Ini adalah bab kedua pagi ini. hari ini kembali 5 bab ya, karena othor kembali bekerja dan tidak cuti, hehehehe Bab Bonus: 0/3 Bab Reguler: 2/2 Bab (komplit) selamat beraktivitas (。•̀ᴗ-)✧
"Tuan Ryan, saya sudah sampai di hotel," suara Conrad Max terdengar dari seberang, sedikit terengah seolah baru saja berlari.Ryan menyipitkan matanya, menatap pemandangan kampus yang terbentang di bawahnya. "Datanglah ke Universitas Negeri Riverdale untuk menemuiku.""Baiklah," jawab Conrad Max tanpa ragu. Tak ada pilihan lain baginya selain mematuhi perintah Ryan.Panggilan berakhir secepat dimulainya. Ryan memasukkan kembali ponselnya ke saku, tatapannya kembali menyapu area kampus.Tanpa membuang waktu, ia bergerak cepat menuju dua inti formasi yang tersisa. Apapun yang terjadi, formasi ini harus dihancurkan.Suara ledakan demi ledakan mulai terdengar, memecah keheningan malam. Para mahasiswa dan staf yang masih terjaga pasti kebingungan dengan kegaduhan ini. Namun Ryan tak peduli. Fokusnya hanya satu–menghancurkan formasi Penjara Catacomb.**Lima menit berlalu begitu cepat. Di ruang batu tersembunyi Penjara Catacomb, wajah para tetua berubah masam. Formasi yang mereka bang
Ryan mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan keramahan mendadak ini. Namun ia tetap mengangguk mengiyakan.Wajah wanita itu semakin cerah. "Nama saya Wendy, dosen bahasa Inggris di sini. Saya baru bergabung setengah tahun lalu, dan kebetulan tinggal di seberang Anda.""Ryan," balas pemuda itu singkat, menjabat tangan Wendy.Suasana lift menjadi canggung sejenak akibat sikap dingin Ryan. Untungnya, pintu lift segera terbuka di lantai tujuan mereka. Ryan membawa kotak itu keluar dengan satu tangan, mengikuti Wendy ke apartemennya."Aku akan membantumu membawanya masuk," ujar Ryan, meletakkan kotak di ruang tamu Wendy begitu pintu terbuka. Ia bersiap untuk pergi, namun Wendy menahannya."Profesor Ryan, tunggu sebentar. Minumlah segelas air dan beristirahatlah dulu."Wendy bergegas menuangkan air dari dispenser, menyodorkannya pada Ryan dengan senyum ramah. Namun Ryan tak mengambil gelas itu. Matanya terpaku pada sesuatu yang melingkar di leher Wendy.Sebuah kalung dengan liontin
Suara pekikan kecil terdengar diikuti oleh suara dentingan piring yang jatuh, membuat suasana pesta menjadi hening.Ryan Pendragon menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar 10 tahun, berdiri kaku dengan wajah pucat. Di depannya, seorang pria tinggi besar dengan mata tajam berdiri menjulang, jasnya yang mahal kini bernoda makanan yang tumpah."Ma-maafkan saya, Tuan," gadis kecil itu terbata-bata, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Pria itu menatap gadis kecil tersebut dengan tatapan dingin yang menusuk. Tangannya terkepal erat, dan Ryan bisa melihat urat-urat di lehernya menegang karena menahan amarah.Melihat situasi yang semakin tegang, Ayah Ryan–William Pendragon bergegas menghampiri mereka. Ia berlutut di samping gadis kecil itu, mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya."Tidak apa-apa, Nak. Itu hanya kecelakaan," ujar William lembut sambil mencoba membersihkan noda di sepatu gadis itu. Kemudian ia berdiri dan menghadap pria
“Terima kasih,” ucap Ryan setelah turun dari taksi dan memberikan bayaran ke sopir.Beralih menatap sebuah bangunan kantor yang menjulang tinggi di hadapan, Ryan membaca lagi secarik kertas yang diberikan oleh gurunya, memastikan ini adalah tempat yang harus dia tuju.“Snowfield Group,” ulang Ryan, lalu mengangkat pandangan untuk melihat plang besar yang terpatri nyata di depan gedung. “Benar ini,” ucapnya sebelum masuk ke dalam lobi.Awalnya, Ryan berniat untuk langsung pergi ke Ibu Kota–Riverdale dan mencari Master Lucas, pria yang muncul di kediamannya lima tahun lalu dan membunuh ayahnya. Bagaimanapun, dia adalah orang yang paling ingin Ryan bunuh selama lima tahun terakhir. Namun, gurunya bersikeras agar Ryan terlebih dahulu pergi ke Golden River dan menemui seorang wanita bernama Rindy Snowfield. Oleh karena itu, di sinilah Ryan sekarang, di lobi perusahaan Snowfield Group.Mengenakan kaos, topi, dan tas selempang kusam yang tersampir di bahunya, penampilan Ryan yang sederhana
Keheningan mencekam menyelimuti lobi gedung Snowfield Group. Semua mata tertuju pada sosok pemuda yang berdiri tenang di tengah kekacauan. Dua penjaga keamanan tergeletak tak sadarkan diri di dekat pecahan kaca, sementara pemuda itu hanya berdiri diam, seolah tak terjadi apa-apa."Astaga, apa yang baru saja terjadi?" bisik salah seorang karyawan, matanya terbelalak ketakutan."Ssst! Jangan keras-keras. Kau mau jadi korban berikutnya?" balas temannya, menarik lengan si karyawan untuk menjauh.Para resepsionis muda bersembunyi di balik meja, ketakutan. Mereka bahkan tidak melihat pemuda itu menyerang. Semuanya terjadi begitu cepat, seolah-olah kedua penjaga itu tiba-tiba saja terpental dan tak sadarkan diri.Ryan melirik kedua penjaga yang tak sadarkan diri itu dan menggelengkan kepalanya dengan jengkel. Tanpa menghiraukan tatapan ketakutan dari orang-orang di sekitarnya, ia melangkah santai dan duduk di sofa. Dengan tenang, ia mengambil koran yang tergeletak di meja, mulai membacanya
Adel menghela napas lega saat melangkah keluar dari gedung Snowfield Group.Hari ini sungguh tidak terduga, tapi setidaknya situasi dengan pemuda misterius itu sudah mereda. Dia membuka pintu Mercedes-nya, bersiap untuk pergi ke pertemuan berikutnya.Tepat saat dia hendak masuk, pintu penumpang terbuka. Adel terkejut melihat Ryan meluncur masuk dengan santai."Hei! Apa yang kau lakukan?" seru Adel, matanya melebar.Ryan menatapnya dengan serius. Dia bisa melihat aura gelap menyelimuti Adel, tanda adanya bahaya yang mengintai. Teknik Matahari Surgawi-nya memperingatkan bahwa gadis ini akan menghadapi ancaman besar dalam waktu dekat."Kupikir kau mungkin butuh teman ngobrol dalam perjalanan," jawab Ryan ringan, menyembunyikan kekhawatirannya.Adel mengangkat alisnya. "Oh, benarkah? Dan sejak kapan kita jadi teman ngobrol?"Ryan tersenyum. "Sejak aku memutuskan untuk berterima kasih atas bantuanmu tadi."Adel memutar matanya, tapi ada senyum kecil di bibirnya. "Baiklah, tuan misterius.
Keheningan mencekam menyelimuti ruangan. Semua mata tertuju pada sosok Ryan yang baru saja membela Adel dengan berani. Tak seorang pun menyangka akan ada yang berani menentang Effendy Shaw, apalagi di wilayah kekuasaannya sendiri."Hei, kau!" Yohan, salah satu penjilat Effendy, berdiri dengan wajah merah padam. Dia menunjuk ke arah Ryan dengan jari gemetar, suaranya bergetar menahan amarah. "Dasar orang bodoh! Apa kau tahu siapa yang kau hadapi? Lihat pakaianmu, bahkan itu tidak sampai bernilai ratusan ribu. Beraninya orang desa sepertimu menyinggung Tuan Muda Shaw!"Ryan hanya melirik Yohan sekilas, tatapannya dingin dan menusuk. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aura intimidasi yang dipancarkannya membuat Yohan mundur selangkah.Merasa terhina oleh sikap acuh tak acuh Ryan, Yohan melanjutkan ancamannya dengan suara bergetar, "A-aku hanya perlu menelepon, dan kau bisa mengucapkan selamat tinggal pada kehidupanmu di Golden River!"Ryan mendengus pelan, seolah menganggap ancaman it
Beberapa waktu berlalu, dan suasana di ruangan itu semakin mencekam. Adel, dengan wajah pucat, mencondongkan tubuhnya ke arah Ryan."Dengar," bisiknya, suaranya bergetar, "kau tidak tahu apa yang kau hadapi. Keluarga Shaw mungkin baru naik daun dalam lima tahun terakhir, tapi pengaruh mereka di Golden River tidak bisa diremehkan."Ryan menoleh, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Oh ya? Ceritakan padaku."Adel menarik napas dalam-dalam, matanya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam. "Keluarga Shaw... mereka bukan sekadar keluarga kaya biasa. Lima tahun lalu, mereka hanya pemilik beberapa properti di Golden River. Tapi sekarang? Mereka menguasai hampir setengah pasar real estate kota ini."Ryan mendengarkan dengan seksama, matanya menyipit sedikit mendengar perkembangan pesat keluarga Shaw."Bukan hanya itu," Adel melanjutkan, suaranya semakin pelan. "Mereka punya koneksi politik yang kuat. Walikota, kepala kepolisian, bahkan beberapa anggota dewan kota—semuanya berada di bawah pe
Ryan mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan keramahan mendadak ini. Namun ia tetap mengangguk mengiyakan.Wajah wanita itu semakin cerah. "Nama saya Wendy, dosen bahasa Inggris di sini. Saya baru bergabung setengah tahun lalu, dan kebetulan tinggal di seberang Anda.""Ryan," balas pemuda itu singkat, menjabat tangan Wendy.Suasana lift menjadi canggung sejenak akibat sikap dingin Ryan. Untungnya, pintu lift segera terbuka di lantai tujuan mereka. Ryan membawa kotak itu keluar dengan satu tangan, mengikuti Wendy ke apartemennya."Aku akan membantumu membawanya masuk," ujar Ryan, meletakkan kotak di ruang tamu Wendy begitu pintu terbuka. Ia bersiap untuk pergi, namun Wendy menahannya."Profesor Ryan, tunggu sebentar. Minumlah segelas air dan beristirahatlah dulu."Wendy bergegas menuangkan air dari dispenser, menyodorkannya pada Ryan dengan senyum ramah. Namun Ryan tak mengambil gelas itu. Matanya terpaku pada sesuatu yang melingkar di leher Wendy.Sebuah kalung dengan liontin
"Tuan Ryan, saya sudah sampai di hotel," suara Conrad Max terdengar dari seberang, sedikit terengah seolah baru saja berlari.Ryan menyipitkan matanya, menatap pemandangan kampus yang terbentang di bawahnya. "Datanglah ke Universitas Negeri Riverdale untuk menemuiku.""Baiklah," jawab Conrad Max tanpa ragu. Tak ada pilihan lain baginya selain mematuhi perintah Ryan.Panggilan berakhir secepat dimulainya. Ryan memasukkan kembali ponselnya ke saku, tatapannya kembali menyapu area kampus.Tanpa membuang waktu, ia bergerak cepat menuju dua inti formasi yang tersisa. Apapun yang terjadi, formasi ini harus dihancurkan.Suara ledakan demi ledakan mulai terdengar, memecah keheningan malam. Para mahasiswa dan staf yang masih terjaga pasti kebingungan dengan kegaduhan ini. Namun Ryan tak peduli. Fokusnya hanya satu–menghancurkan formasi Penjara Catacomb.**Lima menit berlalu begitu cepat. Di ruang batu tersembunyi Penjara Catacomb, wajah para tetua berubah masam. Formasi yang mereka bang
Dalam sekejap mata, Ryan sudah berada di hadapan Sun Che. Pedang Suci Caliburn berkilat tajam, membelah udara dengan suara berdesis."Tunggu! Jangan–"Tanpa menghiraukan ucapan Sun Che, bilah pedang Ryan telah menembus pertahanan Sun Che, menciptakan luka menganga di dadanya. Darah segar menyembur, membasahi tanah di bawah kaki mereka.Sun Che terhuyung mundur, nyaris jatuh tersungkur. Instingnya menjerit, memerintahkannya untuk lari. Namun kakinya seolah terpaku ke tanah, tak mampu bergerak sedikitpun.Ryan melangkah maju, mata birunya berkilat dingin. "Masih belum mau bicara? Baiklah, kita lihat berapa lama kau bisa bertahan."Pedang Suci Caliburn kembali terayun, menciptakan luka kedua di dada Sun Che. Kali ini, bahkan jejak tulang rusuknya terlihat di balik daging yang terkoyak."ARGHHH!" Sun Che menjerit kesakitan, tubuhnya gemetar hebat. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Dia tahu, jika tidak melakukan sesuatu sekarang, nyawanya akan melayang.Dengan sisa-sisa kekuat
Saat sosok itu mendekat, Ryan akhirnya bisa melihat dengan jelas. Itu salah satu penjaga keamanan kampus! Namun auranya jelas bukan milik penjaga biasa. Hanya ada satu kemungkinan–orang ini berasal dari Penjara Catacomb.'Sepertinya penghancuran formasi ini berhasil memancing mereka keluar,' batin Ryan, senyum tipis tersungging di bibirnya."Kau seharusnya tidak menghancurkan formasi ini," ujar si penjaga dengan nada dingin. "Aku sudah menerima perintah bahwa kau harus mati. Dan tak seorang pun bisa lolos dari pedangku!"Tatapan matanya dipenuhi arogansi dan keyakinan akan kemenangannya.Dalam sekejap, kilatan dingin melesat ke arah Ryan. Namun pemuda itu hanya mendengus pelan, sama sekali tidak terlihat gentar. Ia mencengkeram Pedang Suci Caliburn dengan erat, matanya menatap tajam lawannya."Seekor semut biasa berani menantangku?" Ryan berkata dengan nada tenang namun penuh ejekan. "Baiklah, akan kutunjukkan padamu seperti apa teknik pedang yang sebenarnya!"Dalam hitungan detik,
Ryan kemudian melemparkan salah satu batu spirit yang dibawanya. Batu itu melayang di udara selama beberapa saat, berkedip-kedip lemah sebelum tiba-tiba meledak dalam kobaran api yang menyilaukan!Dalam cahaya terang itu, pola rumit formasi yang tersembunyi akhirnya terungkap di permukaan bukit. Ryan menyeringai puas. "Tepat seperti dugaanku."Tanpa membuang waktu, Pedang Suci Caliburn muncul di tangannya. Dengan satu ayunan cepat dan kuat, Ryan menghantam pola formasi itu.BOOM!Suara dentuman keras memecah keheningan malam. Pola formasi berguncang hebat selama beberapa detik, sebelum akhirnya hancur berkeping-keping dengan suara berderak yang memekakkan telinga.Ryan tersenyum dingin. Satu inti formasi telah berhasil dihancurkan. Namun ia tahu, aksinya pasti telah menarik perhatian.Benar saja, tak lama kemudian terdengar derap langkah tergesa-gesa dari kejauhan. Para petugas keamanan kampus bergegas menuju sumber keributan.Tanpa menunggu kedatangan mereka, Ryan segera berger
"Kamu dari departemen mana..." Rektor memulai dengan nada tidak sabar, namun kata-katanya terhenti saat dia mengenali Ryan. Ekspresinya berubah drastis."Ah, Tuan Ryan Reynald!" serunya antusias, berdiri dan mengulurkan tangan. "Eagle Squad telah memberitahuku semuanya. Sungguh suatu kehormatan bagi universitas kami untuk memilikimu sebagai profesor."Ryan, mengingat di mana tangan pria itu mungkin berada beberapa saat lalu, memilih untuk tidak menjabatnya. Dia hanya menyerahkan berkas di tangannya."Ini dokumenku," ujarnya datar.Rektor tersenyum canggung, menyadari penolakannya, dan mengambil dokumen tersebut. "Tuan Ryan, meskipun hari ini adalah hari pertama kelas dimulai kembali, semuanya sudah siap. Tunggu sebentar, saya akan mengambil sesuatu.Tak lama kemudian, Rektor kembali dengan setumpuk dokumen tebal. Dia menyerahkannya kepada Ryan dengan hati-hati. "Tuan Ryan, dokumen ini berisi semua yang Anda butuhkan, termasuk sumber daya yang dapat diberikan universitas kepada Anda,
"Sial! Orang mesum brengsek itu benar-benar muncul lagi!"Tanpa peringatan, tubuh Indira Quest memancarkan aura bela diri yang kuat. Dalam sekejap mata, dia melesat ke arah Ryan, muncul di belakangnya dan mengarahkan serangan pisau ke belakang lehernya. Niatnya jelas–dia ingin membuat pria itu pingsan.Mata Ryan menyipit merasakan bahaya yang mendekat. Namun alih-alih berbalik, dia hanya menggoyangkan bahunya dengan gerakan santai. Gelombang udara tak kasat mata melesat ke arah Indira Quest, membuat gadis itu terpental mundur beberapa langkah.Belum sempat Indira pulih dari keterkejutannya, Ryan telah bergerak. Tangannya terulur cepat, mencengkeram pergelangan tangan gadis itu dan menariknya. Momentum itu membuat tubuh Indira tersentak bagai ikan yang ditarik dari air.PLAK!Suara keras memecah keheningan kampus saat telapak tangan Ryan mendarat di pantat Indira Quest. Gadis itu tersandung
Ryan mengernyit heran. Siapa yang mengunjunginya sepagi ini? Dengan waspada, ia mengintip melalui lubang pintu dan terkejut melihat Patrick berdiri di luar. Tanpa ragu, ia membuka pintu dan mempersilakan bawahannya masuk."Mengapa kamu ada di Riverdale?" tanya Ryan penasaran. "Bukankah Sammy Lein menugaskanmu untuk sebuah misi?"Patrick tersenyum dan menyerahkan sebuah dokumen kepada Ryan. "Tuan Ryan, saya tahu Anda telah mengintai Universitas Negeri Riverdale akhir-akhir ini, jadi Eagle Squad telah mengatur identitas yang cocok bagi Anda untuk bergerak di dalam kampus."Alis Ryan terangkat penuh minat. Ia membuka dokumen itu dan menemukan surat pengangkatan sebagai profesor di universitas tersebut. Patrick juga memberinya seikat kunci."Alamat yang diatur oleh Eagle Squad untuk Tuan Ryan sebelumnya agak terlalu jauh dari universitas, jadi kami mengubah pengaturannya," jelas Patrick. "Tempat tinggal Tuan Ryan kali ini
Ryan perlahan melangkah masuk ke hotel bintang lima. Ia menggesek kartunya untuk memesan kamar suite presiden tanpa ragu.Standar layanan Chris Hotel memang patut diacungi jempol. Seorang staf wanita yang cantik mengantar Ryan langsung ke kamar presidensial di lantai 16. Setelah mengantarnya ke pintu, wanita itu mengedipkan mata nakal pada Ryan."Tuan," ujarnya dengan nada menggoda, "jika Anda membutuhkan layanan khusus, Anda dapat menghubungi meja bantuan."Setelah mengatakan itu, pelayan cantik itu pergi dengan langkah anggun. Ryan hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laku wanita itu. Ia menutup pintu dan langsung duduk di sofa.Memejamkan mata, Ryan mulai berkultivasi dengan serius. Aliran energi qi melingkari tubuhnya, menciptakan pusaran kekuatan yang menakjubkan. Naga darah melesat keluar dari tubuhnya, suara aumannya bergema di seluruh ruangan. Untungnya, kedap suara kamar hotel ini cukup bagus, sehingga tidak ada seorang pun di luar yang bisa mendengarnya. Sel