Bab hari ini agak sedikit banyak menyentuh romansa ya kak, untuk memperdalam karakter Rindy yang kurang kuat sebelumnya. Adel sudah dapat pengembangan karakter di awal, jadi gantian, hehehehe (≧▽≦) Yang tidak suka romansa, othor sarankan skip ke bab 409. Terima Kasih Kak Jhonny, Kak Zainul, dan Kak Syam atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) Bab Bonus: 0/3 Antrian: 36 Bab Reguler: 2/2 Bab (komplit) oh ya, othor akan memperpanjang penghentian 10 Gem = 1 Gem sampai hari minggu besok tanggal 8 Desember 2024. Senin tanggal 9 Desember 2024 baru othor jalankan kembali. Selamat Membaca (◠‿・)—☆
Mata indahnya berbinar–entah karena air mata atau pantulan layar film. Ia merasa ini kesempatan terakhirnya untuk menjalani hidup sesuai keinginannya sendiri. Oliver Quins dan ahli tak tertandingi dari Gunung Langit Biru akan segera kembali ke Provinsi Riveria. Setelah itu, situasi pasti akan berubah drastis. Rindy tahu ia mungkin tak akan bisa mengendalikan nasibnya sendiri lagi. Karena itulah, sebelum saat itu tiba, ia ingin meraih apa yang selama ini hanya bisa ia impikan. Mengalami hal-hal sederhana yang biasa dilakukan pasangan lain bersama Ryan. Hari ini, Rindy tak ingin memikirkan hal lain. Ia hanya ingin menikmati momen ini sepenuhnya. "Ryan, kau mau kan?" ulangnya dengan suara lembut. Meski tak sepenuhnya memahami situasi yang terjadi, Ryan mengangguk mantap. "Tentu saja." Tanpa ragu, ia membungkuk untuk mencium Rindy. Selain insiden tak sengaja waktu itu, ini adalah ciuman pertama yang benar-benar diinginkan oleh keduanya. Namun suasana romantis itu mendadak pe
Rindy mengangguk antusias. "Ini luar biasa! Berdiri di atas air sambil memandang permukaan danau... aku tak akan pernah melupakan momen ini!" "Kalau kau terkesima hanya dengan ini, berarti aku masih kurang berusaha," Ryan tersenyum penuh arti. "Meski aku tidak tahu mengapa kau bertingkah aneh hari ini, tapi jika kau ingin melihat bintang, akan kutunjukkan yang lebih hebat!" Sepuluh batu spirit muncul di tangan Ryan–benda yang sangat berharga bahkan di Gunung Langit Biru. Para kultivator biasanya membakar batu spirit untuk melepaskan energi qi yang terkandung di dalamnya, mempercepat proses kultivasi mereka. Dengan senyum percaya diri, Ryan melemparkan kesepuluh batu spirit itu ke udara. Energi qi mengalir deras ke jemarinya, menciptakan cahaya keemasan yang indah. "Sepuluh Jari Membakar Bumi!" Sepuluh sinar cahaya melesat bagai komet, menghantam batu spirit yang melayang di langit. Ledakan energi spiritual memenuhi atmosfer, menciptakan pemandangan yang jauh lebih memukau dari
Ryan menggelengkan kepalanya. Keluarga Quins masih berada di Gunung Langit Biru dan belum kembali. Dia telah meminta Eagle Squad untuk memangau bandara, kereta api, gerbang tol, dan berbagai stasiun di Provinsi Riveria. Begitu Keluarga Quins kembali, dia pasti akan menjadi orang pertama yang tahu. "Lupakan saja," Ryan bergumam pada dirinya sendiri. "Aku tidak ingin memikirkannya lagi. Bencana Rindy akan terjadi selama beberapa hari ke depan. Tidak peduli apa, aku harus mencoba yang terbaik untuk tetap bersamanya selama ini." Tekadnya menguat. "Aku akan menghadapi apa pun yang menghadang kita. Tidak peduli apa situasinya, aku akan mengatasinya!" Setelah mandi, Ryan kembali ke kamarnya dan duduk bersila, bersiap untuk melakukan kultivasi. Namun belum sempat ia memasuki keadaan meditasi, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Di ambang pintu, berdiri sosok Rindy. Rambutnya yang baru saja dikeringkan masih menyisakan beberapa tetes air di ujungnya. Aroma harum yang lembut menguar
Gadis itu tampak kebingungan. "Aku tidak tahu di mana orang itu. Orang tua itu berkata bahwa dia datang ke kota Golden River, tetapi aku tidak bisa merasakan aura siapa pun di sini? Apa-apaan ini?!" Dengan langkah yang sedikit frustasi, gadis itu mulai berjalan mengelilingi stasiun. Setiap beberapa ratus meter, jari-jarinya akan membentuk segel dan membuat beberapa gerakan tangan yang aneh, seolah mencoba merasakan sesuatu yang tak kasat mata. "Huft, tugas mencari orang ini sangat sulit.." keluhnya. "Ini membuang-buang waktu kultivasiku yang berharga!" Gadis itu mengeluarkan sebuah foto dari sakunya dan melambai pada seorang pria paruh baya yang berjalan ke arahnya. "Kau… Ya, kau. Kemarilah sebentar. Ada yang ingin kutanyakan padamu." Pria paruh baya berkacamata itu sedikit bingung melihat seorang gadis kecil berdiri sendirian di trotoar pada malam yang dingin ini. Dia melirik ke sekeliling, memastikan tak ada orang mencurigakan di sekitar mereka. "Gadis kecil, apakah kamu te
Alih-alih merasa takut, Ryan justru tersenyum tenang. Ia meraih tangan Rindy dan menggenggamnya erat. "Karena kamu sekarang adalah wanitaku, tidak ada seorang pun di dunia ini yang berhak menyentuhmu!" ujarnya dengan nada penuh keyakinan. "Apakah kamu bersedia percaya padaku?" tanya Ryan. Rindy menatap dalam mata Ryan, mencari keraguan di sana namun tak menemukannya. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, di mengangguk pelan. "Aku… aku bersedia." "Baiklah, tinggallah di vila selama dua hari ke depan. Serahkan sisanya padaku." "Oke." Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Rindy ingin sepenuhnya mempercayai seseorang. Dan jika ada yang pantas mendapat kepercayaan itu, hanya Ryan satu-satunya. Bagaimanapun, pemuda itu tak pernah berhenti melakukan mukjizat sejak kembali ke Kota Golden River. Ryan bangkit dan melangkah ke balkon lantai dua. Panggilan pertamanya adalah untuk Galahad. "Jaga villa!" "Baik, Master!" Panggilan kedua ia tujukan pada Lancelot. "Ke
Senyum lebar menghiasi wajah Oliver Quins mendengar jaminan itu. Inilah jawaban yang selama ini ia harapkan! Tentu saja ia telah mendengar bagaimana Ryan lolos dari pembunuh Ordo Hassasin. Itulah yang membuatnya cemas–pemuda itu berkembang terlalu cepat selama Keluarga Quins tak ada. Namun dengan kehadiran gurunya yang luar biasa ini, semua masalah pasti akan terselesaikan! Begitu rombongan itu turun dari pesawat, para kepala keluarga seni bela diri bergegas maju dengan hadiah-hadiah mewah. "Grandmaster telah memberkati Provinsi Riveria dengan kehadiran Anda. Ini adalah tanda terima kasih kecil dari keluarga Foxy." "Grandmaster, Anda benar-benar memiliki sikap yang luar biasa, dan keluarga Xavier saya telah mendengar nama besar Anda. Kami ingin memberikan Anda pil obat..." "Grandmaster, saya telah menyiapkan ruang pribadi di Restoran kami untuk menyambut Anda dan Keluarga Quins. Mohon perkenankan saya..." Para pelayan Keluarga Quins sibuk mengumpulkan hadiah-hadiah berharga
Di jalan pegunungan yang berkelok, sebuah BMW hitam melaju mulus menuju Villa Quins. Oliver Quins duduk di kursi belakang, tangannya masih gemetar menahan amarah setelah membanting ponselnya. Kata-kata Ryan terus terngiang di telinganya.'Rindy adalah wanitanya? Apa hak pria brengsek itu untuk menyentuhnya?' batinnya murka. Bayangan tunangannya tidur bersama pria lain membuat darahnya mendidih."Brengsek!" Oliver menggeram tertahan. Matanya berkilat berbahaya dalam keremangan mobil. "Rindy, dasar jalang! Beraninya kau melawanku? Bagus! Bagus sekali! Apa kau pikir kau bisa menghindari nasibmu seperti ini? Teruslah bermimpi!"Ia mengepalkan tinjunya hingga buku-buku jarinya memutih. "Tidak seorang pun dapat melawanku. Sekarang, aku tidak hanya akan membawamu kembali, tetapi aku juga akan mempermalukanmu di depan semua orang di Provinsi Riveria!"Sang lelaki tua yang duduk di sampingnya tampak merasakan gejolak emosi mur
Tak lama kemudian, pintu villa tiba-tiba terbuka, memperlihatkan sosok Ryan yang melangkah tenang. Tatapannya sedingin es saat mendekati salah satu penyerang yang terkapar."Oliver Quins mengirimmu ke sini, kan?"Orang itu menutup mulutnya rapat, menolak bicara. Namun begitu Galahad menginjak jari-jarinya, jeritannya langsung memenuhi udara."Jawab pertanyaan tuanku," ancam Galahad, "atau aku akan membuatmu berharap kematian lebih baik daripada hidup!""B-b-baik!" pria malang itu akhirnya menyerah. "Tuan Muda Quins meminta kami untuk membawa Nona Rindy kembali! Kami hanya mengikuti perintah. Tolong ampuni nyawaku!"Ryan melirik sisa penyerang yang masih bernapas sebelum beralih pada Galahad. "Selain orang ini, bunuh yang lainnya!""Baik, Master!"Mata Ryan berkilat dingin menyaksikan Galahad berjalan santai menuju para penyerang itu. "Tampaknya Keluarga Quins perlu diberi pelajaran," gumamny
Melihat Ryan mendekat, Slaughter Lord segera berlutut dan bersujud tanpa mempedulikan harga dirinya lagi. "Tuanku, semua ini terjadi karena ketua sekte Dao mengancamku! Aku sama sekali tidak ingin menyerangmu."Suaranya penuh keputusasaan saat dia melanjutkan, "Kekuatanku tidak buruk, dan aku bersedia melakukan apa pun untukmu. Aku bahkan dapat melindungi orang-orang di sekitarmu, Tuanku. Tolong beri aku kesempatan."Ryan menatapnya dengan ekspresi datar. "Jika Monica tidak ada di dekatku, apakah kamu akan memberiku kesempatan?" tanyanya dengan senyum dingin."Ya, tentu saja..." Slaughter Lord menjawab dengan suara gemetar, kebohongan terdengar jelas di setiap kata.Ryan mendengus dan melanjutkan, "Aku akan memberimu kesempatan. Ceritakan semua yang kau ketahui tentang Sekte Dao!""Baik, Tuanku. Aku akan menceritakan semuanya padamu!" Slaughter Lord buru-buru menjawab, takut kesempatan hidup akan terlepas dari tangannya. "Ketua sekte Dao saat ini sedang terluka dan kekuatannya telah
Gelombang suara dari teriakannya beriak keluar dan berubah menjadi garis-garis energi tak kasatmata yang menghantam penghalang. Krak! Retakan langsung muncul pada penghalang merah darah yang dibentuk oleh ketiga kultivator Sekte Dao. Mulanya hanya sebesar ujung jari, namun dengan cepat retakan itu menyebar seperti jaring laba-laba. Dalam hitungan detik, pedang-pedang es hitam menghujani penghalang yang sudah melemah, dan seluruhnya pun hancur berkeping-keping. Ketiga kultivator itu memuntahkan darah segar secara bersamaan. Wajah mereka pucat pasi, kengerian terpancar jelas dari mata mereka. Bagaimana mungkin teknik pelindung terbaik Sekte Dao—yang bahkan mampu menahan serangan kultivator Ranah Dao Origin—bisa dihancurkan semudah menghempaskan debu? "Ini mustahil!" teriak kultivator berelemen petir dengan suara bergetar. Tangannya gemetar tak terkendali saat mencoba membentuk segel pertahanan kedua. Para kultivator Sekte Dao kini sepenuhnya menyadari bahwa mereka tak seband
Ryan maju selangkah, mengabaikan tiga serangan mematikan yang semakin mendekat. "Karena kamu akan segera meninggal, sebaiknya aku memberitahumu sebuah rahasia." "Aku tidak sendirian." Suaranya berubah, tidak lagi tenang dan dingin, tetapi dipenuhi kepastian yang menggetarkan. "Monica, aku serahkan sisanya padamu! Bunuh ketiga orang ini dan aku akan menyetujui syaratmu!" Begitu kalimat itu terucap, segalanya menjadi sunyi. Mata Slaughter Lord membesar ketika dia memandang sekeliling yang kosong. Dia tidak percaya perkataan Ryan—bagaimana mungkin seseorang bisa menyelinap ke dalam formasi mereka tanpa terdeteksi? Namun tepat ketika tiga serangan elemental akan melahap Ryan, seberkas cahaya merah menyala muncul dari udara kosong! Sesosok wanita cantik melayang turun, seolah-olah baru saja turun dari surga. Jubah merah berkilau miliknya berkibar diterpa angin malam, menciptakan pemandangan yang memukau sekaligus mengerikan. Ujung kakinya bertumpu anggun pada sebilah pedang yan
Tubuhnya jatuh tanpa ampun ke tanah, mendarat di kaki tiga kultivator dari Sekte Dao. Sebagian besar tulang di tubuhnya tampak patah. Sang Slaughter Lord terbatuk, memuntahkan darah segar yang mengalir di sudut bibirnya. Rasa sakit tak tertahankan menjalar ke seluruh tubuhnya, membuatnya nyaris tak mampu bergerak. Pandangannya kabur, namun cukup jelas untuk melihat sosok bertopeng yang masih berdiri tegak di kejauhan. Ryan sendiri sedang tidak dalam kondisi terbaiknya. Ini pertama kalinya dia menggunakan Godsbreaker di dunia luar sejak mempelajarinya dari Lin Qingxun. Meski teknik itu terbukti sangat kuat, energi qi dalam dantiannya kini hampir sepenuhnya terkuras. Tubuhnya mencapai batas kelelahan, lengannya hampir sepenuhnya mati rasa. "Sial, menggunakan Godsbreaker hampir melampaui beban maksimum yang bisa ditanggung tubuhku," batin Ryan, merasakan tremor kecil di tangan kanannya. Namun tak ada yang bisa mendeteksi kelelahan di balik topeng Arthur Pendragon. Dengan l
Memanfaatkan keunggulannya, Slaughter Lord melancarkan serangan telapak tangan ganas ke arah Ryan. "Kau tidak akan bisa bertahan kali ini!" teriaknya penuh keyakinan. Pedang darahnya hancur berkeping-keping, berubah menjadi pecahan-pecahan tajam yang menempel pada serangan telapak tangan, siap mencabik-cabik tubuh Ryan. Serangan kombinasi yang seharusnya mampu mengakhiri pertarungan! ‘Belum lagi Arthur Pendragon, bahkan Xiao Yan di puncak kekuatannya pun tidak mungkin menghentikan serangan ini!’ batin Slaughter Lord penuh keyakinan. Boom! Wajah Ryan mengeras melihat bahaya yang mendekat. Dia mundur selangkah, dengan cepat membentuk segel tangan dan mengeluarkan setetes esensi darah. Penghalang pelindung langsung terbentuk di depannya. "Kau pikir benteng kecilmu bisa menghentikan seranganku?" ejek Slaughter Lord. Pada saat yang sama, naga darah melesat turun dari langit, menambah lapisan pertahanan kedua. Namun serangan Slaughter Lord terlalu kuat. Penghalang Ryan hancur s
Slaughter Lord berbalik menghadap ketiga pemuda identik, memberi perintah dengan nada mendesak, "Cepat, gunakan teknik yang diberikan oleh ketua sekte kepada kita! Kita tidak bisa membiarkan anak ini lolos!" Ketiga pemuda mengangguk serempak, dan dengan gerakan identik, mereka membentuk segel tangan rumit dengan jari-jari mereka. Tiga tetes esensi darah dipaksa keluar dari ujung jari mereka, langsung mengembun menjadi rune hitam di langit malam. Kabut hitam yang menakutkan muncul dari rune-rune tersebut, perlahan naik dan mulai menyapu area sekitar. Ryan merasakan penghalang hitam yang perlahan terbentuk di sekitarnya! Aura yang dipancarkan penghalang itu sangat familiar. Itu persis sama dengan teknik jahat kuno yang menyegel dantian Xiao Yan! Saat itulah semua kepingan puzzle tersusun dengan sempurna dalam benak Ryan. 'Sekte Dao!' batinnya, ekspresinya mengeras di balik topeng. Tampaknya identitasnya telah terungkap ketika dia menghancurkan segel di dantian gurunya. Meski
Ryan mengamati lebih teliti, berusaha merasakan detail yang mungkin terlewat. Memang ada sesuatu yang berbeda dari aura ketiga pemuda itu, seolah mereka bukan tiga orang terpisah, melainkan satu entitas yang telah terbagi. "Rune kehidupan mereka masih tersembunyi, jadi ini masih dugaan," lanjut Monica, "tapi tampaknya siapa pun yang berada di balik ini memiliki cara yang luar biasa. Kau harus berhati-hati." Ryan memikirkan situasinya dengan cermat. Slaughter Lord saja sudah merupakan lawan yang tangguh, ditambah tiga kultivator misterius ini, tantangannya sangat besar. Namun dia tak bisa mundur—keempat orang ini jelas menargetkan White Tower, tempat orang-orang yang dicintainya berada. "Dengan kekuatanku saat ini, seberapa besar peluangku untuk menang melawan keempat orang ini?" tanya Ryan, suaranya tenang meski situasinya serius. Monica memutar matanya, ekspresinya campuran antara kagum dan kesal. "Kamu setidaknya punya nyali, tapi kalau bicara peluang menang…" Dia berhenti
Slaughter Lord membuka matanya dan melirik kabut hitam dengan ekspresi bosan. Hari ini mereka sudah mengamati berjam-jam, dan tidak ada tanda-tanda dari Arthur Pendragon maupun Xiao Yan. "Wajar jika orang-orang datang dan pergi dari White Tower," ucapnya dengan nada acuh tak acuh. "Baru saja, beberapa murid White Tower turun gunung. Sayangnya, para murid itu tutup mulut dan lebih suka menghancurkan diri sendiri daripada mengungkapkan informasi tentang apa yang terjadi di dalam." Dia berhenti sejenak, melihat ketiga pemuda itu masih waspada. "Jangan terlalu terkejut. Beristirahatlah dengan baik. Tidak akan terlambat untuk bertindak begitu ketua sekte mengirim kepala sekte White Tower pergi. Target kita adalah Arthur Pendragon dan Xiao Yan!" Setelah mengucapkan beberapa patah kata, Slaughter Lord menutup matanya dan bersiap untuk meneruskan kultivasinya. Namun, baru saja dia memejamkan mata, ketiga pemuda di sampingnya tiba-tiba berdiri serempak, tubuh mereka menegang dengan aur
Monica duduk di tempat tidur dan meregangkan tubuhnya dengan gerakan anggun. Senyum tipis menghiasi bibirnya yang berwarna merah delima. "Karena kita adalah orang yang sama," jawabnya dengan suara lembut. "Di zaman dahulu, aku juga pernah disiksa oleh kebingungan yang sama. Aku tahu apa yang sedang dialaminya." Dia berhenti sejenak dan menatap langsung ke mata Ryan. "Ah, benar, aku adalah host dari Fisik Dingin Ekstrim Seribu dari Sepuluh Fisik Bencana Besar." "Meski begitu, meskipun kami berdua memiliki tubuh beratribut es, ada perbedaan besar di antara kami berdua. Aku harus menahan lebih banyak rasa sakit daripada dia." Ryan tidak menduga hal ini. Fisik Dingin Ekstrem Seribu tidak dapat dibandingkan dengan Fisik Iblis Berdarah Dingin milik Wendy dalam hal kepekaan terhadap atribut es, tetapi memiliki kemampuan yang lebih mengerikan—kemampuan untuk menyerap dan menyatu dengan sebagian kekuatan orang lain! Ryan hendak menanyakan detail lebih lanjut ketika Monica tiba-tiba bangk