“APA?” Seru Evelina dengan suara keras sehingga Aleksey harus menutup kedua telinganya.“Kamu bisa membangunkan semua orang di rumah sakit, Evelina.” Aleksey berusaha menenangkan gadis itu. Agar tidak membuat kegaduhan di rumah sakit.“Aku tidak peduli akan membangunkan siapa, Aleksey. Yang aku pedulikan saat ini adalah apa maksudmu kamu akan pergi ke Inggris? Apakah kamu akan pergi meninggalkanku begitu saja?” Evelina menatap Aleksey dengan tatapan tajam.“Bisakah kamu tenang dulu, Eve? Dan duduklah sini. Aku akan menjelaskannya padamu.” Alekesey menunjuk tempat yang ada di sampingnya.Evelina yang kesal sebenarnya tidak mau menuruti ucapan Aleksey. Tapi karena dia perlu mendengarkan alasan laki-laki itu, sehingga dia mau tidak mau akhirnya duduk di samping Aleksey.“Aku sudah menurutimu dengan duduk di sampingmu. Dan sekarang kamu jelaskan padaku apa alasanmu pergi meninggalkan Moscow?” tanya Evelina tidak sabaran.“Sebenarnya saat aku masih kecil, aku tinggal di Inggris, Eve. Aku t
Evelina menggigit piroshki atau roti berbentuk perahu dengan isian daging cincang. Mata gadis itu melotot saat merasakan lezatnya roti itu di dalam mulutnya.“Rasanya enak sekali.” Evelina menatap Aleksey yang berjalan bersama dengannya.Laki-laki yang juga sedang menikmati piroshki itu menganggukkan kepalanya. “Ya, rasanya lezat sekali. Tidak ada yang bisa menandingi kelezatan piroshki.” Aleksey bahkan melahapnya sampai habis dengan sangat cepat.Meskipun sudah tengah malam, tapi untungnya masih ada toko yang buka. Sehingga mereka tidak kelaparan di tengah malam. Langkah Evelina terhenti saat melihat sesuatu. "Aleksey, tunggu aku di sini ya. Aku akan segera kembali." Ucap Evelina dengan bibir menyunggingkan senyuman. "Kamu mau ke mana?" tanya Aleksey menatap gadis itu dengan tatapan bingung. "Aku ingin membeli sesuatu. Jadi tunggu saja di sini. Setelah itu kita kembali ke rumah sakit."Akhirnya Aleksey hanya bisa menganggukkan kepalanya dan melihat gadis itu pergi meninggalkannya.
Aleksey mencium Evelina dengan inisiatif laki-laki itu sendiri. Itulah yang membuat Evelina terkejut. Karena selama ini Aleksey selalu menghindarinya dan berusaha mendorongnya pergi. Tapi kali ini Aleksey menciumnya. Dalam hatinya Evelina berteriak senang. “Aleksey, apa kamu tahu apa yang baru saja kamu lakukan?” tanya Evelina. Laki-laki yang sedang menyalakan kembang api di tangannya itu langsung menganggukkan kepalanya. Aleksey menatap gadis yang berdiri duduk di sampingnya. “Tentu saja aku tahu. Aku baru saja menciummu.” Evelina terperangah tidak percaya. Dia meletakkan kembang apinya yang sudah padam di atas tanah. Kemudian dia mencubit lengannya sendiri. Seketika gadis itu menjerit saat merasakan cubitannya sangat sakit. “Ada apa Evelina? Apakah kamu merasa sakit?” tanya Aleksey dengan nada cemas. Evelina hanya menampilkan cengiran polos dan menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, Aleksey. Hanya saja tadi ada nyamuk dan aku menepuknya terlalu keras sehingga menyakiti tangank
“Siapa yang sudah membuat Evelina marah seperti itu?” Evelina yang mengenal suara itu langsung keluar dari selimutnya. Matanya berbinar saat melihat seorang pria berjalan masuk ke dalam ruangan itu. Dia adalah Josef Matvey, sang kakek. "GRANDPA!!!" Seru Evelina. Pria dengan rambut yang sudah memutih itu masih terlihat begitu gagah mengenakan kemeja hitam dan celana jeans biru pudar. Josef berjalan menghampiri ranjang Evelina. Segera gadis itu memeluk sang kakek. "Cucu perempuanku yang cantik. Siapa yang sudah membuatmu marah? Katakan pada Grandpa. Akan Grandpa pastikan jika dia akan mendapatkan balasannya." Ucap Josef dengan berapi-api. Evelina melepaskan pelukannya dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, Grandpa. Jangan lakukan apapun padanya." Josef memicingkan matanya menatap cucu perempuannya. "Kenapa aku tidak boleh melakukan apapun? Dia sudah membuat cucu perempuan kesayanganku menjadi marah begini. Mana mungkin pria tua ini diam saja." Josef tidak terima jika dia tidak boleh
“Siapa yang ingin kamu berikan pelajaran, Kakek tua?” Suara itu membuat semua orang menoleh. Mereka bisa melihat Karl berjalan masuk ke dalam ruangan itu dengan menggandeng Svetlana. Tatapan tajam Karl tertuju pada Josef yang juga membalasnya dengan tatapan tajam. “Dasar bocah nakal. Baru juga sadar sudah menemui orang lain. Bukannya menemui orang tuamu dulu. Tidak tahukah kamu kalau kamu sudah membuat mereka khawatir.” Omel Josef. “Aku hanya ingin memastikan jika kekasihku baik- baik saja. Karena itu aku langsung pergi.” Jelas Karl dengan begitu santainya. “Kamu pasti bercanda. Kamu dan Svetlana sudah menjadi sepasang kekasih?” tanya Evelina tidak percaya memandang sang adik. Karl menganggukkan kepalanya. “Ya, kami sudah menjadi sepasang kekasih.” Evelina melayangkan tatapan tajamnya ke arah sang adik. “Jangan menjawabnya, Karl. Aku tidak percaya jika kamu yang mengtatakannya. Svetlana, apakah Karl mengancammu atau bersikap aneh padamu sampai kamu mau menjadi pacarnya?” Svetlan
“Maafkan aku jika keluargaku membuatmu terkejut.” Ucap Karl setelah dokter dan perawat selesai mengobatinya. Svetlana menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit terkejut dengan tindakan kakekmu. Tapi keluargamu benar-benar sangat ramai.” “Maafkan kehebohan yang baru saja terjadi. Tadi Evelina menyebutmu Svetlana. Apakah benar?” Suara itu membuat Svetlana menoleh. Dia bisa melihat Natasha sudah berdiri di dekatnya. Svetlana memberikan senyuman yang sopan sembari menganggukkan kepalanya. “Benar, Svetlana adalah namaku.” “Nama yang bagus. Namaku Natasha, Ibunya Karl.” Natasha tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Svetlana. Gadis itu membalas uluran tangan Natasha. “Senang bertemu denganmu, Nyonya Matvey.” “Dan ini adalah suamiku sekaligus ayah Karl namanya Leon.” Natasha memperkenalkan pria yang duduk di atas kursi roda. “Aku berharap kamu tidak merasa terganggu dengan pria yang duduk di kursi roda.” Leon mengulurkan tangannya. Svetlana membalas uluran tangan Le
Sebuah mobil sedan hitam yang terlihat begitu mewah berhenti di depan gedung Moscow P.I. Tchaikovsky Conservatory. Tentu saja mobil itu menarik perhatian banyak orang. Termasuk Irina yang duduk dibalik meja kasir. "Bos, apakah kamu kedatangan tamu eksklusif?" Bisik Anthony salah satu pelayan di kafe itu. Irina menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Tapi aku tidak mendapatkan informasi akan mendapatkan tamu eksklusif."Tatapan Irina dan Anthony tertuju pada pintu mobil yang terbuka. Terlihat seorang pria turun bangku depan. Kemudian dia meraih gagang pintu mobil di belakang. Membuka pintu itu sehingga seseorang yang duduk di belakang bisa turun. Mata Irina dan Anthony melotot kaget melihat Svetlana turun dari mobil itu. Dia tersenyum pada pria itu dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu Svetlana berjalan masuk ke dalam kafe. Irina dan Anthony masih melongo melihat gadis itu. "Hallo, Bos." Sapa Svetlana yang berjalan menuju pintu karyawan. Namun sebelum Svetlana meraih gagang pi
Zoya baru saja keluar dari kelas. Dia merasa sangat lelah. Beruntung itu adalah kelas terakhir. Dia hanya tinggal memasukkan beberapa nilai setelah itu dia bisa pulang. "Lama tidak bertemu, Zoya."Tubuh Zoya seketika membeku di tempat saat mendengar suara yang mampu membuat tubuhnya menggigil ketakutan. Saat Zoya mendongak dia bisa melihat seorang pria dengan setelan hitam berdiri di hadapannya. Tatapan pria itu tertuju lurus pada Zoya dan bibirnya menyunggingkan senyuman. Zoya yang sudah mengenal pria itu tahu arti senyuman itu. Bukanlah senyuman ramah, tapi senyuman yang penuh dengan rencana di dalamnya. Ravil Borisov. Seorang CEO perusahaan minyak terbesar di Rusia. Memiliki wajah tampan, bibir manis dan kekayaan membuat semua wanita pasti ingin melompat ke dalam pelukan Ravil. Begitu juga dengan Zoya dulu. Dengan polosnya dia memuja Ravil seakan pria itu adalah satu-satunya pria yang ada dalam dunia ini. Tapi setelah menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Ravil selama