Sore semuanya. <( ̄︶ ̄)> othor seharian sibuk memikirkan cara mengubah plot yang ada agar bisa tamat cepat, huhuhu.. omong-omong, othor juga kepikiran judul novel baru: Reinkarnasi Kaisar Surgawi: Menjadi Ayah Rumah Tangga Terkuat. Tapi kok kerasa panjang sekali ya, wkwkwkwk. bab bonus: 2/3 antrian: 29 Selamat membaca (◠‿・)—☆
Tanpa menunggu jawaban, Ryan mengalirkan energi qi ke kaki Zidane. Cedera ini tidak ada apa-apanya dibanding luka Galahad dulu. Dengan perawatan rumah sakit biasa pun akan sembuh dalam setengah bulan. Ryan hanya mempercepat proses itu, mengingat Zidane mungkin tak mampu membayar biaya rumah sakit. Zidane menggertakkan gigi menahan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Namun beberapa detik kemudian, rasa sakit itu digantikan oleh kehangatan yang menenangkan. "Paman Zidane, cobalah berdiri dan bergerak. Kakimu seharusnya sudah tidak apa-apa sekarang." "Secepat ini?" Zidane menatap tak percaya. Bahkan dokter di rumah sakit butuh waktu beberapa untuk menyembuhkan luka, bukan? "Ya." Melihat keyakinan di wajah Ryan, Zidane memberanikan diri berdiri. Begitu melangkah, matanya terbelalak takjub–sama sekali tak ada rasa sakit! Kakinya yang pincang kini bisa bergerak normal! "Mukjizat!" serunya tanpa sadar. "Nak Ryan benar-benar melakukan mukjizat!" Meski tak paham banyak te
"Senior, tolong ampuni nyawa saya!" mohonnya putus asa. Antara reputasi dan nyawa, Zend Bark memilih yang kedua tanpa ragu. Jika mati, semua usaha kultivasinya akan sia-sia! Ia baru saja mencapai 10 besar ranking grandmaster, masa depan cerah menanti di depan mata! Lina Jirk melirik Zend Bark dengan tatapan meremehkan. "Kau yakin ingin hidup?" "Ya! Tentu saja!" Zend Bark nyaris berteriak. "Kalau begitu, bersediakah kau menjadi budakku?" Wajah Zend Bark menegang. Dia, seorang grandmaster terhormat, harus menjadi budak? Amarah berkobar dalam dadanya, namun ia tak berani melawan. Satu gerakan salah saja bisa mengakhiri hidupnya! "Aku... aku bersedia," jawabnya getir. Hanya dengan mengucapkan kata-kata itu, ia seolah menua sepuluh tahun. Lina Jirk mengangguk puas sebelum mengeluarkan setetes esensi darahnya. Dengan gerakan ringan ia menempelkan jarinya di dahi Zend Bark. "Jangan melawan!" perintahnya dingin. "Kalau berani melawan, aku akan membunuhmu." Beberapa detik
"Apa itu?" Ryan mengerutkan kening. "Lihat ini!" Dalam sekejap, sosok lelaki tua itu lenyap. Ryan merasakan bahaya mengancam, namun sebelum ia sempat bereaksi, pria berjubah hitam itu telah muncul di belakangnya dengan pedang teracung ke leher! Ryan berusaha menghindar, namun tetap terlambat. Pedang itu menggores kulitnya, darah segar mengalir dari luka yang menganga. Dengan gerakan cepat Ryan menggunakan energi qi untuk menutup luka dan menelan pil penambah darah. Setelah menstabilkan kondisinya, ia menatap lelaki tua itu dengan waspada. 'Bukankah para kultivator Kuburan Pedang seharusnya membantuku?' batinnya heran. 'Mengapa dia malah menyerangku?' "Hari ini," lelaki tua itu berkata dengan nada dingin, "aku akan mengajarkanmu teknik pedang yang disebut Bloodthirsty Slash!" SWISH! Bayangan pedang yang tak terhitung jumlahnya melilit tubuh Ryan bagai rantai maut. Aura membunuh yang menguar begitu pekat hingga ia merasa seolah ditatap langsung oleh Malaikat Maut. Satu
"Bukankah Farid Askari sudah menarik pengejarannya?" tanya Ryan acuh tak acuh. "Ryan, masalahnya tidak sesederhana itu," Mordred Luxis menggeleng cemas. "Kali ini, seseorang dari Ordo Hassasin di Ibu Kota yang mengincarmu. Dan pembunuh itu sepertinya sudah tiba di Provinsi Riveria." Ryan mengabaikannya dan tetap melangkah menuju vila sebelah. Namun Mordred Luxis mengejar dengan wajah serius. "Ini masalah gawat! Yang akan menyerangmu kemungkinan besar adalah pembunuh nomor satu dari markas besar! Dia tidak pernah gagal dalam misi!" "Ryan, berhentilah bersikap seolah ini bukan masalah besar," Mordred Luxis nyaris memohon. "Orang yang bisa membuatnya bertindak pastilah sangat luar biasa. Kau dalam bahaya besar! Untuk beberapa hari ke depan, sebaiknya kau tinggal bersama gadis kecil di Vila Quins. Hanya dia yang bisa menyelamatkanmu." Ryan menghentikan langkahnya. "Kalau begitu kau akan kecewa. Dia sudah pergi sejak lama." Wajah Mordred Luxis berubah pucat pasi. Tanpa gadis itu
"Jangan remehkan Ryan," Fariz memperingatkan dengan suara bergetar. "Dia telah membunuh banyak ahli di Provinsi Riveria. Kekuatannya tidak dapat diprediksi. Terkadang dia tampak sangat kuat, tapi di lain waktu terlihat lemah. Bahkan Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural Nexopolis tidak dapat mengetahui latar belakangnya..." Si pembunuh mendengus meremehkan. "Itu hanya menunjukkan betapa sampahnya Departemen Bela Diri Nexopolis. Aura anak itu sangat lemah. Dia bahkan mungkin tidak akan mampu menahan tiga jurus dariku!" Wajah Fariz memerah menahan amarah. Pria ini benar-benar lancang, berani menghina Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural Nexopolis! Kalau saja dia tidak tahu betapa mengerikannya pembunuh ini, dia pasti sudah menyerangnya. Bagaimanapun, tidak peduli seberapa kuat seseorang, mereka tetap terikat oleh otoritas Departemen! "Ryan tidak sesederhana yang kau kira," Fariz mencoba memperingatkan lagi. "Kau harus berhati-hati saat berhadapan dengannya."
"Nona-nona cantik, saya Hansen Yusei, pemilik restoran ini," ujarnya ramah. "Ruang A8 agak kecil. Bagaimana kalau saya tingkatkan reservasi Anda ke ruang VIP secara gratis?" "Tidak perlu," tolak Rindy dingin. "Saya sengaja memesan ruang privat kecil. Dan saya tidak butuh makanan gratis." Tanpa menghiraukan Hansen lagi, ia langsung membawa Ryan dan Adel masuk ke ruangan mereka. Hansen tertegun canggung, matanya melirik Ryan dengan tatapan menilai. Tawaran peningkatan gratis biasanya selalu berhasil. Ini pertama kalinya ia ditolak mentah-mentah. Apakah gadis zaman sekarang tidak tertarik dengan tawaran menarik? Dan mengapa kedua bidadari itu malah bersama pemuda biasa ini? "Sialan!" umpatnya dalam hati. "Dia pasti hanya gigolo mereka!" Di dalam ruangan, mereka bertiga tidak makan banyak. Makanan yang tersaji ternyata mengecewakan, jauh di bawah masakan Adel di rumah. Setelah menghabiskan beberapa hidangan sederhana, mereka segera membayar dan bersiap pulang. Namun Hansen ti
Mata Ryan menyapu sekeliling dengan waspada, namun tak menemukan apapun mencurigakan. "Kau tak akan bisa menemukannya begitu saja," sang tetua mendengus. "Dia cukup ahli menyembunyikan diri, dan posisinya cukup jauh darimu. Bakatnya tidak buruk, bahkan para ahli yang berada dua ranah di atasnya mungkin kesulitan mendeteksinya." Tetua itu berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan nada serius, "Namun, orang ini memiliki aura yang sangat pekat dan mengerikan. Kalau aku tidak salah, dia di sini untuk membunuhmu." "Dia telah mengawasimu sejak kemarin, dan kekuatannya jauh di atasmu. Jika aku jadi kau, aku akan mendatanginya. Orang ini pilihan sempurna untuk mengasah Bloodthirsty Slash-mu." Ryan mengangguk samar sebelum berpaling pada kedua gadisnya. "Ada yang harus kuurus. Sebaiknya kalian pulang duluan dengan Derick." Meski heran, keduanya mengangguk patuh. "Baiklah, hati-hati." Setelah memastikan Adel dan Rindy aman dalam mobil, Ryan meminta Lancelot mengirim orang untuk mengawas
Akan tetapi, sang pembunuh hanya mencibir. "Mencoba membunuhku hanya dengan itu? Jangan bermimpi, anak muda!" Dalam sekejap, kawat baja di tangannya berubah menjadi pedang fleksibel. Ia mengayunkannya untuk menangkis serangan Ryan. Kawat baja ini jelas bukan senjata biasa. Selain mampu berubah bentuk, ia ditempa dengan batu spirit dan teknologi terkini. Senjata ini bisa bertransformasi menjadi berbagai bentuk, dan karena bahan khusus yang digunakan, senjata biasa tak akan mampu menghancurkannya. CLANG! Dua kilatan logam dingin beradu di udara! Percikan api beterbangan ke segala arah! Namun sesuatu yang tak terduga terjadi–pedang fleksibel itu patah dalam sekali tebasan! "Bagaimana mungkin?!" mata pembunuh itu membelalak tak percaya. Meski begitu, refleksnya sangat cepat. Ia segera melompat mundur sebelum tebasan Ryan mengenai tubuhnya. Namun pakaiannya tak luput dari sabetan pedang itu. Pria itu menatap pakaiannya yang robek sebelum tersenyum dingin. "Ini pertama kalinya sese
Pagi itu, suasana Bandara Riveria tampak ramai seperti biasa. Di area keberangkatan domestik, Ryan berdiri dengan santai diapit oleh dua wanita cantik–Adel dan Rindy."Kau yakin tidak mau kami ikut?" tanya Adel dengan nada khawatir. Tangannya menggenggam lengan Ryan erat, enggan melepaskan.Ryan tersenyum tipis. "Tidak perlu. Selain itu, Galahad dan Lancelot akan menjaga kalian selama aku pergi." Ia melirik kedua pengawalnya yang berdiri tak jauh dari sana. "Lagipula, aku hanya pergi sebentar. Paling lama satu minggu.""Tapi..." Adel masih tampak ragu."Sudahlah," Rindy menyela sambil tersenyum jahil. "Biarkan saja dia pergi. Toh dia pasti akan kembali–kecuali kalau dia berani selingkuh di Ibu Kota."Ryan tertawa kecil mendengar ancaman terselubung itu. Ia mengacak rambut Rindy dengan gemas. "Mana berani aku selingkuh kalau punya dua wanita secantik kalian?""Gombal!" Rindy menepis tangan Ryan dengan wajah merona.Pengumuman keberangkatan pesawat RD8978 menggema di terminal, menanda
Ryan menepuk bahu Lancelot dengan gestur menenangkan. "Masalah ini tidak mendesak," ujarnya tenang. "Aku akan berangkat ke Ibu Kota lebih dulu. Kau dan yang lain dari Guild Round Table bisa menyusul nanti. Saat ini, fokusmu haruslah meningkatkan kekuatan.""Baik, Ketua Guild," Lancelot membungkuk hormat.Setelah berpamitan dengan kedua bawahannya, Ryan teringat sesuatu. Eagle Squad pasti memiliki pengaruh di Ibu Kota–akan lebih mudah jika mereka yang mengatur perjalanannya.Baru saja ia hendak menghubungi Sammy Lein, sebuah mobil yang terparkir di luar vila membunyikan klakson. Ryan menggeleng geli sebelum melangkah menuju kendaraan itu.Seperti dugaannya, Sammy Lein dan Patrick telah menunggu di dalam."Jangan bilang kalian menunggu di sini selama sepuluh hari," godanya sambil masuk ke dalam mobil. "Aku tak akan percaya."Sammy Lein tertawa canggung. "Tuan Ryan mungkin tidak tahu, tapi Eagle Squad telah beberapa kali mencoba menemui Anda. Nona Rindy selalu mengatakan Anda sedang b
"Muridku," suaranya bergema dalam kekosongan, "di dunia ini terdapat 3000 Dao Besar dan Dao Kecil yang tak terhitung jumlahnya! Sepanjang hidupku, aku menekuni Dao Pembantaian dan niat pedang."Pedang Suci Caliburn berdengung di tangannya, beresonansi dengan kata-katanya. "Pedang adalah raja dari segala senjata. Baik untuk menyerang maupun bertahan, tak ada yang menandinginya!""Pedang Pembelah Langit yang akan kuwariskan padamu memiliki tiga jurus. Setiap jurus mengandung hukum Dao Agung yang kusempurnakan. Jika kau memiliki kekuatan yang cukup, teknik ini mampu menghancurkan langit itu sendiri!""Itulah mengapa ia dinamakan Pedang Pembelah Langit!"Lelaki tua itu mengacungkan Caliburn tinggi-tinggi. Niat pedang yang terpancar darinya begitu pekat hingga membuat udara bergetar. Ryan bahkan bisa merasakan jantungnya berdegup kencang hanya dengan menatapnya."Jurus pertama–Naga Membelah Langit!" Pedang di tangannya bergerak bagai kilat, menciptakan bayangan naga raksasa yang meraung
Sebagai kultivator yang baru mengenal enam ranah–Body Tempering, Qi Gathering, Foundation Establishment, Golden Core, Nascent Soul, dan Heavenly Soul–Ryan paham betul besarnya kesenjangan kekuatan mereka.Setiap ranah terbagi menjadi sembilan tingkat. Dan kini, sebagai kultivator Foundation Establishment, ia harus menghadapi praktisi ranah Nascent Soul!'Bagaimana mungkin aku bisa menang?' batinnya frustrasi.Seolah membaca pikirannya, lelaki tua itu melepaskan sinar pedang ke arah kepala Ryan. Dalam sekejap ia telah muncul di hadapan pemuda itu."Kau ingin tahu mengapa aku menggunakan ranah yang jauh lebih tinggi?" suaranya dalam dan berat. "Akan kuberitahu!""Dao Pembantaian berada di ambang hidup dan mati," lelaki tua itu melanjutkan dengan nada serius. "Dengan teknik ini, kau bahkan bisa membunuh mereka yang jauh lebih kuat darimu!"Dia menghentakkan pedangnya, menciptakan gelombang tekanan yang membuat Ryan terhuyung. "Jika kau mampu bertahan dari seranganku, kelak saat menghadap
Di sebuah bangunan megah nan misterius di Ibu Kota, Lucas Ravenclaw duduk dengan tenang sembari menyeka pedangnya yang berwarna merah darah. Pedang itu berpendar dengan energi qi yang tak kalah kuat dari Pedang Suci Caliburn.Meski tak melepaskan aura apapun, kehadirannya saja sudah menciptakan tekanan berat yang membuat orang biasa kesulitan bernapas.Di hadapannya, seorang lelaki tua berambut putih berlutut dengan tubuh gemetar. "Tuan Lucas, saya telah menyelidiki orang-orang yang mengikuti Anda hari ini. Mereka berasal dari Provinsi Riveria, namun asal-usul sebenarnya masih belum jelas.""Heh," Lucas Ravenclaw mendengus dingin. "Sudah bertahun-tahun berlalu, belum ada yang berani berbuat kurang ajar seperti ini. Apakah mereka ingin mati?""Terus selidiki. Begitu tahu siapa yang mengirim mereka, bunuh semuanya. Jangan sisakan satu pun."Lelaki tua itu mengangguk patuh sebelum teringat sesuatu. "Tuan Lucas, mengapa Anda tiba-tiba kembali ke Ibu Kota kali ini?"Lucas Ravenclaw meleta
Ryan melepaskan pelukannya dari Rindy dan duduk di sofa. Ia tak ingin membuat kedua gadis itu khawatir dengan menceritakan pertarungannya melawan Sergei Anri dan Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural."Hanya urusan bisnis biasa," jawabnya santai. "Beberapa masalah kecil yang harus diselesaikan."Meski ekspresi kedua gadis itu menunjukkan ketidakpercayaan, mereka memilih tidak mendesak lebih jauh. Jika Ryan memilih menyembunyikan sesuatu, pasti ada alasannya.Ryan bangkit untuk mengambil segelas air. Saat meneguknya, ia teringat sesuatu yang penting."Ada yang harus kuberitahu pada kalian," ujarnya serius. "Aku perlu berlatih dalam isolasi selama sepuluh hari ke depan untuk sebuah terobosan penting dalam kultivasiku."Ia meletakkan gelasnya sebelum melanjutkan, "Selama sepuluh hari ini, aku akan mengurung diri di kamar lantai tiga. Galahad dan beberapa praktisi dari Guild Round Table akan berjaga di luar. Jika kalian perlu keluar, mereka harus menemani kalian.""Pengasingan
"Tuan Ryan, kumohon lepaskan ayahku!" jeritnya serak. Jika sang ayah tewas, Keluarga Anri akan kehilangan pilar pendukungnya!Meski merasa kasihan pada temannya, Juliana tetap berkata tegas, "Tuan Ryan, Anda tidak perlu mempertimbangkan perasaan saya. Dia pantas mati."Jika Sergei Anri dibiarkan hidup, dia pasti akan mencari kesempatan membalas dendam. Dan saat itu terjadi, keluarga Herbald pasti akan terseret.Melihat Juliana tak berniat campur tangan, Riselotte semakin putus asa. "Tuan Ryan, aku bersedia melakukan apapun! Kumohon lepaskan ayahku!""Membiarkannya pergi?" tanya Ryan tenang.Mendengar nada lunak itu, harapan membuncah dalam dada Riselotte dan Sergei Anri. "Ya, ya!" Riselotte mengangguk penuh semangat.Namun detik berikutnya, kilatan dingin melesat–kepala Sergei Anri terpisah dari tubuhnya."Mengapa aku harus mendengarkanmu?" suara Ryan bergema dingin memenuhi ruangan. "Jika kulepaskan dia hari ini, siapa yang akan melepaskanku di masa depan?""Tidak membunuhmu sudah m
"Berlutut dan bersiaplah untuk mati!" Ryan meraung murka. Naga darah melesat keluar dari tubuhnya, memancarkan niat membunuh yang mencekam.BRUK!Beberapa orang langsung berlutut ketakutan. "Grandmaster Ryan, masalah hari itu..."Namun sebelum kalimat mereka selesai, beberapa bilah angin telah melesat dari tangan Ryan. Darah berceceran saat tiga kepala menggelinding ke lantai–salah satunya bahkan sampai ke kaki Sergei Anri!"Situasinya gawat!" Sergei Anri dan kepala Keluarga Liege berteriak pada anak buah mereka. "Semuanya serang bersama! Hari ini dia mati, atau kita yang mati!"Tujuh hingga delapan praktisi menyerbu Ryan serentak. Namun Ryan kini berbeda dari kemarin–ia telah menerobos dan memakan Mutiara Spirit Domain. Siapa yang bisa menghentikannya?Tanpa menghunus Caliburn, Ryan menerobos ke tengah kerumunan. Dalam hitungan detik, daging dan darah berceceran di antara teriakan dan jeritan mengerikan.Tak seorang pun mampu menahan serangannya! Ke mana pun Ryan melangkah, kema
Ryan melambaikan tangannya dan berjalan menuruni gunung. Pria tua berjubah hitam di Kuburan Pedang tidak punya banyak waktu lagi, jadi ia harus segera kembali ke Provinsi Riveria.Setelah itu, ia akan mengasingkan diri selama sepuluh hari untuk mewarisi Dao Pembantaian dari sang lelaki tua. Ryan yakin setelah itu, ia akhirnya bisa pergi ke Ibu Kota.Master Samadhi menatap sosok Ryan yang menjauh sebelum menggeleng pelan. Pintu kuil kembali tertutup rapat–siapa tahu berapa lama akan tetap begitu kali ini. Jika terbuka lagi, kemungkinan besar untuk membantu Ryan sekali lagi.Kembali ke ruang kultivasi, Master Samadhi meletakkan kotak pemberian Ryan di atas meja. Dia hendak melanjutkan kultivasinya namun entah mengapa merasa penasaran dengan isi kotak itu."Anak ini tidak mungkin memberiku ginseng biasa, kan?" gumamnya sambil mengepalkan tangan. Kotak itu melayang ke tangannya.Begitu tutupnya terbuka, aroma obat yang kuat menguar memperlihatkan enam butir pil di dalamnya. Mata Maste