak ingin k
"Tapi apa, Mas?" tanya Nisa penasaran."Kita harus minya izin sama Abah. Kalau Abah mengizinkan, Mas mau menurut kemauanmu. Tapi, kalau Abah tak mengizinkan, kita tetap di sini, ya?" jelas Arman.Mendengar penjelasan Arman, Aisyah malah menangis. Aisyah berlutut dan memegang kaki suaminya. Dia memohon agar kalau itu terjadi, Arman akan membujuk abahnya."Kalau sampai itu terjadi, tolong Mas bujuk Abah agar mau mengizinkan kita, ya? Please, Mas! Please!" Aisyah memohon dengan berurai air mata.Arman menghela nafasnya panjang dan mencoba berpikir sejenak. Aisyah tak henti-hentinya memohon padanya."Baiklah!" Satu kata yang sangat dinanti Aisyah terucap dari bibir Arman."Yeay! Terima kasih, Mas!" kata Aisyah sembari mencium pipi suaminya. Aisyah lalu pergi ke dapur membuatkan minuman hangat untuk Arman."Oh iya, Mas, jangan bi
Setelah sampai di kota, badan Arman terasa remuk redam. Untung saja rumah yang dia kontrak sudah dibersihkan dulu oleh pemilik kontrakan. Jadi, Arman dan Aisyah tak perlu capek-capek membersihkan, cukup di sapu lagi saja."Ai, buatkan Mas teh hangat, ya!" pinta Arman pada istrinya."Kan, kita baru sampai, Mas! Memang sudah ada gas dan kompor?" kata Aisyah. Aisyah belum tahu kalau pemilik kontrakan mengontrakkan rumahnya lengkap dengan isinya.Kata teman Arman, pemilik kontrakan itu adalah saudaranya. Kebetulan memang saudara teman Arman itu akan pindah dari sana dan tak mungkin membawa semua barang. Jadi, mereka mengontrakkan lengkap dengan isinya."Lihat saja di dapur, Ai!" jawab Arman.Aisyah mengikuti perintah Arman untuk ke dapur. Dirinya terkejut saat semua peralatan dapur lengkap berada di sana.Dengan cekatan Aisyah memasak air untuk membua
Di kantor, Arman diterima kerja dan langsung bekerja. Tak lupa Arman mengabari Aisyah. Namun, tak ada balasan dari Aisyah."Mungkin Aisyah sedang beres-beres." Begitu yang Arman pikirkan.Sepulangnya dari kerja, Arman tak mendapati Aisyah di rumah. Jam menunjukkan pukul lima sore. Pintu rumah terkunci dan Arman sudah berkali-kali menggedor pintu. Tapi, Aisyah tak kunjung membukakan pintunya."Kamu kemana, Ai?" Arman tampak cemas memikirkan istrinya itu."Kenapa kamu gak angkat, Ai?" Arman mondar-mandir tak jelas di teras rumah.Kekhawatirannya semakin bertambah kala Aisyah tak mengangkat telepon darinya. Sudah satu jam Arman menunggu, tapi Aisyah tak kunjung pulang juga.Arman mencoba untuk menelepon kembali istrinya. Namun lagi-lagi Aisyah tak mengangkat teleponnya. Hingga akhirnya ada sebuah motor berhenti tepat di depan rumahnya.
Gadis berumur dua puluh enam tahun itu sudah tinggal ibunya sejak umur tiga tahun karena sakit. Sejak saat itu, Aisyah diasuh oleh abahnya yang bernama Haji Topan. Putri tumbuh menjadi gadis yang cantik dan lugu. Karena keluguannya, Aisyah sempat menjadi bullyan oleh teman-temannya."Bah, kenapa teman-teman selalu mengolok-olok Putri? Putri salah apa, Bah?" kata Putri pada suatu ketika."Mereka bukan mengolok-olokmu, Sayang! Mereka hanya iri akan kepintaran dan kecantikanmu," jawab Haji Topan waktu itu."Benarkah, Bah?" Haji Topan menganggukkan kepalanya. Hanya jawaban itu yang bisa Haji Topan berikan. Karena Beliau pun sebenarnya tidak tahu alasannya. Beliau berpikir mungkin karena anak-anak masih polos, jadi mereka tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.Keadaan itu berlangsung sampai Putri lulus SMA dan ingin melanjutkan kuliah di kota. Keinginannya ditentang oleh Abah Topan.Abah Topan belum sanggup jika harus melepas anak gadis semata wayangnya ke kota tanpa pengawasannya."B
Sampai terjadilah peristiwa memalukan yang merenggut kesucian Putri. Kala itu, Putri sedang menunggu Sandi untuk menjemputnya dipinggir jalan.Tiba-tiba, ada seregombolan pemuda mabuk lewat di depan Putri. Putri spontan berjalan menjauh. Tapi, tak disangka mereka mengejar Putri. Putri berlari sekencang mungkin."Mau kemana cantik? Kok buru-buru begitu?" kata salah satu pemuda yang berhasil mencegat Putri."Mau apa kalian?" Putri berteriak sambil meletakkan tasnya di dada."Kita mau apa? Ya, kita mau bersenang-senang lah anak manis!" Dagu Putri disentuh oleh mereka. Reflek Putri menepis tangan pemuda itu."Ayo lah, Sayang! Temani kami malam ini saja," kata pemuda berambut cepak itu yang diikuti tawa teman-temannya.Putri semakin takut akan keselamatannya. Saat mau lari, tangan Putri dicekal dan diseret menuju ke tempat yang sepi.Hingga terjadilah peristiwa memilukan itu. Mau berontak, Putri kalah kekuatan dengan empat pemuda itu. Yang dia bisa hanyalah pasrah dan menangis menerima nas
"Putri mencintai Sandi, Mas!" ucap Putri sambil menunduk. Arman terdengar menghela nafas panjang. Mencoba memahami perempuan yang sudah menjadi istrinya itu.Selama menikah beberapa bulan ini, Arman belum menyentuh Putri sekalipun. Arman paham kalau hatinya dan Putri belum siap. "Bukankah Mas juga sudah bilang, kalau Mas belum mencintaimu juga? Lalu, kenapa Mas mau bertahan? Karena Mas tidak mau merasakan kegagalan berumah tangga untuk yang ketiga kalinya! Kamu pikir selama ini Mas belum menyentuhmu karena apa, Put?" tanya Arman. Putri memberanikan diri menatap mata Arman. Di dalam sana, tersirat kesedihan yang amat dalam. "Karena Mas juga sebenarnya belum siap menjalani kehidupan berumah tangga lagi! Tapi, semuanya sudah terlanjur, Put! Mau tidak mau kita harus bersama-sama membawa kapal kita ketepian!" Mati-matian Arman menahan emosinya agar tidak menjadi-jadi. Sesak di dadanya terasa sangat menyakitk"Kenapa Mas tidak menceraikan Putri saja?" tanya Putri dengan polosnya."Mas, k
"Mas Arman, kan, tidak mencintai Putri. Dan Putri juga tidak mencintai Mas Arman. Sedangkan Mas Arman tidak mau juga menceraikan Putri, bahkan tidak mau menyentuh Putri juga. Bagaimana kalau kita hidup dengan jalan masing-masing tapi masih tetap dalam ikatan pernikahan ini. Jadi, Mas Arman bebas mau kemanapun dan dengan siapapun juga. Begitu pun dengan Putri. Putri boleh kemana aja dan dengan siapa saja. Gimana?" kata Putri panjang lebar. Mendengar perkataan Putri, Arman tertawa terbahak-bahak. Menyadari kalau Putri juga bisa bertingkah konyol. Mana ada pernikahan yang seperti itu?!"Kok malah ketawa, sih, Mas?" kata Putri dengan raut muka yang kesal. Arman berhenti tertawa dan mengatur nafasnya agar jauh lebih stabil. Sebenarnya, Arman setuju dengan perkataan Putri. Tapi, dia sedikit ragu."Tidak bisa begitu, dong! Kalau ada keluargamu yang tahu, bisa-bisa Mas digor*k!" ucap Arman sembari memperagakan leher yang digorok."Terus gimana, dong?" Putri menuduk lesu. Arman memandang is
Jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi, Arman tak kunjung pulang atau menghubungi Putri. Berkali-kali Putri melihat keluar jendela, berharap kalau suaminya itu pulang.Saat ini Putri sadar, kalau dia sudah terjerat cinta Arman. Disadari atau tidak, Putri memang saat ini tengah merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Khawatir jika Arman kenapa-napa di jalan. "Mas ... kenapa kamu gak memberi kabar lagi, sih? Apa Mas gak tahu kalau Putri khawatir sekali?" gumam Putri yang tengah mondar-mandir di depan pintu utama.Tiba-tiba ... pintu rumah digedor seseorang dengan sangat kencang. Tentu saja itu membuat Putri ketakutan. Putri lari dan bersembunyi di dalam kamar. Gedoran pintu itu masih saja terdengar. Bahkan lebih kencang dari yang sebelumnya."Mas Arman ... Putri takut! Hu ... hu ... hu!" rintih Putri dalam kamar. Dia duduk dan memeluk kakinya di atas kasur."Jangan tinggalin Putri, Mas! Putri takut, Mas!" suara Putri makin parau karena memang benar-benar ketakutan.Saat Put
Semenjak kejadian itu, Arman dan Putri jadi semakin dekat. Mereka pun berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Mungkin dengan berjalannya waktu, cinta akan tumbuh diantara mereka."Mas ... Putri siapkan bekal untuk makan siang, ya," seru Putri yang saat itu tengah memasak. "Ya ..." jawab Arman dengan suara yang sedikit kencang karena dia masih ada di kamar. Rumah kontrakan mereka memang rumah kecil, jadi suara dari dapur pun masih bisa di dengar di kamar. Begitupun sebaliknya.Putri semakin hari semakin nyaman dengan Arman. Begitupun sebaliknya. Walaupun mereka masih tidur sendiri-sendiri, tapi sekarang Putri tak ragu-ragu lagi untuk mengakui Arman sebagai suaminya.Arman sudah berangkat bekerja. Sekarang Putri beristirahat sebentar dan setelahnya mau mencuci baju. Baru saja Putri berbaring, suara ponselnya meraung-raung meminta untuk diangkat."Abah?" lirih Putri. Segera Putri mengangkatnya dan menyapa Haji Topan."Halo! Waalaikumsalam, Bah! Kenapa, Bah?" tanya Putri."Suamim
Saat sampai di pos polisi, keduanya masih saja terus adu mulut. Arman yang tak terima istrinya dipukul jelas saja murka."Sudah ... cukup! Kalian berdua kalau masih ribut, kami akan masukkan ke dalam sel!" bentak Pak Yoyok, anggota kepolisian yang kebetulan saat itu menangani mereka.Mendengar bentakan dari Pak Yoyok, Arman dan Sandi mendadak diam. Dalam hati, Arman berulang kali beristigfar untuk mengontrol emosinya. Sedangkan Sandi, memilih memalingkan mukanya ke sisi yang lain."Sekarang jelaskan satu per satu permasalahan kalian," pinta Pak Yoyok dengan nada yang sudah tidak tinggi lagi.Mulailah Arman menjelaskan kronologinya. Sesekali Sandi menimpali Arman. Tapi dengan cepat Pak Yoyok menghentikannya."Sekarang giliran kamu. Coba jelaskan bagaimana awal mulanya?" pinta Pak Yoyok pada Sandi.Sandi menjelaskan dengan menggebu-gebu pokok permasalannya hingga sampai dia menampar Putri di depan suaminya. Pak Yoyok hanya menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan kelakuan S
Haji Topan mendadak harus kembali ke kampung karena ada urusan yang tidak bisa diwakilkan orang lain. Dengan terpaksa, Beliau meninggalkan Putri dan Arman berdua kembali. Tapi kali ini Haji Topan bisa sedikit bernafas lega karena melihat perubahan anak perempuannya."Duduk dulu di sini sebentar!" pinta Arman sambil menepuk kursi yang ada disampingnya. Putri menuruti kata Arman dan segera duduk disampingnya."Kamu gak bosen di rumah terus?" tanya Arman basa-basi. Putri mengernyitkan dahinya ketika mendapat pertanyaan yang tidak biasa dari Arman."Emang kenapa, Mas? Mau ajak Putri jalan-jalan?" jawab Putri polos. "Kamu mau?" respon Arman."Serius? Gak bercanda, kan, Mas?" tanya Putri memastikan.Arman menganggukkan kepalanya dan Putri melompat kegirangan. Sikap Putri membuat Arman tertawa kecil. Tawa bahagia tentunya. Dan ini kali pertama Arman merasakan kebahagiaan setelah sekian lama tak merasakannya."Putri selesaikan kerjaan Putri dulu, ya, Mas." Putri berlalu tanpa melihat jalan h
Seperti yang Putri sampaikan sebelumnya, setelah makan, dirinya mengajak Haji Topan dan Arman untuk berbicara serius. Tapi sebelumnya, Putri menghidangkan teh hangat dan juga camilan untuk menemani mereka mengobrol.Haji Topan dan Arman saling adu pandang. Keduanya seakan bertanya pada satu sama lain maksud Putri mengajak mereka bicara. Bahasa tubuh mereka mengatakan hal itu. Mereka melihat Putri berkali-kali mengatur nafas. Mungkin karena apa yang akan dibicarakannya memang penting. Tak ada yang berani bertanya. Baik Haji Topan dan juga Arman hanya sama-sama menunggu Putri bicara."Bah! Mas!" kata pertama yang Putri ucapkan mampu membuat suasana menjadi bertambah tegang."Ya ..." jawab Arman yang juga mewakili Haji Topan."Putri minta maaf untuk semua kesalahan Putri. Putri sadar kalau Putri sudah kelewatan. Maaf karena belum bisa menjadi anak dan istri yang baik. Putri juga sadar kalau apa yang Putri inginkan itu belum tentu yang terbaik buat Putri."Putri berhenti sejenak untuk me
PLAAAAKK! Satu tamparan keras mendarat di pipi Sandi. Ya, Putri menampar mulut Sandi yang seperti perempuan itu. Dan Putri pun langsung berbalik arah pergi meninggalkan rumah Sandi.Sandi yang tak menyangka Putri akan berbuat seperti itu, hanya bisa memegangi pipi yang kena tampar Putri. Perih dan panas rasanya. Istri Sandi yang tak tahu apa-apa hanya bisa diam menyaksikan kejadian itu.Tak ada air mata yang mengalir di pipi Putri. Sudah cukup baginya menjadi Putri yang b*doh. Putri pulang dengan perasaan marah."Dari mana, Put?" tanya Haji Topan saat mendapati putrinya baru saja pulang. Sejak tadi Haji Topan mencari keberadaan Putri tapi tidak ketemu. Mau menelepon Arman tapi tak jadi karena takut mengganggu pekerjaan Arman. Jadilah Haji Topan hanya menunggu kepulangan Putri. Karena Beliau yakin kalau Putri tidak akan pergi jauh."Cari udara segar, Bah!" jawab Putri singkat dan berlalu masuk ke kamar.Di dalam kamar, Putri menumpahkan segala apa yang dirasakannya. Karena setelah ini
Beberapa hari setelah dirawat, Putri sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter Radit. Dokter Radit berpesan agar keluarga selalu mendukung dan memperhatikan Putri. Itu akan berguna untuk ketenangan jiwa Putri."Bah, kalau Abah mau pulang gak apa-apa, Bah. Inshaa Allah Arman akan jaga Putri," kata Arman. Dia tahu kalau Haji Topan juga banyak urusan di kampung."Kamu tidak senang Abah di sini, Man?" terka Haji Topan."Bukan begitu, Bah! Arman justru senang kalau Abah mau tetap di sini. Tapi, urusan Abah di sana bagaimana?" jawab Arman jujur."Abah sudah titip sama Mas dan Mbakmu di sana. Abah senang Mas dan Mbakmu sekarang bersatu dan hidup bahagia lagi, Man. Ibumu juga sekarang jauh lebih dari sebelumnya," jelas Haji Topan seraya menerawang jauh ke depan."Alhamdulillah, ya, Bah! Tapi kebahagiaan kami belum lengkap karena Bela masih belum seperti dulu. Bah!" Arman berkata sambil menunduk. Dia menyembunyikan air mata yang memberontak mau keluar."Percayalah, Man, Bela akan bisa seperti dul
Sesampainya di rumah sakit, Haji Topan wajahnya terlihat tegang. Beliau mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan Putri. Arman sedikit mempecepat langkahnya kala melihat mertuanya seperti itu."Ada apa, Bah?" tanya Arman. Haji Topan seketika menoleh ke sumber suara. Terlihat Beliau menitikkan air mata."Putri, Man! Putri!" seru Haji Topan."Putri kenapa, Bah?" Arman juga terlihat panik saat Haji Topan menyebut nama Putri."Putri mencoba menyakiti dirinya lagi, Man! Abah bingung, Man! Kita harus bagaimana?" Tangan Haji Topan mencengkram kuat lengan menantunya itu."Astagfirullah! Tenang, Bah! Kita gak boleh panik juga. Nanti urusan Putri biar Arman yang tangani. Abah tenang dulu, ya! Nanti Abah sakit," sahut Arman.Tak lama kemudian, Dokter Radit keluar dari ruangan itu. Beliau sedikit menghela nafas berat sebelum akhirnya berkata,"Putri sudah saya suntik dengan obat penenang. Saat ini hanya dukungan keluarga yang bisa membuat Putri menjadi lebih baik. Karena itu, saya sangat berha
Dokter berkata kalau Putri kehilangan banyak darah akibat percobaan bunuh diri yang Putri lakukan. Beruntung nyawa Putri masih bisa diselamatkan. Haji Topan yang mendengarnya langsung jatuh lemas. Bahkan Beliau harus dipapah Arman untuk duduk di kursi panjang yang tak jauh dari tempatnya menunggu tadi."Bah ... Abah di sini dulu, ya ... Arman belikan air mineral dulu." Arman berlalu meninggalkan Haji Topan seorang diri untuk membeli air mineral dan beberapa makanan.Tak lama, Arman kembali lagi dan memberikan air mineral pada mertuanya. Saat itu, Dokter yang menangani Putri baru saja keluar."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Haji Topan bangkit dan langsung menghampiri dokter itu."Alhamdulillah, kita tinggal menunggu pasien siuman saja, Pak!" ucap Dokter Radit. "Lalu, lukanya bagaimana, Dok?" tanya Arman yang masih khawatir."Sudah kita tangani, Pak. Sekarang tinggal masa pemulihan pasien saja. Saran saya, kalau pasien sadar. jangan dulu diberikan pertanyaan yang aneh-aneh. Saya