Terima Kasih Kak Agus dan Kak Jabatan atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) Dengan ini, terkumpullah 7 Gem, yang artinya ada bab bonus. dan inilah bab bonus tersebut (≧▽≦) Akumulasi Gem Bab Bonus 18-10-2024 (Malam) : 2 Gem (reset) Selamat Membaca (◠‿・)—☆
Ryan menatap medali itu cukup lama sebelum akhirnya mengembalikannya kepada Lancelot. "Kamu memesan ini secara khusus, kan? Kenapa kamu menempelkan wajahku di situ?" Lancelot menggelengkan kepalanya dengan cepat, ekspresinya serius. "Ketua Guild, ini salah paham. Benda ini punya sejarah yang sudah ada sejak seratus tahun lalu! Bagaimana bisa aku meninta seseorang untuk dibuat khusus? Kalau Anda tidak percaya, Anda bisa meminta penilai ahli untuk memeriksanya!" Ekspresi Ryan berubah serius. Meskipun ia telah menguasai beberapa mantra yang dapat mengintip rahasia surgawi, secara teori mustahil baginya untuk melihat seratus tahun ke masa depan. Terlalu banyak variabel yang hadir selama periode itu, jadi siapa yang dapat mendeduksi situasi dari seratus tahun yang lalu dengan pasti? "Di mana kamu mendapatkan ini?" tanya Ryan, masih penasaran dengan keseluruhan hal itu. Lancelot menarik napas dalam-dalam sebelum mulai menjelaskan, "Ketua Guild, medali ini adalah pusaka keluargaku, satu-
Selly segera tiba di depan Ryan. Dia menatap lurus ke arahnya dan berkata dengan dingin, "Jika kamu berlutut dan meminta maaf padaku sekarang, aku akan mempertimbangkan untuk membiarkanmu hidup." Ryan menatap Selly dengan ekspresi tenang, seolah ancaman itu tak lebih dari angin lalu. Sudut bibirnya terangkat sedikit, membentuk senyum tipis yang sulit diartikan. "Berlutut? Meminta maaf? Maaf, tapi aku tidak mengerti bahasa apa yang kau gunakan, Nona Hilton," ujarnya santai, nada suaranya sedikit mengejek. Selly menggertakkan giginya, amarah berkobar di matanya. Bagaimana mungkin seorang pelayan berani bersikap kurang ajar padanya? "Kau..." geramnya, tangan terkepal erat di sisi tubuhnya. Ryan mengabaikan amarah Selly. Ia berbalik, melangkah pergi dengan tenang. Pikirannya sudah melayang ke hal lain yang lebih penting. "Sepertinya aku harus membeli mobil," gumamnya pada diri sendiri. "Setidaknya aku bisa menggunakannya sebagai alat transportasi. Mencari taksi di jam segini bisa
Saat itu pukul satu pagi, dan kegelapan masih menyelimuti area sekitar kompleks apartemen Grand City. Ryan melangkah pelan menyusuri jalanan sepi, pikirannya melayang ke kejadian di Royal Club beberapa menit lalu. Matanya menangkap cahaya temaram dari sebuah warung makan kecil yang masih buka di sudut jalan. Tanpa pikir panjang, Ryan melangkah masuk. Aroma masakan yang menguar membuat perutnya bergemuruh. Ia memesan semangkuk mie dan sebotol bir, lalu duduk di sudut warung. Sembari menunggu pesanannya, Ryan mengingat kembali pertemuannya dengan Selly Hilton. Meski ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, bayangan gadis itu lima tahun lalu tetap muncul dalam benaknya. 'Kalau saja Selly seorang laki-laki,' pikir Ryan dingin, 'aku pasti sudah menghabisinya saat itu juga.' Namun kenyataannya berbeda, dan Ryan bukan tipe yang akan menyakiti wanita tanpa alasan kuat. Meski begitu, sebuah pikiran gelap melintas di benaknya. Jika saja ia tahu bahwa Keluarga Hilton terlibat dalam in
Lima menit kemudian, Rindy keluar dari kamar dengan pakaian yang lebih lengkap dan rapi. Saat dia melihat Ryan di ruang tamu, dia hendak mengatakan sesuatu, namun Adel tiba di rumah sambil membawa sarapan. Adel terkejut melihat Ryan sudah ada di apartemen. "Eh, Ryan, bukankah kamu menginap di tempat lain? Apa yang kamu lakukan di sini sepagi ini?" tanyanya penasaran. Ketika Ryan baru saja hendak memberi penjelasan, Rindy tiba-tiba menutup mulutnya dengan tangannya yang halus. "Orang ini masuk tanpa mengetuk pintu dan membangunkanku!" ujar Rindy dengan nada gugup. Setelah itu, dia berbisik kepada Ryan, "Kamu tidak boleh memberi tahu siapa pun tentang apa yang terjadi tadi malam! Kalau tidak... aku..." Rindy terdiam, tidak tahu harus mengancam Ryan dengan apa. Ryan menyingkirkan tangan Rindy dengan lembut, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Tenang saja, Nona CEO. Rahasiamu aman bersamaku," bisiknya, nada suaranya sedikit menggoda. Mengabaikan tatapan tajam Rindy, Ryan mengambi
Jeremy menjelaskan, "Saya sudah menyiapkan dokumen digitalnya di sini. Saya tinggal mencetaknya. Elliot harus menandatanganinya atau meninggalkan sidik jarinya di sana. Namun, keamanan di sisi Elliot sangat ketat. Saya bahkan tidak bisa menemuinya secara langsung, jadi…" Sebelum Jeremy sempat menyelesaikan kalimatnya, Ryan memotongnya, "Kirimkan dokumen itu padaku. Aku akan meminta dia menandatanganinya dan kemudian aku akan memberikannya kepadamu malam ini." Di ujung telepon, Jeremy tercengang. Dia tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran Ryan. Meskipun keterampilan medis Ryan sangat hebat, tetap saja tidak mudah baginya untuk menghubungi Elliot. Lagi pula, pihak lain tidak sakit. Bahkan jika Ryan mengungkapkan identitasnya, Elliot kemungkinan besar tetap tidak akan setuju untuk bertemu dengannya. Sebaliknya, Elliot mungkin akan menghindarinya karena rasa bersalah. "Apa masalah kedua?" tanya Ryan, mengabaikan keheningan Jeremy. Jeremy menarik napas dalam sebelum melanjutkan,
Di dalam gedung Langdon, pakaian mahal Ryan menunjukkan kegunaannya. Berbeda dengan kedatangannya saat di Snowfield Group, kali ini semua penjaga keamanan menyambutnya dengan senyuman di wajah mereka. Hampir tidak mungkin kejadian di grup Snowfield terulang kembali. Ryan tersenyum tipis, mengingat peribahasa lama: 'Sebaik-baiknya kepribadian seseorang, jika penampilannya jelek, maka orang lain akan berpikiran negatif'. Kini ia membuktikan sendiri kebenaran kata-kata itu. Setelan Louis Vuitton yang dikenakannya bukan sekadar aksesori, melainkan kunci pembuka pintu-pintu yang sebelumnya tertutup rapat. Saat Ryan mendekati meja resepsionis, ia menangkap rona merah di pipi gadis cantik di balik meja. Resepsionis itu bahkan menghindari kontak mata langsung dengannya, jelas-jelas terpesona oleh penampilan dan aura Ryan. "Halo," sapa Ryan dengan suara magnetiknya, senyum menawan tersungging di bibirnya. "Saya mencari Direktur Rain dari departemen pemasaran untuk membahas kerja sama ki
Meskipun seluruh koridor diawasi CCTV, Ryan tidak khawatir sama sekali karena Lancelot telah memerintahkan anak buahnya untuk mengambil alih sistem. Lancelot bukan hanya memiliki pasukan praktisi bela diri di bawah komandonya, tetapi juga beberapa hacker top dunia. Bagi mereka, menghapus dan menyembunyikan jejak digital Ryan semudah membalikkan telapak tangan. Ryan melangkah dengan tenang menyusuri koridor, matanya awas mengamati setiap sudut. Ia tahu bahwa Zeref Vouch memiliki banyak murid yang tersebar di seluruh gedung ini. Benar saja, tak lama kemudian ia bertemu dengan beberapa dari mereka. Tanpa ragu, Ryan menghabisi mereka satu per satu. Gerakannya efisien dan mematikan, tidak memberi kesempatan bagi lawannya untuk melawan atau bahkan berteriak minta tolong. Meski mereka tidak memiliki rasa permusuhan langsung dengannya, Ryan telah mengetahui tentang Zeref Vouch dari Lancelot. Kelompok ini menggunakan kemampuan bela diri mereka untuk kejahatan, menjadi kanker bagi masy
Mereka berdua sekarang sepenuhnya menyadari kekuatan Ryan, jadi mereka pasrah pada takdir. Dengan gemetar, kedua pria itu berlutut di hadapan Ryan, tubuh mereka bergetar hebat. Bau pesing yang kuat tercium dari celana mereka, menandakan betapa ketakutannya mereka. "Jangan... Jangan bunuh kami..." salah satu dari mereka memohon, suaranya nyaris tak terdengar. Ryan menatap mereka dengan ekspresi datar, matanya dingin dan tanpa emosi. "Di mana Elliot sekarang?" tanyanya dengan nada tenang yang justru terdengar lebih menakutkan. Kedua pria itu saling pandang sejenak sebelum dengan cepat menunjuk ke arah pintu di ujung koridor. "CEO... CEO Elliot ada di dalam ruangan itu..." jawab mereka terbata-bata. Ryan mengangguk pelan, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia memasukkan tangannya ke dalam saku dan berjalan santai menuju pintu yang ditunjuk. Sementara itu, di dalam ruang kantor di lantai 39 gedung Langdon, suasana tegang melingkupi para peser
Mereka berdua berjalan menuju gerbang sekolah, menarik banyak perhatian sepanjang jalan. Ryan bisa melihat betapa populernya Wendy di kalangan mahasiswa dan staf universitas dari tatapan kagum yang diarahkan padanya.Setibanya di gerbang, mereka disambut oleh delapan orang–empat pria dan empat wanita. Para pria berusia sekitar tiga puluh hingga empat puluh tahun, sementara keempat wanita, meski lebih tua dari Wendy, masih tampak cukup muda."Wendy, di sini!" seru beberapa dosen wanita dengan antusias, mata mereka mengamati Ryan dengan rasa ingin tahu yang tak disembunyikan.Wendy segera membawa Ryan mendekat dan memperkenalkannya. "Ini Ryan, yang baru saja saya bicarakan di grup, orang yang sama yang dipuji dan dibicarakan oleh kepala sekolah baru-baru ini."Salah satu dosen perempuan yang agak gemuk tampak terkejut bukan main. "Wendy, apakah dia benar-benar profesor yang disebutkan kepala sekolah? Bagaimana mungkin? Dia tampak seusia dengan mahasiswa-mahasiswaku!""Kakak Rin, apaka
Ryan mengangguk, kembali duduk untuk mendengarkan. Suara wanita yang dingin terdengar dari seberang telepon."Conrad Max, apakah kau sudah membawa semuanya?"Conrad melirik Ryan sekilas sebelum menjawab, "Ya, saya siap masuk Penjara Catacomb kapan saja."Wanita di telepon mendengus. "Situasinya sudah berubah. Kita mungkin tak bisa menunggu sampai awal bulan." "Lusa pukul 12 malam, bawa semua yang kau punya dan tunggu aku di Danau Yue dekat Universitas Negeri Riverdale. Jangan terlambat. Hanya ada satu kesempatan!"Suaranya semakin dingin saat menambahkan, "Juga, jika aku tahu kau membocorkan informasi ini, Ikatan Dokter-Alkemis Nexopolis tidak akan sanggup menanggung akibatnya!"Ancaman wanita itu memperjelas bahwa Penjara Catacomb tidak menganggap serius Conrad Max atau Ikatan Dokter-Alkemis Nexopolis sama sekali. Panggilan berakhir tiba-tiba, meninggalkan Ryan dan Conrad Max saling menatap dalam keheningan yang mencekam.Conrad Max menghela napas berat sebelum berbicara, "Tuan R
Dengan cepat, Ryan mengurungkan niatnya untuk membeli Batu Earth Spirit. Ia mengembalikan kalung itu pada Wendy. "Pakailah dengan cepat," ujarnya mendesak."Baik," Wendy mengangguk, sedikit bingung dengan perubahan sikap Ryan. Begitu kalung itu kembali melingkar di lehernya, suhu ruangan langsung kembali normal. Aura darah mengerikan yang menguar dari tubuhnya pun lenyap tak berbekas.Yang aneh, Wendy sama sekali tak menyadari perubahan drastis yang baru saja terjadi. Dia justru menatap Ryan dengan penuh rasa ingin tahu. "Profesor Ryan, apa itu Fisik Iblis Berdarah Dingin yang baru saja profesor sebutkan?"Ryan menggeleng, berusaha terlihat tenang. "Bukan apa-apa. Aku hanya berbicara pada diriku sendiri."Meski Batu Earth Spirit itu sangat berharga, jelas benda itu lebih berharga sebagai penyelamat nyawa Wendy. Ryan bukanlah tipe orang yang akan memprioritaskan harta di atas nyawa orang tak bersalah. Karena itu, ia memutuskan untuk memberi peringatan."Wendy, ingatlah," ujarnya se
Ryan mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan keramahan mendadak ini. Namun ia tetap mengangguk mengiyakan.Wajah wanita itu semakin cerah. "Nama saya Wendy, dosen bahasa Inggris di sini. Saya baru bergabung setengah tahun lalu, dan kebetulan tinggal di seberang Anda.""Ryan," balas pemuda itu singkat, menjabat tangan Wendy.Suasana lift menjadi canggung sejenak akibat sikap dingin Ryan. Untungnya, pintu lift segera terbuka di lantai tujuan mereka. Ryan membawa kotak itu keluar dengan satu tangan, mengikuti Wendy ke apartemennya."Aku akan membantumu membawanya masuk," ujar Ryan, meletakkan kotak di ruang tamu Wendy begitu pintu terbuka. Ia bersiap untuk pergi, namun Wendy menahannya."Profesor Ryan, tunggu sebentar. Minumlah segelas air dan beristirahatlah dulu."Wendy bergegas menuangkan air dari dispenser, menyodorkannya pada Ryan dengan senyum ramah. Namun Ryan tak mengambil gelas itu. Matanya terpaku pada sesuatu yang melingkar di leher Wendy.Sebuah kalung dengan liontin
"Tuan Ryan, saya sudah sampai di hotel," suara Conrad Max terdengar dari seberang, sedikit terengah seolah baru saja berlari.Ryan menyipitkan matanya, menatap pemandangan kampus yang terbentang di bawahnya. "Datanglah ke Universitas Negeri Riverdale untuk menemuiku.""Baiklah," jawab Conrad Max tanpa ragu. Tak ada pilihan lain baginya selain mematuhi perintah Ryan.Panggilan berakhir secepat dimulainya. Ryan memasukkan kembali ponselnya ke saku, tatapannya kembali menyapu area kampus.Tanpa membuang waktu, ia bergerak cepat menuju dua inti formasi yang tersisa. Apapun yang terjadi, formasi ini harus dihancurkan.Suara ledakan demi ledakan mulai terdengar, memecah keheningan malam. Para mahasiswa dan staf yang masih terjaga pasti kebingungan dengan kegaduhan ini. Namun Ryan tak peduli. Fokusnya hanya satu–menghancurkan formasi Penjara Catacomb.**Lima menit berlalu begitu cepat. Di ruang batu tersembunyi Penjara Catacomb, wajah para tetua berubah masam. Formasi yang mereka bang
Dalam sekejap mata, Ryan sudah berada di hadapan Sun Che. Pedang Suci Caliburn berkilat tajam, membelah udara dengan suara berdesis."Tunggu! Jangan–"Tanpa menghiraukan ucapan Sun Che, bilah pedang Ryan telah menembus pertahanan Sun Che, menciptakan luka menganga di dadanya. Darah segar menyembur, membasahi tanah di bawah kaki mereka.Sun Che terhuyung mundur, nyaris jatuh tersungkur. Instingnya menjerit, memerintahkannya untuk lari. Namun kakinya seolah terpaku ke tanah, tak mampu bergerak sedikitpun.Ryan melangkah maju, mata birunya berkilat dingin. "Masih belum mau bicara? Baiklah, kita lihat berapa lama kau bisa bertahan."Pedang Suci Caliburn kembali terayun, menciptakan luka kedua di dada Sun Che. Kali ini, bahkan jejak tulang rusuknya terlihat di balik daging yang terkoyak."ARGHHH!" Sun Che menjerit kesakitan, tubuhnya gemetar hebat. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Dia tahu, jika tidak melakukan sesuatu sekarang, nyawanya akan melayang.Dengan sisa-sisa kekuat
Saat sosok itu mendekat, Ryan akhirnya bisa melihat dengan jelas. Itu salah satu penjaga keamanan kampus! Namun auranya jelas bukan milik penjaga biasa. Hanya ada satu kemungkinan–orang ini berasal dari Penjara Catacomb.'Sepertinya penghancuran formasi ini berhasil memancing mereka keluar,' batin Ryan, senyum tipis tersungging di bibirnya."Kau seharusnya tidak menghancurkan formasi ini," ujar si penjaga dengan nada dingin. "Aku sudah menerima perintah bahwa kau harus mati. Dan tak seorang pun bisa lolos dari pedangku!"Tatapan matanya dipenuhi arogansi dan keyakinan akan kemenangannya.Dalam sekejap, kilatan dingin melesat ke arah Ryan. Namun pemuda itu hanya mendengus pelan, sama sekali tidak terlihat gentar. Ia mencengkeram Pedang Suci Caliburn dengan erat, matanya menatap tajam lawannya."Seekor semut biasa berani menantangku?" Ryan berkata dengan nada tenang namun penuh ejekan. "Baiklah, akan kutunjukkan padamu seperti apa teknik pedang yang sebenarnya!"Dalam hitungan detik,
Ryan kemudian melemparkan salah satu batu spirit yang dibawanya. Batu itu melayang di udara selama beberapa saat, berkedip-kedip lemah sebelum tiba-tiba meledak dalam kobaran api yang menyilaukan!Dalam cahaya terang itu, pola rumit formasi yang tersembunyi akhirnya terungkap di permukaan bukit. Ryan menyeringai puas. "Tepat seperti dugaanku."Tanpa membuang waktu, Pedang Suci Caliburn muncul di tangannya. Dengan satu ayunan cepat dan kuat, Ryan menghantam pola formasi itu.BOOM!Suara dentuman keras memecah keheningan malam. Pola formasi berguncang hebat selama beberapa detik, sebelum akhirnya hancur berkeping-keping dengan suara berderak yang memekakkan telinga.Ryan tersenyum dingin. Satu inti formasi telah berhasil dihancurkan. Namun ia tahu, aksinya pasti telah menarik perhatian.Benar saja, tak lama kemudian terdengar derap langkah tergesa-gesa dari kejauhan. Para petugas keamanan kampus bergegas menuju sumber keributan.Tanpa menunggu kedatangan mereka, Ryan segera berger
"Kamu dari departemen mana..." Rektor memulai dengan nada tidak sabar, namun kata-katanya terhenti saat dia mengenali Ryan. Ekspresinya berubah drastis."Ah, Tuan Ryan Reynald!" serunya antusias, berdiri dan mengulurkan tangan. "Eagle Squad telah memberitahuku semuanya. Sungguh suatu kehormatan bagi universitas kami untuk memilikimu sebagai profesor."Ryan, mengingat di mana tangan pria itu mungkin berada beberapa saat lalu, memilih untuk tidak menjabatnya. Dia hanya menyerahkan berkas di tangannya."Ini dokumenku," ujarnya datar.Rektor tersenyum canggung, menyadari penolakannya, dan mengambil dokumen tersebut. "Tuan Ryan, meskipun hari ini adalah hari pertama kelas dimulai kembali, semuanya sudah siap. Tunggu sebentar, saya akan mengambil sesuatu.Tak lama kemudian, Rektor kembali dengan setumpuk dokumen tebal. Dia menyerahkannya kepada Ryan dengan hati-hati. "Tuan Ryan, dokumen ini berisi semua yang Anda butuhkan, termasuk sumber daya yang dapat diberikan universitas kepada Anda,