•pov Ratih•
"Gun, bisa bicara berdua nggak?" tanyaku pada Gunawan yang masih berada di gandengan Rosa.Gunawan menatapku sesaat, lalu ia kembali menatap wanita yang berada di sampingnya."Silahkan, jika mau bicara!" ucap Rosa menatap Gunawan."Ah, nggak, aku hanya terkagum memandangi kamu malam ini. Cantik!" bisiknya kepada Rosalinda, dengan mendaratkan kecupan mesra di pipi wanita itu. Tentu saja pemandangan itu, membuatku panas, hatiku meronta-ronta. Rasa ingin aku mengamuk, memaki dan menghancurkan wajah Rosa yang kini memandang remeh kepadaku.'Aku tidak kalah, aku tidak akan pernah kalah, Rosalinda. Buktinya saja Mas Jalu bertekuk lutut kepadaku, mustahil jika Gunawan tidak mampu kutaklukan.' batinku memberi semangat, agar aku lebih memperkuat hati lagi, untuk merebut yang memang menjadi hakku.Gunawan itu memang milikku dari awal, kami berpisah hanya karena salah paham. Aku mengira ia hanyalah laki-laki yangpov Ratih°Lima bulan berlalu, kuputuskan untuk mencari pekerjaan kembali, sebab Kak Arjun beserta Ibu kudengar pindah ke luar negeri.Tega sekali, mereka bahkan tidak berpamitan kepadaku, aku benar-benar tidak ada artinya lagi di mata Ibu.Kini, aku harus berjuang hidup seorang diri, bahkan teman-teman yang dulunya selalu ada untukku, satu persatu mulai menjauh.Dinda, merupakan tetangga, sekaligus teman sedari kecil hingga dewasa yang selalu setia menemaniku. Kini mulai menjauh, saat ia mengetahui, bahwa aku merebut suami sahabatku sendiri, Rosalinda.Semua teman-teman memang mengenal Rosalinda sebagai sahabatku. Ya, sahabat yang kukhianati.Saat aku mulai menumbuhkan semangat dalam diri, aku mulai berpikir untuk mencari pekerjaan.Dirumah peninggalan Ayah, yang isinya hampir kosong tanpa perabotan mahal lagi, sebab satu-persatu telah aku jual untuk bertahan hidup.Kak Arjun sudah tidak pernah mengirim uang lagi k
°Pov Ratih°Hari ini aku bergegas menunggu di depan pagar rumah, Amira berjanji akan menjemputku hari ini. Katanya, ia sudah membuat janji dengan laki-laki yang bernama Pak Burhan.Setibanya Amira didepan rumah, aku langsung masuk menuju mobilnya.Amira tersenyum sumringah menyambutku masuk ke dalam mobilnya."Kamu cantik! Penampilan yang memukau, semoga Pak Burhan langsung tertarik." Ia berucap dengan senyum mengembang, namun dengan pandangan yang lurus ke depan, fokus mengemudikan mobilnya.Gemercik gerimis hujan, menemani perjalanan kami menuju tempat yang di janjikan. Sebuah cafe bergaya klasik, dan sangat terkenal dengan berbagai menu yang lezat dengan harga fantastis.Sesampainya mobil Amira membawa kami ke halaman parkir Cafe Resto dan Bakery. Aku dan Amira pun berjalan menuju ruangan khusus, yang sudah Pak Burhan pesan, menurut Amira, Pak Burhan selalu hati-hati dalam melakukan pertemuan.
Pov Ratih•"Eh, kamu jangan remehkan saya! Uang segitu mah kecil, tetapi untuk perawan sih oke saja. Ini untuk wanita hamil dan jelas-jelas nggak perawan lagi minta segitu. Rugi saya!"tajam sekali kata-kata yang aki tua ini lontarkan."Yasudah,"ucapku yang mulai gedek dengan kata-kata kasar yang ia lontarkan."Mau check-in nggak?"ia bertanya kembali, setelah memaki-maki dan meremehkanku."Bapak bisa cari perawan saja, jangan wanita hamil seperti saya!"tukasku, kepalang tersinggung sudah, lebih baik tidak usah sama sekali saja."Nggak bisa gitu dong! Saya kan maunya sama kamu!"ucapnya tanpa rasa malu."Saya malas, sudah di hina-hina seperti itu. Mending saya nggak usah dapat uang sekalian.""Nggak usah ngambek gitu deh, Beb. Yasudah, dua puluh juta ya! Mau?"tawarnya, katanya banyak duit,
"Ros, kamu nggak apa-apa?" tanya Airin dengan mimik wajah cemas. "Jangan di masukin ke hati omongan gila wanita nggak beres itu!" lanjutnya menatapku penuh iba, itu semakin membuat hatiku terasa hancur berkeping-keping.Siapa sih di dunia ini yang tidak ingin mendapatkan keturunan, sama halnya denganku, aku pun ingin memiliki keturunan.Kuhela napas panjang, untuk menetralkan rasa sesak di dalam dada, yang sangat membuatku merasa sulit untuk bicara."Aku nggak apa-apa! Kamu tidak perlu khawatir. Yang di katakan Ratih itu memang benar, aku wanita yang tidak sempurna, bahkan Tuhan saja saat ini belum percaya kepadaku.""Hus, istighfar Ros. Kamu nggak boleh berprasangka buruk kepada Allah SWT. Berdoa dan berusaha, meski belum di kabulkan. Allah maha tahu, yang mana yang terbaik untuk hambanya."Astaghfirullahaladziim, aku mengucap dalam hati berkali-kali. Memohon maaf kepada Allah, sebab telah berprasangka tidak baik. Aku ber
"Muka kamu kenapa?" tanya Tante Desi, ketika melihatku berjalan menuju dapur. Sedangkan Tante Desi tengah bersantai di ruang keluarga, dengan segelas jus mangga dan dua toples cemilan yang berada di depannya.Satunya lagi, ada dalam asuhannya, sambil menonton, sambil ngemil. Enak sekali hidupnya, nggak ada sungkan-sungkannya, berlagak rumahku ini seperti rumahnya sendiri."Nggak apa-apa," sahutku dengan terus berjalan ke dapur. Kubuka kulkas, khusus cemilan, serta susu segar dan beberapa minuman lainnya yang sudah pada habis. Aku tercengang, padahal baru kemarin aku nyetok beberapa makanan di dalamnya. Namun, hari ini sudah mulai berkurang banyak, luar biasa."Ros, bikinkan jus buat Alena, jus mangga ya!" titah Tante Desi kepadaku."Emang Alena nggak punya tangan untuk bikin sendiri?" tanyaku, sebab bi Onah lagi izin keluar, untuk mengirim uang buat keluarganya."Rosa, kamu tuh kalau di suruh orang tua jangan membantah dong!" ucapnya
"Ros, sudah ya! Jangan terlalu di masukkan ke hati." Mas Gunawan berkata seraya menggenggam tanganku."Berat, tiap hari selalu di recokkin itu pening, mas.""Kak, maafin Mamah ya!" ucap Alena, aku hanya terdiam. Ia pun beranjak dari duduknya, lalu menyusul Ibunya masuk ke dalam kamar."Mas, kenapa tiba-tiba meminta Tante Desi minta maaf? Bukankah mas selalu memintaku untuk mengerti dia!" ucapku dengan heran."Tadi mas dengar Tante berbincang dengan seseorang, melalui sambungan telepon. Katanya, ia memang sengaja nyari masalah! Agar kamu dan aku selalu ribut, sontak saja aku kesal mendengar penuturannya."Aku menghela napas panjang. "Berarti Tante memang sengaja? Terus, Mas biarkan Tante masih di sini? Sedangkan ia jelas memiliki misi di rumah kita, untuk merusak.""Itulah yang sedang Mas pertimbangkan. Biar bagaimanapun juga, mas sudah meminta Tante Desi nyari kontrakan, namun Tante tidak mau!
"Mas, sekarang kamu pilih aku? Atau keluarga kamu ini?" tanyaku dengan dada bergemuruh. Napas naik turun, seakan emosi berpacu kuat. Hingga rasanya tubuhku gemetar menahan diri, daru segala rasa marah yang ingin meledak."Ros, bukan ini cara penyelesaian masalahnya!" sahut Mas Gunawan dengan pelan."Lalu? Kamu haruskan aku mengalah lagi? Bahkan saat barang belanjaanku di rampas begitu saja?" tanyaku dengan tatapan tak percaya kepada suamiku, yang seakan tidak berdaya menghadapi tante Desi."Tante nggak merampas, Gun. Semua karena tante perhatian ke Rosa, semua yang kalian beli ini nggak cocok buat Rosa.""Tante, itu sama saja merampas! Tante nggak berhak mengatur-atur kami." Suamiku berkata tegas kepada Tante Desi, yang berusaha membela diri."Gun, kamu kok lebih belain wanita ini sih? Tante bakal bilangin semua ke Ibu kamu," ancamnya.Suamiku menghela napas panjang. Aku masih terdiam mendengarkan perdebatan mer
Alena masuk ke dalam kamar, lima menit berlalu, ia kembali keluar kamar dengan membawa kopernya, serta sepucuk surat yang ternyata Tante Desi tinggal di atas nakas."Ini surat dari Ibu, ternyata kalian mengusir Ibuku, dasar jahat! Pantes saja kak Rosa mandul." Alena berteriak dengan marah, seraya melemparkan kertas yang sudah ia remas menjadi bola. Lalu dengan kasarnya ia lemparkan tepat ke wajahku, diiringi dengan hinaan yang begitu menusuk hati.Spontan saja aku terkejut mendapatkan perlakuan dari anak remaja sepertinya sekasar itu.Dengan perasaan berang kutatap marah wajah Alena. "Perempuan mandul, jahat pula!" ulangnya, kembali melontarkan hinaan kepadaku. Aku pun berdiri dengan cepat mendekat ke arahnya. Hingga lima jari ini tepat mendarat di pipinya."Begini cara kamu di didik? Kasar dan tidak sopan pada orang yang sudah mau menampung kamu di rumah ini," bentakku menatap tajam wajah gadis nakal itu."Kuadukan kamu ke ibuk
Bab89"Siska, aku akan berusaha lebih keras lagi, untuk mencukupi kebutuhan kita. Tapi bisakah, kita pulang dan biarkan Leha, menikmati kebahagiaannya?"Jalu berkata dengan pelan, berharap Siska mendengarkan permintaannya."Tapi, Mas! Leha hidup enak, masa kita orang tuanya, hidup blangsak?""Leha, sudahlah! Biarkan saja kami tinggal bersama kalian," kata Siska, kembali memasang wajah memelas."Maaf, Bu! Leha tidak bisa," tegas Leha. "Lagi pula, selama ini Leha berjuang hidup sendiri. Semenjak Bapak menikahi Ibu, dia bahkan tidak lagi menengokku di rumah Nenek. Jadi, kurasa aku berhak menolak kehadiran kalian.""Mas, anakmu itu!" pekik Siska, menahan emosi dalam dadanya."Sudah! Aku juga lelah dengan sikapmu. Dari tadi kuminta baik-baik, tapi kamu terus bersikeras mengacaukan hari bahagia Leha. Dia itu putriku! Bukan putrimu, jadi tidak usah bersikap seperti ini. Kamu harus tahu, tidak ada kewajiban dia mengurus kamu dan aku."
Bab88 Leha tersenyum sumringah. Ketika calon suaminya, berjalan mendekat ke arahnya. "Terimakasih," bisik Briyan. "Aku beruntung!" ungkapnya dengan suara lembut. "Sudahlah, aku malu dilihati banyak orang," sahut Leha dengan wajah bersemu merah. "Haha, masa malu! Kita akan menikah," balas Briyan. Dikejauhan. Juna sangat sakit hati, melihat mantan istrinya, berbahagia bersama lelaki lain. "Leha ...." suara lelaki itu, membuat Leha sangat terkejut. Leha menoleh, ke arah asal suara."Bapak!" pekiknya. Melihat Jalu datang, bersama istrinya. Leha berjalan cepat, ke arah Jalu. "Bapak, beneran ini Bapak?" tanya Leha tidak percaya. Lama Jalu menghilang, meninggalkan Leha dan Ibunya, yang bernama Ratih. Ratih meninggal, saat usia Leha, sudah menginjak satu tahun. Cerita pilu dia terima, Leha lahir dalam penjara. Namun tetap saja, dia buah hati yang tidak bersalah apa-apa. Perbu
pov Juna°"Mas, kamu cari kerja dong! Jangan nyantai aja kerjaannya, gak guna banget jadi laki-laki." Amel berteriak kasar kepadaku, ketika melihatku duduk termenung di teras rumah.Bagaimana aku bisa bekerja, sedangkan kesana kemari saja selalu di curigai. Di tuduh yang bukan-bukan lagi."Sabar dong! Kan sudah bikin lamaran juga, tapi memang belum ada panggilan kerja." Aku menyahut dengan kesal."Ya cari yang lain kek, kerja apa gitu, yang penting dapat uang." Amel berucap menggebu-gebu."Mel, kamu nih maksa banget. Mas juga pusing!" ucapku dengan berusaha setenang mungkin, meredam amarah dalam dada.Amel menghembuskan napas panjang. "Ibu sama anak sama-sama cuma jadi benalu saja. Nggak bisa bantu apa-apa, kalau aku tidak hamil, aku nggak akan sudi hidup bersama kalian." Aku berkata sambil melangkah pergi dengan teriakan dan emosi yang meletup-letup.Aku hanya terdiam, kali ini masa bodo.Aku juga ingin
Notifikasi pesan singkat masuk.Aku meraih benda pipih itu, lalu membuka pesan, yang berasal dari Brian."Ada waktu nggak? Mau ngajak makan malam!"tanya Brian di pesan itu."Boleh, jam berapa?"balasku."Jam tujuh ya! Aku jemput. Bawa Baim juga,"balasnya lagi."Oke."______________Tepat jam tujuh malam, aku dan Baim sudah siap di ruang tamu, menunggu kedatangan Brian.Tak lama kemudian, terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah. Aku tersenyum, meski belum melihat sosok Brian memasuki rumah. Namun aku sudah yakin, yang datang adalah Brian, yang sudah janjian dengan kami.Benar saja, wajah sumringah dengan ucapan salam memasuki pintu depan rumah."Assalamu'alaikum!" ucapnya sambil tersenyum dan berjalan menuju ke arah aku dan Baim. Wajah manis, kumis tipis kulit putih badan tegak itu kini menggendong bayiku dengan penu
Akhirnya, hari ini sidang keputusan cerai antara aku dan Mas Juna. Sebentar lagi, aku akan menyandang status single parents. Tidak masalah, yang penting hidupku tenang dari Benalu, dan aku bisa memulai hidup baru yang semoga saja lebih baik dari ini.Aku datang kepersidangan. Semoga hari ini lancar tanpa kendala, setelah melewati beberapa rangkaian. Hakim pun akhirnya memutuskan menyetujui gugatan ceraiku.Hari ini, Senin tanggal 08 Februari 2021. Aku resmi bercerai dari Arjuna Mahesa.Aku lega, akhirnya terbebas status dari laki-laki penyelingkuh itu.Saat aku keluar dari ruangan sidang. Terlihat dari kejauhan, Mas Juna berlari tergopoh-gopoh ke arahku."Ada apa?" tanyaku bingung, melihat Mas Juna yang begitu panik mendatangiku."Bagaimana hasil sidangnya?" tanyanya masih dengan napas memburu turun naik. Akibat ia berlari-larian."Beres, kita resmi bercerai." Aku menjawab santai pertanyaannya."
"Bu, diluar ada yang datang! Tetapi saya tidak mengenalinya.""Oke, Bi. Nanti saya temui." Bi Surti pun mengangguk, ia lalu kembali ke ruang tamu, melanjutkan aktivitas nya membersihkan rumah."Leha, mungkin itu Satpam yang kumaksud." Brian menimpali.Aku mengangguk, kami berdua pun berjalan menuju pintu keluar. Sedangkan Brian menggendong Baim dan duduk di kursi tamu.Aku mempersilahkan lelaki yang bertubuh kekar, berkepala plontos itu masuk ke dalam rumah."Silahkan duduk!" ujarku. "Bi, buatkan minum!" titahku kepada Bibi yang masih berkutat dengan kerjaannya."Baik, Bu." Bibi berlalu menuju dapur."Saya yang di minta Pak Brian, untuk menjadi Satpam di rumah Ibu Leha.""Oh, perkenalkan nama kamu!" ujarku."Saya Tejo! Umur tiga puluh lima tahun. Hanya seorang yang lulus SMP, mohon di terima bekerja, saya berjanji akan bekerja dengan baik.""Baiklah,
Semoga dengan kejadian ini, Mas Juna maupun Amel langsung jera untuk bermain-main serong. Ada harga yang ia harus bayar, dari setiap pengkhianatan. Aku Leha, selalu berusaha mencintainya dengan tulus, namun ia bukanlah lelaki yang tepat sepertinya. Jadi aku pun harus mengikhlaskannya.Kini, aku akan membesarkan anakku seorang diri, tidak masalah.Setelah aku menerima uang kompensasi dari Amel, aku pun segera menghubungi Nora, agar ia segera meninggalkan rumahnya Amel.Sengaja, agar Mas Juna dan Amel semakin frustasi, mencari keberadaan Nora.'Untung saja si bodoh, Nora, masih menurut.' batinku tertawa bahagia, membayangkan Amel dan mas Juna yang semakin panik. Sebab Nora masih memiliki video Mesum mereka.__________Lima bulan telah berlalu, aku tidak pernah tahu lagi kabar tentang Mas Juna dan keluarganya.Aku bersantai di ruang keluarga, sambil memainkan gawai milikku.Aku tersentak, melihat video mesum ma
°pov Juna°"Hah? Jual Nora? Apa maksud kamu, Mel?" aku bertanya dengan mimik wajah bingung."Maa--afkan aku, Mas. Aku salah ngomong!" ujarnya lagi."Terus bagaimana? Mel, mas juga nggak punya uang, buat bantu kamu!" ujarku."Bagaimana kalau kita jual rumah saja, lebihan uangnya untuk kita ngontrak! Mas janji, akan membelikan rumah yang lebih besar lagi dari yang kamu miliki," bujukku kepada Amel, meskipun kenyataannya, aku juga buntuk akal. Bagaimana mungkin aku mampu membelikan Amel rumah baru, sedangkan saat ini saja, aku hanya seorang pengangguran."Janji ya, Mas.""Janji sayangku!" rayuku, sambil mengumbar senyum. Aku terus melajukan motor menuju pulang ke rumah, sesampainya di rumah. Aku dan Amel bersiap menawarkan rumah yang kami tempati ini, ke media sosial.Sehari tidak ada respon, hingga hari terakhir dari perjanjian kami dengan Leha, akhirnya aku dan Amel lega. Rumah Amel laku
pov Juna° flashback.Nora, ia datang memasuki ruang perawatan Ibuku, sebenarnya ibu sudah mulai pulih dan di perbolehkan pulang hari ini. Namun kedatangan Nora membawa kabar buruk."Kak, aku di usir lagi sama Leha, ia juga sepertinya sudah tahu, bahwa kakak main gila sama Amel."Mendengar penuturan Nora, rasanya dadaku berdegup kencang, napasku memburu cepat.Amel yang sedari dari masih bersamaku di dalam ruangan Ibu pun mendekat."Ada apa? Mas." Amel bertanya dengan mimik wajah bingung, melihat Nora yang sesegukkan menangis."Nora diusir, Mas pulang dulu, kamu bisa kan jagain Ibu dan Nora dulu."Amel mengangguk, aku pun bergegas menuju parkiran mobil. Aku panik, ketika melihat mobil yang tadinya di pinjam Amel, tidak ada di parkiran.Aku berlari kembali masuk ke dalam."Mel ..., mobil kamu parkir dimana?" tanyaku dengan napas memburu, lelah rasanya berlari-lari d