Sejak saat pertemuan antara Pak Danu dan Pak Sofyan, Anjas jadi lebih sering bertemu dengan Arini. Anjas mengelola kurang lebih lima hotel milik keluarganya. Dia anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya bernama Ratih dan sudah menikah. Sekarang tinggal di Belanda ikut suaminya yang bekerja di kedutaan Indonesia di Belanda.
Pertemuan pertamanya dengan Arini meninggalkan kesan yang berbeda untuknya. Jika biasanya perempuan lain yang mengenalnya akan bersikap agresif. Tapi lain dengan Arini. Arini bahkan bersikap membentengi diri untuk tidak terlalu dekat dengan pria.
"Gimana menurutmu Arini, An?" tanya Pak Sofyan setelah mereka pulang dari pertemuan itu.
"Ya ... gak gimana-mana, Pa!" jawab Anjas berbohong. Dia berusaha setenang mungkin menjawab pertanyaan Pak Sofyan. Tak ingin gegabah dalam mengambil keputusan.
Mendengar jawaban dari Anjas, Pak Sofyan menyikut lengan anak laki-lakinya itu.
Sontak Arini dan Anjas kaget. Yang awalnya mereka sedang berbincang ringan, mereka secara serempak menoleh ke arah sumber suara. "Indah?!" lirih Arini. Indah melangkah begitu cepat. Rasa rindu pada Arini sudah menggebu. Anjas yang tak tahu siapa itu, hanya bisa diam menyaksikan Arini yang tengah di peluk erat oleh Indah. Tampak mata kedua perempuan itu mulai berkaca. Karena tak ingin mengganggu momen mereka, Anjas memberi kode Arini untuk pergi meninggalkan tempat itu. ***** Arini merenggangkan pelukan Indah. Dia sangat bahagia melihat Indah yang dulu telah kembali. Banyak pertanyaan yang ingin Arini tanyakan pada Indah. Lalu, dia mengajak Indah ke ruangannya. "Dian, tolong bawakan dua jelas jus alpukat ke ruangan saya, ya?" pinta Arini pada Dian. "Baik, Bu!" "Gimana kabarmu, Ndah? Maaf, ya, aku jarang sekali menghubungimu!" ujar Ari
"Bagaimana para saksi? Sah?" ucap Pak penghulu. "SAHHHH!!!!" jawab semua orang serempak. "Alhamdulillah!" ***** Ya, akhirnya Arini dan Anjas menikah. Bukan hal mudah untuk meluluhkan hati Arini. Kala itu, Pak Sofyan sengaja meminta Pak Danu untuk pulang ke rumah Arini, karena niatan hatinya langsung melamar Arini. Kedatangan Indah dan Firman juga tak luput dari permintaan Pak Danu. Pak Danu menceritakan semuanya pada Indah dan Firman. Mereka berdua tentu saja antusias, apalagi Indah. Indah memang ingin melihat Arini bahagia. "Siap, Om! Indah akan dukung niat baik, Om. Asalkan laki-laki itu, laki-laki baik dan bisa jadi imam untuk Arini," ucap Indah kala Pak Danu menelepon. "Inshaa Allah! Indah do'akan, ya, semoga Arini mau," kata Pak Danu. Mereka memberikan kejutan untuk Arini. Kejutan yang tak akan pernah Arin
"Sebelumnya Arini sangat berterima kasih dengan niat baik Om dan Mas Anjas datang kemari. Suatu kehormatan untuk Arini bisa mendapatkan tempat di hati Om dan Mas Anjas. Tak bisa Arini pungkiri memang Arini mengagumi Mas Anjas. Namun, untuk melangkah lebih jauh lagi, jujur Arini masih merasa trauma."Arini menjeda kalimatnya sejenak. Terlihat Anjas semakin tegang karena merasa lamarannya akan ditolak. Semua orang yang ada di sana diam dan menunggu kelanjutan ucapan Arini. Arini menata kembali hatinya untuk melanjutkan perkataannya."Jika berkenan, maukah Mas Anjas menunggu Arini selama dua minggu? Arini perlu meyakinkan diri terlebih dahulu. Arini tidak mau nantinya akan gagal lagi untuk yang kedua kalinya. Arini berharap, jika pun Arini menikah lagi, itu untuk yang terakhir kalinya."Ada sedikit harapan untuk Anjas. Anjas pun tak menolak permintaan Arini. Dia juga paham akan trauma yang Arini alami. Dul
Acara demi acara telah selesai dilewati. Nampak sekali rasa lelah mendera di wajah kedua mempelai. Saat ini hanya tersisa keluarga dekat dari Arini dan Anjas. "Nak Anjas, Bude titip Arini, ya? Jangan biarkan Arini menangis!" pesan Bude Jamilah. Ya, Bude Jamilah dan Bi Imah hadir di pernikahan kedua Arini. Dia meminta Rahman untuk menjemput keduanya. Bahagia tak terkira tergambar di kedua wajah orang yang sudah Arini anggap orang tua sendiri itu. "Inshaa Allah, Bude! Anjas akan menjaga Arini segenap jiwa dan raga Anjas!" jawab Anjas mantap. Bude Jamilah dan Bi Imah tersenyum lega. Selesai acara, Bude Jamilah dan Bi Imah diantar pulang oleh Rahman ke rumah Pak Danu. Karena perjalanan yang cukup jauh, tak mungkin hari itu juga pulang. Maka dari itu, untuk sementara mereka menginap di sana. Pak Danu tentu saja tak tidur di rumah itu. Dia memilih tidur di hotel. Sedang
"Kok Mas Anjas malah ketawa, sih?" Arini merajuk, bibirnya maju beberapa senti."Kamu lucu banget, tau gak?" Anjas mencubit pipi Arini pelan. Arini memalingkan mukanya yang memerah karena candaan Anjas.Anjas meraih kedua tangan Arini dan menggenggamnya erat. Lalu, satu tangannya menyentuh dagu dan memutar wajah Arini ke hadapannya."Arini ... terima kasih telah hadir di hidupku. Aku tak tahu kenapa bisa aku mencintaimu. Tapi yakinlah, kalau cintaku padamu tulus dan tanpa pamrih! Aku berjanji padamu, akan selalu setia mendampingimu sampai akhir hayatku!"Arini yang melihat ketulusan dari mata Anjas, mendadak menjadi melow. Air matanya tak terbendung. Melihat Arini menangis, Anjas mendekap erat tubuh Arini untuk pertama kalinya. Membiarkan bidadari surganya itu meluapkan semua rasa yang ada di dadanya."Berjanjilah, ini terakhir kalinya kamu menangis! Aku tak akan memb
Arman yang sudah ikhlas dengan perpisahannya, memilih meninggalkan kota yang sudah lama dia tinggali. Meninggalkan semua kenangan dengan Arini. Jika ditanya kemana, Arman juga tak tahu. Mengikuti alur hidup seperti air yang mengalir.Selain itu, alasan Arman pindah dari kota ini adalah untuk membantu penyembuhan depresi Bela. Karena video viralnya dulu, Bela menjadi depresi berat."Kita mau kemana, Man?" tanya Ibu Ida saat melihat Arman merapikan baju-baju ke dalam tas."Kita pindah dari kota ini, Bu. Kita mulai hidup yang baru di tempat baru," jawab Arman."Tapi kemana?" Ibu Ida terlihat sedih ketika mendengar kata pindah."Arman juga tidak tahu, Bu. Tapi yang jelas, kita harus pergi! Ibu siap-siap juga, ya? Beritahu Mbak Salma juga," sambung Arman.Salma sekarang lebih banyak diam. Memikirkan semua yang terjadi dalam hidupnya. Memikirkan Doni suaminya yang
Sudah beberapa bulan mereka tinggal di desa itu. Bela semakin hari semakin tak terkendali. Sehingga, atas saran dari Pak RT, Bela dimasukkan ke dalam pondok pesantren yang kebetulan ada di desa itu.Menurut penuturan Pak RT, pondok pesantren itu memang khusus untuk menangani orang-orang seperti Bela. Tak jarang juga menampung orang-orang yang ingin berhijrah dan melakukan pertaubatan.Setelah Arman berunding dengan ibu dan kakaknya, akhirnya mereka memutuskan membawa Bela ke sana. Saat Arman libur kerja, mereka membawa Bela ke sana.Mereka disambut baik oleh pihak pondok pesantren. Ada dua bangunan yang bersebelahan. Fungsinya untuk memisahkan laki-laki dan perempuan.Ummi Farha menjelaskan peraturan dan juga tata cara pengobatan di pondok itu. Semua biaya makan dan lainnya ditanggung oleh donatur. Jadi, Arman tak perlu susah payah mengeluarkan biaya."Alhamdulillah! Terima
Sudah beberapa bulan Arman menikah dengan Aisyah. Aisyah bisa dibilang istri yang tak banyak menuntut. Dia menerima Arman apa adanya dengan segala masa lalu buruknya.Biarpun belum ada perasaan cinta dari mereka berdua, tapi mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga dengan semestinya. Hingga suatu ketika, ada permintaan Aisyah yang membuat Arman bingung mau menjawab."Mas ... kenapa kita tidak ke kota lagi saja? Di sana Mas Arman bisa memulai kehidupan yang baru bersama Ai, Mas. Jujur saja, Aisyah sebenarnya sudah lama ingin ke kota, pindah dari sini. Tapi, Abah tak membolehkannya," kata Aisyah ada Arman.Arman yang baru saja pulang dari ladang menatap mata Aisyah dengan seksama. Alisnya saling bertautan seperti seseorang yang sedang berpikir keras."Ke kota? Mau apa, Ai? Mas sudah bahagia dan nyaman tinggal di sini, Ai," tolak Arman.Sejujurnya Arman tak ingin k
Jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi, Arman tak kunjung pulang atau menghubungi Putri. Berkali-kali Putri melihat keluar jendela, berharap kalau suaminya itu pulang.Saat ini Putri sadar, kalau dia sudah terjerat cinta Arman. Disadari atau tidak, Putri memang saat ini tengah merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Khawatir jika Arman kenapa-napa di jalan. "Mas ... kenapa kamu gak memberi kabar lagi, sih? Apa Mas gak tahu kalau Putri khawatir sekali?" gumam Putri yang tengah mondar-mandir di depan pintu utama.Tiba-tiba ... pintu rumah digedor seseorang dengan sangat kencang. Tentu saja itu membuat Putri ketakutan. Putri lari dan bersembunyi di dalam kamar. Gedoran pintu itu masih saja terdengar. Bahkan lebih kencang dari yang sebelumnya."Mas Arman ... Putri takut! Hu ... hu ... hu!" rintih Putri dalam kamar. Dia duduk dan memeluk kakinya di atas kasur."Jangan tinggalin Putri, Mas! Putri takut, Mas!" suara Putri makin parau karena memang benar-benar ketakutan.Saat Put
Semenjak kejadian itu, Arman dan Putri jadi semakin dekat. Mereka pun berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Mungkin dengan berjalannya waktu, cinta akan tumbuh diantara mereka."Mas ... Putri siapkan bekal untuk makan siang, ya," seru Putri yang saat itu tengah memasak. "Ya ..." jawab Arman dengan suara yang sedikit kencang karena dia masih ada di kamar. Rumah kontrakan mereka memang rumah kecil, jadi suara dari dapur pun masih bisa di dengar di kamar. Begitupun sebaliknya.Putri semakin hari semakin nyaman dengan Arman. Begitupun sebaliknya. Walaupun mereka masih tidur sendiri-sendiri, tapi sekarang Putri tak ragu-ragu lagi untuk mengakui Arman sebagai suaminya.Arman sudah berangkat bekerja. Sekarang Putri beristirahat sebentar dan setelahnya mau mencuci baju. Baru saja Putri berbaring, suara ponselnya meraung-raung meminta untuk diangkat."Abah?" lirih Putri. Segera Putri mengangkatnya dan menyapa Haji Topan."Halo! Waalaikumsalam, Bah! Kenapa, Bah?" tanya Putri."Suamim
Saat sampai di pos polisi, keduanya masih saja terus adu mulut. Arman yang tak terima istrinya dipukul jelas saja murka."Sudah ... cukup! Kalian berdua kalau masih ribut, kami akan masukkan ke dalam sel!" bentak Pak Yoyok, anggota kepolisian yang kebetulan saat itu menangani mereka.Mendengar bentakan dari Pak Yoyok, Arman dan Sandi mendadak diam. Dalam hati, Arman berulang kali beristigfar untuk mengontrol emosinya. Sedangkan Sandi, memilih memalingkan mukanya ke sisi yang lain."Sekarang jelaskan satu per satu permasalahan kalian," pinta Pak Yoyok dengan nada yang sudah tidak tinggi lagi.Mulailah Arman menjelaskan kronologinya. Sesekali Sandi menimpali Arman. Tapi dengan cepat Pak Yoyok menghentikannya."Sekarang giliran kamu. Coba jelaskan bagaimana awal mulanya?" pinta Pak Yoyok pada Sandi.Sandi menjelaskan dengan menggebu-gebu pokok permasalannya hingga sampai dia menampar Putri di depan suaminya. Pak Yoyok hanya menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan kelakuan S
Haji Topan mendadak harus kembali ke kampung karena ada urusan yang tidak bisa diwakilkan orang lain. Dengan terpaksa, Beliau meninggalkan Putri dan Arman berdua kembali. Tapi kali ini Haji Topan bisa sedikit bernafas lega karena melihat perubahan anak perempuannya."Duduk dulu di sini sebentar!" pinta Arman sambil menepuk kursi yang ada disampingnya. Putri menuruti kata Arman dan segera duduk disampingnya."Kamu gak bosen di rumah terus?" tanya Arman basa-basi. Putri mengernyitkan dahinya ketika mendapat pertanyaan yang tidak biasa dari Arman."Emang kenapa, Mas? Mau ajak Putri jalan-jalan?" jawab Putri polos. "Kamu mau?" respon Arman."Serius? Gak bercanda, kan, Mas?" tanya Putri memastikan.Arman menganggukkan kepalanya dan Putri melompat kegirangan. Sikap Putri membuat Arman tertawa kecil. Tawa bahagia tentunya. Dan ini kali pertama Arman merasakan kebahagiaan setelah sekian lama tak merasakannya."Putri selesaikan kerjaan Putri dulu, ya, Mas." Putri berlalu tanpa melihat jalan h
Seperti yang Putri sampaikan sebelumnya, setelah makan, dirinya mengajak Haji Topan dan Arman untuk berbicara serius. Tapi sebelumnya, Putri menghidangkan teh hangat dan juga camilan untuk menemani mereka mengobrol.Haji Topan dan Arman saling adu pandang. Keduanya seakan bertanya pada satu sama lain maksud Putri mengajak mereka bicara. Bahasa tubuh mereka mengatakan hal itu. Mereka melihat Putri berkali-kali mengatur nafas. Mungkin karena apa yang akan dibicarakannya memang penting. Tak ada yang berani bertanya. Baik Haji Topan dan juga Arman hanya sama-sama menunggu Putri bicara."Bah! Mas!" kata pertama yang Putri ucapkan mampu membuat suasana menjadi bertambah tegang."Ya ..." jawab Arman yang juga mewakili Haji Topan."Putri minta maaf untuk semua kesalahan Putri. Putri sadar kalau Putri sudah kelewatan. Maaf karena belum bisa menjadi anak dan istri yang baik. Putri juga sadar kalau apa yang Putri inginkan itu belum tentu yang terbaik buat Putri."Putri berhenti sejenak untuk me
PLAAAAKK! Satu tamparan keras mendarat di pipi Sandi. Ya, Putri menampar mulut Sandi yang seperti perempuan itu. Dan Putri pun langsung berbalik arah pergi meninggalkan rumah Sandi.Sandi yang tak menyangka Putri akan berbuat seperti itu, hanya bisa memegangi pipi yang kena tampar Putri. Perih dan panas rasanya. Istri Sandi yang tak tahu apa-apa hanya bisa diam menyaksikan kejadian itu.Tak ada air mata yang mengalir di pipi Putri. Sudah cukup baginya menjadi Putri yang b*doh. Putri pulang dengan perasaan marah."Dari mana, Put?" tanya Haji Topan saat mendapati putrinya baru saja pulang. Sejak tadi Haji Topan mencari keberadaan Putri tapi tidak ketemu. Mau menelepon Arman tapi tak jadi karena takut mengganggu pekerjaan Arman. Jadilah Haji Topan hanya menunggu kepulangan Putri. Karena Beliau yakin kalau Putri tidak akan pergi jauh."Cari udara segar, Bah!" jawab Putri singkat dan berlalu masuk ke kamar.Di dalam kamar, Putri menumpahkan segala apa yang dirasakannya. Karena setelah ini
Beberapa hari setelah dirawat, Putri sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter Radit. Dokter Radit berpesan agar keluarga selalu mendukung dan memperhatikan Putri. Itu akan berguna untuk ketenangan jiwa Putri."Bah, kalau Abah mau pulang gak apa-apa, Bah. Inshaa Allah Arman akan jaga Putri," kata Arman. Dia tahu kalau Haji Topan juga banyak urusan di kampung."Kamu tidak senang Abah di sini, Man?" terka Haji Topan."Bukan begitu, Bah! Arman justru senang kalau Abah mau tetap di sini. Tapi, urusan Abah di sana bagaimana?" jawab Arman jujur."Abah sudah titip sama Mas dan Mbakmu di sana. Abah senang Mas dan Mbakmu sekarang bersatu dan hidup bahagia lagi, Man. Ibumu juga sekarang jauh lebih dari sebelumnya," jelas Haji Topan seraya menerawang jauh ke depan."Alhamdulillah, ya, Bah! Tapi kebahagiaan kami belum lengkap karena Bela masih belum seperti dulu. Bah!" Arman berkata sambil menunduk. Dia menyembunyikan air mata yang memberontak mau keluar."Percayalah, Man, Bela akan bisa seperti dul
Sesampainya di rumah sakit, Haji Topan wajahnya terlihat tegang. Beliau mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan Putri. Arman sedikit mempecepat langkahnya kala melihat mertuanya seperti itu."Ada apa, Bah?" tanya Arman. Haji Topan seketika menoleh ke sumber suara. Terlihat Beliau menitikkan air mata."Putri, Man! Putri!" seru Haji Topan."Putri kenapa, Bah?" Arman juga terlihat panik saat Haji Topan menyebut nama Putri."Putri mencoba menyakiti dirinya lagi, Man! Abah bingung, Man! Kita harus bagaimana?" Tangan Haji Topan mencengkram kuat lengan menantunya itu."Astagfirullah! Tenang, Bah! Kita gak boleh panik juga. Nanti urusan Putri biar Arman yang tangani. Abah tenang dulu, ya! Nanti Abah sakit," sahut Arman.Tak lama kemudian, Dokter Radit keluar dari ruangan itu. Beliau sedikit menghela nafas berat sebelum akhirnya berkata,"Putri sudah saya suntik dengan obat penenang. Saat ini hanya dukungan keluarga yang bisa membuat Putri menjadi lebih baik. Karena itu, saya sangat berha
Dokter berkata kalau Putri kehilangan banyak darah akibat percobaan bunuh diri yang Putri lakukan. Beruntung nyawa Putri masih bisa diselamatkan. Haji Topan yang mendengarnya langsung jatuh lemas. Bahkan Beliau harus dipapah Arman untuk duduk di kursi panjang yang tak jauh dari tempatnya menunggu tadi."Bah ... Abah di sini dulu, ya ... Arman belikan air mineral dulu." Arman berlalu meninggalkan Haji Topan seorang diri untuk membeli air mineral dan beberapa makanan.Tak lama, Arman kembali lagi dan memberikan air mineral pada mertuanya. Saat itu, Dokter yang menangani Putri baru saja keluar."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Haji Topan bangkit dan langsung menghampiri dokter itu."Alhamdulillah, kita tinggal menunggu pasien siuman saja, Pak!" ucap Dokter Radit. "Lalu, lukanya bagaimana, Dok?" tanya Arman yang masih khawatir."Sudah kita tangani, Pak. Sekarang tinggal masa pemulihan pasien saja. Saran saya, kalau pasien sadar. jangan dulu diberikan pertanyaan yang aneh-aneh. Saya