Terima Kasih kak Pengunjung6088 atas dukungan Gem-nya. Akumulasi Gem Bab Bonus: 17-10-2024 (malam) : 3 Gem. ini adalah bab bonus terakhir malam ini. selamat membaca (◠‿・)—☆
Selly Hilton menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Ia sudah berusaha tidur, namun setiap kali dirinya memejamkan mata, bayangan kepala James York yang mengerikan selalu menghantui pikirannya. Dengan frustrasi, ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Pemandangan permukaan air danau yang berkilauan di bawah langit malam berbintang biasanya membuatnya tenang, tapi tidak kali ini. Pikirannya dipenuhi oleh misteri yang belum terpecahkan. Ia takut, kepalanya akan berada di situasi yang sama seperti James York. Selly telah mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki keluarganya untuk menyelidiki kasus James York. Namun, saat hasil penyelidikaan sudah dekat dengan kebenaran, seolah-olah ada tangan tak kasat mata yang menyapu bersih semua petunjuk. Bahkan jejak sekecil apa pun lenyap tanpa bekas. "Siapa?" gumam Selly, mengepalkan tangannya. "Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini?" Sebagai anggota Keluarga Hilton, keluarga nomor satu di Golden Ri
Saat Ryan keluar dari kamar mandi, ia bertemu dengan seorang wanita muda cantik yang sedang membawa teh dan makanan ringan menuju kamar pribadi tempatnya menunggu. Wanita itu, dengan rambut hitam panjang yang tergerai rapi dan seragam elegan khas Royal Club, terlihat sedikit terkejut melihat Ryan.Ryan, yang tidak ingin diganggu di dalam kamar pribadinya, berkata dengan nada tenang namun tegas, "Berikan padaku. Aku akan membawanya sendiri."Pelayan cantik itu tampak ragu sejenak. Meski belum pernah ada kasus seperti ini sebelumnya, ia tahu betul bahwa pria di hadapannya adalah tamu penting yang menempati kamar pribadi. Dengan senyum sopan, ia mengangguk dan dengan hati-hati menyerahkan nampan itu kepada Ryan."Tuan Ryan," ujarnya lembut, "jika Anda membutuhkan sesuatu, Anda tinggal menekan tombol di meja."Ryan mengangguk singkat, mengambil alih nampan dengan mudah. Ia bisa melihat kekaguman samar di mata pelayan itu, mungkin terkejut dengan kesopanan dan kerendahan hatinya. Tapi Ry
Tidak peduli seberapa sukses pelayan ini, dia tidak akan pernah bisa mencapai posisinya saat ini. Banyak jalan menuju Roma, tetapi beberapa orang lahir di Roma! Dia, Selly, adalah salah satu orang tersebut!Selly menatap Ryan dengan campuran rasa kasihan dan superioritas. Dalam benaknya, tak peduli seberapa keras pria ini bekerja, ia tak akan pernah bisa mencapai level Keluarga Hilton. Beberapa orang memang ditakdirkan untuk berada di puncak, sementara yang lain harus berjuang seumur hidup hanya untuk sekadar bertahan hidup.Selly mengamati Ryan dari atas ke bawah, mencatat setiap detail penampilannya. Meski pakaiannya terlihat rapi dan kasual, jelas bukan dari merek ternama. Rambutnya yang sedikit berantakan menambah kesan 'pekerja keras' yang, menurut Selly, cocok untuk seorang pelayan."Ya?" Suara dingin Ryan memecah lamunan Selly. Meski wanita di hadapannya cantik dan angkuh, Ryan sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan.Selly, sedikit terkejut dengan nada dingin Ryan, mengan
Sang Manajer melihat sosok Selly yang menjauh dan tidak banyak berpikir. Ia berdiri di pintu, menunggu kedatangan Lancelot dengan perasaan campur aduk. Sudah setahun penuh ia tidak bertemu dengan Tuan-nya itu. Jika bukan karena Lancelot, ia mungkin sudah berubah menjadi tumpukan tulang putih dan tidak akan berada di posisinya sekarang. Tepat semenit kemudian, sosok pria kekar muncul di ujung koridor klub. Pria itu memiliki potongan rambut cepak dan wajah yang tegas. Tatapan matanya dingin dan ekspresinya berwibawa, memancarkan aura otoritas yang tak terbantahkan. Lancelot mengenakan kemeja hitam dengan kerah yang sedikit terbuka, lengan kemejanya digulung hingga siku, memamerkan lengan berotot yang kuat. Di belakangnya, dua lelaki tua mengikuti dengan langkah ringan namun penuh kewaspadaan. Tatapan mereka tajam, seolah siap menghadapi ancaman apa pun yang mungkin muncul. Ketika Sang Manajer melihat sosok Lancelot, ia langsung menegakkan tubuhnya. Dengan penuh hormat, ia me
Ryan menatap medali itu cukup lama sebelum akhirnya mengembalikannya kepada Lancelot. "Kamu memesan ini secara khusus, kan? Kenapa kamu menempelkan wajahku di situ?" Lancelot menggelengkan kepalanya dengan cepat, ekspresinya serius. "Ketua Guild, ini salah paham. Benda ini punya sejarah yang sudah ada sejak seratus tahun lalu! Bagaimana bisa aku meninta seseorang untuk dibuat khusus? Kalau Anda tidak percaya, Anda bisa meminta penilai ahli untuk memeriksanya!" Ekspresi Ryan berubah serius. Meskipun ia telah menguasai beberapa mantra yang dapat mengintip rahasia surgawi, secara teori mustahil baginya untuk melihat seratus tahun ke masa depan. Terlalu banyak variabel yang hadir selama periode itu, jadi siapa yang dapat mendeduksi situasi dari seratus tahun yang lalu dengan pasti? "Di mana kamu mendapatkan ini?" tanya Ryan, masih penasaran dengan keseluruhan hal itu. Lancelot menarik napas dalam-dalam sebelum mulai menjelaskan, "Ketua Guild, medali ini adalah pusaka keluargaku, satu-
Selly segera tiba di depan Ryan. Dia menatap lurus ke arahnya dan berkata dengan dingin, "Jika kamu berlutut dan meminta maaf padaku sekarang, aku akan mempertimbangkan untuk membiarkanmu hidup." Ryan menatap Selly dengan ekspresi tenang, seolah ancaman itu tak lebih dari angin lalu. Sudut bibirnya terangkat sedikit, membentuk senyum tipis yang sulit diartikan. "Berlutut? Meminta maaf? Maaf, tapi aku tidak mengerti bahasa apa yang kau gunakan, Nona Hilton," ujarnya santai, nada suaranya sedikit mengejek. Selly menggertakkan giginya, amarah berkobar di matanya. Bagaimana mungkin seorang pelayan berani bersikap kurang ajar padanya? "Kau..." geramnya, tangan terkepal erat di sisi tubuhnya. Ryan mengabaikan amarah Selly. Ia berbalik, melangkah pergi dengan tenang. Pikirannya sudah melayang ke hal lain yang lebih penting. "Sepertinya aku harus membeli mobil," gumamnya pada diri sendiri. "Setidaknya aku bisa menggunakannya sebagai alat transportasi. Mencari taksi di jam segini bisa
Saat itu pukul satu pagi, dan kegelapan masih menyelimuti area sekitar kompleks apartemen Grand City. Ryan melangkah pelan menyusuri jalanan sepi, pikirannya melayang ke kejadian di Royal Club beberapa menit lalu. Matanya menangkap cahaya temaram dari sebuah warung makan kecil yang masih buka di sudut jalan. Tanpa pikir panjang, Ryan melangkah masuk. Aroma masakan yang menguar membuat perutnya bergemuruh. Ia memesan semangkuk mie dan sebotol bir, lalu duduk di sudut warung. Sembari menunggu pesanannya, Ryan mengingat kembali pertemuannya dengan Selly Hilton. Meski ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, bayangan gadis itu lima tahun lalu tetap muncul dalam benaknya. 'Kalau saja Selly seorang laki-laki,' pikir Ryan dingin, 'aku pasti sudah menghabisinya saat itu juga.' Namun kenyataannya berbeda, dan Ryan bukan tipe yang akan menyakiti wanita tanpa alasan kuat. Meski begitu, sebuah pikiran gelap melintas di benaknya. Jika saja ia tahu bahwa Keluarga Hilton terlibat dalam in
Lima menit kemudian, Rindy keluar dari kamar dengan pakaian yang lebih lengkap dan rapi. Saat dia melihat Ryan di ruang tamu, dia hendak mengatakan sesuatu, namun Adel tiba di rumah sambil membawa sarapan. Adel terkejut melihat Ryan sudah ada di apartemen. "Eh, Ryan, bukankah kamu menginap di tempat lain? Apa yang kamu lakukan di sini sepagi ini?" tanyanya penasaran. Ketika Ryan baru saja hendak memberi penjelasan, Rindy tiba-tiba menutup mulutnya dengan tangannya yang halus. "Orang ini masuk tanpa mengetuk pintu dan membangunkanku!" ujar Rindy dengan nada gugup. Setelah itu, dia berbisik kepada Ryan, "Kamu tidak boleh memberi tahu siapa pun tentang apa yang terjadi tadi malam! Kalau tidak... aku..." Rindy terdiam, tidak tahu harus mengancam Ryan dengan apa. Ryan menyingkirkan tangan Rindy dengan lembut, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Tenang saja, Nona CEO. Rahasiamu aman bersamaku," bisiknya, nada suaranya sedikit menggoda. Mengabaikan tatapan tajam Rindy, Ryan mengambi
Ryan mengangguk sambil menyimpan kipas itu. Matanya menatap Immortal God dengan rasa hormat. "Terima kasih, Guru."Mendengar panggilan 'Guru' yang tulus itu, mata Immortal God dipenuhi kepuasan. "Sejujurnya aku tidak ingin mengakuimu," ucapnya dengan nada lebih lembut. "Tapi setelah semua cobaan yang kau lalui, kau memang layak menjadi muridku."Immortal God terdiam sejenak. "Akhir-akhir ini emosiku memang sedang tidak baik. Tolong jangan dimasukkan ke hati." Dia menghela napas berat. "Sayangnya, waktuku hampir habis. Setelah hari ini, aku tidak akan bisa membantumu lagi. Entah berapa banyak yang bisa kuajarkan dengan sisa kekuatanku.""Lupakan saja, ini kesempatanmu," ujar Immortal God. "Aku akan kembali ke Kuburan Pedang terlebih dahulu. Berada di dunia luar terlalu melelahkan bagiku. Temui aku setelah kau selesai membereskan semuanya."Ryan bisa melihat kesedihan di mata gurunya saat sosok itu memasuki Kuburan Pedang. Jiwa Primordial Immortal God telah melemah hingga nyaris trans
"Bocah, aku akui kau telah melampaui ekspektasiku," ujar roh artefak dengan nada dingin. "Jika kau tidak mati, dalam waktu kurang dari sepuluh tahun kau pasti akan mengancam posisi muridku. Kau tidak boleh dibiarkan hidup!"Energi duniawi yang mengerikan terkumpul di telapak tangan roh artefak. Dia yakin sekali serangan ini akan membunuh Ryan seketika. Bagaimanapun, sebagai roha artefak yang bertahan hidup sejak zaman kuno, kekuatannya jauh melampaui praktisi Gunung Langit Biru saat ini.Namun alih-alih ketakutan, Ryan justru mengangkat jari tengahnya dengan santai. Senyum misterius tersungging di bibirnya."Roh artefak kuno?" Ryan mendengus mengejek. "Kau pikir dirimu hebat? Apa kau tahu ada ruguan kultivator perkasa kuno yang berdiri di belakangku? Kau tidak ada apa-apanya dibanding mereka!"Begitu kata-kata itu terucap, awan hitam berkumpul di langit. Kilat menyambar-nyambar liar sementara aura kuno yang pekat menyebar ke segala arah dengan Ryan sebagai pusatnya. Formasi yang m
Severin tersenyum puas melihat ini. "Bocah, tadi kau sangat sombong. Kenapa sekarang diam?" ejeknya. "Kau tahu kenapa aku meninggalkan Aliansi Formasi? Dengan kultivator sehebat ini di sisiku, tak ada yang bisa mereka ajarkan lagi!""Guru, aku ingin tangannya hancur agar dia tak bisa membuat formasi lagi! Biarkan dia mengalami nasib yang lebih buruk dari kematian!""Bukan masalah," roh artefak mengangguk dengan tatapan jijik.Saat itulah Lina yang menonton dari pinggir arena teringat sesuatu. Dulu Severin rela mengorbankan segalanya dan melakukan tindakan tak termaafkan dengan mencuri harta karun serta membantai sesama anggota sekte. Tak ada yang memahami tindakannya–dengan bakatnya, dia pasti akan menjadi ketua sekte Aliansi Formasi berikutnya jika mau bersabar.Namun kini Lina menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah roh artefak tersebut!'Ryan dalam bahaya!' batinnya panik saat roh artefak melepaskan niat membunuh dan melancarkan serangan yang hampir melampaui Ranah Saint
Mata Severin Braxton membelalak saat merasakan kekuatan dahsyat menjalar ke lengannya. Lengan jubahnya terkoyak dan kombinasi pedang qi dengan petir menembus tubuhnya, mencoba merusak organ dalamnya!"Pfft!" Darah segar menyembur dari mulutnya saat tubuhnya terpental menghantam batu besar hingga hancur. Seluruh tulangnya seakan remuk berkeping-keping.Bersamaan dengan itu, pil emas terlepas dari genggamannya. Ryan dengan cepat menariknya menggunakan energi qi. Meski sudah mempersiapkan mental, dia tetap terkejut melihat kualitas pil tersebut. Ini adalah pil kuno tingkat tinggi yang nyaris sempurna.'Aneh,' pikir Ryan. 'Aku belum mampu membuat pil sesempurna ini. Tapi dari auranya, sepertinya ini dimurnikan oleh seseorang dalam sepuluh tahun terakhir.'Pikirannya langsung melayang pada Pil Ilusi Archaic yang belum lengkap. Sekarang Immortal God telah muncul dan mengakuinya, mungkin dia bisa meminta metode pembuatan pil darinya. Kalau tidak, kapan lagi Lex Denver bisa terwujud?"Li
"Ryan, kipas di tangannya berbahaya!" Lina memperingatkan dengan panik. "Karena benda itulah dia diburu oleh berbagai sekte! Kudengar dia menggunakannya untuk membantai seribu orang dalam semalam!""Oh ya Ryan, kau pasti pernah mendengar nama Arthur Pendragon sejak memasuki Gunung Langit Biru kan? Sampai batas tertentu, orang ini sama berbahayanya dengan Arthur Pendragon!"Lina menggunakan Arthur Pendragon sebagai contoh, takut Ryan tak memahami betapa seriusnya situasi ini. Namun Ryan justru tersenyum mendengar nama itu."Menurutmu siapa yang akan menang jika Severin Bragging ini bertarung dengan Arthur Pendragon?" tanyanya dengan nada tertarik.Lina tertegun mendengar pertanyaan itu. Ekspresinya berubah aneh. Mereka berdua belum pernah bertarung dan kemungkinan besar tidak akan pernah bertemu. Namun setelah berpikir beberapa saat, dia menjawab serius."Jika mereka bertarung, aku lebih memilih Arthur Pendragon," ujarn
Lina yang duduk di samping merasa jantungnya nyaris copot. Meski dia mengagumi Ryan, tapi seluruh jenius di Gunung Langit Biru bahkan tak berani membandingkan diri dengan Severin dalam hal formasi!"Ryan, biar kubantu!" serunya panik sambil meletakkan camilan.Ryan menggeleng tenang. "Dasar bocah nakal, kau sudah bersikap sok kuat di depanku selama lima tahun. Apa kau tidak akan memberiku kesempatan menunjukkan kemampuanku hari ini?""Tapi... dia Severin Braxton!" protes Lina.Ryan mengerutkan kening. "Aku tidak peduli dia Severin Bragging atau Seven Eleven. Itu tidak penting bagiku!"Severin nyaris memuntahkan darah mendengar ejekan itu. Amarahnya membuat lahar dalam formasi semakin bergejolak. Ular lava raksasa menyerang dengan kecepatan yang mengerikan.Ryan meregangkan tubuhnya santai. "Formasi ini lumayan. Tapi kebetulan aku juga mengetahuinya, meski formasiku berada di level yang lebih tinggi."
Melihat ini, salah satu anak buah Severin langsung menyerang dengan pedang terhunus. Namun tatapan Ryan mendadak berubah dingin. "Enyahlah!" raungnya sambil membentuk segel dengan jari-jarinya yang bebas. Helaian energi pedang melesat keluar! BOOM! Benturan dahsyat terjadi di udara. Api spiritual berkobar-kobar, dan tubuh penyerang itu membeku. Pedangnya hancur berkeping-keping sebelum dia terpental jauh ke belakang. "Bahkan tak mampu menahan satu serangan," ejek Ryan. Matanya beralih pada Severin dengan sorot menusuk. "Bagaimana kalau kita lakukan pertukaran sederhana? Orang ini ditukar dengan gadis itu. Jika kau menolak..." Cengkeramannya di leher si rambut panjang mengerat. "...dia akan mati dengan sangat menyakitkan." Si rambut panjang hendak protes, namun nyalinya langsung ciut melihat tatapan dingin Ryan. "Baiklah." Suara Severin terdengar tenang, namun ada kilatan murka yang tak tersembunyi di matanya. Beberapa detik kemudian, dia melemparkan tubuh Lina ke arah Rya
"Sialan," gumam Lina dalam hati. "Sejak kapan anak ini memahami formasi?" Setahu dia, Sekte Medical God hanya terkenal dengan ilmu pengobatannya. Bahkan pemimpin sekte mereka sendiri hanya memiliki pengetahuan dasar tentang formasi. Tidak mungkin Ryan mempelajari hal ini dari sana. Lina merasa kepalanya nyaris meledak memikirkan semua kemungkinan. Namun mengingat sifat Ryan yang dia kenal, hanya ada satu penjelasan masuk akal–keberuntungan! Ya, pasti ini hanya kebetulan belaka. ** Melihat anak buahnya terluka, Severin Braxton bergegas mengeluarkan pil dan memberikannya pada pria berambut panjang. "Cepat sirkulasikan kultivasimu dan lindungi dantianmu!" Si rambut panjang langsung menelan pil tersebut tanpa banyak bicara. Energi spiritual mengalir deras dalam tubuhnya, dengan cepat menstabilkan kondisinya. Beberapa detik kemudian, dia sudah berdiri tegak dengan mata berkilat penuh dendam. "Bos, dia hanya sendirian," geramnya marah. "Untuk apa repot-repot menggunakan for
Lina merasakan darahnya membeku. Di matanya, sosok tampan di hadapannya kini tak ubahnya Malaikat Maut yang siap mencabut nyawanya. Dia bisa membayangkan betapa murkanya Shirly saat mengetahui hal ini–kakaknya mungkin akan menghancurkan seluruh Gunung Langit Biru untuk membalas dendam! Severin mulai membentuk segel tangan yang kompleks, namun tiba-tiba dia menghentikan gerakannya. Kepalanya menoleh ke arah tertentu, merasakan sebuah aura yang mendekat dengan cepat. "Sepertinya ada tamu tak diundang," gumamnya. "Bersihkan semua jejak pertarungan dan mayat-mayat itu." Tanpa menunggu respon anak buahnya, dia mencengkeram leher Lina dan menariknya ke dalam kegelapan. "Anggap saja orang itu telah menyelamatkan hidupmu untuk sementara. Sebagai gantinya, kau bisa menyaksikan bagaimana aku memburu mangsa baruku." Di kedalaman hutan, Lina terkejut melihat betapa detail persiapan mereka. Berbagai formasi tersembunyi telah dipasang, lengkap dengan proyeksi pengintai yang memantau area