Terima Kasih Kak Alberth, Kak Beat, Kak Zaenul, dan Kak Kholis atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) Dengan ini, telah terkumpul 10 Gem, yang artinya ada 2 Bab bonus lagi ( ╹▽╹ ) Akumulasi Gem Bab Bonus: 17-11-2024 (sore): 0 Gem (reset) karena othor melihat utang bonus Gem semakin menumpuk, othor bakal rilis satu atau dua bab bonus tambahan lagi malam ini. Hitung-hitung untuk menemani akhir pekan kalian. Di tunggu (◠‿・)—☆ Bab Bonus Gem Hari ini: 4/5 Bab Bonus Gem Besok: 16
Oliver bangkit terhuyung, menyeka darah di sudut bibirnya sebelum mengeluarkan ponsel. Ia mencoba menghubungi dua bawahannya yang mengawasi kediaman Keluarga Snowfield. Namun berapa kalipun mencoba, panggilannya tak pernah tersambung. Kesimpulan mengerikan menghantam benaknya–siapapun yang menyelamatkan nenek Rindy juga telah membunuh anak buahnya! "Brengsek!" geramnya murka. "Siapa yang berani menggangguku?!" "Oliver, kenapa kau terluka? Ceritakan padaku," sang ayah mendesak dengan nada serius. Setelah mendengar penjelasan putranya, mata Tuan Besar Qin dipenuhi kemarahan. "Masih ada beberapa orang di Vila Quins. Aku akan memerintahkan mereka menyelidiki Keluarga Snowfield! Mereka pasti meminta bantuan dari luar." Oliver menggeleng. "Percuma mengirim orang-orang lemah itu. Siapapun yang mampu mematahkan teknikku jelas bukan praktisi bela diri biasa. Ayah, orang ini harus segera dibunuh sebelum dia meninggalkan Kota Riverpolis!" Tuan Besar Qin menyipitkan mata, tampak menimban
"Kau melihat tubuhku telanjang kemarin, tapi sekarang menyerangku begitu cepat? Sungguh tidak tahu terima kasih." Ryan menutup pintu dan mendapati seorang wanita cantik duduk santai di sofa–Mordred Luxis! Yang mengejutkan, wanita itu dengan mudah menangkis bilah anginnya. Hari ini Mordred tidak mengenakan pakaian hitam seperti biasa. Dia memilih gaya kasual dengan celana jeans biru, sepatu kets, dan sweter senada yang membuatnya tampak lebih feminin. "Kurasa aku pernah bilang kau tidak boleh menginjakkan kaki di vila ini lagi," ujar Ryan tenang namun mengancam. Meski cantik, ia tak akan memberi ampun pada siapapun yang melanggar aturannya. Mordred tersenyum sambil bangkit dari sofa. "Aku tidak suka berutang budi, tapi aku berutang padamu. Dan kau tak bisa lari." Dia berhenti sejenak. "Hari ini, aku di sini untuk membalas budi pertama." Wanita itu mengeluarkan ponselnya dan memutar sebuah rekaman berdurasi 30 detik. Setelah selesai, ia melirik Ryan dengan tatapan penuh arti
Tanpa peringatan, Ryan kembali membanting tubuh penyusup itu ke lantai. Suara tulang retak kembali bergema di ruang tamu. "Pria ini datang bersamamu?" Ryan menatap Mordred dengan tatapan menusuk. "Inikah yang kau maksud dengan menyelamatkanku?" Wajah Mordred memucat. Ia menggeleng keras. "Aku juga tidak tahu tentang orang ini! Sialan, dia benar-benar menerima misi yang sama denganku!" Penyusup yang tergeletak di lantai itu terengah-engah, wajahnya pucat pasi. Tak pernah dia bayangkan target yang seharusnya mudah dibunuh ternyata semengerikan ini! Dia bahkan tak memiliki kesempatan untuk melawan! Tatapan dinginnya beralih pada Mordred Luxis. "Mordred Luxis, apa kau tahu apa yang kau lakukan?" geramnya murka. "Kau benar-benar melanggar aturan Ordo!" Ryan menginjak tubuh pria itu lebih keras. "Kau terlalu banyak bicara. Mereka yang ingin membunuhku sudah mati semua, dan sebentar lagi kau akan bergabung dengan mereka di neraka." Saat kaki Ryan terangkat, bersiap mengakhiri hidup
Meski begitu, Ryan memutuskan untuk menunggu dan melihat langkah selanjutnya dari organisasi pembunuh legendaris itu. Ia tak ingin gegabah mengambil tindakan, tapi jika mereka berani menyentuh orang-orang terdekatnya, bahkan neraka pun tak akan mampu menampung jiwa-jiwa yang akan ia kirim. Dengan gerakan santai, Ryan mengeluarkan batu giok naga dari sakunya. Cahaya samar berpendar dari permukaan benda misterius itu saat ia mengambil posisi bersila. 'Sudah waktunya menaikkan tingkat kultivasiku,' pikirnya sambil memejamkan mata. Hari ini ia bertekad menerobos ke tingkat ketiga ranah Foundation Establishment. Batu giok naga melayang dengan anggun, berputar mengelilingi tubuhnya seperti satelit yang mengitari planet. Energi spiritual yang telah diserap dari liontin giok mengalir deras, memenuhi seluruh vila dengan aura yang begitu pekat hingga udara terasa berat. Ryan mengeluarkan dua butir pil dari sakunya–Pil Jiwa tingkat tujuh yang telah ia buat beberapa hari lalu. Begitu
Setelah memikirkan banyak hal, Ryan melihat waktu telah menunjukkan pukul 2 pagi. Ia memutuskan untuk beristirahat setelah penerobosan ranah yang menguras tenaga ini. Keesokan paginya, tepat pukul delapan, sebuah mobil mewah berhenti di depan villa. Adel melangkah keluar dengan anggun, koper bermerek mahal terseret di belakangnya. Sebagai perwakilan Golden Dragon Group di Kota Riverpolis, Adel akan bertanggung jawab atas seluruh operasi bisnis di sini. Perusahaan mereka kini menjadi perbincangan hangat, produk-produknya bahkan dijual dengan harga sepuluh kali lipat di pasar gelap! Adel tersenyum bangga mengingat kesuksesan ini. Golden Dragon Group telah resmi menjadi pemain utama dalam industri farmasi, dan sebagai wakil direktur, ia akan memastikan momentum ini terus berlanjut. Dengan lincah ia memasukkan kode yang Ryan kirimkan sebelumnya. Pintu terbuka tanpa suara, mempersilakan sang putri muda melangkah masuk ke wilayah kekuasaannya. Setelah meletakkan kopernya di lant
"Ya, dia memilikinya sejak muda," Ryan mengangguk santai. "Apa yang salah?" "Aneh..." Adel semakin mengerutkan keningnya. "Itu seharusnya tidak ada." Ryan mengangkat alisnya bingung. Namun kata-kata Adel selanjutnya bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. "Ryan," Adel menatapnya dengan ekspresi serius, "aku yang menangani jenazah orang tuamu lima tahun lalu. Aku sendiri yang mengurus pemakaman mereka. Dan aku bisa mengingat dengan sangat jelas–tidak ada tahi lalat di leher ibumu saat itu." "Kau... kau yakin?" Ryan mencengkeram tangan Adel, jantungnya berdegup kencang. "Ya." Adel mengangguk mantap. "Itu pertama kalinya aku berhadapan dengan jenazah. Aku sangat ketakutan waktu itu, jadi setiap detail terpatri kuat dalam ingatanku. Bahkan selama beberapa bulan, adegan itu terus muncul dalam mimpiku!" "Mungkinkah ibumu menghilangkan tahi lalat itu sebelum... sebelum kejadian itu?" Adel bertanya ragu. "Semua fitur wajahnya sama persis seperti di foto, kecuali tahi lalat itu."
Pukul dua siang, di ruang pertemuan khusus markas Eagle Squad, Patrick dan Sammy Lein telah menunggu dengan setumpuk berkas rahasia. "Tuan Ryan, ini semua rincian tentang insiden Paviliun Riverside yang dimiliki Eagle Squad," Patrick meletakkan dokumen itu di hadapan Ryan. "Terima kasih." Patrick dan Sammy Lein saling pandang tak percaya. Kata "terima kasih" begitu langka dari mulut Ryan hingga mereka curiga apakah ini pertanda kiamat! Mengabaikan keterkejutan keduanya, Ryan membolak-balik berkas dengan teliti. Dua puluh menit berlalu dalam keheningan sebelum ia mengangkat wajahnya. "Apakah kalian yakin orang tuaku sudah meninggal?" Ekspresi Sammy Lein berubah aneh. "Tuan Ryan, laporan kematian sudah dikeluarkan. Bagaimana mungkin itu palsu?" "Namun," Ryan menatap tajam, "aku mengetahui bahwa seseorang mungkin telah menukar jenazah mereka." "Apa?!" Meski terkejut, kedua pria itu paham ini bukan hal mustahil. Terkadang tahanan penting memang "dimatikan" secara resmi sebelum
Setengah jam kemudian, di sebuah ruangan remang-remang, pintu besi terbuka dengan suara berdenyit. Winston Zerford, dengan tangan dan kaki terborgol, didorong masuk menggunakan kursi roda. Atas permintaan khusus Ryan, pintu ditutup dan semua peralatan pemantau dimatikan. Hanya cahaya redup yang menerangi ruangan, menciptakan atmosfer mencekam yang menegangkan. Mata Winston Zerford yang suram menatap Ryan bagai binatang buas yang terpojok–penuh kebencian dan kemarahan yang tak terbendung. Ryan mengeluarkan sebungkus rokok dengan gerakan santai. "Anda merokok?" tawarnya. Alih-alih menjawab, Winston Zerford membanting tangannya yang terborgol ke meja, menciptakan suara keras yang menggetarkan ruangan. Tanpa terpengaruh, Ryan memasukkan kembali rokoknya dan mengeluarkan sebuah foto. Dengan gerakan tenang ia meletakkan foto itu di hadapan Winston Zerford. "Apakah Anda mengenali dua orang ini?" "Enyahlah!" Winston Zerford meraung murka. "Aku tidak peduli siapa dirimu! Pergi darik
Tang San yang hendak menyerang mendadak berhenti. Matanya terpaku pada bekas tebasan di lantai yang membelah aula perjamuan menjadi dua bagian sempurna. Kekuatan mengerikan macam apa yang mampu melakukan ini?Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Tang San merasakan ketakutan yang begitu nyata. Dia merasa begitu tidak berdaya menghadapi monster di hadapannya."Ini..."Juliana Herbald menatap Ryan dengan mata terbelalak tak percaya. Seolah ribuan ombak menghantam jiwanya saat ia mengalihkan pandangan ke Pedang Caliburn.Pedang itu memang ditempa oleh pandai besi terhebat Keluarga Herbald, dan memang sangat kuat. Namun bahkan dalam kondisi utuh sekalipun, pedang itu tak mungkin mampu melancarkan serangan sedahsyat ini. Apalagi dalam keadaan rusak seperti sekarang!Realisasi menghantam Juliana–kekuatan sejati ini berasal dari Ryan sendiri! Selama ini dia lebih menghargai pedang daripada orangnya. Benar-benar kesalahan fatal!'Sial!' batinnya getir. 'Aku salah besar! Ryan bernilai l
Tanpa membuang waktu, Ryan melompat ke dinding dan menekuk lututnya. Dalam satu gerakan eksplosif, ia mendorong tubuhnya ke arah tiga grandmaster yang tersisa. Pedang Suci Caliburn berpendar dingin di tangannya.Ketiga praktisi yang tersisa segera mengeluarkan senjata masing-masing. Namun sebelum mereka sempat menyerang, Ryan telah muncul di hadapan Wesly.Tak ada belas kasihan dalam gerakan Ryan saat Pedang Caliburn yang dipenuhi energi spiritual melesat membelah udara. Pedang Wesly hancur berkeping-keping oleh tebasan itu.Darah segar mengalir dari leher Wesly. Ia mencoba bicara namun tubuhnya tak lagi merespons. Dalam gerakan mulus yang mengerikan, kepalanya terpisah dari tubuh.Satu gerakan! Hanya butuh satu gerakan untuk membunuh seorang grandmaster!Seluruh ruangan menahan napas menyaksikan pembantaian itu. Juliana Herbald, Wilhem Herbald, Frederich Herbald, dan Herold Snowfield gemetar di tempat duduk mereka. Wajah mereka dipenuhi ketakutan dan ketidakpercayaan.Ryan ter
Keheningan total menyelimuti ruangan. Keluarga Herbald yang legendaris berniat melindungi Ryan? Ini di luar dugaan semua orang!"Aku tidak mengerti mengapa Keluarga Herbald ingin melindungi pria ini..." Tang San menggeram dengan tatapan dingin.Juliana tersenyum misterius. "Karena dia memiliki sesuatu yang diinginkan Keluarga Herbald, sehingga kami merasa perlu untuk melakukannya.""Pertimbangkan kembali orang-orang di balik Keluarga Herbald-ku," lanjutnya dengan nada mengancam. "Jangan hancurkan masa depan dan kultivasimu yang hebat karena keinginan egoismu sendiri!"Wajah Tang San menggelap mendengar ancaman terselubung itu. Sementara Juliana melangkah anggun mendekati Ryan."Aku akan membawamu pergi dengan selamat sekarang, dan kau harus memberikan benda itu kepadaku," ujarnya dengan senyum misterius. "Kesepakatan ini seharusnya memuaskan, bukan?"Juliana Herbald tersenyum penuh percaya diri. Dia yakin Ryan tidak punya pilihan! Saat ini, Keluarga Herbald adalah satu-satunya ya
Salah satu dari mereka bangkit dengan wajah merah padam. Energi qi menguar dari tubuhnya saat ia membentak, "Siapa kau yang berani membuatku...!"Namun sebelum kalimatnya selesai, Ryan telah bergerak. Dalam sekejap mata, tangannya mencengkeram leher pria itu dan melemparkannya ke dinding terdekat.KRAK!Suara tulang retak memenuhi ruangan saat tubuh pria itu menghantam tembok dengan keras. Para tamu terkesiap ngeri melihat demonstrasi kekuatan itu.Tanpa menghiraukan keterkejutan di sekitarnya, Ryan membantu Jeremy duduk sebelum melangkah menghampiri Paman Wong dan Bibi Sandra. Tatapannya menggelap melihat wajah pucat keduanya.'Organ dalam mereka terluka parah,' Ryan menganalisis dengan cepat. Amarah dingin mulai bergolak dalam dadanya. Bagaimanapun, mereka hanyalah warga biasa. Tang San keterlaluan melibatkan orang-orang tak berdosa dalam dendam pribadinya.Ryan mengeluarkan dua butir pil lagi, memberikan satu pada Wong Ren yang berdiri gemetar menahan amarah di samping orang t
Di salah satu meja, mata Juliana Herbald terbuka, menatap Ryan dengan rasa ingin tahu. Sudut bibirnya melengkung membentuk senyum tipis.Ini pertama kalinya dia melihat pemuda semenarik ini di Nexopolis.Sementara itu, wajah Frederick dan seluruh anggota keluarga Pierce serta Snowfield memucat."Apa yang Tuan Ryan lakukan di sini?" Frederick berbisik putus asa. "Dia terlalu gegabah!"Ryan melangkah tenang membawa peti mati menuju Tang San. Namun lima praktisi bela diri dari Asosiasi langsung menghadangnya dengan senjata terhunus."Ryan, beraninya kau muncul di sini! Kau cari mati!"Mata Ryan berkilat merah penuh nafsu membunuh. Ia mengangkat peti mati dari bahunya dan menggunakannya sebagai senjata.BOOM! BOOM! BOOM!Peti mati menghantam tubuh para praktisi satu per satu, membuat mereka terpental menabrak dinding dan lantai. Darah segar mengucur dari luka-luka mereka yang menganga.Namun sebelum mayat mereka menyentuh lantai, sepuluh praktisi lain telah maju menggantikan, memotong
Tatapan Tang San beralih pada Jeremy. Ia melangkah maju dan menginjak lengan orang tua itu dengan sepatu kulitnya yang mengilap.KRAK!Suara tulang patah memenuhi ruangan."Kudengar kau punya hubungan baik dengan Ryan dan telah bekerja keras untuknya," ujar Tang San. "Apa kau pikir anak itu akan datang menyelamatkanmu?""Karena ini ulang tahunku yang ke-60, katakan sesuatu yang baik. Mungkin aku akan memaafkanmu jika itu membuatku senang."Jeremy menahan rasa sakitnya dan mengangkat wajah, menatap Tang San dengan sorot mata dingin. "Aku baru mengenal Tuan Ryan beberapa bulan," ujarnya tegas. "Tapi ada satu hal yang pasti kuketahui–siapa pun yang menyinggungnya akan mati. Kau tidak akan jadi pengecualian!"Kalimat terakhir Jeremy teriakkan penuh amarah.**Sementara itu di luar Paviliun Riverside, sebuah truk pikap berhenti. Di baknya terdapat sebuah peti mati.Seorang pemuda melangkah turun, tatapannya lebih dingin dari es."Ketua Guild, Guild Round Table siap menunggu perintah Anda,"
Franklin Pierce, Fabian Pierce, dan Herold Snowfield duduk di meja yang sama, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran. Tak seorang pun menyangka Ryan akan melakukan hal segila ini."Pengaruh dan sumber daya kita tak akan mampu menyelamatkannya kali ini," bisik Franklin gelisah."Bahkan jika orang-orang penting ingin turun tangan, situasinya terlalu rumit," Fabian menimpali. "Ini juga alasan Eagle Squad tidak muncul."Mereka hanya bisa berharap Ryan cukup bijaksana untuk tidak muncul hari ini.Di meja lain, seorang gadis cantik duduk dengan anggun, kakinya disilangkan dengan apik. Matanya yang cerah memancarkan kecerdasan, dan setiap gerak-geriknya menunjukkan keanggunan alami.Juliana Herbald–mungkin sosok paling menarik di Paviliun Riverside saat ini.Di sampingnya duduk seorang pria paruh baya–Wilhem Herbald, kepala Keluarga Herbald. Matanya terus melirik ke arah pintu dengan gelisah."Jika Ryan benar-benar datang," bisiknya pada Juliana, "apakah kita benar-benar akan melindunginya?""
"Saya berada di peringkat 307 dalam ranking grandmaster Nexopolis," ujarnya cepat. "Saya bersedia bekerja untuk Tuan Ryan, membantu menghadapi Tang San!"Namun tanpa pikir panjang, Ryan langsung menjawab dingin, "Kau tidak layak. Mati saja!"WHAM!Kaki kanan Ryan menghantam dada Tetua Jobs dengan kekuatan penuh. Meski sang tetua bereaksi cepat, mengumpulkan energi qi ke telapak tangannya untuk bertahan...KRAK! KRAK!Organ dalamnya hancur seketika oleh tendangan mematikan itu. Tubuhnya terpental jauh, menabrak pohon besar hingga tulang belakangnya patah."Uhuk!"Darah segar menyembur dari mulutnya sebelum kehidupan meninggalkan tubuhnya yang remuk.Hao Yuan menyaksikan semua itu dengan takjub. Namun ia tak merasa takut–ia tahu pemuda ini datang untuk menyelamatkan, bukan membunuhnya.Setelah membereskan ketiga tetua, tatapan Ryan beralih pada Selly. Dengan gerakan santai ia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya, menghisap dalam-dalam sebelum melangkah mendekati gadis yang ge
Di ambang pintu, seorang anak berusia tujuh tahun gemetar hebat menyaksikan semua itu. Kakinya nyaris tak mampu menopang tubuhnya yang bergetar ketakutan. Tetua Jobs melesat bagai kilat, tangannya yang dipenuhi energi qi bergerak untuk mencabik tubuh mungil itu. BOOM! Mendadak ledakan dahsyat mengguncang halaman vila. Telinga semua orang berdenging saat mereka menoleh ke arah sumber keributan. Di sana, sosok pemuda mengendarai motor hitam melaju kencang ke arah mereka dengan aura membunuh yang pekat. Selly seketika mengenali siapa pendatang baru itu. Wajahnya memucat. "Ryan Pendragon!" Ketakutan memenuhi matanya saat ia berseru pada ketiga tetua, "Hentikan dia! Itu Ryan Pendragon! Jika kalian bisa menangkapnya, kalian akan dapat hadiah besar!" Mata ketiga tetua itu berbinar mendengar janji hadiah. Aura membunuh menguar dari tubuh mereka saat mereka melesat menyambut motor yang melaju kencang itu. Ryan yang melihat Selly dan ketiga tetua dari kejauhan mengeluarkan raungan m